• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Indonesia Dan Embargo Amerika

baehaqi

IndoForum Senior E
No. Urut
13414
Sejak
29 Mar 2007
Pesan
4.073
Nilai reaksi
306
Poin
83
Kedatangan Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat Robert Michael Gates ke Indonsia, Juli lalu, menimbulkan banyak perdebatan. Pasalnya, kerja sama pertahanan Indonesia-Amerika kerap dikaitkan dengan persoalan embargo yang dilakukan terhadap Indonesia sejak 19 tahun lalu. Selain itu persoalan yang paling mengemuka adalah kerja sama militer Amerika dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Indonesia yang dihentikan selama ini. Perdebatan tersebut memuat di antaranya kemungkinan pencabutan embargo secara penuh oleh pihak Amerika dan dibukanya kembali latihan militer Amerika dengan Kopassus.

Namun, jika membaca secara cermat isi pidato Menhan Amerika Serikat ini, terutama dalam bagian : “....Saya mengatakan pada Presiden Yudhoyono bahwa berkat langkah-langkah signifikan dan berbagai reformasi yang telah dilakukan oleh TNI, pihak Amerika Serikat akan memulai kembali aktifitas kerja sama keamanan dengan pasukan khusus Angkatan Darat Indonesia, Kopassus, lewat sebuah program yang terukur dan bertahap, sesuai dengan batas-batas hukum Amerika Serikat...” kita mendapatkan kesan bahwa pencabutan embargo tidaklah semudah dalam pidato yang dikatakan.

Ada dua hal yang perlu dicermati, pertama, pernyataan tentang kerja sama melalui program yang terukur dan bertahap, kedua, dikaitkan dengan batas-batas hukum Amerika. Terlebih lagi dalam pidato lengkapnya, Menhan Amerika masih menyodorkan persyaratan kemungkinan kerja sama tersebut dapat dilaksanakan, di antaranya, adalah implementasi berkelanjutan dari reformasi TNI itu sendiri.

Dari sana kita dapat melihat bahwa proses menuju pencabutan embargo penuh masih panjang, terutama kerja sama keamanan dengan Kopassus yang akan dimulai dengan diskusi tingkat staf untuk menciptakan sebuah pengertian bersama tentang bagaimana masing-masing pihak beroperasi dan melatih anggotanya.

Selain itu, yang perlu dipertanyakan adalah apakah kerja sama dengan Kopassus tersebut hanya akan meliputi berbagai aktifitas, seperti partisipasi dalam konferensi-konferensi khusus dan kegiatan-kegiatan latihan dalam bidang-bidang non-lethal (tidak mematikan) seperti hukum, hak asasi manusia dan proses pembuatan keputusan militer atau latihan militer murni antara kedua negara? Terutama jika dikaitkan dengan suara Kongres Amerika yang “keras” terhadap Indonesia selama ini.

Apa dan Mengapa Diembargo?


Dalam perniagaan dan politik internasional, embargo merupakan pelarangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara. Embargo umumnya dideklarasikan oleh sekelompok negara terhadap negara lain untuk mengisolasikannya dan menyebabkan pemerintah negara tersebut dalam keadaan internal yang sulit. Keadaan yang sulit ini dapat terjadi akibat pengaruh dari embargo yang menyebabkan ekonomi negara yang dilawan tersebut menderita karenanya.

Embargo juga digunakan sebagai hukuman politik bagi pelanggaran terhadap sebuah kebijakan atau kesepakatan, seperti yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari tahun 1999 hingga 2005 dalam hal pengadaan senjata militer akibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Timor Timur (Timtim).

Dunia tidak melupakan kejadian itu. Peristiwa yang berlangsung cepat, Selasa siang, 12 November 1991, di kawasan pekuburan Santa Cruz, Dili, Timtim. Saat itu, ratusan siswa sekolah menengah, terlihat dari seragam putih abu-abunya, tengah berkumpul di Santa Cruz, untuk berbelasungkawa dengan kematian aktivis pro-kemerdekaan Sebastiao Gomes. Militer Indonesia melepaskan tembakan langsung ke arah mereka. Ratusan korban ambruk bersimbah darah. Jumlah yang sama dikabarkan lenyap dalam hari-hari sesudahnya.

Peristiwa itu membuat Amerika marah. Departemen Pertahanan Amerika Serikat melalui keputusan Kongres Amerika, langsung menghentikan program pendidikan dan latihan militer internasional untuk para perwira Indonesia.

Letupan Timtim yang pertama disusul oleh letupan kedua yang tidak kalah dahsyat, yaitu serangan milisi pro-integrasi –yang ditenggarai memperoleh dukungan ABRI saat itu– terhadap kelompok orang yang menginginkan kemerdekaan Timtim, yang telah menjadi korban pasca jajak pendapat tahun 1999. Dunia benar-benar terguncang, dan perjuangan diplomasi Ramos Horta yang didukung oleh East Timor and Indonesia Action Network (ETAN) akhirnya mampu menembus Kongres AS. Presiden Clinton tidak berdaya menghadapi desakan masyarakatnya sendiri dan komunitas dunia. Embargo diumumkan, seluruh bentuk U.S. Security Assistance kepada Indonesia dihentikan. Amerika memberlakukan embargo militer penuh terhadap TNI.

