• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hitler dan Katolik Roma

jebling

IndoForum Beginner C
No. Urut
42685
Sejak
5 Mei 2008
Pesan
730
Nilai reaksi
5
Poin
18
Di FA ada sebuah topik baru yg (tidak) menarik:

Hitler dan Katolik Roma

Mengapa saya mengatakan bahwa itu (tidak) menarik?
Mari kita mencoba membahas, walaupun mungkin tidak terlalu detail.
Sengaja saya tidak mau di FA karena memang saya mau membahasnya di Forum ini berdasarkan Ajaran, Iman dan Sejarah Gereja Katolik:

Para Jesuit telah mempersiapkan Perang Dunia II secara rahasia dan Hitler adalah mesin perang yang dibentuk dan dibiayai oleh Vatikan untuk menaklukkan dunia demi KeKatolikan Roma. Hitler, Mussolini, dan Franco merupakan pahlawan bagi iman Katolik Roma. Mereka dirancang untuk menang dan menaklukkan dunia, dan membentuk kerajaan seribu tahun bagi Paus. Di belakang layar, para Jesuit mengatur Gestapo. Semuanya ini didokumentasikan dalam ‘The Secret History of The Jesuits’.
Kelihatan sekali bahwa orang ini sangat anti terhadap Ordo Jesuit.
Tidak ada yg namanya The Secret History of The Jesuits!
Seandanya tulisan tersebut benar, pastilah para Jesuits sudah dihukum oleh pengadilan internasional!
Tidak ada yg namanya dokumentasi "the Secret History of The Jesuits"
SEorang Jesuit atau Ex Jesuit akan mengatakan: "Inilah Jesuit, ditakuti karena benar! sehingga banyak yg berusaha mendiskreditkan Jesuit! Sayang, usaha tersebut tidaklah berhasil"

Hitler sendiri menyatakan, ”Saya belajar banyak dari Ordo Jesuit. Sampai sekarang, tidak satupun di dunia ini yang lebih besar daripada organisasi gereja Katolik. Saya kagum dengan organisasi ini dan menerapkannya dalam kehidupan partai saya.”
Nah benarkan, banyak yg kagum kepada Ordo Jesuit!
Seorang Judas pun kagum kepada Gurunya, Yesus!

.....
Hitler adalah seorang yang setia kepada Vatikan. Dia berjanji untuk “mencekik” para anti-paus. Mereka (Pius XI, Pius XII, Hitler) mengirimkan kaum liberal dan orang Yahudi ke kamp konsentrasi. Nasib bangsa Yahudi sudah ditentukan (oleh Hitler): dibunuh atau disuruh bekerja sampai kehabisan tenaga kemudian dibinasakan.
..... dst.....
Nah ini dia...
Penulis sudah mulai mengarahkan tuduhan palsu atas Para Paus.
Mari kita lihat yg dilakukan Paus, terutama Paus Pius XII yg pada saat terjadi holocaust menjadi Paus:

Rabbi Yahudi Israel Zoller (Zolli), seorang Rabbi Kepala kota Roma saat perang dunia II, berhasil menyelamatkan diri bersama umat Yahudi lainnya dari deportasi kaum Yahudi oleh Gestapo Jerman pada 1943. Beliau kala itu disembunyikan di Vatikan bersama yang lainnya. Dia bertemu dengan Paus Pius XII pada 25 Juni 1944. Pada 23 Juli beliau memberi sambutan kepada segenap umat Yahudi di Synagoga dan secara publik menyatakan terima kasih kaum Yahudi Roma kepada Paus Pius XII dan Gereja Katolik. Pada 13 February 1945, Rabbi Zolli bertobat dan dibaptis menjadi umat Katolik atas inisiatifnya sendiri. Sang baptisan baru mengambil nama Baptis "Eugenio" seturut orang yang dia kagumi, Paus Pius XII alias Eugenio Pacelli. Kata-kata sang Rabbi saat dia berada dalam lindungan Vatikan patut dikenang: "Tidak ada pahlawan yang lebih militan dan lebih dilawan [oleh yang jahat], tidak ada yang lebih heroik daripada Pius XII dalam mengerjakan karya kasih sejati!"

