• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Mengapa Film Gatotkaca Gagal?

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.609
Nilai reaksi
23
Poin
0
Mengapa Film Gatotkaca Gagal?


Satria Dewa: Gatotkaca harusnya perlu 3 Juta penonton untuk balikmodal!

Satria Dewa: Gatotkaca (2022) mulanya merupakan proyek ambisius. Bukan cuma pihak studio tetapi juga mayoritas pesayang film, khususnya penggemar wayang & superhero nerds.

Film ini tayang pada tanggal 9 Juni kemarin. Namun sayangnya hingga saat ini pula, mereka belum sanggup menembus 200 ribu penonton dari hari perdana perilisannya. Sangat disayangkan & tidak tertebak sama sekali. Padahal film ini digadang-gadang sanggup mendapatkan 1 juta penonton selama penayangannya. Itu didukung dari visual apik & pembangunan dunia paling imajinatif sejauh ini untuk film Indonesia yg pernah saya lihat.

Alhasil Satria Dewa diperkirakan merugi. Dari jumlah penonton yg didapat, mereka kemungkinan akbar cuma meraup 3,4miliar saja. Sangat jauh dari budget awal mereka yg mencapai 24 miliar! Dengan demikian, film ini dirasa gagal memenuhi ekspetasi publik dalam segi pendapatan.

Sebenarnya apa yg salah? Ada beberapa alasan yg saya rasa jadi penyebab film ini babak belur di bioskop.

Kurangnya Marketing

Mengapa Film Gatotkaca Gagal?



Entah mengapa saya melihat strategi yg pakai Satria Dewa tidak cukup menarik. Mereka sebelumnya gemar menyebarkan cuplikan behind the scenemelalui akun Instagramnya. Beberapa cuplikan saya rasa cukup krusial untuk memberikan efek kejut. Baru-baru ini juga Satria Dewa dengan santainya merilis cuplikan penting yg tidak ada di dalam trailer di Instagram mereka. Pertarungan antara Beceng & Yuda alias Gatotkaca. Yang harusnya dikeluarkan saat filmnya sudah turun layar. Lihat.

Lanjut lagi mereka cuma mengandalkan satu platform saja. Bukan salah mereka sepenuhnya, tetapi memanfaatkan jaringan dari platformlain itu penting.


Khususnya Twitter. Alih-alih menciptakan gaduh semua platform, Satria Dewa cuma men-tweet tautan postingan Instagram mereka ke Twitter ketimbang membangun interaksi. Tentu kita tahu bersama kemudahan interaksi di Twitter. Atau bahkan juga ikut bergabung di Facebook yg sama meriahnya. Namun mereka baru mengerjakannya beberapa bulan sebelum filmnya rilis. Seperti enggan merangkul komunitas untuk berkontribusi bersama.

Hal ini menciptakan mereka seakan jauh dari penggemar. Sejatinya mereka sanggup membangun pengemar yg solid (Baca:Satria Dewa, Memajukan Konsep Melupakan Penggemar). Pembaca wayang lama akan sangat bahagia mengedukasi & juga pasti sanggup menarik penggemar baru dari kalangan anak muda untuk mulai mensayangi wayang. Dari sini pulalah muncul kolaborasi antara superhero nerds dan penyuka pewayangan. Kombo yg sangat apik menurut saya pribadi.


Dalam acara-acara menjelang perilisannya pun mereka belum terlihat sanggup menaikan atensi publik. Lagi-lagi dengan berat hati semua ini akan sering dibandingkan dengan pencapaian Gundala (2019).

BLUNDER FATAL!

Mengapa Film Gatotkaca Gagal?



Salah satu bagian yg menurut saya kurang bijak ialah merilis terlebih dahulu filmnya sebelum tanggal resmi untuk beberapa kota. Sebelumnya merekakalau tidak salahtanggal 6 Juni mengerjakanpress screening untuk teman-teman media & kritikus film. Namun pada tanggal 7 Juni mereka berani membuka layar perdana teruntuk beberapa kota dengan kuota terbatas diikuti harga miring yaitu Rp20.000,- saja untuk umum.


Bagi saya tentu ini berbahaya. Ulasan publik yg beraneka ragam yg mana dalam pengalaman kita semua, kebanyakan dari mereka akan memakai Marvel & DC sebagai standar mereka. Kala ekspetasi ini tidak terpenuhi, ulasan jelek akan meluap & memengaruhi orang lain yg belum sempat menonton. Kelebihan teman-teman media & kritikus film adalah mereka objektif dengan ulasannya. Poin positif & negatif dirangkul dengan bobot yg sama. Memberikan keleluasaan publik untuk memilih menonton filmnya atau tidak. Juga sekaligus menciptakan publik penasaran pastinya.

Ini tentu saja tidak dimiliki oleh beberapa orang yg masih menjadikan film Barat sebagai patokannya. Dan, ya, ada pada tanggal 9 Juni penonton perdana tidak menyentuh angka 100.000. Akibatnya? Ya, karena target penonton Satria Dewa, dalam hal ini anak muda, sudah terlebih dahulu disuapkan spoiler oleh beberapa pihak & ulasan negatif yg pasti tidak menyertakan poin plus minusnya.

Ini berbeda untuk generasi milenial yg sedari dulu hidup dengan cerita legenda-legenda tersebut. Menyaksikan Gatotkaca merupakan cara mereka utnuk membayar rasa penasaran mereka sewaktu muda & sekaligus membeli masa lalunya untuk sekadar nostalgia. Sekali lagi ini tidak dimiliki oleh mayoritas Gen Z. Sejatinya Gen Z menonton karena rasa penasaran & keharap tahuan mereka. Dampaknya akan ada rasa bangga setelah menyaksikan film tersebut.

Tapi akibat penayangan ini muncul rasa skeptis & pesimistis karena ulasan liar yg tidak seimbang.

Juga diperparah temuan-temuan beberapa pihak yg beranggapan pihak Satria Dewa Studio mengpakai jasa buzzer untuk menaikan popularitas mereka. Seakan-akan filmnya seramai itu. Benar atau tidaknya isu ini tidak menutup fakta bahwa film ini gagal memenuhi target mereka.

Diluar daripada itu film ini sejatinya tampil baik. Untuk ulasannya diserahkan pada setiap orang yg sudah menonton filmnya. Bagus jeleknya merupakan evaluasi pribadi yg harus dihormati bersama. Dan analisa saya di atas bukan jadi salah satu faktor utama atau bahkan bukan penyebab film ini flop di bioskop. Mungkin anda ada teori lain?





Hari ini 21:15
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.