• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

kenapa harus ngeflame???

  • Pembuat thread awal. Pembuat thread awal. PAIN
  • Tanggal Mulai Tanggal Mulai

PAIN

IndoForum Junior B
No. Urut
43622
Sejak
15 Mei 2008
Pesan
2.496
Nilai reaksi
29
Poin
48
kenapa harus ngeflame??

kita sebagai orang islam kenapa harus ngefalame n ngejelek2in agama lain
juga orangnya??
apakah kita sebagai orang islam diajarkan untuk menjelek2an dan menghina
agama lain?? jelas tidak, oleh karena itu, kita orang islam yang ikut2an
ngeflame sama saja seperti orang2 kafir. islam adalah agama yang damai,
bukan agama yang membawa permusuhan. lagian buat apa kita ngurusin agama mereka n mendebatnya,,bukannya dalam surat al kafirun dikatakan..."bagiku
agaku dan bagimu agamamu", jadi udalah, ga usa ngurusin agama orang2
kafir, gausa juga ngedebat mereka,,percuma,,debat seperti itu tidak akan
menimbulkan penyelesaian, tapi justru hanya menimbulkan permusuhan.
 
@TS

Ini lagi membicarakan Flame Arena yah ??

dari hati nurani gu sih, gu jg nggak mau ngeflame-flame dengan orang lain, coz gu liat di FA ( Setelah beberapa hari mantau, tapi nggak ikut posting ) isi debatnya ada yang bermutu dan nggak bermutu.

Tapi intinya, coba umat muslim disini untuk tidak flame kepada lawan debatnya ( misalnya mereka flame kta ajak bicara baik2 )


Just my opinion :D , soalnya males jg debat2 agama, walaupun rasa cinta gu terhadap Islam udah kokoh dan kental :D
 
Ya ane setuju aje bos, cuman kadang juga ane suka kebawa suasana, padahal niat awal cuman ikut menjelaskan... Astaghfirulloh.
 
ya,,maka dari itu,,kita kudu bisa ngendaliin amosi..(berhubung ane uda tobat dari FA)...cobalah kita ngejelasin baik2 aja,,kaga usa ikut2an ngehina.ngeflame...malah jadinya kita sama aja kek orang kafir....
 
@TS

Ini lagi membicarakan Flame Arena yah ??

dari hati nurani gu sih, gu jg nggak mau ngeflame-flame dengan orang lain, coz gu liat di FA ( Setelah beberapa hari mantau, tapi nggak ikut posting ) isi debatnya ada yang bermutu dan nggak bermutu.

Tapi intinya, coba umat muslim disini untuk tidak flame kepada lawan debatnya ( misalnya mereka flame kta ajak bicara baik2 )


Just my opinion :D , soalnya males jg debat2 agama, walaupun rasa cinta gu terhadap Islam udah kokoh dan kental :D

kayaknya iya dech....
sama aku aja cuma geleng2 terus gua tulis disitu gua malah bingung bacanya... cos sampai segitunya.he malah dpt peringatan dr om momod


 
Iya sih kita memang harus bisa MENJELASKAN dengan kepala DINGIN,,,, tapi kl udah KEBANGETAN yah sebisa mungkin cuman berkata TOLOL :D

Tapi sifat orang beda2x,,, kayak engkong BONDA sama qq Casper :P ada yang kayak cc Ren-ren yang KOCAK NGEFLAME nya.
 
bukan maksud ikhlas ngeliat agama kita dihina...
tapi kita kudu berusaha ngejelasin dengan kepala dingin (seperti kata bung ocoy)......namun, harus ditekankan agar kita tidak ikut2an ngehina agama orang laen, juga usernya.......kalo kita ikut2an ngehina2 kaya mereka..kita ya sama aja kaya merka,.....
 
