byakuya
IndoForum Activist C
- No. Urut
- 46894
- Sejak
- 25 Jun 2008
- Pesan
- 14.460
- Nilai reaksi
- 288
- Poin
- 83
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyetujui pelaksanaan hukum mati bagi para koruptor uang negara dalam jumlah besar. Efek jera diharapkan dapat mengurangi korupsi.
Patrialis yakin pemberlakuan hukuman mati ini akan membuat orang takut melakukan korupsi yang saat ini nyaris menjadi budaya di masyarakat. “Perlu dikaji secara mendalam pelaksanaan hukuman bagi bagi para koruptor besar. Korupsi sudah menggila, hukuman mati wajib hukumnya,” ujar Patrialis, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (6/4).
Bagi politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, dalam kasus korupsi ini harus dilihat faktor-faktor yang merugikan negara dan sistem perekonomian negara. Banyak praktek korupsi yang dapat mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat pada sistem perekonomian dan bisa menyebabkan negara goncang.
“Kalau praktek korupsi sudah sangat parah, kepercayaan asing kepada kita juga akan rontok,” tandas pria kelahiran Padang, 31 Oktober 1958 itu. Lebih dari itu, praktik-praktik korupsi yang sudah sangat parah juga membuat masyarakat tidak percaya pada institusi tertentu yang mengumpulkan uang negara.
Lalu bagaimana menghadapi kontroversi publik? Menurut Menhuk dan HAM ini kalau keputusannya sudah inkrah, dan memiliki keputusan hukum tetap, tidak akan menimbulkan kontroversi di masyarakat.
“Saya yakin kalau keputusannya tepat, dan masyarakat secara sosial juga sudah menerima keputusan, tidak akan terjadi lagi kontroversi,” tandasnya. Tentunya setelah terpidana tidak lagi memiliki upaya hukum. Kasasi sudah ditolak, dan permohonan grasi juga ditolak. Ini seperti yang terjadi pada terpidana teroris Amrozi. Dalam kasus Amrozi tidak ada kontroversi karena semua upaya hukum sudah dilalui.
Bagi mantan pengacara dan anggota DPR dua periode itu, kalau hukuman mati sudah diberlakukan terhadap para koruptor besar, orang akan takut melakukan korupsi. Orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. Sudah dapat dipastikan jumlah orang yang korupsi akan berkurang.
Tak takut dicap sebagai pelanggar HAM? “Dianggap melanggar HAM kalau itu dilakukan tanpa landasan. Tetapi kalau dilakukan dengan landasan yang kuat serta prosedur yang benar, tidak akan dianggap melanggar HAM,” imbuhnya.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta itu memang seringkali bersikap kontroversial. Selain dukungan terhadap hukuman mati bagi koruptor besar, Patrialis juga pernah menyatakan persetujuannya terhadap penyediaan ruangan khusus bagi narapidana untuk melakukan hubungan intim.
Ide tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak negatif seperti pemberian suap kepada para petugas untuk memperoleh ruang khusus. Juga dampak negatif lainnya seperti maraknya perilaku homoseksual di kalangan narapidana. [
Patrialis yakin pemberlakuan hukuman mati ini akan membuat orang takut melakukan korupsi yang saat ini nyaris menjadi budaya di masyarakat. “Perlu dikaji secara mendalam pelaksanaan hukuman bagi bagi para koruptor besar. Korupsi sudah menggila, hukuman mati wajib hukumnya,” ujar Patrialis, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (6/4).
Bagi politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, dalam kasus korupsi ini harus dilihat faktor-faktor yang merugikan negara dan sistem perekonomian negara. Banyak praktek korupsi yang dapat mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat pada sistem perekonomian dan bisa menyebabkan negara goncang.
“Kalau praktek korupsi sudah sangat parah, kepercayaan asing kepada kita juga akan rontok,” tandas pria kelahiran Padang, 31 Oktober 1958 itu. Lebih dari itu, praktik-praktik korupsi yang sudah sangat parah juga membuat masyarakat tidak percaya pada institusi tertentu yang mengumpulkan uang negara.
Lalu bagaimana menghadapi kontroversi publik? Menurut Menhuk dan HAM ini kalau keputusannya sudah inkrah, dan memiliki keputusan hukum tetap, tidak akan menimbulkan kontroversi di masyarakat.
“Saya yakin kalau keputusannya tepat, dan masyarakat secara sosial juga sudah menerima keputusan, tidak akan terjadi lagi kontroversi,” tandasnya. Tentunya setelah terpidana tidak lagi memiliki upaya hukum. Kasasi sudah ditolak, dan permohonan grasi juga ditolak. Ini seperti yang terjadi pada terpidana teroris Amrozi. Dalam kasus Amrozi tidak ada kontroversi karena semua upaya hukum sudah dilalui.
Bagi mantan pengacara dan anggota DPR dua periode itu, kalau hukuman mati sudah diberlakukan terhadap para koruptor besar, orang akan takut melakukan korupsi. Orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. Sudah dapat dipastikan jumlah orang yang korupsi akan berkurang.
Tak takut dicap sebagai pelanggar HAM? “Dianggap melanggar HAM kalau itu dilakukan tanpa landasan. Tetapi kalau dilakukan dengan landasan yang kuat serta prosedur yang benar, tidak akan dianggap melanggar HAM,” imbuhnya.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta itu memang seringkali bersikap kontroversial. Selain dukungan terhadap hukuman mati bagi koruptor besar, Patrialis juga pernah menyatakan persetujuannya terhadap penyediaan ruangan khusus bagi narapidana untuk melakukan hubungan intim.
Ide tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak negatif seperti pemberian suap kepada para petugas untuk memperoleh ruang khusus. Juga dampak negatif lainnya seperti maraknya perilaku homoseksual di kalangan narapidana. [