• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Kisah-kisah Penyejuk Hati~!

ataru

IndoForum Newbie A
No. Urut
1077
Sejak
14 Mei 2006
Pesan
261
Nilai reaksi
1
Poin
18
ni tred buat yg suka baca-baca en buang-buang waktu
bisa jadi inspirasi, yaa gitu deh pokoknya

selamat menikmati no junk ok...


Aku Menciptakan Kau !

Sebagai orang yang masih muda dan salah pergaulan, seringkali aku mengajukan
protes. Baik terbuka maupun terang-terangan. Baik kepada orang lain, baik kepada
orang lin maupun kepada diriku sendiri. Bahkan, baik protes kepada lingkungan,
alam dan semua di dalamnya maupun kepada Tuhan.
Seringkali dalam proses keberatanku pada Tuhan dengan segala keangkuhanNya aku
berseru dan memaki :
Mengapa Kau tidak pernah berpihak pada kaum lemah ?
Tuhan, Kau sama sekali tidak mendengar dan melihat apa yang kaum tersisih
rasakan !
Kau sama sekali tidak berbuat apa-apa !
Tiba-tiba, jauh di dalam lubuk hatiku, aku mendengar suara :
" Aku sudah berbuat banyak,
Aku telah menciptakan kau ! "

Aku diam, menangis dan bersumpah :
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Maha Benar Allah dengan Segala FirmanNya.
 
Never Perfect in the World

Suatu ketika, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah seorang raja yang
bijaksana. Namanya Raja Henry. Raja Henry yang telah tua itu ingin segera turun
takhta.Raja Henry memiliki seorang anak bernama Pangeran Arthur.

Putra mahkota itu baik hati, bertanggung jawab, serta bijaksana. Ia juga dekat
dengan rakyat. Itu sebabnya ia sangat cocok untuk memerintah
kerajaan itu. Tetapi sayangnya ia belum beristeri.Padahal salah satu
syarat untuk menjadi raja di kerajaan itu, pangeran harus memiliki
isteri.Kesibukan di istana pun dimulai. Seluruh anggota kerajaan sibuk
mencarikan wanita yang cocok untuk Pangeran.

Tapi, tak satu pun wanita yang dapat membuat Pangeran Arthur
jatuh cinta. Selalu saja ada kekurangannya di mata Pangeran Arthur.
Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda pengembara. Ia datang ke
kerajaan dan menemui Pangeran yang sedang melamun di taman istana.
"Selamat pagi Pangeran Arthur!" sapa sang pengembara.
"Selamat pagi. Siapakah kau?" tanya Pangeran Arthur.
"Aku pengembara biasa. Namaku Theo.
Kudengar, Pangeran sedang bingung memilih calon isteri?" tanya Theo. "Ya, aku
bingung sekali. Semua wanita yang dikenalkan padaku, tidak ada yang menarik
hati. Ada yang cantik, tapi berkulit hitam. Ada yang putih, tetapi bertubuh
pendek. Ada yang bertubuh semampai, berwajah cantik, tetapi tidak bisa membaca.
Aduuh!" keluh Pangeran dengan wajah bingung."Hmm, bagaimana kalau kuajak
Pangeran berjalan-jalan sebentar. Siapa tahu di perjalanan nanti Pangeran bisa
menemukan jalan keluar," ajak Theo sambil memandang wajah Pangeran yang tampak
letih.

"Ooh, baiklah," jawab Pangeran sambil melangkah.
Mereka berdua lalu berjalan-jalan ke luar istana.

Theo mengajak Pangeran ke daerah pantai. Disana mereka berbincang-bincang dengan
seorang nelayan.Tak lama kemudian nelayan itu mengajak pangeran dan Theo ke
rumahnya."Isteriku sedang memasak ikan bakar yang lezat. Pasti Pangeran
menyukainya," ujar si nelayan.Setibanya di rumah nelayan,terciumlah aroma ikan
bakar yang sangat lezat. Mereka duduk di teras rumah nelayan itu. Tak lama
kemudian keluarlah istri nelayan menghidangkan ikan bakar. Istri nelayan itu
bertubuh pendek. Ketika sang istri masuk ke dalam,Theo bertanya, "Wahai Nelayan!
Mengapa engkau memilih istri yang bertubuh pendek?" Nelayan itu tersenyum lalu
menjawab,
"Aku mencintainya. Lagipula, walau tubuhnya pendek, hatinya sangat baik. Ia pun
pandai memasak."
Theo dan Pangeran Arthur mengangguk-angguk mengerti. Selesai makan,
mereka berterima kasih dan melanjutkan perjalanan.

Kini Theo dan Pangeran Arthur sampai di rumah seorang petani. Disana
mereka menumpang istirahat. Rumah Pak Tani sangat bersih. Tak ada sedikit pun
debu. Mereka beberapa saat bercakap dengan Pak Tani. Lalu keluarlah isteri Pak
Tani menyuguhkan minuman dan kue-kue kecil. Bu Tani bertubuh sangat gemuk.
Pipinya tembam dan dagunya berlipat-lipat. Setelah Bu Tani pergi ke sawah, Theo
pun bertanya, "Pak Tani yang baik hati. Mengapa kau memilih isteri yang
gemuk?"Pak Tani tersenyum dan menjawab dengan suara bangga, "Ia adalah wanita
yang rajin. Lihatlah, rumahku bersih sekali bukan? Setiap hari ia
membersihkannya dengan teliti. Lagipula, aku sangat mencintainya."Pangeran dan
Theo mengangguk-angguk mengerti. Mereka lalu pamit, dan berjalan pulang ke
Istana.

Setibanya di Istana, mereka bertemu seorang pelayan dan isterinya.
Pelayan itu amat pendiam, sedangkan isterinya cerewet sekali. Theo
Kembali bertanya, "Pelayan, mengapa kau mau beristerikan wanita secerewet dia?"
Pelayan menjawab sambil merangkul isterinya, "Walau cerewet, dia sangat
memperhatikanku. Dan aku sangat mencintainya".

Theo dan Pangeran mengangguk-angguk mengerti.
Lalu berjalan dan duduk di tepi kolam istana.

Pangeran berkata pada Theo,"Kini aku mengerti.
Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula dengan calon isteriku.
Yang penting, aku mencintainya dan hatinya baik.

"Theo menarik nafas lega. Ia lalu membuka rambutnya yang ternyata palsu. Rambut
aslinya ternyata panjang dan keemasan. Ia juga membuka kumis dan jenggot
palsunya.

