magnum
IndoForum Activist C
- No. Urut
- 1320
- Sejak
- 27 Mei 2006
- Pesan
- 14.143
- Nilai reaksi
- 417
- Poin
- 83
Operasi "Tanpa" Gravitasi Bumi
Umumnya, operasi atau pembedahan dilakukan di tempat yang sangat stabil, bahkan sama sekali bebas guncangan. Namun, pada akhir September lalu, para ahli berhasil membuktikan kemampuan mereka dalam melakukan operasi/pembedahan terhadap seseorang di atas pesawat terbang yang nyaris tanpa gravitasi bumi.
Tak syak, keberhasilan ini menjadi embrio lahirnya era pembedahan baru. Nantinya, pembedahan bisa dilakukan di mana saja, di ruang angkasa, di pesawat ruang angkasa, bahkan saat diguncang gempa bumi sekalipun!
Akhir September lalu sebuah tim yang terdiri atas lima ahli bedah Perancis akhirnya memutuskan melakukan uji coba pembedahan yang sebenarnya, yaitu pembedahan yang sungguh-sungguh dilakukan pada seseorang di atas pesawat terbang. Tentu, sebuah pesawat yang telah dimodifikasi. Ruang pesawat kali ini tidak lagi berisi bangku penumpang, botol minuman, atau pramugari nan cantik menarik.
Kali ini ruang pesawat di-"metamorfosa"-kan menjadi "kamar bedah". Di salah satu sudut pesawat, mereka mendirikan sebuah tenda plastik yang tentu higienis dan steril.
Kamar ini masih dilengkapi dengan peralatan operasi khusus. Dalam arti, tiap perangkat mengandung magnet sehingga bisa tetap pada posisi dan tidak ikut "terbang" ke sana kemari, terutama ketika pesawat berada pada kondisi yang nyaris sama sekali tanpa gravitasi bumi atau "Zero-G".
Perlengkapan seperti itu penting karena operasi justru dilakukan pada saat pesawat harus berkali-kali menukik dan terus terguncang-guncang. Pesawat terbang pada ketinggian 6.500 meter sampai 8.500 meter.
Mengutip kantor berita Associated Press, CNN menyebutkan, secara total, pesawat harus terguncang, menukik, dan naik turun ibarat sedang bermain sebanyak 22 kali. Bahkan, manuver bagai lengkung parabola itu terus mereka lakukan hingga mencapai titik yang bisa dikatakan nyaris tanpa gravitasi bumi atau "Zero-G" tersebut.
BBC News melaporkan, setiap kondisi nyaris tanpa gravitasi bumi berlangsung selama 22 detik. Karena itu, para awak dan tenaga medis "dilekatkan" pada dinding pesawat yang dinamakan Airbus 300 "Zero-G". Selama operasi, pesawat melayang-layang di langit Perancis barat laut selama sekitar tiga jam.
Hanya 11 menit
Operasi justru dilakukan oleh pada dokter selama interval waktu pesawat "terpental-pental" tersebut. Si pasien, Phillipe Sanchot, telah dibius lokal sesaat sebelum pesawat lepas landas, pukul 09.30 waktu setempat.
Sanchot sengaja dipilih karena ia terbiasa dengan ketinggian dan sangat baik dalam menghadapi kondisi tanpa gravitasi. Ia selama ini dikenal sebagai pemain "Zero-G" yang cukup andal. Kebetulan, ia menderita tumor ringan di lengan.
Operasi pengangkatan tumor ringan itu sendiri hanya memakan waktu sekitar 11 menit. Namun, beberapa di antaranya harus dilakukan dalam kondisi tanpa gravitasi bumi. Jika dihitung, kondisi "melayang" itu berlangsung sebanyak 31 kali, dengan waktu 22 detik untuk tiap kondisi. Untuk itu, baik pasien maupun tim dokter telah dilatih untuk beradaptasi dan membiasakan diri dengan kondisi "jatuh-bangun" itu bak seorang calon astronot.
"Pembedahan berlangsung lancar, seperti yang kita rencanakan tanpa kesulitan yang berarti," kata Dominique Martin, kepala pembedahan.
