Jujur saja, aku juga bingung darimana aku mendapat analogi seperti itu. Melintas begitu saja dalam kepalaku. Tapi ya itu yang aku rasakan.
Aku hanya ingin merasakan perasaan indah itu, walau hanya sesaat. Bukan sebelumnya tak indah, tapi hanya aku belum menggegamnya erat. Ketika aku sudah menggegam erat dan permata itu diambil lagi dari telapak tanganku dan perasaan indah itu lenyap dan berganti dengan sedih, aku menerima konsekuensinya. Tapi kenangan akan perasaan indah itu tak akan tergantikan.
Seperti sekeping mata uang, selalu ada sedih, selalu ada senang. Kita tak bisa memilih salah satunya, kita harus menerima keduanya. Satu keping selalu dua sisi…. bukan begitu?
Aku hanya ingin merasakan perasaan indah itu, walau hanya sesaat. Bukan sebelumnya tak indah, tapi hanya aku belum menggegamnya erat. Ketika aku sudah menggegam erat dan permata itu diambil lagi dari telapak tanganku dan perasaan indah itu lenyap dan berganti dengan sedih, aku menerima konsekuensinya. Tapi kenangan akan perasaan indah itu tak akan tergantikan.
Seperti sekeping mata uang, selalu ada sedih, selalu ada senang. Kita tak bisa memilih salah satunya, kita harus menerima keduanya. Satu keping selalu dua sisi…. bukan begitu?