Kini di hadapan Pangeran ada seorang puteri yang cantik jelita. Puteri
itu berkata,"Pangeran, sebenarnya aku Puteri Rosa dari negeri tetangga. Ibunda
Pangeran mengundangku ke sini. Dan menyuruhku melakukan semua hal tadi. Mungkin
ibundamu ingin menyadarkanmu..."

Pangeran sangat terkejut tetapi kemudian berkata,"Akhirnya aku dapat
menemukan wanita yang cocok untuk menjadi isteriku".
Mereka berdua akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.
 
Konfrensi setan

Setan mengadakan konfensi yang dihadiri oleh bangsa
iblis, syaithon dan jin. Dalam pembukaan konferensi tsb
dikatakannya:
"Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke Mesjid",
"Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur'an
dan mencari kebenaran",

"Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri
dengan Tuhan mereka, Allah dan pembawa risalahNya, Muhammad",
"Pada saat mereka menyebut kebesaran dan mendekatkan diri
kepada Allah, maka kekuatan kita akan lumpuh."

"Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid;
biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI, CURI WAKTU
MEREKA, sehingga mereka akhirnya tidak lagi punya waktu untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah".

"Inilah yang akan kita lakukan," kata iblis. Alihkan perhatian mereka
sedikit demi sedikit, dari usaha mereka untuk
meningkatkan kedekatannya kepada Allah, dan awasi terus kegiatannya
sepanjang hari!"
"Bagaimana kami melakukannya?" tanya para hadirin yaitu iblis, syaitan, dan
jin. "Sibukkan mereka dengan hal-hal yang
sebenarnya tidak penting bagi kehidupan mereka, tapi mereka kemudian akan
menganggap penting.", Dan ciptakan tipu-daya untuk menyibukkan fikiran
mereka agar menjadi lupa mengingat kebesaran Allah dan mereka tidak sempat
lagi bersyukur atas semua nikmat dan karuniaNYA," jawab sang iblis

"Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA
SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG".
"Bujuk para istri untuk bekerja diluar rumah sepanjang hari dan para suami
bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 - 12 jam seminggu, sehingga
mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong, hampa... dan akhirnya mereka
menyesali bahwa dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu, dan jika mereka
meninggalkan dunia ini sewaktu-waktu, maka tidak ada amalan yang berarti
baginya, yang akan dibawanya menghadap Allah."

"Jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.". "Jika
keluarga mereka mulai tidak harmonis,
maka mereka akan merasa bahwa rumah bukan lagi tempat mereka untuk
melepaskan lelah sepulang dari bekerja, dan bukan lagi tempat untuk berbagi
kasih sayang". "Dorong terus cara berfikir seperti itu, sehingga mereka
tidak merasa ada ketenangan di rumah-rumah mereka."

Pikat mereka untuk membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan".
"Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC dirumah sepanjang hari.
Bunyikan musik terus menerus di semua restoran maupun di toko-toko di dunia
ini". "Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka
dengan Allah dan RasulNya"

"Penuhi meja-meja di rumah mereka dengan majalah-majalah dan tabloid, yang
akan melupakan mereka pada berdzikir
dengan menyebut asma Allah".
"Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari".
"Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan di jalanan".
"Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog,
undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan".

"Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit
mulus di majalah dan TV, untuk menggiring para
suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga
membuat para suami tidak tertarik lagi pada
istri-istri mereka"
"Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka
sering sakit kepala".
"Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka
mereka akan mulai mencoba mencari di luaran"
"Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga"
"Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka dari belajar
beribadah yang benar, lupakan mereka akan
makna shalat, jauhkan mereka dari budi pekerti yang luhur, serta nilai nilai
luhur tentang penghormatan kepada orang yang lebih tua dan para guru."
"Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkaji bagaimana
Allah menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ke tempat-tempat hiburan,
fitness, pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop."

Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK."
"Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh, bisikkan gosip-gosip dan
percakapan tidak berarti, sehingga
percakapan mereka tidak berdampak apa-apa. "Isi kehidupan mereka dengan
keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk
mengkaji dan merenungi kebesaran Allah, padahal saat
kembali kepada Allah itu pasti." "Dan dengan segera mereka akan merasa bahwa
keberhasilan, kebaikan/kesehatan keluarga
adalah merupakan hasil usahanya yang kuat semata-mata, bukan atas izin
Allah."

"PASTI BERHASIL, PASTI BERHASIL." "RENCANA YANG BAGUS."
Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat untuk melakukan
tugas "MEMBUAT MUSLIMS MENJADI LEBIH SIBUK DENGAN URUSAN DUNIAWI, LEBIH
KALANG KABUT, DAN SENANG HURA-HURA YANG TAK BERMAKNA".

"Dan jadikan manusia hanya menyisakan sedikit saja atau bahkan tidak ada
lagi waktu untuk mengingat Allah sang
Pencipta."
"Tidak lagi mereka punya waktu untuk bersilaturahmi dan saling mengingatkan
akan ketentuan dan hukum-hukum yang
diturunkan oleh Allah melalui RasulNya", sementara, Allah telah menyiapkan
surga bagi mereka yang taat kepada Allah dan RasulNYA, dan telah menyediakan
neraka bagi mereka yang menentang hukum Allah dan RasulNYA dan melanggar
segala laranganNYA.

.Sekarang pertanyaannya adalah, " APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???"
"ANDALAH YANG MENENTUKAN!!!"

