kyud
IndoForum Beginner E
- No. Urut
- 19520
- Sejak
- 27 Jul 2007
- Pesan
- 524
- Nilai reaksi
- 4
- Poin
- 18
saya baru dapet tulisan yang cukup bagus lo menurut saya soal al-quran insya4JJi bisa bermanfaat.
salam
Menentukan target untuk bisa menyelesaikan teks terjemahan Al Quran dalam satu bulan Ramadan, ternyata lebih sulit dari pada menyelesaikan (hatam) teks Arabnya saja -sampai dua kali hatam pun sepertinya masih lebih mudah. Pasalnya membaca terjemahan Al Quran (bagi saya) merupakan kegiatan yang "melelahkan" .
Membandingkan membaca teks Arab Al Quran dengan membaca terjemahan Indonesianya, ibarat membaca kitab yang berbeda. Yang pertama merupakan aktivitas yang begitu nikmat dan penuh akan nuansa spiritual. Sedangkan yang kedua lebih merupakan aktivitas yang membosankan. Yang pertama seakan ada dorongan untuk selalu melakukannya dengan suara keras. Sedangkan yang kedua, terasa capek jika dibaca dengan bersuara, kendati lirih.
Apakah memang membaca Al Quran, harus dengan teks bahasa Arabnya? Dan apakah memang membaca Al Quran harus dengan suara keras? Karena ada kesan tersirat dari namanya, Al Quran ditujukan untuk dibaca dengan suara keras. Ada pengaruh yang timbul dari bunyi bahasa (Arabnya) ketika kitab ini dibaca nyaring. Dan banyak Muslim yang mengatakan bahwa tatkala mereka mendengar Al Quran dibacakan, mereka merasa dilingkupi oleh suara yang berdimensi ilahi.
Tampaknya ini yang membuat teman saya yang beragama Kristen sulit memahami aktivitas Muslim yang selalu membaca Al Quran, padahal bahasanya tidak dimengerti. Karena teks bahasa Arab Al Quran adalah bahasa sakral. Dan Kristen tidak mempunyai bahasa sakral, sebagaimana Islam dengan bahasa (teks Arab) Al Qurannya. Dengan membaca teks Arabnya, akan menumbuhkan perasaan eksisnya Keilahian.
Dimulai dengan mukadimah ta'udz dan basmallah, ketika membacanya, saya merasa dituntun masuk dalam ruang kesakralan yang personal. Kenikmatan spiritual pun menyelimuti. Hingga kalimat, "sodaqollohuladzim" dan hamdallah terucap sebagai penutup.
Al Quran sepertinya memang dimaksudkan untuk pembacaan liturgis. Karena yang saya rasakan Al Quran terasa sulit untuk dijadikan bahan kajian tuntas secara personal. Susunannya yang tampak acak sepertinya menandakan bahwa, Al Quran bukanlah sebuah narasi yang membutuhkan tatanan berurutan.
Tetapi, sesekali saya menyediakan ruang ragu terhadap itu semua. Apakah benar, kenikmatan dalam membaca Al Quran hanya bisa didapat dengan membaca teks Arabnya? Apakah membaca Al Quran dengan bahasa lain tidak bisa menghantarkan kepada kenikmatan?
Sepertinya, tidak didapatnya kenikmatan dalam membaca terjemahan Al Quran, lebih disebabkan karena adanya "sesuatu" yang hilang ketika teks Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (atau bahasa lain). Hal yang sama pun akan terjadi sebaliknya; kenikmatan dalam membaca sebuah teks (sastra) bahasa Indonesia, akan hilang ketika teks tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (atau yang lainnya). Misalnya sebuah karya sastra Indonesia yang begitu nikmat dibaca (dan mendorong kita untuk membacanya secara keras), akan terasa hambar ketika karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
Atau, mungkin saja, ini dikarenakan (dahulu) orang(-orang) yang menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Indonesia, tidak mempunyai kemampuan bahasa/ sastra Arab dan Indonesia yang baik. Mereka tidak bisa memahami letak keindahan teks Arab Al Quran, dan kemudian tidak bisa mengemas terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia secara indah.
