• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Kenapa Jokowi Harus Dikritik?

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.812
Nilai reaksi
23
Poin
0
Kenapa Jokowi Harus Dikritik?

Cangkeman.net -Kamu pernah mengkritik Presiden? Siapa aja yg pernah anda kritik? Poin-poin apa yg anda kritik? Dan yg terakhir, bagaimana respon orang-orang atas kritikanmu. Ini penting untuk kita bicarakan, karena sekarang adalah momen di mana banyak sekali generasi muda yg mulaiawaredengan politik. Denganawarenessitu maka kritik akan lebih banyak terlontar dari masyarakat. Tapi sayangnya, atau syukurnya, keadaan yg seperti ini mendapatkan lawan mainnya, yaitu punggawa antikritik.

Pernah perhatikan postingan Instagram atau tweetnya akun Pak Jokowi?
Coba cek deh. Jadi beliau tuh sering banget di postingannya seakan ngomong sama seseorang. Padahal yg dapat menjawab omongannya itu ya dia sendiri.

Contohnya gini,
"Indonesia adalah negara maritim, Indonesia sudah semestinya memperhatikan batas-batasnya dengan benar karena itu harus dijaga."
Isi takarir itu betul banget, saya setuju. Tapi kan ya maksudnya, ngapain dia ngomong gitu, kan emang itu tugas dia buat memerintahkan & mengarahkan menteri yg bersangkutan buat ngurusin itu semua. Justru kita sebagai rakyat yg membaca hal tersebut mempertanyakan persoalan itu sama bapak.

Aku nggak tau masalahnya ada di mana, apakah karena Pak Jokowi nggak handle akun sosial medianya sendiri, mungkin ada Agency yg mengurus itu, kalau twitter sih infonya dulu dihandlesama keluarganya sendiri, hingga di momen si admin twitter itu kepleset tombol LIKE. Beda sama Donald Trump yg konon dia pegang akun twitternya sendiri.

Poin minus dalam pengelolaan media sosial Jokowi ini menambah deretan kekurangan pemerintahannya dalam konteks komunikasi publik. Dari beliau sendiri, apalagi para bawahannya. Padahal banyak momentum di mana komunikasi dapat dilakukan & disebarkan, tetapi seringkali momen itu dilewatkan begitu saja hingga akhirnya masyarakat mempunyai kesimpulannya sendiri, atau yg paling pahit, termakan hoaks. Sementara dalam jajaran pemerintahan, terlihat sekali kurangnya koordinasi antara mereka. Ini sangat pantas untuk dikritik, bukan karena benci, tetapi karena kalau dibiarkan justru akan membahayakan hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, yg mana kalau hubungan ini sudah tidak lagi harmonis, kisruh pak!

Di saat ini, ketika saya mengkritik pemerintah, atau mengkritik bapak Jokowi sebagai Presiden, maka kemudian akan dianggap anti Jokowi. Padahal, gimana saya anti Jokowi,wongaku pernah jadi regu bayangan ketika beliau berkampanye. Nah kemudian ada lagi cap ketika saya melontarkan kritik dianggap menyesal milih Jokowi.

"Haha nyesel kan, masuk ke barisan sakit hati kan. Yang lain udah diangkat komisaris, elo enggak."

Aku perlu jelaskan di sini. Bahwa dalam berdemokrasi sebuah tanggung jawab pemilih, adalah mengawasi yg dia pilih. Setelah sebelumnya, mencari tahu, lalu memilih. Kalau opsi kita berhasil mendapatkan posisinya, maka selanjutnya kita masih punya tugas, mengawasi.

Banyak pemilih "noob" yg berpikir tugas kita cuma memilih, setelah itu ya sudah, selesai kewajiban. Semisal anda adalah pemilih pak Jokowi, bukan berarti lantas anda lepas tangan begitu aja, terserah dah dia mau arahin ke mana Indonesia. Kan enggak. Ya bagi beberapa orang memperbolehkan hal ini sih, ya oke-oke aja menurutku. Tapi bukan berarti ketika ada yg mengkritik lalu auto dicap pembenci, atau bahkan dianggap menyesal.