Wassalam,
 
SHMILY

Kakek-nenekku sudah lebih dari setengah abad menikah, namun tetap memainkan
permainan istimewa itu sejak mereka bertemu pertama kali. Tujuan permainan
mereka adalah menulis kata "shmily" di tempat yang secara tak terduga akan
ditemukan oleh orang lain. Mereka bergantian menulis "shmily" di mana saja di
dalam rumah. Begitu yang lain menemukannya, maka yang menemukan sekali lagi
mendapat giliran menulis kata itu di tempat tersembunyi. Dengan jari mereka
menorehkan "shmily" di dalam wadah gula atau wadah tepung, untuk ditemukan oleh
siapapun yang mendapat giliran menyiapkan makanan. Mereka membuatnya dengan
embun yang menempel pada jendela yang menghadap ke beranda belakang, tempat
nenekku selalu menyuguhkan puding warna biru yang hangat, buatannya sendiri.
"Shmily" dituliskan pada uap yang menempel pada kaca kamar mandi setelah
seseorang mandi air panas; kata itu akan muncul berulang-ulang setiap kali ada
yang selesai mandi. Nenekku bahkan pernah membuka gulungan tissue toilet d!
an menulis "shmily" di ujung gulungan tissue itu. "Shmily" bisa muncul di mana
saja. Pesan-pesan singkat dengan "shmily" yang ditulis tergesa-gesa bisa
ditemukan di dasbor atau jok mobil, atau direkatkan pada kemudi. Catatan-catatan
kecil itu diselipkan ke dalam sepatu atau diletakkan di bawah bantal. "Shmily"
digoreskan pada lapisan debu di atas penutup perapian atau pada timbunan abu di
perapian. Dirumah kakek-nenekku, kata yang misterius itu merupakan sesuatu yang
penting, sama pentingnya dengan perabotan. Aku memerlukan waktu yang lama sekali
sebelum benar-benar bisa memahami dan menghargai permainan kakek-nenekku. Sikap
skeptis membuatku tidak percaya bahwa cinta sejati itu ada-cinta yang murni yang
mengatasi segala suka dan duka. Meski begitu, aku tak pernah meragukan hubungan
kakek-nenekku. Mereka sungguh saling mencintai. Dengan cinta yang lebih mendalam
daripada kemesraan yang mereka tunjukkan; cinta adalah cara dan pedoman hidup
mereka. Hubungan mereka di dasarkan pa!
da pengabdian dan kasih yang tulus, yang tidak semua orang !
cukup beruntung untuk mengalaminya. Kakek dan nenek selalu bergandengan tangan
kapan saja kesempatan memungkinkan. Mereka berciuman sekilas bila bertabrakan di
dapur mereka yang mungil. Mereka saling menyelesaikan kalimat pasangannya.
Setiap hari mereka bersama-sama mengisi teka-teki silang atau permainan acak
kata. Nenekku membisikkan kepadaku bahwa kakekku sangat menarik, dan bahwa
semakin tua kakek semakin tampan. Menurut nenek, dia tahu "bagaimana membuat
kakek bahagia." Sebelum makan mereka selalu menundukkan kepala dan mengucap
syukur dan rakhmat yang mereka terima: keluarga yang bahagia, rejeki yang cukup,
dan pasangan mereka. Tetapi, dalam kehidupan kakek-nenekku ada satu sisi kelam:
nenekku menderita kanker payudara. Penyakit itu pertama kali diketahui sepuluh
tahun sebelumnya. Seperti yang selalu dilakukannya, kakek mendampingi nenek
menjalani setiap tahap pengobatan. Dia menghibur nenek di kamar kuning mereka,
yang sengaja dicat dengan warna itu agar nenek selalu di!
kelilingi sinar matahari, bahkan ketika dia terlalu sakit untuk keluar rumah.
Sekali lagi kanker menyerang tubuh nenek. Dengan bantuan sebatang tongkat dan
tangan kakekku yang kukuh, mereka tetap pergi ke gereja setiap pagi. Tetapi
nenekku dengan cepat menjadi lemah sampai, akhirnya, dia tak bisa lagi keluar
rumah, Kakek pergi ke gereja sendirian berdoa agar Tuhan menjaga istrinya.
Sampai pada suatu hari, apa yang kami takutkan terjadi. Nenek meninggal.
"Shmily." Kata itu ditulis dengan tinta kuning pada pita-pita merah jambu yang
menghias buket bunga duka untuk nenekku. Setelah para pelayat semakin berkurang
dan yang terakhir beranjak pergi, para paman dan bibiku, sepupu-sepupuku, dan
anggota keluarga lainnya maju mengelilingi nenek untuk terakhir kali. Kakek
melangkah mendekati peti mati nenekku lalu, dengan suara bergetar, dia menyanyi
untuk nenek. Bersama air mata dan kesedihannya, lagu itu dia nyanyikan lagu
'ninabobo' dalam alunan suara yang dalam dan parau. Tergetar ole!
h kesedihanku sendiri, aku takkan pernah melupakan saat itu!
. Karena saat itulah, meskipun aku belum dapat mengukur dalamnya cinta mereka,
aku mendapat kehormatan menjadi saksi keindahannya yang abadi.

*) S-h-m-i-l-y : See How Much I Love You (Lihat, betapa aku mencintaimu)
 
Bola untuk Anak

25 tahun yang lalu,

Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan.
Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya
kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali
hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami
selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan
istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku
masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau
hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat
abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana,
ingin hidup bahagia.

22 tahun yang lalu,

Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya
makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku
sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia
Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan
sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia
tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena
ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk
kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa
terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania
tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak
untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya
yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

19 tahun yang lalu,

Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang
berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja
ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak
"Horeee, Iya bisa terbang". Begitulah dia memanggil
namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah
seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak
jarang berteriak, "Iya sayaaang," jika sudah terdengar
suara "Prang". Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas
bunga, gelas, piring, atau meja kaca. Terakhir cermin
rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari tempat
tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya
terpental. Dan dia cuma bilang "Kenapa semua kaca di
rumah ini selalu pecah, Ma?"

18 tahun yang lalu,

Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih
awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu.
Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania
tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy
apalagi jadi pemain bola seperti yang sering
diucapkannya. "Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi
pemain bola!" tapi aku tidak suka dia menangis terus
minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling
tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan
seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan
waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Iya jadi pemain
bola."

17 Tahun yang lalu

Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di
jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut,
Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu
bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan
bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari
sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah.
Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang
jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah
jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku
mengalahkan kehati-hatianku dan "Iyaaaa". Sebuah truk
pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya
berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua
kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini.
Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki,
bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar
barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat
Kania menangis sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau
kamu tak belikan ia bola!"

15 tahun yang lalu,

Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang
pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan
menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh
dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa
membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit
kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa
dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa
waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin
penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan
Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap
pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi
ke Malaysia.

13 tahun yang lalu,

Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku
sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu
tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang
untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia
loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala
keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan
sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan
yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris,
menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh
remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi
keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi
aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila
hidup tegar.

10 tahun yang lalu,

Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku.
Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu
sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan
hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya.
"Biar cantik kalo kere ya kelaut aje." Mungkin itu
kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang
sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.

