• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Memadukan Tontonan Televisi dan Bahan Bacaan

magnum

IndoForum Activist C
No. Urut
1320
Sejak
27 Mei 2006
Pesan
14.143
Nilai reaksi
417
Poin
83
Memadukan Tontonan Televisi dan Bahan Bacaan


Televisi kerap dituding sebagai salah satu penyebab menurunnya minat baca pada orang muda dan anak-anak. Apalagi tontonan televisi yang sebagian mengumbar konsumerisme, dirasakan memengaruhi gaya hidup orang muda. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di mal daripada membaca di perpustakaan, misalnya.

Menyadari kecil kemungkinan menghindarkan pengaruh televisi terhadap anak-anaknya, sebagian orangtua memilih membatasi jam menonton televisi atau hanya mengizinkan anaknya menonton acara tertentu. Sebagian orangtua lain justru berusaha "memanfaatkan" kelebihan televisi untuk menarik anaknya menekuni sesuatu.

Resti (38), ibu dua anak yang tinggal di Jakarta Timur, menuturkan, ketika anaknya, Reta (13), tengah menggemari film animasi Jepang seperti Detektif Conan dan Chibimaruko Chan, dia berusaha menyediakan buku tentang animasi Jepang. Lama-kelamaan, Reta tak hanya berminat kepada animasi, tetapi ingin tahu budaya dan kemajuan Jepang.

"Kami membiasakan anak-anak ke toko buku setidaknya sekali sebulan. Dalam sebulan itu, mereka boleh memilih tiga buku apa saja. Supaya tidak milih komik melulu, saya ajak dia ke rak buku pengetahuan populer," katanya.

Hal itu diakuinya tak mudah karena si anak cenderung memilih novel, komik, atau majalah. Namun bagi Resti, apa pun yang dibaca anaknya, sepanjang dia mau membaca dibiarkan saja.

"Kalau dia perlu informasi lebih jauh, biasanya akan mencari dari buku. Ini kan karena dia suka membaca. Makanya, saya biarkan dia membaca apa pun, kecuali seri teen-lit, saya saring karena khawatir ada yang belum pas untuk anak seusianya," tutur Resti.

Kegemaran membaca membuat Reta mencari buku untuk menambah informasi lebih lanjut. Seperti saat tsunami dan gempa bumi, tanpa disuruh orangtua, dia memilih sendiri buku tentang bencana alam. Ketika dia tergila-gila menonton Piala Dunia, Reta membaca sejarah sepak bola di beberapa negara Eropa sampai kisah para pemain sepak bola dunia.

Hanya menjadi koleksi

Mendorong anak senang membaca menjadi dambaan orangtua. Dengan cara berbeda, apa yang dilakukan Resti juga dijalankan Ratna Hendrayani (40), ibu dua anak yang tinggal di Pejaten, Jakarta Selatan.

Ratna mendorong Rian (10), putranya, untuk membaca dengan membelikan buku yang isinya berkaitan dengan hobi si anak. Ketika dilihatnya Rian suka sepak bola, Ratna pun membeli buku-buku tentang sepak bola. Sayangnya, buku-buku itu hanya dijadikan koleksi, Rian memilih menonton sepak bola di layar kaca.

"Belakangan saya agak memaksa dia untuk baca. Saya mewajibkan Rian membaca buku dan menceritakan isinya kepada adiknya. Cara ini tak sepenuhnya efektif, kadang gagal juga, tetapi saya beri iming-iming hadiah," ujar Ratna.

Dia juga berusaha menumbuhkan minat baca anak dengan membawa mereka ke toko buku. Harapan Ratna, melihat anak-anak seusianya di toko buku akan memengaruhi anaknya untuk gemar membaca.

"Rian juga cepat bosan membaca buku pelajaran. Saya perhatikan, dia suka membaca ringkasannya saja. Ini kan membuat dia jadi tak memahami keseluruhan materi pelajaran," ucap Ratna khawatir.

Begitu menariknya televisi juga dirasakan Kartika (19), mahasiswa yang tinggal di Jakarta Selatan. Dia memilih mengisi waktu luangnya dengan menonton televisi. Alasannya, apa yang muncul di televisi menjadi bahan pembicaraan dengan teman. Dia antara lain senang menonton acara Extravaganza dan acara musik MTV.

"Kalau pengetahuan untuk kuliah, ya pasti saya baca dari buku. Tetapi sering juga informasi itu didapat dari internet. Berita mutakhir juga sering saya dapat dari internet, bukan baca koran," kata gadis yang suka jalan-jalan ke mal ini.

Godo Tjahjono, konsultan di Jakarta, yang secara random menyebar angket kepada 100 responden usia 13-24 tahun di Jakarta dan sekitarnya pada April-Mei 2006 mendapati, 66 persen responden menonton televisi setiap hari sekitar 3,6 jam dan 5,3 jam pada akhir pekan.