Nah orang-orang tukang cap ini keliatan banget bahwa mereka-mereka ini adalah kaum "noob" yg kalo habis memilih, lepas tangan gitu aja. Menganggap bahwa tanggung jawabnya sudah selesai. Kaum ini bukan berarti pemilih pemula ya. Ini lebih ke kondisi di mana pemikiran seseorang belum dewasa dalam berpolitik.

Percaya nggak, kalau dalam berpolitik, kita nggak cuma milih orang, tetapi kita memilih sebuah kepentingan. Tepatnya, kita memilih orang yg memperjuangkan kepentingan kita. Kalau misal kita mempunyaiconcerndalam bidang pendidikan & kepentingan kita adalah harap memajukan dunia pendidikan hingga seluruh negeri, ya pilih orang denganconcernyang sama, seseorang yg membela kepentingan itu.

Kalau cuma faktorlike & dislike, kita suka aja sama ini orang, nggak mencari tau faktor-faktor apa aja yg mau dia fokuskan lebih dulu. Nah karena nggak tau menahu apa kepentingan yg dia perjuangkan, ternyata ketika terpilih & menjalankan kebijakannya berseberangan dengan kepentingan kita. Nah lo, kok gitu sih!?

Makannya jangan loyal sama orang, loyal sama gagasannya, apakah gagasannya sesuai dengan kepentingan kita. Karena orang pasti berubah. Tapi ide dapat selau kita pegang, meskipun melalui orang yg berbeda.

Intinya, kita loyal sama kepentingan kita yg harap kita bawa, melalui orang yg kita pilih. Pun juga dengan orang lain, mereka juga punya kepentingan, & mereka mempertaruhkannya di politik. Termasuk orang-orang yg nggak kita suka, atau yg berseberangan dengan kita. Kemudian beradu semua kepentingan itu di kontestasi politik melalui calon yg dipiih. Hasilnya kemudian adalah kepentingan siapa yg akhirnya dibela jadi kepentingan utama.

Misal, apa sih yg kita harapkan dari sebuah kota, atau provinsi, atau dari negara?
Kita harap memperjuangkan pemerataan akses pendidikan, misalnya. Kemudian cari calon yg memang memperjuangkan ide tersebut. Terlepas dari orang ini kita suka atau enggak, partainya dari warna apa, kita tetap loyal pada kepentingan yg harap kita bawa tadi. Dan peluang terbaik supaya kepentingan kita terwujud adalah dengan memilih orang dengan kepentingan yg sama. Bukan berdasarkanlike & dislike, golongan, atau partainya.

Kemudian, catat & ingat-ingat janji dia atas kepentingan kita. Habis itu kita pantau, ingatkan, & kritik ketika dia tidak seperti yg dijanjikan. Itulah kenapa perlu rakyat Indonesia untuk mengkritik pemerintahnya, apalagi kalau dia adalah seseorang yg kita pilih. Kita mendapat tanggung jawab, hak, sekaligus kewajiban untuk mengkritik.
Tanggung jawab kita sebagai pemilih, di samping sebagai orang yg menitipkan kepentingan itu ke pundaknya kita juga punya hak, pun juga sebuah kewajiban kita dalam mengawal demokrasi. Kita kritik karena kita peduli, kritik karena kita dewasa dalam berdemokrasi.
Kita bukan orang yg ketika selesai memilih maka langsung lempar tanggung jawab ke yg dipilihnya, ini mah mental majikan. Dalam bernegara, mental majikan ini sebaiknya kita tinggalkan. Karena mental-mental ini tuh cuma ngasih tanggung jawab, trus udah, lepas.

Kita jelas tidak mau tertanam mental-mental seperti itu, generasi yg sangat disupport oleh kemudahan informasi semestinya lebih jeli & sanggup berpikir lebih kritis, bukan justru mempertebal sekat perkubuan yg sudah dibangun sebelumnya. Apalagi suara generasi muda dalam pemilu mendatang cukup akbar & diperhitungkan, kalau justru cuma jadi penerus mental & pemikiran politik lama, lalu butuh berapa generasi untuk mengubah arah Indonesia?

Tulisan ini ditulis oleh Zen & pernah terbit di Cangkeman (https://www.cangkeman.net/2021/09/kenapa-jokowi-harus-dikritik.html ) pada tanggal 18 September 2021


Hari ini 22:31
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.