"Sabar ya, Nak!" hiburku.
"Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!"
pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan
bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam
hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari
kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu
sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia
tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena
sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.

7 tahun yang lalu,

Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania,
istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah
bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin
bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan
rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut.
Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke
Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang
cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya karena
alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku
mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia
berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung
untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku
kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti
waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk
menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku
baik-baik saja.

4 tahun lalu,

Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir
tiga tahun dia di sana. Dia bekerja sebagai seorang
pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak
suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya
tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka
perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang
keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena
akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini
dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari
suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu
menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku
jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang
baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu
memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan
Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat
hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih
pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.

3 tahun 6 bulan yang lalu,

Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian
pemerintahan Malaysia, kabarnya anakku ditahan. Dan
dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh
suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku
menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut
tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus
membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia
untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun
aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga
tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa
memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia
memang bersalah.

2 tahun 6 bulan yang lalu,

Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti
bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung
sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain
menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi
apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak
belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku
kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.

Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke
Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya disaat
terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya
sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa
daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan
pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku
erat, seakan tak ingin melepaskan aku.

"Bapak, Iya Takut!" aku memeluknya lebih erat lagi.
Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya.

"Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?"
"Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya
tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan
dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak
salah kan, Pak!" Aku perih mendengar itu. Aku iba
dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja.
Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu
menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki
itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk
memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia
tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam
bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.

2 tahun yang lalu,

Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu
akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika
dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak
ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari
hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang diinjak
anakku. Dan 'blass" Kamilaku kini tergantung. Aku tak
bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah
anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki
menuju jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya
dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan
dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat
garis wajah yang kukenal.

"Kania?"
"Mas Har, kau . !"
"Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!"
"Iya? Dia..dia . Iya?" serunya getir menunjuk jenazah
anakku.
"Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola
jika sudah besar."

"Tidak ... tidaaak ... " Kania berlari ke arah jenazah anakku.
Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris.
Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan
secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia
diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya "Terima
kasih Mama." Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila
sudah tahu wanita itu ibunya.

Setahun lalu,

Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih
istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah
menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati
bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan
anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan
jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Iya
sayaaang, apalagi yang pecah, Nak." Kamu tahu Kania,
kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang tua
kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar
tak ada kesengsaraan untuk Kamila anak kita. Benarkah
begitu Iya sayang? (TRUE STORY)
 
Kesabaran Belajar

Seorang anak muda mengunjungi seorang ahli permata dan menyatakan
maksudnya untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya,
karena dia kuatir anak muda itu tidak memiliki kesabaran yang cukup
untuk belajar. Anak muda itu memohon dan memohon sehingga akhirnya
ahli permata itu menyetujui permintaannya. "Datanglah ke sini besok
pagi." katanya.
Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian di
atas tangan si anak muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya. Ahli
permata itu meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu
sendirian sampai sore.

Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anak muda itu
menggenggam batu yang sama dan tidak mengatakan apa pun yang lain
sampai sore harinya. Demikian juga pada hari ketiga, keempat, dan
kelima.

Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya, "Guru,
kapan saya akan diajarkan sesuatu?" Gurunya berhenti sejenak dan
menjawab, "Akan tiba saatnya nanti," dan kembali meneruskan
pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi. Ahli
permata itu memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda
itu. Anak muda frustrasi itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan
semua kekesalannya, tetapi ketika batu itu diletakkan di atas
tangannya, anak muda itu langsung berkata, "Ini bukan batu yang
sama!"

"Lihatlah, kamu sudah belajar," kata gurunya.
 
Manusia...manusia

Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor sapi.

Beliau berkata kepada sang sapi "Hari ini kuciptakan kau! Sebagai
sapi engkau harus pergi ke padang rumput. Kau harus bekerja di bawah
terik matahari sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun."

Sang Sapi keberatan "Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun.
Kiranya 20 tahun cukuplah buatku. Kukembalikan kepadamu yang 30 tahun"
Maka setujulah Tuhan.

Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet. "Hai monyet, hiburlah
manusia. Aku berikan kau umur 20 tahun!" Sang monyet menjawab
"What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa?
10 tahun cukuplah. Kukembalikan 10 tahun padamu"
Maka setujulah Tuhan.

Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing. "Apa yang harus kau lakukan
adalah menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap orang mendekat kau harus
menggongongnya. Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun!" Sang
anjing menolak : "Menjaga pintu sepanjang hari selama 20 tahun ? No
way.! Kukembalikan 10 tahun padamu".
Maka setujulah Tuhan.

Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia. Sabda Tuhan: "Tugasmu
adalah makan, tidur, dan bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau akan
menikmatinya. Akan kuberikan engkau umur sepanjang 25 tahun!"
Sang manusia keberatan, katanya "Menikmati kehidupan selama 20 tahun?
Itu terlalu pendek Tuhan. Let's make a deal. Karena sapi
mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun,
dan monyet mengembalikan 10 tahun usianya padamu, berikanlah semuanya
itu padaku. Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun.
Setuju ?"
Maka setujulah Tuhan.


AKIBATNYA..............................

Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia dijalankan (kita
makan, tidur dan bersenang-senang)

30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi (kita
harus bekerja keras sepanjang hari untuk menopang keluarga kita.)

10 tahun kemudian kita menghibur dan membuat cucu kita tertawa dengan
berperan sebagai monyet yang menghibur.

Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal dirumah, duduk didepan pintu,
dan menggonggong kepada orang yang lewat.
 
Keputusan yg baik

Kisah ini terjadi pada Dinasti Wei Utara pada tahun 534-550

Pada saat itu tarjadi kekacauan politik dan kehancuran ekonomi yang
menyebabkan Cina mengalami perpecahan.

Suatu ketika seorang bangsawan yang kuat bernama Gao Hwan ingin menguji
ketrampilan manajemen putranya, maka ia memberikan pada masing-masing
putranya beberapa untai tali sutra yang kusut dan terikat, lalu dia meminta
mereka untuk meluruskan tali-tali itu.

Semua putranya dengan berhati-hati mencoba untuk meluruskan benang-benang
kusut itu, kecuali seorang putra bernama Gao Yan. Setelah memperhatikan
saudara-saudaranya gagal dalam menarik simpul-simpul tali itu, ia mengambil
pedangnya dan memotong-motonggulungan-gulungan tali menjadi potongan kecil.
Saudara-saudaranya kaget dan keheranan, dan ayahnya bertanya perihal
sikapnya yang aneh ini.

