Lanjutan....
Dari setiap kejadian, kita mulai bisa melihat bahwa Vedic Aryan telah hidup di wilayah India sejak akhir banjir besar, sejak sekitar 13.000 sampai 10.000 B.C. Jadi, tidak mungkin ada suatu peradaban pre-Aryan di wilayah ini yang telah ditaklukkan oleh apa yang disebut sebagai “invading Aryans” di tahun 1500 B.C.
Dengan menggunakan berbagai jenis bukti yang sebelumnya telah disajikan dalam bab ini, menjadi jelas bahwa puncak “Vedic Age” tentunya ada jauh sebelum 3100 B.C., bahkan sebelum 4000 sampai 5000 B.C. seperti anggapan beberapa ilmuwan. Bal Gangadhar Tilak memperkirakan bahwa berdasarkan data historis, Vedas (Catur Veda) telah ada setidaknya pada 6000 B.C., sementara yang lain mengatakan jauh sebelumnya yaitu 7000-8000 B.C. Karena peradaban Veda pada masa itu diterapkan berdasarkan tradisi lisan, dan literatur masih belum dibuat secara tertulis, pokok-pokok hymne Rig-veda, dan bahkan Atharva-veda dan lain-lain, pasti telah ada selama ribuan tahun. Vedas digunakan sebagai falsafah hidup, tata cara pemujaan, dan panduan ritual bagi masyarakat dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Vedas merupakan sebuah produk canggih yang sangat tinggi nilainya dari sebuah masyarakat yang benar-benar sudah maju, dan sudah ada sejak jaman purba. Atau, sebagaimana tradisi itu sendiri menjelaskan, esensi pengetahuan Veda diberikan kepada umat manusia oleh Tuhan pada saat penciptaan jagat raya dan selalu ada, tidak akan pernah lenyap.
Sampai 3700 B.C., seluruh pokok-pokok prinsip ajaran dari Rig-veda sudah ada dan diketahui. Tentunya, ini masih berupa tradisi lisan. Satu point terkait dengan hal ini adalah bahwa ayah Bishma adalah Shantanu dimana kakaknya, Devapi, dianugrahi dengan beberapa hymne Rig-veda. Hal ini pasti merupakan peristiwa yang terjadi jauh sebelum 3200 B.C. karena Bishma memainkan sebuah peran yang sangat penting di dalam Perang Mahabharata di Kuruksetra, yang diperhitungkan terjadi sekitar 3137 B.C. Perhitungan lebih lanjut dapat dicocokkan dengan daftar urutan dinasti sebagaimana ditemukan dalam Adi-parva, bagian dari Mahabharata. Dengan bantuan daftar tersebut, dari 3100 B.C. kita memperoleh tambahan hampir 630 tahun atau lebih kembali kepada bangsa Suda dan Pertempuran Sepuluh Raja, seperti dijelaskan dalam Rig-veda. Ini membawa kita mundur ke sekitar 3730 B.C. Oleh karena itu, puncak dari “Jaman Veda” dapat ditetapkan sebelum 3700 B.C.
Dari literatur Veda, kita juga dapat melihat bahwa Sungai Sarasvati ada pada masa prima sekitar 4000 sampai 5000 B.C. atau lebih awal. Ini juga adalah saat peradaban Veda sedang menyebar ke seluruh dunia, apakah karena alasan perdagangan, migrasi, atau karena suku-suku bangsa yang mengalami penurunan moralitas terusir keluar wilayah India. Beberapa suku bangsa yang pertama-tama meninggalkan India mungkin termasuk suku bangsa Prithu-Parthava (yang menjadi bangsa Parthia), suku bangsa Druhyu (yang menjadi bangsa Druid), suku bangsa Alina (bangsa Hellene atau Yunani kuno), suku bangsa Simyu (bangsa Sirmio atau Albania kuno), suku bangsa Cina (bangsa China), dan lain-lain. Ini terjadi sekitar 4500 B.C., seperti dijelaskan oleh N.S. Rajaram dalam bukunya, The Vedic Aryan and the Origins of Civilization (p.210). Mereka adalah bangsa Arya paling awal yang menciptakan bentuk-bentuk paling kuno masyarakat Indo-Eropa. Bersamanya mereka mengambil dari Veda kebiasaan, bahasa, ritual, dll, yang kesemuanya dengan berjalannya waktu mengalami perubahan secara perlahan-lahan karena kurang seriusnya mengikuti tradisi Veda, atau karena mereka hilang kedekatannya dengan tanah airnya yang masih memegang teguh tradisi. Hal ini tentunya membantu untuk menjelaskan banyaknya kemiripan dalam bahasa dan kebudayaan yang kita temukan saat ini antara berbagai belahan dunia, banyak diantaranya kita akan bahas nanti dalam buku ini.