Jika memang seperti itu, wajarlah ketika membaca terjemahan Al Quran, terasa begitu melelahkan dan tidak menghantarkan kita pada kenikmatan spiritual. Jadi, bukan karena teks bahasa Arab Al Quran yang lebih indah dan nikmat dibaca. []
USEP HASAN SADIKIN
www.melintasbatas. blogspot. com
salam
Al Quran
Menentukan target untuk bisa menyelesaikan teks terjemahan Al Quran dalam satu bulan Ramadan, ternyata lebih sulit dari pada menyelesaikan (hatam) teks Arabnya saja -sampai dua kali hatam pun sepertinya masih lebih mudah. Pasalnya membaca terjemahan Al Quran (bagi saya) merupakan kegiatan yang "melelahkan" .
Membandingkan membaca teks Arab Al Quran dengan membaca terjemahan Indonesianya, ibarat membaca kitab yang berbeda. Yang pertama merupakan aktivitas yang begitu nikmat dan penuh akan nuansa spiritual. Sedangkan yang kedua lebih merupakan aktivitas yang membosankan. Yang pertama seakan ada dorongan untuk selalu melakukannya dengan suara keras. Sedangkan yang kedua, terasa capek jika dibaca dengan bersuara, kendati lirih.
Apakah memang membaca Al Quran, harus dengan teks bahasa Arabnya? Dan apakah memang membaca Al Quran harus dengan suara keras? Karena ada kesan tersirat dari namanya, Al Quran ditujukan untuk dibaca dengan suara keras. Ada pengaruh yang timbul dari bunyi bahasa (Arabnya) ketika kitab ini dibaca nyaring. Dan banyak Muslim yang mengatakan bahwa tatkala mereka mendengar Al Quran dibacakan, mereka merasa dilingkupi oleh suara yang berdimensi ilahi.
Tampaknya ini yang membuat teman saya yang beragama Kristen sulit memahami aktivitas Muslim yang selalu membaca Al Quran, padahal bahasanya tidak dimengerti. Karena teks bahasa Arab Al Quran adalah bahasa sakral. Dan Kristen tidak mempunyai bahasa sakral, sebagaimana Islam dengan bahasa (teks Arab) Al Qurannya. Dengan membaca teks Arabnya, akan menumbuhkan perasaan eksisnya Keilahian.
Dimulai dengan mukadimah ta'udz dan basmallah, ketika membacanya, saya merasa dituntun masuk dalam ruang kesakralan yang personal. Kenikmatan spiritual pun menyelimuti. Hingga kalimat, "sodaqollohuladzim" dan hamdallah terucap sebagai penutup.
Al Quran sepertinya memang dimaksudkan untuk pembacaan liturgis. Karena yang saya rasakan Al Quran terasa sulit untuk dijadikan bahan kajian tuntas secara personal. Susunannya yang tampak acak sepertinya menandakan bahwa, Al Quran bukanlah sebuah narasi yang membutuhkan tatanan berurutan.
Tetapi, sesekali saya menyediakan ruang ragu terhadap itu semua. Apakah benar, kenikmatan dalam membaca Al Quran hanya bisa didapat dengan membaca teks Arabnya? Apakah membaca Al Quran dengan bahasa lain tidak bisa menghantarkan kepada kenikmatan?
Sepertinya, tidak didapatnya kenikmatan dalam membaca terjemahan Al Quran, lebih disebabkan karena adanya "sesuatu" yang hilang ketika teks Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (atau bahasa lain). Hal yang sama pun akan terjadi sebaliknya; kenikmatan dalam membaca sebuah teks (sastra) bahasa Indonesia, akan hilang ketika teks tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (atau yang lainnya). Misalnya sebuah karya sastra Indonesia yang begitu nikmat dibaca (dan mendorong kita untuk membacanya secara keras), akan terasa hambar ketika karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
Atau, mungkin saja, ini dikarenakan (dahulu) orang(-orang) yang menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Indonesia, tidak mempunyai kemampuan bahasa/ sastra Arab dan Indonesia yang baik. Mereka tidak bisa memahami letak keindahan teks Arab Al Quran, dan kemudian tidak bisa mengemas terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia secara indah.
Jika memang seperti itu, wajarlah ketika membaca terjemahan Al Quran, terasa begitu melelahkan dan tidak menghantarkan kita pada kenikmatan spiritual. Jadi, bukan karena teks bahasa Arab Al Quran yang lebih indah dan nikmat dibaca. []
USEP HASAN SADIKIN
www.melintasbatas. blogspot. com