Pada 2005, Rabbi Yahudi David G. Dallin meluncurkan buku The Myth of Hitler's Pope: How Pope Pius XII Rescued Jews from the Nazis. Di buku ini Rabbi Dallin menyajikan secara ekstensif dokumen-dokumen dari berbagai negara dan dari arsip Gereja sendiri yang menunjukkan peran heroik Pius XII dalam menyelamatkan kaum Yahudi. Rabbi Dallin bahkan mengatakan bahwa Pius XII menyelamatkan lebih banyak kaum Yahudi daripada Oskar Schindler (tokoh film Schindler's List). Di buku itu juga disebut tokoh Yahudi lain yang mengagumi sang Paus heroik, antara lain: Rabbi Kepala Isaac Herzog dari Israel, Perdana Menteri Israel Golda Meir dan Moshe Sharett, dan Presiden pertama Israel Chaim Weizmann.

Berikut adalah sebuah artikel PonRen oleh Shirley Hadisandjaja


ORANG SAMARIA YANG BAIK: PENGHARGAAN BANGSA YAHUDI UNTUK PAUS PIUS XII
PONDOK RENUNGAN

VATIKAN

Inside the Vatican telah memberikan banyak tempat dalam halaman-halamannya untuk meliput debat-debat keras atas peranan Paus Pius XII pada masa perang dan tuduhan terhadap dirinya yang "diam" saat berhadapan dengan penganiayaan Nazi terhadap kaum Yahudi. Membaca karya Cavalli, sungguh mengejutkan mengetahui betapa berbeda opini kaum Yahudi pada umumnya terhadap Paus Pius XII dalam tahun-tahun peperangan dan setelahnya, daripada apa yang sering kita dengar saat ini.

Selama Perang Dunia II, banyak kaum Yahudi di dunia memiliki kesempatan menilai tindakan Paus Pius XII. Mereka mendengar perkataannya dan mengikuti setiap langkah-langkahnya. Bukannya melihat sebagai "Paus Hitler", kebanyakan kaum Yahudi justru menilai bahwa pernyataan-pernyata an publik Paus Pius XII secara langsung diarahkan menentang Nazi, dan bahwa ia dan pembantu-pembantuny a yang ada di wilayah kependudukan Nazi dan negara-negara Axis berusaha untuk menyelamatkan nyawa orang-orang Yahudi. Pujian-pujian yang luar biasa banyaknya yang pernah diterima oleh Paus Pius XII oleh kaum Yahudi menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan bahwa ia adalah seorang partner Nazi dan bahwa ia tidak peduli terhadap pembasmian kaum Yahudi merupakan hal yang tidak benar dan tidak adil bagi mereka yang secara dekat mengikuti karirnya.

Semua tuduhan-tuduhan yang mengatakan Paus Pius XII waktu itu Pro-Nazi sering kali didukung oleh keberadaannya di Jerman dari tahun 1917 s/d 1929 sebagai Papal Nuncio (Duta Besar Vatikan) dan peran nya langsung sebagai Sekretaris Negara dalam menegosiasikan Agreement antara Vatikan dengan Jerman tahun 1933. Fakta-fakta ini umumnya diketahui saat Kardinal Eugenio Pacelli diangkat sebagai Paus tanggal 2 Maret 1939. Bagaimana kaum Yahudi di seluruh dunia menyikapi pemilihan atas dirinya? Apakah mereka khawatir akan ikatannya sebelumnya dengan Jerman?

Tanggal 6 Maret 1939, editorial "Kepemimpinan untuk Perdamaian", surat kabar Palestina di Yerusalem berkata: "Pius XII telah menunjukkan bahwa ia hendak melanjutkan karya almarhum Paus Pius XI untuk Pembebasan dan Perdamaian.. ..kami meingatkan bahwa ia pasti telah memainkan sebuah peranan yang besar dalam perlawanan Kepausan terhadap teori-teori yang merusak ras dan aspek-aspek tertentu dari totalitarianisme. .."

Dalam memuji pengangkatan Kardinal Pacelli, Surat kabar 'the Jewish Chronicle' di London
tanggal 10 Maret mengutip sebuah pidato anti-Nazi yang ia sampaikan di Lourdes pada bulan April 1935 dan pernyataan-pernyata an yang bermusuhan tentang dirinya yang diterbitkan oleh media Nazi. "Menarik untuk mengingat... .tanggal 22 Januari 1939, surat kabar 'the Voelkischer Beobachter' menerbitkan gambar-gambar dari Kardinal Pacelli dan pejabat-pejabat Gereja lainnya dibawah sebuah judul: "Perlawanan di Vatikan terhadap Fasisme dan Sosialisme Nasional", seperti yang dikutip oleh the Jewish Chronicle.