@ Gilang joj gak pernah main ke FA yach :D
 
kadang untuk "menghancurkan batu" yang keras,
kita harus "memukulnya" dengan palu ..:)
 
seeep gan setuju banget.......
buat apa se ngejelek2in agama lain..toh kita juga harus sadar, dengan adanya kita beragama apakah diri kita udah taat sama agama kita...
cieee..kayak ustadz aja...;))
 
bicara tentang global,
faktanya yg disorot dunia adalah 30% umat ISLAM fanatik yg kurang agamanya,
dan sisanya 70% kaum moderat ISLAM termasuk di dalam nya yg kuat ilmunya hanya berdiam diri.... entah apa yg dipikirkan...

bukankah ada ajaran jika kau menemukan kemunkaran, cegahlah dengan tindakan, tak bisa... kemudian dengan perkataan, dan bila tak mampu juga dengan hendaklah dalam hati? dan dengan hati adalah sekecil-kecilnya iman.

CMIIW. ^^
 
wah setuju bro... ma TSnya

aq tambah sedikit, debat yang tidak membuahkan hasil yaitu sebuah kebenaran yg hakiki sesungguhnya itu diharamkan, apalagi malah menimbulkan permusuhan. secara logis hanya akan menguras energi, pikiran, bahkan yg tdk dpt mengendalikan emosi yg ada kemarahan. Secara keagamaan, yg terdapat di dlmnya bukanlah mencari kebenaran melaikan mencari dukungan, kemegahan, kedudukan, dan perselisihan yg dpt menimbulkan
efek sosial negatif

saya juga sempat membaca tentang etika berdebat:

Etika Berdebat

Di antara etika dan aturan berdebat yang telah diwasiatkan oleh para ulama —dengan sebagian tambahan— adalah:

* Mengedepankan ketakwaan kepada Allah; bermaksud ber-taqarrub kepada Allah dan mencari ridha-Nya dengan menjalankan perintah-Nya.

* Diniatkan untuk menyatakan yang haq dan membatalkan yang batil, bukan karena ingin mengalahkan lawan. Imam Asy-Syafi‘i berkata, “Aku tidak berbicara kepada seorang pun kecuali aku sangat suka jika ia mendapatkan taufik, berkata benar, dan diberi pertolongan. Ia akan mendapatkan perhatian dan pemeliharaan dari Allah. Aku tidak berbicara kepada seorang pun selamanya kecuali aku tidak memperhatikan apakah Allah menjelaskan kebenaran melalui lisanku atau lisannya.”

Ibnu Aqil berkata, “Setiap perdebatan yang tujuannya bukan untuk membela kebenaran adalah kebinasaan bagi pelakunya.”

* Tidak dimaksudkan untuk mencari kemegahan, kedudukan, meraih dukungan, berselisih, dan ingin dilihat.

* Diniatkan untuk memberikan loyalitas kepada Allah dan pada agama-Nya serta nasihat kepada lawan debatnya. Sebab, kata Nabi Saw, “Agama adalah nasihat (Ad-Dîn nashîhah).”

* Diawali dengan memuji Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya serta membaca shalawat kepada Nabi Saw.

* Memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar diberi taufik atas perkara yang diridhai-Nya.

* Menggunakan metode yang baik serta dengan pandangan dan kondisi yang baik. Ibnu Abas menuturkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:

Petunjuk yang baik, cara yang baik, dan tidak berlebih-lebihan adalah satu dari dua puluh lima bagian kenabian. [HR. Ahmad dan Abu Dawud].

Ibnu Hajar berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya petunjuk yang baik pada akhir zaman lebih baik daripada sebagian amal.”

* Singkat dan padat dalam berbicara, yaitu berbicara sedikit tetapi sarat makna, serta tepat sesuai dengan sasaran. Terlalu banyak bicara akan mengakibatkan kebosanan; juga berpeluang menimbulkan kesalahan, campur-aduk, dan ketergelinciran.

* Bersepakat dengan lawan debatnya atas sumber yang akan menjadi rujukan keduanya. Jika lawan debat adalah orang kafir maka rujukannya semata-mata akal. Jika lawan debat adalah Muslim maka rujukannya adalah akal dan naql. Akal menjadi rujukan pada perkara-perkara yang bersifat rasional. Naql menjadi rujukan pada perkara-perkara yang bersifat syar‘i. Allah SWT berfirman:

Jika kalian berselisih tentang suatu perkara, kembalikanlah perselisihan itu kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (as-Sunnah). (Qs. an-Nisaa’ [4]: 59).