Selama millenium ke-empat, mendekati tahun 3800 B.C., India Utara memiliki sumber air yang melimpah, dengan beberapa sungai besar seperti sungai Indus yang mengalir ke arah utara, sungai Gangga mengalir ke arah timur, dan pusat sistem sungai Sarasvati-Drishadvati, yang diberi pasokan air oleh sungai Sutlej dan sungai Yamuna. Gurun pasir Thar yang sangat luas belum menyebabkan terpisahnya India Utara dan wilayah-wilayah di bagian barat. Jadi, pusat komunitas Veda meliputi area yang jauh lebih luas dan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada sekedar negara India sekarang ini.
Tetapi, sebelum terjadinya Perang Mahabharata, arah aliran Yamuna telah berubah dan tidak lagi mengalir ke Sungai Sarasvati, tetapi bermuara ke sungai Gangga. Menjelang Perang Mahabharata, sekitar 3100 B.C., Sarasvati dibicarakan dalam kaitannya dengan perjalanan spiritual yang dilakukan oleh Balarama (Shalya Parva, 36-55), yang masih dianggap sungai yang sangat disucikan tetapi dari sumbernya sampai gurun pasir dimana ia menghilang dapat ditempuh selama empatpuluh hari perjalanan menunggang kuda. Semua yang tersisa darinya hanyalah tempat-tempat suci yang tadinya berada di tepian sungai (ini juga disebutkan dalam sloka 3.80.84; 3.88.2; & 9.34.15-8). Mahabharata juga menjelaskan letak geografis sungai tersebut, dikatakan bahwa ia mengalir dekat Kuruksetra (3.81.125). Informasi yang sama tentang lokasi dimana Sarasvati menghilang, Vinasana, ditemukan di dalam Manu-samhita (2.21). Secara berangsur-angsur, gurun pasir semakin luas dan bangsa di wilayah bagian barat terus berpindah lebih jauh ke barat, kehilangan kontak dengan akarnya. Hal inilah yang lebih jauh membantu perkembangan komunitas bangsa Sumeria dan Mesir.
Periode berikutnya yaitu 3100 B.C atau sebelumnya tidak hanya menjadi pertanda era Perang Mahabharata, menghilangnya Lord Krishna, dan dimulainya Kali-yuga, tetapi juga merupakan pertanda dimulainya akhir “Jaman Veda”. Perang di Kuruksetra adalah awal dari hancurnya peradaban Veda dan jaringan globalnya. Itu juga adalah saat ketika bagian-bagian penting lainnya dari literatur Veda dikompilasi, yang diselesaikan dengan baik oleh Srila Vyasadeva, untuk hal mana Dia muncul di dunia ini. Dan karena tidak pernah ada penyerbuan bangsa Arya masuk ke India atau wilayah Indus Sarasvati, sebagaimana sudah kita buktikan, selanjutnya ini juga adalah saat ketika peradaban bangsa Harappa mulai terbentuk atau mencapai puncaknya jika memang ia sudah ada. Lebih jauh lagi, ini juga adalah jamannya dinasti pertama dan kedua Mesir, yang diperkuat oleh fakta bahwa banyak ilmuwan yang beranggapan bahwa piramid-piramid di Mesir dibangun pada masa ini. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa piramid di Sakkara, 30 mil selatan Giza, dibangun sekitar 5000 tahun yang lalu (sekitar 3000 B.C.), sementara yang lain memperkirakan tahun 2650 B.C. Ini juga menjadi tanda bahwa peradaban bangsa Sumeria mencapai masa gemilang selama periode ini. Itu juga adalah masa ketika bangsa Mesir dan Sumeria berpedoman pada sistem dan formula matematika Shulbasutra dari India untuk rancangan arsitektur, bangunan-bangunan altar, dan perencanaan hunian, seperti halnya dengan tempat-tempat dari peradaban Harappa.