"Sederhana saja," putra yang berani itu menjawab. "Manakah yang lebih
penting, waktu saya atau meluruskan kekacauan ini? Apa imbalannya untuk
waktu yang hilang dan kekacauan yang berhasil diluruskan? Apapun yang
terlalu rumit untuk dipecahkan dalam jangka waktu yang masuk akal adalah
pekerjaan yang sia-sia belaka dan tidak perlu saya perhatikan. Dengan
memotong-motong dan membuangnya, dengan sedikit kerugian, saya rasa adalah
metode yang paling efektif dalam menangani masalah semacam ini."
sang bangsawan sangat puas dengan tindakan putranya. Setelah beberapa tahun,
putra ini menurunkan sang kaisar dari tahtanya dan menobatkan dirinya
sendiri.

Orang sering memusatkan perhatian untuk pemecahan suatu masalah dan
melupakan biaya dari prosedurnya. Sebagai akibatnya, mereka sering membuang
waktu mereka yang berharga untuk mengurus hal-hal sepele hanya untuk
keuntungan kecil. Waktu, salah satu komoditi yang paling berharga namun juga
yang paling diabaikan, harus selalu diperhitungkan saat menangani sebuah
dilema. Siapapun yang menghargainya akan memperoleh yang terbaik dari
kehidupan.

Di sadur dari buku Wisdom's Way Karya Walton C. Lee
 
Kita Tidak Miskin

"Apakah kemiskinan itu, Bu? Anak-anak di taman bilang kita miskin.
Benarkah itu, Bu?"
"Tidak, kita tidak miskin, Aiko"
"Apakah kemiskinan itu?"
"Miskin berarti tidak mempunyai sesuatu apapun untuk diberikan kepada
orang lain."
"Oh? Tapi kita memerlukan semua barang yang kita punyai, apakah yang
dapat kita berikan?"
"Kau ingatkah perempuan pedagang keliling yang ke sini minggu lalu?
Kita memberinya sebagian dari makanan kita kepadanya. Karena ia tidak
mendapat tempat menginap kota, ia kembali ke sini dan kita memberinya
tempat tidur."
"Kita menjadi bersempit-sempitan"
"Dan kita sering memberikan sebagian dari sayuran kita kepada
keluarga Watari, bukan?"
"Ibulah yang memberinya. Hanya saya sendiri yang miskin. Saya tak
punya apa-apa untuk saya berikan kepada orang lain."
"Oh, kau punya. Setiap orang mempunyai sesuatu untuk diberikan kepada
orang lain. Pikirkanlah hal itu dan kau akan menemukan sesuatu."
"Bu! Saya mempunyai sesuatu untuk saya berikan. Saya dapat memberikan
cerita-cerita saya kepada teman-teman saya. Saya dapat memberikan
kepada mereka cerita-cerita dongeng yang saya dengar dan baca di
sekolah. Juga cerita-cerita Alkitab dari Sekolah Minggu."
"Tentu! Kau pintar bercerita. Bapakmu juga. Setiap orang senang
mendengar cerita."
"Saya akan memberikan cerita kepada mereka, sekarang ini juga!"

Nampaknya yang perlu ditanyakan bukanlah "Apakah saya punya?", karena
kita pasti mempunyai sesuatu. Melainkan "Apakah yang saya punya?"
yang bisa diberikan -waktu, perhatian, cerita, tenaga, makanan,
tumpangan, uang, ...
Pertanyaannya bukanlah "Seberapa saya punya?", karena kekayaan sejati
lebih ditentukan oleh "Seberapa saya memberi?"
 
Solidaritas

Suatu hari dalam perjalanan ke Depok menggunakan kereta Jabotabek,
aku berdiri dekat pintu. Seorang anak perempuan kecil, berwajah
ceria, lucu dan mungil memegang mike dan sebuah tape karaoke kecil
diletakkan di lantai gerbong kereta mengalunkan musik pengiring
lagunya. Dengan lincahnya bernyanyi. Ia bernyanyi sambil bergaya,
gerakan tangan dan badannya seirama dengan lagu yang ia nyanyikan.
Suara gadis mungil itu masih bening karena ia masih berusia sekitar
tujuh atau delapan tahun.

Dengan penuh penjiwaan ia melantunkan lagu:
"Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu.
Untuk menerangi tidurku yang lelap di malam
Di malam bulan bersinar,
Cahya-nya sampai ke bintang
Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu......"
Seluruh gerbong, tempat aku berdiri merasakan sebuah jiwa yang sedang
bernyanyi, suara itu begitu mempengaruhi orang-orang yang ada di
gerbong saat itu, sampai-sampai dua anak kecil di sebelahku memandang
pemandangan kota Jakarta lewat jendela pun ikut menirukan lagu gadis
kecil itu.

Hatiku pun tergetar dan tak terasa aku pun ikut bernyanyi...
"Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu.
Untuk menerangi tidurku yang lelap di malam
Di malam bulan bersinar,
Cahya-nya sampai ke bintang
Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu......"

Setelah bernyanyi, dengan tetap diiringi musik lagu yang sama ia
mengeluarkan kantong permen Relaxa, dan mulai mengedarkan dari
penumpang satu ke penumpang yang lain.
Ada satu hal yang membuatku terpana. Di sebelah gadis kecil itu, ada
seorang pengemis cacat. Ia duduk mengesot di lantai sambil menggaruk-
garuk luka yang ada di kepalanya. Ia seorang anak laki-laki dan tidak
dapat berjalan dengan kedua kakinya, ia mengesot dari gerbong yang
satu ke gerbong yang lain. Di kepalanya ada borok yang belum kering
(mungkin ia jatuh dari kereta atau terkena lemparan batu). Setelah
ikut mendengarkan lagu gadis itu, ia mengeluarkan uang logam dari
saku bajunya dan memasukkannya ke dalam kantong permen yang diedarkan
oleh gadis kecil tadi. Subuah apresiasi yang luar biasa atas lagu
merdu gadis kecil itu dari seorang anak yang cacat.

Melihat kejadian itu hatiku menjadi gelisah, ada pertanyaan besar di
dalam diriku, "Mengapa anak laki-laki yang masih membutuhkan uluran
tangan orang lain itu mau merelakan uang yang ia terima, dan
memasukkannya ke dalam kantong permen gadis itu?"