Juga pada tanggal 10 Maret, 'the Canadian Jewish Chronicle' memohon kepada Kolega Para
Kardinal supaya menolak usaha-usaha Nazi untuk mempengaruhi pemilihan dan mencegah
Kardinal Pacelli menjadi Paus. "Rencana untuk mencuri 'Cincin Nelayan' telah sampai di asap putih," kata editorial itu.

Banyak organisasi-organisa si Yahudi juga menyatakan antusiasi mereka atas Paus yang baru. Menurut 'the Jewish Chronicle' di London (10 Maret), Vatikan menerima ucapan-ucapan Selamat dari "Komunitas Yahudi-Anglikan, Konsili Sinagoga Amerika, Kongres Yahudi Kanada dan Konsili Rabbi Polandia".

Keputusan Pius XII menunjuk Kardinal Luigi Maglione sebagai Sekretaris Negara Vatikan yang baru juga membawa reaksi-reaksi positif. Tanggal 16 Maret 1939 'Zionist Review' di London mengatakan bahwa penunjukkan Kardinal itu "menegaskan pandangan bahwa Paus yang baru bermaksud menjalankan sebuah kebijakkan anti-Nazi dan anti-Fasis."

Tentu saja, pernyataan-pernyata an demikian yang dibuat oleh surat kabar dan organisasi
Yahudi menunjukkan mereka menganggap Paus Pius XII yang baru diangkat adalah seorang teman dari demokrasi dan perdamaian, dan seorang musuh dari rasisme dan totalitarianisme. Peranan Kardinal Pacelli dalam menegosiasikan perjanjian dengan Nazi tidak menimbulkan kekhawatiran. Sebaliknya, banyak kaum Yahudi mengutip pidato-pidato anti-Nazi nya, dan peranannya sebagai Sekretaris Negara, yang membantu menerbitkan ensiklik anti-Nazi tahun 1937 'Mit brennender Sorge', dan banyaknya protes-protes yang muncul atas penganiayaan terhadap Gereja Katolik di Jerman.

Kurang dari dua bulan setelah PD II terjadi, tanggal 27 Oktober, Pius XII mengeluarkan surat ensiklik nya yang pertama, 'Summi Pontificatus' . Pada hari yang sama, Agen berita Telegraf Yahudi yang bermarkas di New York, yang sama dengan 'the Associated Press', melaporkan bahwa, "Kutukan yang tak berkualifikasi yang ditimpakan kepada Paus Pius XII atas teori-teori totalitarian, rasis dan materialistis pemerintah dalam surat esnsikliknya 'Summi Pontificatus' menimbulkan kekacauan yang mendalam...Meski telah diharapkan bahwa Paus akan menyerang ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Gereja Katolik, sedikit pengamat yang memperkirakan betapa dokumen itu begitu lantang...."

Tanggal 26 Januari 1940, 'the Jewish Advocate' di Boston melaporkan, "Radio Vatikan pada minggu ini menayangkan sebuah pengaduan yang keras tentang kekejaman Jerman lainnya di negara Polandia di bawah penjajahan Nazi, menyatakan bahwa mereka menghina suara hati moral manusia." Mengasingkan Kardinal August Hlond dari Gnezo and Poznan asal Polandia yang telah memberikan laporan-laporan lengkap tentang penganiayaan Nazi terhadap Gereja di Polandia. Atas perintah Paus, Radio Vatikan memberitakan laporan-laporan Kardinal tersebut.
Halaman utama dari kisah itu mengutip tayangan Radio Vatikan yang mengatakan,
"Orang-orang Yahudi dan Polandia dikumpulkan ke dalam kampung konsentrasi terpisah,
dikunci dalam ruang kedap udara dan yang tidak layak untuk memenuhi jutaan jiwa yang
ditempatkan di sana." Tayangan ini juga penting karena memberikan konfirmasi tersendiri dari laporan-laporan media tentang kekejaman Nazi, yang mana sebelumnya dihentikan sebagai propaganda sekutu.

Juga pada tanggal 26 Januari, 'the Canadian Jewish Chronicle' menerbitkan sekilas berita
tentang Jacob Freedman, seorang penjahit di Boston. Tuan Freedman khawatir akan nasib saudara perempuan dan keponakannya di negara jajahan-Jerman Polandia. Ia menulis ke Menteri Negara dan Palang Merah, namun mereka tidak dapat memberikan informasi apapun. Tuan Freedman kemudian mencari pertolongan Paus Pius XII.