Orang kafir tidak boleh didebat dalam perkara cabang syariat, karena ia tidak mengiman pokok syariat. Sebagai contoh: orang kafir tidak boleh didebat dalam masalah poligami lebih dari empat, kesaksian wanita, jizyah, warisan, keharaman khamr, dan yang lainnya. Berdiskusi dengan orang kafir harus dibatasi pada pokok-pokok agama (akidah/keimanan) yang dalilnya bersifat rasional. Sebab, tujuan dari diskusi adalah mengalihkannya dari kebatilan menuju haq, dan dari kesesatan menuju petunjuk. Hal ini tidak bisa diwujudkan kecuali dengan mengalihkannya dari kekufuran menuju keimanan terlebih dulu.

* Tidak mengeraskan suara kecuali dengan kadar yang dibutuhkan untuk bisa didengar oleh orang yang ada disekitarnya; juga tidak boleh berteriak di hadapan lawan diskusi. Pernah diriwayatkan, ada seorang lelaki dari Bani Hasyim yang bernama Abdushshamad. Ia berbicara di hadapan Khalifah al-Ma’mun dengan mengeraskan suaranya. Al-Ma’mun kemudian berkata, “Abdushshamad, janganlah engkau mengeraskan suaramu. Sebab, kebenaran terdapat pada yang paling tepat, bukan yang paling keras.” Khatib yang sebenarnya ada pada seorang fakih, bukan yang pura-pura fakih.

* Tidak boleh meremehkan dan menghinakan keberadaan lawan debat; bersabar atas penyimpangan lawan debat; berusaha memaklumi dan memaafkan kesalahannya, kecuali orang itu adalah orang yang pandir —kita harus menjauhkan diri dari berdiskusi dan berdebat dengannya.

* Menjauhi tindakan bodoh (al-hiddah) dan berbuat sesuatu yang membosankan.

* Jika berdebat dengan orang yang lebih banyak pengetahuannya maka janganlah mengatakan, “Anda salah,” atau, “Pendapat Anda keliru.” Akan tetapi, katakanlah, “Bagaimana pandangan Anda jika ada orang yang berpendapat… (sebutkan pendapatnya)?” (dengan menggunakan redaksi orang yang meminta petunjuk), atau katakanlah, “Bukankah yang benar itu begini (sebutkan yang dimaksud)?”

* Berusaha memikirkan dan memahami perkara yang disampaikan oleh lawan debat agar bisa membantahnya dengan mudah. Tidak boleh cepat-cepat berbicara sebelum lawan selesai berbicara. Ibnu Wahab berkata, “Aku pernah mendengar Imam Malik berkata, ‘Tidak ada kebaikan dalam jawaban sebelum dipahami masalahnya terlebih dulu.’” Bukan termasuk etika yang baik jika seseorang memutuskan pembicaraan lawannya. Adapun jika lawan debat adalah orang yang berdebat karena ingin berselisih, keras kepala, banyak membicarakan yang tidak bermanfaat maka yang menjadi sikap asal adalah tidak berdiskusi dengannya —jika semua sifat itu memang telah nyata diketahui ada pada dirinya. Apabila ia baru mengetahui sifat-sifat tersebut di tengah-tengah diskusi maka ia harus menasihatinya. Apabila ia tidak bisa menjaga diri maka putuskanlah pembicaraan dengannya.

* Tidak berpaling kepada orang-orang yang hadir di majelis karena meremehkan lawan debatnya, baik orang-orang itu berbeda pendapat atau bersepakat dengannya. Jika lawan debat melakukan hal itu maka harus dinasihati. Apabila tidak mau menghentikannya maka hentikanlah diskusi ini.

