mattSeven
IndoForum Beginner A
- No. Urut
- 53524
- Sejak
- 24 Sep 2008
- Pesan
- 1.292
- Nilai reaksi
- 36
- Poin
- 48
Sebuah kebangkitan mutlak memerlukan kesiapan sekaligus permulaan yang cukup
mengagetkan. Jika kita analogikan dengan sebuah kelahiran seorang anak manusia, tentu
kelahiran memerlukan sebuah proses minimal 9 bulan untuk mencapai wujud kelahiran yang sempurna, juga menyisakan rasa nyeri bagi rahim yang mengandungnya. Demikianlah, sebuah
kebangkitan, analog dengan sebuah bentuk dari kelahiran baru.
Kebangkitan bukan suatu hal yang gratis, tapi ia harus diperjuangkan, dan membutuhkan
prasyarat yang mutlak diwujudkan. Jika analogi umat Islam ibarat satu raga, maka
sesungguhnya apa yang diderita oleh sesama kita yang seiman, hakekatnya kita merasakannya juga. Kita bisa lihat sekarang, hampir ada kesepakatan, problem umat saat ini adalah tiga hal, yaitu, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Kalau kita bertanya, kenapa hampir tidak ada dunia muslim dewasa ini yang tidak
terjangkit tiga penyakit tersebut. Jawabannya, cukup jelas, bahwa
sesungguhnya raga kita sekalipun terpisah-pisah hakekatnya adalah satu. Jika yang satu
terkena penyakit, maka yang lain akan ikut terjangkit, contohnya, jika yang satu
menderita ektresme, radikalisme, fundamentalisme, maka yang lain akan ikut terserang,
atau jika yang lain terkena penyakit liberalisme, sekularisme, pluralisme, maka yang
satu pun akan ikut terkena. Maka munculnya kesadaran untuk melakukan perubahan sebagai
era kebangkitan baru umat, hakekatnya adalah mengenali lebih dulu hipotesa jenis-jenis
penyakit tersebut, barulah setelah itu harus ada terapi mengobatinya, lalu
mempertahankannya untuk selalu konstan.
Ambil saja contohnya, kisah-kisah perjuangan yang dilakukan oleh para al-Anbiya sebelum Nabi Muhammad Saw, selalu membawa spirit kebangkitan dan perubahan, setelah mereka melihat berbagai kebangkrutan multidimensional dalam masyarakat yang mereka hadapi.Trutama adalah teladan dari Rosul junjungan kita, perlawanan nabi Muhammad Saw dan ketegasannya menolak sistem sosial dan budaya yang tidak lagi menghargai persamaan gender, tindakan diskriminatif antar ras dan suku begitu menonjol sehingga mengakibatkan ketidakadilan dalam banyak tatanan sistem sosial yang berlaku kemudian. Matinya rasio dalam menuhankan sesuatu yang tidak lebih mulia dari manusia kepada penuhanan secara total kepada Tauhid. Adalah merupakan contoh perubahan yang didasari pada kondisi yang berlaku dan tidak dapat lagi dipertahankan.
Nabi Syuaib AS, mencoba melakukan perombakan total dalam bidang ekonomi, setelah menyerap sekian bobroknya praktek ekonomi pada masyarakatnya ketika itu, ia secara berani menyampaikan pesan Tuhan dengan menawarkan perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi, melalui transformasi konsep keadilan, kesamarataan dan kejujuran dalam berekonomi.
Demikian pula Isa AS, yang memilih hidup bersama kalangan-kalangan yang tertindas oleh kediktatoran kerajaan Romawi yang kemudian bakal menghukum dengan ancaman menyalibnya. Kebengisan dan kebencian yang dilakukan oleh penguasa Romawi terhadap kalangan yang menentang kebijakannya telah mengarah kepada pembunuhan karakter manusia yang seharusnya dihargai, tidak ada lagi kasih sayang dan cinta kasih pada diri penguasa-penguasa tadi.