Beberapa bulan kemudian, Kardinal Maglione menginformasikan Tuan Freedman bahwa keluarganya masih hidup dan dalam kondisi baik di Warsawa. "Saya tidak tahu kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaan saya, bahwa mereka memberi perhatian kepada kami sementara masih banyak hal di dunia yang pantas mereka khawatirkan, " kata Mr. Freedman. "Saya rasa itu adalah sesuatu yang amat baik dan sangat menakjubkan. " Menurut buku Pinchas Lapide tahun 1967, 'Three Popes and the Jews', Kantor berita Vatikan telah membantu puluhan ribu kaum Yahudi menemukan keberadaan keluarga-keluarga mereka yang hilang di Eropa.

Pada bulan Maret 1940, Undang-undang anti-Semit berlaku di Italia, dan banyak warga Yahudi ditiadakan dari Pusat Pemerintahan, universitas- universitas dan banyak profesi pekerjaan lainnya. Menanggapi hal itu, Pius XII menunjuk beberapa pengajar Yahudi yang dipecat, termasuk Prof. Roberto Almagia, untuk bekerja di Perpustakaan Vatikan. Tanggal 29 Maret, 'Kansas City Jewish Chronicle mengatakan bahwa tindakan-tindakan Paus menunjukkan "ketidaksetujuannya atas Undang-Undang anti-Semit yang bersifat pengecut."

Tanggal 29 April 1941, sekelompok pengungsi Yahudi di kamp konsentrasi Italia berterimakasih kepada Pius XII setelah menerima kunjungan dari Uskup Francesco Borgognini-Duca, Duta Besar Vatikan untuk Italia. Para tahanan menulis bahwa kunjungan Duta Besar memberikan kepada mereka "keberanian baru untuk bertahan hidup," dan mereka menggambarkan Paus sebagai seorang "seseorang yang dipuja-puja yang telah membela hak-hak semua orang yang dirundung duka dan tak berdaya." (Actes, VIII, pp. 178-179).

Banyaknya pujian kepada Pius XII dimulai pada bulan Juli. "Tahap demi tahap terungkapkan bahwa kaum Yahudi telah dilindungi di dalam dinding-dinding Vatikan selama penjajahan Jerman di Roma," laporan 'Jewish News' di Detroit tanggal 7 Juli. Tanggal 14 Juli editorial di Congress Weekly, jurnal resmi dari Kongres Yahudi Amerika, menambahkan bahwa Vatikan juga menyediakan para pengungsi Yahudi dengan makanan halal.

Tanggal 21 Juli, Vatikan menerima telegram dari the National Jewish Welfare Board dan the World Jewish Congress. the National Jewish Welfare Board menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Paus atas "pertolongan dan perlindungan yang diberikan kepada banyaknya warga Yahudi Italia oleh Vatikan..." (Actes, X, pp. 358-359). The World Jewish Congress juga mengakui "karya kemanusiaan noble" Vatikan kepada warga Yahudi Hungaria (Actes, X, pp. 359).

Deportasi Yahudi Hungaria menakutkan bagi Sekutu dan negara-negara netral. Komite Yahudi Amerika dan kelompok-kelompok Yahudi lainnya mengorganisir sebuah rally di Madison Square Park di Manhattan tanggal 31 Juli untuk memobilisasikan opini publik terhadap deportasi itu. Dalam pidatonya, Hakim Joseph Proskauer, kepala Komite, menyampaikan, "Kami telah mendengar... .betapa besar peranan Bapa Suci dalam keselamatan para pengungsi di Italia, dan kami tahu dari sumber-sumber yang terpercaya bahwa Paus yang agung ini telah mengulurkan tangannya yang melindungi dan kuat untuk membantu himpitan dari Hungaria."

Dengan Roma yang bebas, Paus terus-menerus menyalami serdadu Sekutu. Selama satu pertemuan, ia memberkati seorang serdadu Yahudi berasal dari Palestina dalam bahasa Hebrew. Dalam Congress Weekly tanggal 20 Oktober 1944, Elias Gilner mengemukakan arti yang besar dalam kejadian itu. Gilner menulis bahwa berkat Paus itu "menjadi sebuah tindakan yang tak terlupakan, sebuah pesan kebaikan yang mendalam, sebuah pernyataan dari semangat Kristiani yang tertinggi." Gilner menambahkan bahwa Pius XII dengan berkatnya itu juga memulai sebuah "tahap baru" dalam hubungan Katolik-Yahudi.