"Sekarang kami yakin, kami mampu melakukan pembedahan terhadap seseorang di ruang angkasa tanpa kesulitan," lanjutnya seperti dikutip kantor berita AFP, ketika mendarat dengan selamat di bandara Merignac di luar kota Bordeaux, Perancis, Rabu 27 September lalu. Ia yakin, dengan kondisi tanpa berat badan selama sekitar dua jam, para ahli bisa melakukan bedah usus buntu.
Tahun 2003, Martin bersama timnya dikenal sebagai kelompok pertama yang berhasil melakukan pembedahan pada kondisi tanpa gravitasi bumi. Namun, waktu itu mereka hanya "membetulkan" arteri ekor tikus. Meski hanya terhadap seekor tikus, operasi tahun 2003 itu jauh lebih kompleks dibandingkan dengan yang dilakukan kali ini. Karena itu, ia semakin yakin, prosedur pengoperasian seperti ini membuka peluang pengkajian lebih jauh kemungkinan pembedahan di luar angkasa.
Karena itu, untuk program selanjutnya, Martin akan melakukan pembedahan dengan menggunakan robot yang dikendalikan dari bawah menggunakan satelit.
"Eksperimen ini minimal perlu waktu satu tahun," kata Martin seperti dikutip BBC News. Dalam hal ini, NASA pun pernah melakukan eksperimen menggunakan semacam robot untuk mengoperasi binatang dalam sebuah laboratorium di bawah laut Florida.
"Stasiun ruang angkasa sekarang ini hanya berjarak sekitar 400 kilometer dari bumi. Karena itu, akan sangat mudah bagi astronot untuk kembali ke bumi dan melakukan operasi. Tetapi, ketika kita berada pada kondisi yang tanpa gravitasi bumi, ini memerlukan waktu beberapa hari bahkan hanya untuk kembali ke bumi. Karena itu, akan sangat penting menyiapkan pengobatan jarak jauh dan pembedahan jarak jauh sehingga kondisi astronot bisa terjaga dan tetap sehat," papar Profesor Pierre Varda, anggota tim dari Rumah Sakit Bordeaux.
Menurut para ahli, perangkat ini bisa digunakan untuk menghadapi kondisi darurat di beberapa lokasi sulit, seperti di dalam goa atau di sebuah gedung yang sedang terkena guncangan dahsyat gempa.
Ini bukan sains
Umumnya, operasi atau pembedahan dilakukan di tempat yang sangat stabil, bahkan sama sekali bebas guncangan. Namun, pada akhir September lalu, para ahli berhasil membuktikan kemampuan mereka dalam melakukan operasi/pembedahan terhadap seseorang di atas pesawat terbang yang nyaris tanpa gravitasi bumi.
Tak syak, keberhasilan ini menjadi embrio lahirnya era pembedahan baru. Nantinya, pembedahan bisa dilakukan di mana saja, di ruang angkasa, di pesawat ruang angkasa, bahkan saat diguncang gempa bumi sekalipun!
Akhir September lalu sebuah tim yang terdiri atas lima ahli bedah Perancis akhirnya memutuskan melakukan uji coba pembedahan yang sebenarnya, yaitu pembedahan yang sungguh-sungguh dilakukan pada seseorang di atas pesawat terbang. Tentu, sebuah pesawat yang telah dimodifikasi. Ruang pesawat kali ini tidak lagi berisi bangku penumpang, botol minuman, atau pramugari nan cantik menarik.
Kali ini ruang pesawat di-"metamorfosa"-kan menjadi "kamar bedah". Di salah satu sudut pesawat, mereka mendirikan sebuah tenda plastik yang tentu higienis dan steril.
Kamar ini masih dilengkapi dengan peralatan operasi khusus. Dalam arti, tiap perangkat mengandung magnet sehingga bisa tetap pada posisi dan tidak ikut "terbang" ke sana kemari, terutama ketika pesawat berada pada kondisi yang nyaris sama sekali tanpa gravitasi bumi atau "Zero-G".
Perlengkapan seperti itu penting karena operasi justru dilakukan pada saat pesawat harus berkali-kali menukik dan terus terguncang-guncang. Pesawat terbang pada ketinggian 6.500 meter sampai 8.500 meter.