Mengapa ia yang masih serba kekurangan itu masih mau solider dengan
sesamanya yang mungkin kurang menderita dari dirinya sendiri? Ada
logika yang dijungkirbalikkan oleh tindakan anak laki-laki kecil
cacat tadi. Dari kekuranganya ia memberikan sesuatu bagi orang lain.
Dari seorang cacat masih mau membantu mereka yang sehat, yang masih
bisa bernyanyi sambil bergaya.

Apakah solidaritas yang luar biasa seperti ini masih berlaku umum di
masyarakat kita?
Atau hal seperti itu menjadi suatu yang aneh?
Atau bahkan sebuah tindakan yang bukan apa-apa?
 
Ikutlah Teladan Harimau

Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang sudah
lumpuh keempat kakinya. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat
hidup terus. Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan membawa
kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan
sisa bagi serigala.

Hari berikutnya Tuhan memberi makan serigala dengan perantaraan
harimau yang sama. Orang itu pun mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang
begitu besar dan berkata dalam hati, "Aku juga akan menganggur di
rumah saja dengan kepercayaan penuh kepada Tuhan, karena Ia akan
mencukupi segala kebutuhanku."

Ia melaksanakan niatnya berhari-hari lamanya, tetapi tidak terjadi
apa-apa. Ketika orang yang malang itu sudah hampir mati, terdengarlah
Suara, "Hai engkau, orang yang sesat, bukalah matamu terhadap
Kebenaran! Ikutlah teladan harimau dan berhentilah meniru serigala
yang lumpuh!"
 
Kekuatan Kata-kata

Mark Twain mengungkapkannya dengan sangat indah ketika
mengatakan "Udara sangat dingin, sehingga jika
termometer ini lebih panjang satu inci saja, kita pasti
akan mati membeku"

Kita memang akan mati beku dalam kata2. Yang menjadi
persoalan bukanlah suhu dingin yang ada diluar, tetapi termometer.
Yang menjadi persoalan bukanlah realitas, tetapi kata-kata yang anda ucapkan
pada diri anda mengenai realitas itu.

Saya pernah mendengar cerita yang menarik mengenai seorang
petani di Finlandia. Ketika garis batas antara Finlandia dan Rusia
sedang ditentukan, petani itu harus memutuskan apakah dia ingin
berada di Finlandia atau di Rusia. Setelah memikirkan cukup lama,
dia memutuskan untuk berada di Finlandia, tetapi dia tidak ingin melukai
perasaan pejabat Rusia. Pejabat Rusia itu datang kepadanya dan bertanya
mengapa dia ingin berada di Finlandia.
Petani itu menjawab,"Sudah merupakan kerinduanku sejak
dulu untuk tinggal ditanah tumpah darahku Rusia, tetapi pada usiaku yang
sudah lanjut seperti ini, aku tidak dapat bertahan menghadapi musim dingin di
Rusia."

Rusia dan Finlandia hanyalah kata-kata, konsep, tetapi
tidak demikian halnya bagi manusia, tidak bagi manusia yang gila, yang
menganggap kata-kata dan konsep itu sama dengan realitas. Kita hampir tidak
pernah melihat realitas.

Suatu saat seorang guru berusaha untuk menjelaskan kepada
sekelompok orang bagaimana orang2 bereaksi terhadap kata2, menelan kata2,
hidup dalam kata2, ketimbang dalam realitas.

Salah seorang dari kelompok itu berdiri dan mengajukan
protes, dia berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa
kata2 mempunyai efek yang begitu besar terhadap diri kita."
Guru itu berkata," Duduklah, ANAK HARAM."

Muka orang itu menjadi pucat karena marah dan berkata,"
Anda menyebut diri Anda sebagai orang yang sudah mengalami pencerahan,
seorang guru, seorang yang bijaksana, tetapi seharusnya Anda malu dengan diri
Anda sendiri."

Kemudian Guru itu berkata, "Maafkan saya, saya terbawa
perasaan. Saya benar2 mohon maaf, itu benar2 di luar kesadaran saya, saya mohon
maaf." Orang itu akhirnya menjadi tenang.

Kemudian Guru berkata lagi,"HANYA DIPERLUKAN BEBERAPA KATA
UNTUK MEMBANGKITKAN KEMARAHAN DALAM DIRI
ANDA; DAN HANYA DIPERLUKAN BEBERAPA KATA UNTUK MENENANGKAN
DIRI ANDA, BENAR BUKAN?"
 
Cerita tentang katak kecil

Pelajaran hidup No. 1
Pada suatu hari ada segerombol katak-katak kecil,...yang menggelar lomba lari
Tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi.

Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan
dan memberi semangat kepada para peserta...

Perlombaan dimulai...

Secara jujur:
Tak satupun penonton benar2 percaya bahwa katak2 kecil akan bisa mencapai puncak
menara.
Terdengar suara:
"Oh, jalannya terlalu sulitttt!!
Mereka TIDAK AKAN PERNAH sampai ke puncak."
atau:
"Tidak ada kesempatan untuk berhasil...Menaranya terlalu
tinggi...!!

Katak2 kecil mulai berjatuhan. Satu persatu...
... Kecuali mereka yang tetap semangat menaiki menara
perlahan- lahan semakin tinggi...dan semakin tinggi..

Penonton terus bersorak
"Terlalu sulit!!! Tak seorangpun akan berhasil!"

Lebih banyak lagi katak kecil lelah dan menyerah...
...Tapi ada SATU yang melanjutkan hingga semakin tinggi
dan tinggi... Dia tak akan menyerah!

Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara.
Kecuali satu katak kecil yang telah berusaha keras
menjadi satu-satunya yang berhasil mencapai puncak!
SEMUA katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini
bisa melakukannya?

Seorang peserta bertanya bagaimana cara katak yang
berhasil menemukan kekuatan untuk mencapai tujuan?

Ternyata...
Katak yang menjadi pemenang itu TULI!!!!

Kata bijak dari cerita ini adalah:

Jangan pernah mendengar orang lain yang mempunyai
kecenderungan negatif ataupun pesimis...

?karena mereka mengambil sebagian besar mimpimu dan
menjauhkannya darimu.

Selalu pikirkan kata2 bertuah yang ada.
Karena segala sesuatu yang kau dengar dan kau baca bisa
mempengaruhi perilakumu!