Dari 3000 ke 2000 B.C., sejalan dengan berlanjutnya para penduduk menyebar keluar dari India ke arah barat, masih sering terjadi kontak antara India dengan wilayah-wilayah tertentu seperti Mesir, Sumeria, Mesopotamia, dan lainnya. Tetapi, kekeringan besar yang berlangsung selama 300 tahun di wilayah-wilayah tersebut menyebabkan kesulitan-kesulitan yang sangat besar bagi semua peradaban tersebut. Banyak yang sepakat bahwa peradaban Harappa berakhir sekitar 2500-2200 B.C. Kekeringan selama 300 tahun tersebut, bukan karena ulah para penyerang, menyebabkan awal dari berakhirnya peradaban Harappa, begitu juga halnya dengan masyarakat bangsa Akkadia (Sumeria). Peradaban Mesir kuno mungkin juga berakhir karena malapetaka kekeringan tersebut, hanya meninggalkan sisa-sisa bangunan monumen dan tulisan kepada kita yang saat ini kita masih mencoba untuk memahaminya secara penuh. Bangsa inilah yang kemungkinan melakukan migrasi dalam rangka untuk mencari sumber-sumber alam yang lebih baik. Lebih jauh lagi, periode 3000 ke 2500 B.C. ini juga, menurut perkiraan para arkeolog Inggris, yang dipercaya sebagai saat bangsa Druid dan para pendetanya tiba di Inggris. Tetapi, bangsa Druid sendiri mengklaim bahwa asal mereka adalah dari timur semenjak 3900 B.C., yang lebih mendekati versi Veda.
Sampai 2000 B.C. arah aliran Sutlej juga mengalami perubahan, mengalir ke Indus, sementara itu gurun pasir bertambah luas tanpa rasa belas kasihan. Hal ini menyebabkan Sarasvati hanya memiliki sedikit sumber untuk terus mempertahankan dirinya sebagai sungai besar sebagaimana sebelumnya. Menjelang 1900 B.C., Sarasvati secara menyeluruh akhirnya berhenti mengalir dan akhirnya benar-benar kering, memberikan kontribusi atas bubarnya penduduk bagian barat India ke tempat-tempat lain, dan membuat wilayah di sekitar Gangga menjadi tempat yang paling penting bagi sisa-sisa masyarakat Veda. Begitu Sungai Sarasvati lenyap, Gangga menggantikannya sebagai sungai yang paling disucikan.
Setelah 2000 B.C. adalah saat dari banyaknya migrasi orang-orang Arya India menuju Asia Barat, Mesopotamia, Iran, dan lebih jauh lagi. Terbentuknya berbagai bangsa, seperti Kassite, Hittite, dan Mittani, begitu juga dengan Celt, Scythia, dll, yang semuanya ambil bagian dalam migrasinya masing-masing.
Alasan kenapa bangsa Eropa lambat laun melupakan keterkaitannya dengan India karena segala macam kontak dengan India sengaja dibatasi oleh bangsa Yunani dan Romawi. Kemudian sampai ketika Alexander dan bangsa Yunani menjajah India, kontak-kontak telah dikurangi sampai hampir tidak ada sama sekali selama berabad-abad. Setelah itu, bangsa Romawi menganut agama Kristen, memaksa sisa bangsa Eropa lainnya untuk mengikutinya. Dengan ini, maka tinggal bangsa Arab yang menjadi pedagang utama antara India dan Eropa, sampai akhirnya meletus perang antara orang Kristen dan Muslim. Setelah Islam menguasai Constantinopel di Turki, mereka mengontrol semua jalur perdagangan antara Eropa dan India, memaksa bangsa Eropa membuka rute perdagangan baru melalui jalur laut ke India. Ini membawa kepada “penemuan” Amerika, Australia, dan bagian-bagian Afrika. Kemudian, setelah jalur-jalur perdagangan dengan India terbuka, para misionaris, para penjajah baru, dan yang disebut sebagai kaum terpelajar menjadi sang penakluk baru. Bersama mereka juga datang sejarah-sejarah versi baru yang dimaksudkan untuk mengurangi nilai warisan dan peninggalan asli India.