Mengutip kantor berita Associated Press, CNN menyebutkan, secara total, pesawat harus terguncang, menukik, dan naik turun ibarat sedang bermain sebanyak 22 kali. Bahkan, manuver bagai lengkung parabola itu terus mereka lakukan hingga mencapai titik yang bisa dikatakan nyaris tanpa gravitasi bumi atau "Zero-G" tersebut.
BBC News melaporkan, setiap kondisi nyaris tanpa gravitasi bumi berlangsung selama 22 detik. Karena itu, para awak dan tenaga medis "dilekatkan" pada dinding pesawat yang dinamakan Airbus 300 "Zero-G". Selama operasi, pesawat melayang-layang di langit Perancis barat laut selama sekitar tiga jam.
Hanya 11 menit
Operasi justru dilakukan oleh pada dokter selama interval waktu pesawat "terpental-pental" tersebut. Si pasien, Phillipe Sanchot, telah dibius lokal sesaat sebelum pesawat lepas landas, pukul 09.30 waktu setempat.
Sanchot sengaja dipilih karena ia terbiasa dengan ketinggian dan sangat baik dalam menghadapi kondisi tanpa gravitasi. Ia selama ini dikenal sebagai pemain "Zero-G" yang cukup andal. Kebetulan, ia menderita tumor ringan di lengan.
Operasi pengangkatan tumor ringan itu sendiri hanya memakan waktu sekitar 11 menit. Namun, beberapa di antaranya harus dilakukan dalam kondisi tanpa gravitasi bumi. Jika dihitung, kondisi "melayang" itu berlangsung sebanyak 31 kali, dengan waktu 22 detik untuk tiap kondisi. Untuk itu, baik pasien maupun tim dokter telah dilatih untuk beradaptasi dan membiasakan diri dengan kondisi "jatuh-bangun" itu bak seorang calon astronot.
"Pembedahan berlangsung lancar, seperti yang kita rencanakan tanpa kesulitan yang berarti," kata Dominique Martin, kepala pembedahan.
"Sekarang kami yakin, kami mampu melakukan pembedahan terhadap seseorang di ruang angkasa tanpa kesulitan," lanjutnya seperti dikutip kantor berita AFP, ketika mendarat dengan selamat di bandara Merignac di luar kota Bordeaux, Perancis, Rabu 27 September lalu. Ia yakin, dengan kondisi tanpa berat badan selama sekitar dua jam, para ahli bisa melakukan bedah usus buntu.
Tahun 2003, Martin bersama timnya dikenal sebagai kelompok pertama yang berhasil melakukan pembedahan pada kondisi tanpa gravitasi bumi. Namun, waktu itu mereka hanya "membetulkan" arteri ekor tikus. Meski hanya terhadap seekor tikus, operasi tahun 2003 itu jauh lebih kompleks dibandingkan dengan yang dilakukan kali ini. Karena itu, ia semakin yakin, prosedur pengoperasian seperti ini membuka peluang pengkajian lebih jauh kemungkinan pembedahan di luar angkasa.
Karena itu, untuk program selanjutnya, Martin akan melakukan pembedahan dengan menggunakan robot yang dikendalikan dari bawah menggunakan satelit.
"Eksperimen ini minimal perlu waktu satu tahun," kata Martin seperti dikutip BBC News. Dalam hal ini, NASA pun pernah melakukan eksperimen menggunakan semacam robot untuk mengoperasi binatang dalam sebuah laboratorium di bawah laut Florida.
"Stasiun ruang angkasa sekarang ini hanya berjarak sekitar 400 kilometer dari bumi. Karena itu, akan sangat mudah bagi astronot untuk kembali ke bumi dan melakukan operasi. Tetapi, ketika kita berada pada kondisi yang tanpa gravitasi bumi, ini memerlukan waktu beberapa hari bahkan hanya untuk kembali ke bumi. Karena itu, akan sangat penting menyiapkan pengobatan jarak jauh dan pembedahan jarak jauh sehingga kondisi astronot bisa terjaga dan tetap sehat," papar Profesor Pierre Varda, anggota tim dari Rumah Sakit Bordeaux.
Menurut para ahli, perangkat ini bisa digunakan untuk menghadapi kondisi darurat di beberapa lokasi sulit, seperti di dalam goa atau di sebuah gedung yang sedang terkena guncangan dahsyat gempa.
Ini bukan sains