Kerusuhan berdarah pasca jajak pendapat di Timor Timur membuat Kongres AS pada tahun 1999 mengeluarkan Leahy Amandment, yang berisi embargo total. Inti amandemen itu adalah mensyaratkan bahwa bantuan militer AS kepada Indonesia dapat diberikan oleh pemerintah AS bila pemerintah RI dapat mengadili para pelaku pelanggaran HAM di Timor Timur.

Sejak saat itu, Indonesia melalui beberapa presiden terdahulu, seperti Abdurrahman Wahid, Megawati juga Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan dialog dengan Pemerintah Amerika Serikat untuk membicarakan pencabutan embargo ini. Meski telah terjadi beberapa pertemuan dengan kecenderungan positif, pihak Kementerian Pertahanan RI masih harus bersabar. Pasalnya, Kongres Amerika Serikat belum kunjung memberikan persetujuannya pada pemerintah Amerika. Persoalannya memang bukan pada Pemerintah Amerika Serikat, namun di Kongres AS, karena sistem di sana mengharuskan persetujuan Kongres, baik Senat maupun DPR-nya.

Seiring dengan upaya membuka keran ekspor senjata dari Amerika ini, Pemerintah Indonesia juga telah melakukan kontrak kerja sama pengadaan peralatan pertahanan dengan China, Rusia, Korea Selatan, Belanda, dan terakhir adalah Turki.

Memutus Ketergantungan dan Memperkuat Industri Pertahanan Domestik

Langkah pemerintah ini perlu ditanggapi serius oleh DPR. Kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi anggaran yang ada mengharuskan Indonesia melakukan kerja sama teknologi alat-alat militer dengan negera-negara yang memiliki kemampuan teknologi kemiliteran yang jauh lebih maju daripada Indonesia. Menunggu Amerika Serikat mencabut secara penuh embargonya memerlukan waktu yang lama, sementara kebutuhan pertahanan Indonesia semakin mendesak.

Namun, kerja sama ini hendaknya juga mempertimbangkan pengalaman buruk atas pengadaan senjata dengan negara-negara lain, seperti China misalnya. Saat itu pemerintah mendatangkan ribuan pucuk senjata jenis AK dari China untuk Kepolisian Republik Indonesia. Menurut data yang ada, hampir setengah dari senjata yang dibeli di era kepemimpinan Kapolri Bimantoro itu tak bisa terpakai.

Diversifikasi persenjataan tersebut menimbulkan persoalan serius untuk sistem pengelolaan persenjataan Kementerian Pertahanan. Melalui data Pacivis Universitas Indonesia (2006), keberadaan 173 jenis sistem persenjataan tentunya memperbesar biaya operasional dan perawatan. Untuk sistem persenjataan jenis pesawat tempur, misalnya, Indonesia, memiliki 87 pesawat tempur yang berasal dari tiga negara, yaitu Amerika Serikat (34 pesawat), Inggris (49 pesawat), serta Rusia (4 pesawat).

Sebanyak 87 pesawat tempur tersebut terdiri dari 8 jenis pesawat tempur F-16A Fighting Falcon, F-5E Tiger, Hawk Mk.209, Hawk Mk 53, A-4 E Skyhawk CAS, OV-10F Bronco Coin, Su-27SK, dan SU-30MKI. Keberadaan 8 jenis pesawat tempur tersebut tentunya meningkatkan secara signifikan biaya-biaya operasional dan perawatan yang tergabung dalam biaya program pengadaan material. Beban anggaran ini bisa dikurangi jika Kementerian Pertahanan menginisiasi program efisiensi sistem persenjataan serta inovasi strategi pembelian senjata.

Kendatipun iming-iming pencabutan embargo kerap tersirat dalam pidato Pemerintah Amerika Serikat hingga hari ini masih sulit bagi Indonesia untuk membuktikan pernyataan tersebut. Hal terbaik yang dapat dilakukan Indonesia adalah mengabaikan sejenak keinginan itu. Bagi Indonesia, inovasi sistem pembelian senjata penting dilakukan. Setidaknya untuk mengurangi beban devisa dan efek-efeknya pada neraca pembayaran, serta menstimulasi perkembangan industri pertahanan domestik. Inovasi tersebut harus menjadi bagian dari mekanisme transisi pendanaan pengadaan persenjataan. Karenanya, embargo tidak lagi menjadi momok yang menakutkan.~metronews

/go Maju terus Militer Indonesia.../go
 
waktu februari lalu kita mengirim pasukan ke lebanon aja banyak cingcong protes sana sini, padahal kan untuk mengangkat moral militer bangsa ini... dasar...
 
MERDEKA!!!

money.jpg
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.