Pujian-pujian kepada Paus Pius XII dari kaum Yahudi terus berlangsung setelah perang di Eropa berakhir. Tanggal 22 April 1945, Moshe Sharrett, calon Menteri Luar Negeri dan Perdana Menteri Israel mengirimkan sebuah laporan atas pertemuannya dengan Paus kepada Pemimpin dari Agen berita Yahudi. Sharrett menulis bahwa "tugas pertama saya adalah berterimakasih kepadanya, dan melalui dia, kepada Gereja Katolik, atas nama masyarakat Yahudi, untuk semua yang telah mereka lakukan di berbagai negara untuk menyelamatkan warga Yahudi, menyelamatkan anak-anak, dan masyarakat Yahudi pada umumnya." (Lapide, pp. 225-226).

Dalam sebuah artikel untuk Commentary (Nopember 1950), pengajar Perancis dan yang selamat dari Holocaust, Leon Poliakov mendiskusikan tindakan Vatikan selama perang. Poliakov mengatakan bahwa Vatikan selama Holocaust kembali kepada "tradisi abad pertengahan" dalam melindungi warga Yahudi dari penganiayaan negara. "Tidak diragukan lagi bahwa perintah-perintah rahasia keluar dari Vatikan mendorong gereja-gereja nasional untuk terlibat dalam menolong warga Yahudi dengan segala cara yang memungkinkan, " tulis Poliakov. Kenyataannya, menurut edisi ke 6, 8, 9 dan 10 dari Actes, perintah-perintah ini dikirim kepada banyak perwakilan diplomatik Vatikan.

Paus Pius XII wafat pada tanggal 8 Oktober 1958. Banyak organisasi dan surat kabar Yahudi di seluruh dunia menangisi kepergiannya, dan mengenang usaha-usahanya selama masa perang untuk menyelamatkan warga Yahudi. Di PBB, Golda Meir, Perdana Menteri Israel, berkata, "Saat kemartiran yang menakutkan mendatangi warga kami dalam dekade teror Nazi, suara Paus diangkat untuk para korban. Hidup kita dikayakan oleh sebuah suara yang berbicara dengan lantang tentang kebenaran moral yang besar di atas keributan konflik sehari-hari. " The Zionist Record (Oktober 17) di Afrika Selatan menerbitkan pidato pujian Meir bersamaan dengan penghargaan- penghargaan dari orgasnisasi- organisasi Yahudi kepada almarhum Paus.

"Para pengikut dari segala bentuk kepercayaan dan partai-partai akan mengingat bagaimana Pius XII menghadapi tanggung-jawab dari tugasnya yang tinggi dengan keberanian dan devosi," kata the Jewish Chronicle di London tanggal 10 Oktober. "Sebelum, selama dan setelah Perang Dunia II, ia dengan tak henti menyampaikan pesan perdamaian. Berhadapan
dengan kekejaman Nazisme, Fasisme dan Komunisme, ia terus-menerus manyatakan nilai-nilai kebaikan dari kemanusiaan dan kasih."

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak surat kabar dan majalah-majalah Katolik telah dengan tekun membela reputasi Paus Pius XII. Sejarawan Holocaust Sir Martin Gilbert mengenali Vatikan sebagai salah satu pemerintah Eropa yang melindungi Yahudi. Prof. William Rubinstein mengatakan dalam bukunya The Myth of Rescue (1997), "tanggungjawab atas Holocaust terletak hanya dan seluruhnya pada Adolf Hitler, SS dan kaki tangan mereka, dan tidak pada yang lainnya," mewakilkan sebuah perjalanan kembali kepada alasan.

Semakin banyak orang saat ini mengakui bahwa Paus Pius XII bertindak sebagai orang Samaria yang baik selama Perang Dunia II. Saat Paus tidak dapat mencegah awal sebuah peperangan, dengan segera ia membaktikan diri meringankan penderitaan fisik dan rohani dari korban-korban tak berdosa yang tak terhitung jumlahnya tanpa memandang ras atau iman mereka. Seperti yang dikatakan oleh almarhum Pastor Robert Graham, S.J., "banyaknya penghargaan- penghargaan yang diterima oleh Paus dari masyarakat Yahudi di seluruh dunia adalah sebuah saksi baik atas usaha-usahanya dan karakternya. "

(diterjemahkan oleh Shirley Hadisandjaja, DARI SUMBER: Inside the Vatican (Catholic Magazine)tahun 2000 yaitu Komunikasi Urbi et Orbi bulan Oktober 2000 halaman 72-77.


