• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Keajaiban membaca Al-Qur’an dan maknanya

Blog Sakinah

IndoForum Newbie D
No. Urut
176628
Sejak
6 Jul 2012
Pesan
90
Nilai reaksi
0
Poin
6
“ Dan ini (Al-Qur’an) adalah suatu peringatan yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka apakah kamu mengingkarinya?” (QS Al-Anbiya: 50). Kebiasaan membaca Al-Qur’an mungkin sering kita temui dan tak jarang kita pun mengamalkannya. Namun yang lebih utama adalah menjadikan AL-Qur’an sebagai bacaan wajib keseharian kita.

Terkadang, kita saksikan betapa banyak orang di sekeliling kita mengejar ketenaran, kekayaan dan hal-hal keduniaan lainnya. Tak jarang mereka mengejar dunia tanpa panduan yang jelas. Seperti seseorang yang tersesat di hutan mencari jalan keluar, ia menempuh segala arah, tapi tak jua menemukan jalan yang ia cari. Justru, ia semakin tersesat. Mungkin begitu juga sebagian orang yang mendewa-dewakan dunia. Mereka memperbanyak harta benda, sehingga lupa apa sebenarnya tujuan hidupnya.

Orang-orang yang mengejar kelimpahan harta tanpa adanya interaksi dengan Al-Qur’an, akan mudah tersesat dengan kelimpahan harta tersebut. Tidak jarang kita temukan orang kaya gantung diri atau orang sukses tapi keluarganya tidak bahagia. Semua ini disebabkan salah satunya karena mereka berlepas diri dari nilai-nilai Al-Qur’an.

Setiap manusia pasti mencari kebahagiaan, harta berlimpah, penghidupan yang layak dan kenikmatan-kenikmatan dunia lainnya. Tak ada seorang pun yang ingin hidup dalam kemiskinan atau jauh dari keluarga dan orang-orang yang kita sayangi. Namun, yang perlu kita lakukan adalah menjaga keseimbangan antara keinginan-keinginan kita dengan control diri kita. Kontrol diri itu bisa kita dapatkan jika kita berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah,” Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Yang dengannya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Keduanya adalah Al-Qur’an dan Sunah.”

Berusahalah menjadikan Al-Qur’an sebagai pijakan dalam kehidupan kita. Siapa pun kita pasti membutuhkan petunjuk dalam menapaki kehidupan ini. Seorang pemimpin perusahaan membutuhkan langkah tepat menentukan kebijakan pada bawahannya. Cobalah dapatkan nilai-nilai kebijakan itu dalam Al-Qur’an.
Berinteraksi dengan Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya sudah melekat dalam kehidupan manusia. Kita hanya perlu mengenali. Memahami dan menjadikannya panduan hidup kita. Jika dihubungkan dengan kesuksesan hidup maka mengenali Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai jiwa kita merupakan kunci kesuksesan hidup. Percayalah, dengan menjadi “Pribadi Al-Qur’an” potensi-potensi dalam diri kita akan terpancar. Cobalah untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai Personal Trainer diri kita agar kesuksesan hidup dapat kita raih.

Al-Qur’an mengandung petunjuk, obat dan rahmat bagi manusia. Pemahaman seperti inilah yang harus kita tanamkan dalam hati dan pikiran kita. Al-Qur’an bukan hanya sekedar bahan bacaan saja, tapi menjadi petunjuk untuk mencapai kebahagiaan, ketenangan, kesuksesan, ketentraman dan kesehatan. Dengan demikian, kita akan menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan utama dalam kehidupan.
Mungkin, selama ini kita jarang mendayagunakan Al-Qur’an untuk kebahagiaan, kesedihan maupun kesengsaraan kita. Misalnya, saat kesedihan datang, kita lebih memilih mengurung diri di dalam kamar dan tak mengizinkan seorang pun mengganggu kita. Hal lainnya, ketika kita mendapatkan limpahan rezeki, kita lebih memilih berbelanja atau mentraktir teman-teman kita secara berlebihan.

Ada tiga nilai dalam Al-Qur’an yang utamanya harus kita miliki:
1. Ketekunan:
Dalam Islam, ketekunan ini lebih dimaknai dengan sikap Istiqamah atau teguh pendirian. Istiqamah adalah satu kesatuan antara pikiran, perasaan dan tindakan kita. Artinya, apa yang kita rasakan sesuai dengan pikiran dan tindakan kita. Kalau perasaan, pikiran dan tindakan kita tidak sejalan maka belumlah di sebut sebagai istiqamah. Rasulullah pernah di tanya, “Amal perbuatan manakah yang di sukai Allah?” Beliau menjawab,” Yang kontinyu (terus menerus) sekalipun sedikit.” (HR Bukhari muslim)

2. Kesabaran:
Sabar bukan berarti tidak melakukan apa-apa atau menyerah pada keadaan. Kesabaran sesungguhnya adalah sikap aktif untuk mencari jalan keluar bagi setiap persoalan yang di hadapi, termasuk selalu aktif mencari kebahagiaan, ketenangan atau keberhasilan. Oleh karena itu, di beberapa ayat Al-Qur’an, Allah selalu memerintahkan kita memperkuat kesabaran, “ Hai orang-orang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu…” (QS Ali-Imran : 200).

Bukan hanya bersabar, tapi juga memperkuat kesabaran. Artinya, nilai kesabaran harus ada dalam hati orang-orang beriman, karena Allah menurunkan berbagai cobaan, sesungguhnya untuk menaikkan derajat keimanan manusia. Oleh karena itu, belum layak seseorang di sebut beriman jika ia tidak mau bersabar dengan cobaan atau keberhasilan.

3. Kesederhanaan:
Membentuk sikap diri yang sederhana, sesungguhnya bisa meringankan kehidupan. Kita merasa cukup dengan apa yang Allah berikan setelah berusaha dengan sungguh-sungguh merupakan wujud nyata kesederhanaan hidup. Dengan berfokus pada apa yang kita miliki, kita sedang mengundang datangnya limpahan hidup, karena dengan begitu kita sedang memancarkan energy ke alam sekitar dan alam sekitar pun akan merespon keinginan-keinginan kita. Sebaliknya, jika kita berfokus pada ketidakcukupan maka ketidakcukupan itu terus menghampiri kehidupan kita.

Rasulullah bersabda,”…..Barangsiapa menjaga dirinya, Allah akan menjaganya dan barangsiapa merasa cukup, Allah akan mencukupinya. “ (HR Bukhari Muslim). Untuk memperoleh kecukupan hidup, sesungguhnya kita harus memulainya dari pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan yang merasa cukup inilah yang akan membuahkan sikap syukur, Dengan rasa syukur, Allah akan menambah nikmat-Nya. Sebaliknya, orang-orang yang terus mengeluh dan merasa tidak cukup, hidupnya akan jauh dari bahagia, karena hatinya selalu terombang-ambing, gundah dan gelisah.
 
bacanya sih gampang..... tetapi istiqomahnya itu yang susah......
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.