Dengan mengetahui kondisi-kondisi tersebut, barulah akan ada sasaran target perubahan yang terfokus dan tidak terfragmentasi. Pertanyaan yang timbul adalah, APA KONTRIBUSI KITA DALAM KEBANGKITAN ini? Apakah cukup dengan DEMO anti kenaikan BBM??
Langkah yang lebih tepat untuk memulai perubahan adalah dengan melihat kebutuhan-kebutuhan local kebangsaan, menguasai permasalahan-permasalahnya,menemukan
aspek tantangan dan peluangnya, menggugah civilitas melakukan pencarian solusinya, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah menjalin kerjasama global intra-bangsa melalui frame
work keumatan guna mengais kemaslahatan hidup sebagai pemakmur dunia. Paling tidak kita
masih punya keyakinan, kalau dunia ini tidak akan diserahkan kepada orang-orang rendah
iman dan lemah kualitas kerjanya. Yang menjadi persoalan, apakah modal keimanan kita
saat ini telah mampu menggugah etos kerja yang lebih baik, ataukah kerja kita selama ini
telah didasari oleh rasa iman kita pada hukum alam yang tidak pernah pilih kasih itu.
Pada akhirnya, sebuah kebangkitan umat sekalipun ia menyimpan rasa sakit pada awalnya,
ia mutlak mensinergiskan seluruh kecerdasan dan potensi umat, ialah kerjasama kolektif
yang selalu berdimensi sosial, yang selalu bertolak dari kepentingan "kita" bukan lagi
"Aku," bergerak secara pasti menyentuh harapan komunal bukan lagi individual, dirasakan
hasilnya bukan hanya secara regional namun juga kawasan bahkan multilateral.
Dengan melandasi kebangkitan umat seperti ini, insya Allah kita semakin yakin bahwa Islam
benar-benar dapat menjadi (rahmatan lil 'alamin); rahmat bagi semesta alam. Insya Allah,
kita pasti bisa.
Disadur dari Tausiyah Ustadz Muladi Mufhni, Lc {Pesantren Virtual)
mengagetkan. Jika kita analogikan dengan sebuah kelahiran seorang anak manusia, tentu
kelahiran memerlukan sebuah proses minimal 9 bulan untuk mencapai wujud kelahiran yang sempurna, juga menyisakan rasa nyeri bagi rahim yang mengandungnya. Demikianlah, sebuah
kebangkitan, analog dengan sebuah bentuk dari kelahiran baru.
Kebangkitan bukan suatu hal yang gratis, tapi ia harus diperjuangkan, dan membutuhkan
prasyarat yang mutlak diwujudkan. Jika analogi umat Islam ibarat satu raga, maka
sesungguhnya apa yang diderita oleh sesama kita yang seiman, hakekatnya kita merasakannya juga. Kita bisa lihat sekarang, hampir ada kesepakatan, problem umat saat ini adalah tiga hal, yaitu, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Kalau kita bertanya, kenapa hampir tidak ada dunia muslim dewasa ini yang tidak
terjangkit tiga penyakit tersebut. Jawabannya, cukup jelas, bahwa
sesungguhnya raga kita sekalipun terpisah-pisah hakekatnya adalah satu. Jika yang satu
terkena penyakit, maka yang lain akan ikut terjangkit, contohnya, jika yang satu
menderita ektresme, radikalisme, fundamentalisme, maka yang lain akan ikut terserang,
atau jika yang lain terkena penyakit liberalisme, sekularisme, pluralisme, maka yang
satu pun akan ikut terkena. Maka munculnya kesadaran untuk melakukan perubahan sebagai
era kebangkitan baru umat, hakekatnya adalah mengenali lebih dulu hipotesa jenis-jenis
penyakit tersebut, barulah setelah itu harus ada terapi mengobatinya, lalu
mempertahankannya untuk selalu konstan.