* Tidak boleh berdebat dengan merasa hebat dan takjub dengan pendapatnya, karena orang yang ujub tidak akan menerima satu pendapat pun dari orang lain.

* Tidak boleh berdebat di tempat-tempat yang dikhawatirkan, seperti berdiskusi di tempat terbuka dan di tempat-tempat umum, kecuali jika ia merasa tenteram dengan agamanya; tidak takut karena Allah terhadap caci-maki orang yang mencaci; siap menanggung risiko dari pembicaraannya, baik berupa penahanan hingga pembunuhan. Tidak berdiskusi di tempat penguasa yang dikhawatirkan akan membahayakan dirinya. Jika tidak bisa meneguhkan dirinya bersama Hamzah (tidak mampu mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim) maka diam adalah lebih utama. Dalam kondisi ini kita harus mengingat kembali bagaimana sikap para ulama terdahulu semisal Imam Ahmad dan Imam Malik; juga sikap para ulama masa kini seperti para ulama yang mendebat Muammar Qadafi ketika mengingkari Sunnah.

* Tidak boleh berdebat dengan orang yang tidak disukai, baik kebencian ini datang dari dirinya atau datang dari lawannya.

* Tidak boleh bermaksud ingin mengalahkan lawan diskusi dalam forum. Tidak berbicara panjang lebar, khususnya dalam perkara yang sudah diketahui oleh lawan.

* Tidak boleh berdiskusi dengan orang yang meremehkan ilmu dan ahlinya atau di hadapan orang-orang yang pandir yang meremehkan diskusi dan orang-orang yang sedang berdiskusi. Imam Malik berkata, “Termasuk menghinakan dan meremehkan ilmu jika seseorang membicarakan ilmu di hadapan orang yang tidak menaati ilmu.”

* Tidak boleh keras kepala dengan tidak menerima kebenaran ketika kebenaran itu tampak pada lawannya. Sebab, kembali pada kebenaran adalah lebih baik daripada terus-menerus dalam kebatilan; juga supaya termasuk ke dalam golongan orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang paling benar.

* Tidak boleh mengacaukan jawaban, yaitu dengan memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan, seperti jika seseorang bertanya, “Apakah Arab Saudi itu Negara Islam?” kita kemudian menjawab, “Peradilan di sana Islami.” Jawaban ini adalah mughâlathah, artinya kacau atau tidak sesuai dengan pertanyaan. Jawaban yang seharusnya adalah mengatakan: benar, tidak, atau tidak tahu. Jawaban manapun dari ketiga jawaban ini —terlepas benar atau salah— adalah termasuk jawaban yang muthâbiqah (sesuai dengan pertanyaan).

Itulah beberapa etika yang harus diperhatikan ketika kita berdialog atau berdebat dengan pihak lain. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. [Majalah al-wa'ie, Edisi 48]

Sumber: http://www.hayatulislam.net/hayatulislam-net45.php

Oh ya, sedikit tambahan untuk berdebat, sbg org muslim yg baik hrs menggunakan sopan santun krn agama Islam mengajarkannya, dan sebelum berdebat instrokpesikan dahulu apakah shalatnya sudah benar, amal kesehariannya apakah sudah benar, akhlaqnya apakah sudah benar, imannya apakah sudah benar. Jika di dlm seorang muslim Imannya sudah kuat, nah. Sangat terjadi dia dapat mengendalikan emosinya. Bila Iman blm kuat termasuk shalatnya masih blm baik besar sekali kemungkinan Emosinya tdk terkendali dgn baik. Jika seorang muslim tidak menggunakan sopan santunnya bahkan menggunakan perkataan kasar bhakan kotor tetapi dia tetap dlm berdebat, maka sebenarnya dia belum memiliki Iman yang kuat dan belum pantas untuk berdebat karena kesabaran dan sopan santun yg diutamakan sbg pertahanan diri. Dan, umat Islam diwajibkan memiliki ilmu tsb utk hal yg diperdebatkan.

bila saya ada kesalahan, saya mohon yg sebesar2nya. Jazakumullah hairon katsiron.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.