Karena itu:

Tetaplah selalu....

POSITIVE!

Dan yang terpenting:

Berlakulah TULI jika orang berkata kepadamu bahwa KAMU
tidak bisa menggapai cita-citamu!
Selalu berpikirlah:
I can do this!

Berikan motivasi kepada teman-temanmu!
Karena teman yang baik adalah teman yang bisa saling
memberi motivasi satu sama lain.
 
Dua Kecelakaan W.Mitchell

19 Juni 1971. W.Mitchell memulai harinya dalam suasana hati yang gembira. Ia
berkendaraan di
atas sepeda motor barunya yang keren menuju ke pekerjaan yang disukainya,
operator rem kereta
kabel di San Francisco. Usianya 28 tahun, tampan, sehat, dan disukai orang.

Pada persimpangan Twenty-sixth dengan South Van Nees, ketika menikung dengan
kecepatan 65 mil
perjam, sesuatu di tepi jalan menarik perhatiannya. Ketika ia kembali
memperhatikan jalan, ia
hanya punya waktu satu detik untuk menanggapinya. Hampir saja terlalu terlambat.
Truk besar di
depannya mendadak berhenti tanpa diduga. Seketika, untuk menyelamatkan nyawanya,
ia memiringkan
motornya ke bawah untuk meluncur dengan gesekan menyakitkan yang terasa lama
sekali. Dalam
usahanya mengurangi kecepatan, ia terperosok ke bawah truk. Tutup tangkinya
terlempar dan hal
terburuk pun terjadi; bahan bakar mengalir ke luar dan meledak.
Berkat seorang pengendara mobil yang kebetulan lewat, ia dibawa ke rumah sakit.

Waktu ia sadar kembali, ia sudah terbaring di rumah sakit dengan nyeri yang amat
sangat, tak
mampu bergerak, dan takut bernapas. Tiga perempat tubuhnya mengalami luka bakar
tingkat tiga
yang sangat parah. Selama empat bulan berikutnya, ia mendapatkan 13 kali
transfusi, 16 kali
cangkok kulit, dan berbagai macam operasi lainnya. Ketika akhirnya ia dilepas
dari rumah sakit
dan sedang menyusuri jalan raya sambil menikmati udara segar, ia melewati sebuah
halaman
sekolah. Anak-anak berhenti dan memandangi wajahnya. "Hai, teman-teman, ke sini,
ada monster!"
teriak salah seorang anak.

Meskipun ia merasa amat tersinggung bila orang-orang menanggapi penampilan
barunya dengan
kasar, ia masih mendapatkan kasih dan penghiburan dari sahabat-sahabat dan
keluarganya, dan dari
falsafah pribadinya. Ia tahu bahwa ia tidak usah menanggapi pandangan masyarakat
bahwa ia harus
berwajah tampan dan sehat supaya dapat berbahagia. Ia mengendalikan "kapalnya"
dan itulah
perasaan bahagia dan sedihnya. Daripada menganggap keadaan ini sebagai suatu
kemunduran, ia
melihatnya sebagai titik awal. Ia memilih untuk memulai hidup lagi.

Dalam waktu enam bulan setelah kecelakaan itu, ia sudah meneruskan hobinya,
menerbangkan
pesawat. Ia pindah ke Colorado dan bersama dua orang sahabatnya, mendirikan
Vermon Casting Inc.
Sebagai presdir, ia membangun perusahaan kecil pembuat tungku kayu yang menjadi
perusahaan
dengan jumlah pekerja kedua terbesar di Vermont. Kekayaannya meningkat sampai
hampir 3 juta
dolar. Ia memiliki sebuah rumah model di Victoria yang menyenangkan, pesawat
terbang sendiri,
perusahaan real estat, sebuah bar, dan dikagumi banyak wanita.
Ia berada di puncak dunia sekali lagi.

Kemudian datanglah bencana kedua.
11 November 1975. W.Mitchell bersama empat orang penumpang lain tinggal landas
dengan Cessna.
Kurang lebih 75 kaki di atas, ia mengurangi tenaga, dan pesawat tersebut jatuh
bagai sebuah
batu, kembali ke landasan pacunya. Rasa sakit segera menjalar dari punggung
bagian bawahnya. Ia
mencium bau asap dan berteriak kepada orang-orang lain agar keluar. Karena
dilanda rasa takut
akan terbakar sekali lagi, ia keluar, dan menemukan bahwa ia tidak dapat
menggerakkan kakinya.
Sekali lagi ia masuk rumah sakit dan diberitahu bahwa keduabelas ruas tulang
belakangnya tak
dapat diperbaiki lagi. Ia akan lumpuh selama sisa hidupnya. Meski ia adalah
seorang optimis, ia
mulai mengalami saat-saat gelap. Ia bertanya-tanya mengapa semuanya harus
terjadi padanya. Ia
menanyakan keadilan dunia. Tapi untunglah ia masih mempunyai keyakinan mendalam
bahwa ia dapat
menciptakan realitanya sendiri dengan memusatkan perhatian pada "apa saja yang
dapat
dilakukannya", dan bukannya pada "apa saja yang tidak dapat dilakukannya".

Ia juga masih mempunyai sahabat-sahabat dan keluarga yang mempercayainya. Ia
memilih mengikuti nasihat filsuf
Jerman Goethe: "Apapun yang dapat Anda kerjakan, atau Anda mimpikan dapat Anda
kerjakan,
mulailah itu. Keberanian memiliki kecerdikan, kekuatan, dan keajaiban di
dalamnya." Sebelum
kecelakaan, ada puluhan ribu hal yang dapat dikerjakannya. Ia dapat saja
menghabiskan sisa
hidupnya untuk menyesali sepuluh ribu yang tidak dapat dikerjakannya lagi, tapi
sebagai gantinya
ia memilih untuk memusatkan perhatian pada sembilan ribu hal yang masih tersisa
baginya.
Setelah kejadian itu, ia menjadi walikota di tempat tinggalnya selama dua kali
masa bakti,
mendapatkan pengakuan internasional sebagai aktivis lingkungan, dan mencalonkan
diri sebagai
anggota Kongres. Ia bekerja sebagai anggota sejumlah dewan direksi, moderator
serial siaran
televisinya sendiri, dan memberi ceramah profesional kepada ratusan kelompok
setiap tahunnya
tentang sikap, layanan, dan perubahan.