Ambil saja contohnya, kisah-kisah perjuangan yang dilakukan oleh para al-Anbiya sebelum Nabi Muhammad Saw, selalu membawa spirit kebangkitan dan perubahan, setelah mereka melihat berbagai kebangkrutan multidimensional dalam masyarakat yang mereka hadapi.Trutama adalah teladan dari Rosul junjungan kita, perlawanan nabi Muhammad Saw dan ketegasannya menolak sistem sosial dan budaya yang tidak lagi menghargai persamaan gender, tindakan diskriminatif antar ras dan suku begitu menonjol sehingga mengakibatkan ketidakadilan dalam banyak tatanan sistem sosial yang berlaku kemudian. Matinya rasio dalam menuhankan sesuatu yang tidak lebih mulia dari manusia kepada penuhanan secara total kepada Tauhid. Adalah merupakan contoh perubahan yang didasari pada kondisi yang berlaku dan tidak dapat lagi dipertahankan.
Nabi Syuaib AS, mencoba melakukan perombakan total dalam bidang ekonomi, setelah menyerap sekian bobroknya praktek ekonomi pada masyarakatnya ketika itu, ia secara berani menyampaikan pesan Tuhan dengan menawarkan perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi, melalui transformasi konsep keadilan, kesamarataan dan kejujuran dalam berekonomi.
Demikian pula Isa AS, yang memilih hidup bersama kalangan-kalangan yang tertindas oleh kediktatoran kerajaan Romawi yang kemudian bakal menghukum dengan ancaman menyalibnya. Kebengisan dan kebencian yang dilakukan oleh penguasa Romawi terhadap kalangan yang menentang kebijakannya telah mengarah kepada pembunuhan karakter manusia yang seharusnya dihargai, tidak ada lagi kasih sayang dan cinta kasih pada diri penguasa-penguasa tadi.
Dengan mengetahui kondisi-kondisi tersebut, barulah akan ada sasaran target perubahan yang terfokus dan tidak terfragmentasi. Pertanyaan yang timbul adalah, APA KONTRIBUSI KITA DALAM KEBANGKITAN ini? Apakah cukup dengan DEMO anti kenaikan BBM??
Langkah yang lebih tepat untuk memulai perubahan adalah dengan melihat kebutuhan-kebutuhan local kebangsaan, menguasai permasalahan-permasalahnya,menemukan
aspek tantangan dan peluangnya, menggugah civilitas melakukan pencarian solusinya, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah menjalin kerjasama global intra-bangsa melalui frame
work keumatan guna mengais kemaslahatan hidup sebagai pemakmur dunia. Paling tidak kita
masih punya keyakinan, kalau dunia ini tidak akan diserahkan kepada orang-orang rendah
iman dan lemah kualitas kerjanya. Yang menjadi persoalan, apakah modal keimanan kita
saat ini telah mampu menggugah etos kerja yang lebih baik, ataukah kerja kita selama ini
telah didasari oleh rasa iman kita pada hukum alam yang tidak pernah pilih kasih itu.
Pada akhirnya, sebuah kebangkitan umat sekalipun ia menyimpan rasa sakit pada awalnya,
ia mutlak mensinergiskan seluruh kecerdasan dan potensi umat, ialah kerjasama kolektif
yang selalu berdimensi sosial, yang selalu bertolak dari kepentingan "kita" bukan lagi
"Aku," bergerak secara pasti menyentuh harapan komunal bukan lagi individual, dirasakan
hasilnya bukan hanya secara regional namun juga kawasan bahkan multilateral.
Dengan melandasi kebangkitan umat seperti ini, insya Allah kita semakin yakin bahwa Islam
benar-benar dapat menjadi (rahmatan lil 'alamin); rahmat bagi semesta alam. Insya Allah,
kita pasti bisa.
Disadur dari Tausiyah Ustadz Muladi Mufhni, Lc {Pesantren Virtual)