"Responden yang saya pilih berasal dari keluarga dengan pengeluaran per bulan lebih dari Rp 3 juta, dan setidaknya punya satu mobil. Mungkin karena mereka dari kalangan menengah ke atas, maka pilihan acara televisinya lebih spesifik, misalnya olahraga ya sepak bola atau tenis, dan variety show dipilih Extravaganza," ujar Godo.

Meski bisa dikatakan semua stasiun televisi menayangkan sinetron untuk kaum muda, namun hasil penelitian Godo menunjukkan, orang muda umumnya tak suka menonton sinetron. Alasan mereka, semua sinetron nyaris serupa dan menampilkan konflik yang terlalu dibuat-buat.

Membaca koran

Bagi sebagian orang muda dan anak-anak, televisi menjadi sumber informasi, hiburan, juga bahan bersosialisasi. Sebagian dari mereka mengaku membaca koran meski hanya judul besarnya dan baru membaca habis sebuah berita bila peristiwanya menarik.

Reta misalnya, menurut Resti, hanya membaca koran bila ada kejadian besar seperti semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. Itu pun tidak dibacanya terus-menerus. Informasi tentang kejadian terkini diketahui Reta umumnya lewat televisi.

"Kecuali ada tugas dari sekolah untuk mengkliping koran, atau harus mencari tulisan tentang topik tertentu, baru dia membaca koran," kata Resti tentang putrinya yang menggunakan internet untuk chatting dan e-mail.

Namun, tak semua anak "alergi" membaca. Dana (13) malah tak suka berjalan-jalan ke mal. Bila keluarganya pergi ke mal, dia memilih menunggu orangtua dan saudaranya di toko buku. Dia lebih suka membaca buku dan diperbolehkan membeli buku daripada makan atau berbelanja.

"Dana suka membaca buku apa saja, mulai dari dongeng sampai buku ilmu pengetahuan," kata Anita Satria (42), ibunya.

Keluarga yang tinggal di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, ini tak membiasakan anak-anak membaca sejak dini. Menurut Anita, seiring bertambahnya usia anak, dia melihat kebutuhan membaca tumbuh dengan sendirinya.

Oleh karena itulah, Anita tak memaksa anaknya rajin membaca, tetapi dia selalu mengabulkan permintaan mereka membeli buku. Ini secara tak langsung menunjukkan kepada anak, buku adalah sumber pengetahuan.

Kesadaran membaca

Moch Thoyib (49), guru Bahasa Indonesia di SMP 257 Kampung Rambutan, Jakarta Timur, menuturkan, kegemaran membaca pada remaja relatif masih rendah, terutama remaja pria. Padahal pengelola sekolah sudah menyediakan perpustakaan dan kurikulum yang memaksa anak banyak membaca.

"Kesadaran pentingnya membaca baru muncul jika ada kebutuhan. Selama ini siswa baru membaca kalau ada tugas dari guru. Kalau tidak, mereka memilih main atau ngobrol," kata Thoyib.

Apalagi, tambahnya, "godaan" bagi kaum muda tak hanya muncul dari televisi, tetapi juga game komputer dan playstation. Oleh karena itulah, meski sudah ada perpustakaan keliling dan taman bacaan, minat membaca pada remaja relatif jalan di tempat.

"Apalagi buku-buku untuk remaja jauh lebih sedikit variasinya dibanding buku untuk anak balita dan SD," ujar guru yang mengajar sejak tahun 1983 ini.

Menurut Thoyib, sebenarnya kurikulum sekolah menuntut murid SMP rajin membaca dan mampu menyerap informasi yang dibaca. Dengan banyak membaca, perbendaharaan kata siswa pun bertambah. Ini akan memudahkannya dalam membuat berbagai tugas, seperti mencari gagasan pokok, ringkasan, atau presentasi.

"Sayangnya, masih ada saja guru yang menyita majalah yang dibawa siswa ke sekolah. Guru mungkin khawatir siswa lebih memerhatikan majalah daripada pelajaran yang dia berikan. Sebenarnya, membaca apa pun, termasuk komik, bisa membuat anak menyadari pentingnya membaca," tutur Thoyib.
 
memang benar membiasakan membaca sejak dini akan bermanfaat bagi si anak di kemudian hari
 
Dijaman sekarang peminat pembaca buku apa ga berkurang ya,...
Mereka lebih suka nonton TV, buka forum, browsing macam2 dah,...
Gw sendiri juga malas baca buku gitu, baca koran, majalah pun malas,...
klo cari berita, suka pake media lain yang ga baca2 gitu, toh juga ga ketinggalan /hmm
Klo para user IF gimana nih,.. apa masih suka baca2 buku juga yaaa ????
 
iya apa lagi buku yg cuma tulisan smua ngak ada gambar nya,tulisan yg rata smua wah2 males deh
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.