Dalam ceramah-ceramahnya ia selalu berkata, "Mundurlah, ambillah pandangan yang
lebih luas.
Anda akan mempunyai peluang untuk menyadari barangkali masalahnya akhirnya
bukanlah apa-apa." Ia
selalu mengingatkan pada orang lain bahwa yang penting bukanlah apa yang terjadi
pada mereka,
melainkan apa yang mereka lakukan terhadap peristiwa itu.
Itulah yang paling penting.

Ada sesuatu hal yang lucu tentang hidup, kalau Anda tidak mau menerima apa saja
kecuali yang
terbaik, Anda akan sering memperolehnya.
 
Tambang Intan Ali Hafed

Tidak jauh dari Sungai Indus, pada suatu masa hiduplah seorang petani Persia
bernama Ali Hafed, yang memiliki tanah luas dengan kebun buah, ladang gandum,
dan taman. Dia adalah orang kaya yang puas dengan hidupnya.
Pada suatu hari dia dikunjungi oleh seorang pendeta tua, seorang arif bijaksana
dari timur. Pendeta ini duduk dekat api dan menceritakan kepada Ali Hafed
bagaimana dunia kita diciptakan.
Dia mengatakan bahwa Tuhan yang Mahakuasa menusukkan jarinya ke kabut dan
perlahan-lahan menggerakannya berputar-putar, meningkatkan kecepatan sampai
berangsur-angsur kabut berubah menjadi bola api.

Kemudian, bola api itu berputar melalui alam semesta, membakar lapisan kabut
kosmis dan memadatkan cairannya sampai jatuh sebagai hujan pada permukaannya,
yang mendinginkan kerak luarnya. Setelah gumpalan yang meleleh itu meletus dan
dengan cepat mendingin, terjadilah batu karang. Yang mendingin kurang cepat
menjadi perak. Yang lebih lambat lagi menjadi emas. "Dan intan," kata pendeta
tua, "intan adalah tetes-tetes sinar matahari yang menjadi padat." Dengan
menyatakan bahwa intan adalah barang tambang ciptaan Tuhan yang paling tinggi
tingkatannya, Pendeta mengatakan bahwa sebungkal intan sebesar ibu jari Ali
Hafed bisa membeli sebuah kota. Seandainya Ali Hafed memiliki tambang intan, dia
bisa menempatkan semua anaknya di atas singgasana di kerajaan-kerajaan di
seluruh dunia.
Ali Hafed pergi ke tempat tidur sebagai orang miskin, miskin karena dia tidak
puas dan tidak puas karena merasa dirinya miskin. "Saya ingin sebuah tambang
intan," dia berkata berulang-ulang kepada dirinya sepanjang malam dengan mata
tidak bisa dipicingkan.
Dia membangunkan Pendeta pada pagi berikutnya. "Maukah Anda memberitahu saya di
mana saya bisa menemukan intan?"
"Saya ingin menjadi kaya raya." jawab Ali Hafed terus terang.

"Kalau begitu pergilah mencarinya, hanya itu yang harus Anda lakukan," Pendeta
menasihatkan.
"Tetapi saya tidak tahu harus pergi ke mana," Ali Hafed memohon.

"Baiklah," kata Pendeta, "kalau Anda melihat sungai yang mengalir di atas pasir
putih di antara gunung-gunung yang tinggi, Anda akan selalu menemukan intan di
dalam pasir itu."
"Saya tidak percaya sungai seperti itu ada," Ali Hafed menantang.

"Tentu saja ada, banyak yang seperti itu," kata Pendeta, "Yang harus Anda
lakukan hanyalah menemukannya."
Ali Hafed pergi ke jendela dan melihat ke luar. Pandangannya tertuju ke
pegunungan yang membatasi ladangnya. "Saya percaya kepada Anda. Saya akan
pergi!" dia membulatkan tekad.
Dia menjual ladangnya dan mengumpulkan uangnya. Setelah menyerahkan keluarganya
agar dijaga oleh tetangganya, dia pergi mencari intan, dimulai dari pegunungan
yang paling dekat. Kemudian dia mencari ke Palestina. Akhirnya dia mengembara ke
Eropa. Setelah uangnya yang terakhir dibelanjakan, dia berdiri dengan pakaian
compang-camping di Teluk Barcelona, Spanyol, memandang ombak yang datang
bergulung-gulung. Tak lama kemudian, laku-laki yang tidak mempunyai uang dan
sengsara tanpa harapan ini menghamburkan dirinya ke air pasang dan terbenam di
laut, tidak pernah muncul lagi.
Tapi cerita yang sebenarnya baru dimulai di sini.

Pada suatu hari, orang yang membeli ladang Ali Hafed menuntun untanya ke kebun
untuk minum.Ketika unta tersebut meminum air kali yang jernih, pemilik tanah
bekas milik Ali Hafed memperhatikan adanya kilatan aneh di dasar kali dangkal
yang putih pasirnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam air, mengambil sebungkal
batu dengan mata jernih yang memantulkan semua warna pelangi. Batu yang aneh itu
dibawanya ke rumah, diletakkan di atas perapian, dan dia kembali ke
pekerjaannya.
Beberapa hari kemudian, dia dikunjungi oleh si pendeta tua. Pada saat si pendeta
melihat kilatan di atas perapian, dia segera menghampirinya. "Ada intan di
sini!" dia berseru. "Intan! Apakah Ali Hafed sudah kembali?"
"Tidak, dia belum kembali dan itu bukan intan." pemilik kebun yang baru
menjawab. "Itu hanya batu dari kebun."
"Tetapi saya tahu itu intan." Pendeta bersikeras "Dan saya berani mengatakan
bahwa ini adalah intan yang indah sekali."
Bersama-sama mereka pergi ke kali di kebun. Mereka mengaduk-aduk pasir dengan
jari, dan menemukan lebih banyak batu yang lebih indah dan lebih berharga
daripada yang pertama. Dan itulah saat ditemukannya tambang intan Golcanda,
tambang intan terbesar di dunia.

(Seandainya ada kisah yang mengandung moral yang lebih kuat, saya belum
menemukannya. Mungkin Anda sudah mengembangkan kearifan untuk mengetahui bahwa
intan yang Anda cari-cari sebenarnya sedang menunggu di halaman belakang Anda
sendiri, dalam diri Anda sendiri, tempat rasa akan nilai dan harga diri Anda
terpendam)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.