Untuk mempelajari lebih jauh berikut link2 yg layak dibaca:

Bukti bahwa GK bukan dalang holocaust:
http://www.raoulwallenberg.net/?en/about/releases/815.htm
http://www.croatianhistory.net/etf/jews.html
http://www.gerejakatolik.net/forum/list.htm
http://members.aol.com/cmcginmd/PiusXII_Holocaust.htm
http://www.ratzingerfanclub.com/PiusXII/
http://www.catholic.org/featured/headline.php?ID=4047
http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/biography/pius.html
http://www.piusxiipope.info/papacy.htm
http://www.catholic.com/library/HOW_Pius_XII_PROTECTED_JEWS.asp

Sebenarnya ada buku bahwa Hitler terinspirasi oleh Martin Luther, sayang linknya tidak ada: Martin Luther: Hitler’s Spiritual Ancestor

Terakhir:
Mengutip Silvio Ascoli yang keluarganya selamat berkat Pius XII: "Aku bukan orang yang percaya, aku tidak ke Gereja, tapi kalau aku berhadapan dengan Pius XII, aku menemukan diriku sendiri jatuh berlutut, karena kalau aku dan anak-anakku masih ada, kami berhutang kepada Pius XII [atas hal itu]."

Semoga kita semua tidak terprovokasi sejarah yg tidak benar tentang Gereja Katolik, dan mulai mencoba melihat-lihat kembali sejarah yg banyak diputar balikkan!

Salam
Jebling
 
@atas
Boleh tidak saya kasih tau thread ni di FA
 
Kesalahan para individu Katolik tidak bisa diatributkan kepada Gereja Katolik.

Ini adalah jawaban yg paling singkat dari tulisan itu.

Dan bagi mereka yg suka baca buku Hitler's pope, silakan baca ini :

http://www.catholic.com/thisrock/2001/0101fea1.asp
http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=3124&repos=1&subrepos=0&searchid=331750
http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=3126&repos=1&subrepos=0&searchid=331750

Edit :
Menurut info yg kudapat, gambar2 yg ada di tulisan itu berasal dari website yang anti katolik dan pemerintahan USA. Jadi abaikan saja.
 
Sumber : http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=2653&CFID=15753576&CFTOKEN=45006173

Cornwell's Pope: 'A Nasty Caricature of a Noble and Saintly Man'
Point by Point Rebuttal by Church Historian, Dr. Peter Gumpel

In light of the recent controversy provoked by the promotion of John Cornwell's new book: "Hitler's Pope: The Secret History of Pius XII," ZENIT has obtained an exclusive point by point rebuttal from one of the most respected authorities on the Catholic Church and the Second World War, Dr. Peter Gumpel, S.J. He is postulator of the cause for beatification of Pius XII and has carried out years of extensive research on the life and historical facts surrounding the person and pontificate of Pope Pacelli.

During a recent presentation in Rome of the book "The Jews, Pius XII and The Black Legend," by Italian journalist and writer Antonio Gaspari, Dr. Gumpel came to the final conclusion: "After reading over 100,000 pages of the documents for the process of beatification, I am more and more convinced that Pius XII was a saint."

By Dr. Peter Gumpel, S.J.

The cover of the book of Cornwell depicts Archbishop Pacelli leaving a German government building, guarded by two soldiers. This official visit of the then Nuncio took place not later than 1929, that is, four years before Hitler came into power (January 30, 1933). Since Pacelli left Germany in 1929 and never returned there, using this photograph is misleading and tendentious. Against this old and dirty trick protests were repeatedly published. The fact that a few months ago in a review in the USA Cornwell uses this photo on the cover of his book reveals from the outset his intention to denigrate the future Pius XII.

At the beginning of the book a list of archives is published which Cornwell says to have consulted. This list is extremely meager for a pretentious book of this size. Scores of archives which could and should have been consulted are simply ignored. This regards German, Italian, U. S. Archives, the Acts of the Nuremberg Trials, etc. Even those archives which are mentioned, are certainly not fully explored and used. Most sources used by Cornwell are secondary sources and here the choice is extremely selective. Cornwell deals at length with the situation of the Catholic Church in Germany, but never mentions the standard work of Dr. Heinz Hirten which is an extremely well documented, scholarly work that deals with the situation of the German Catholics between 1918-1945. Other standard works dealing with this topic are equally ignored by the author.

The first part of the book of Cornwell is wishy-washy. Instead of solid documentation we find a series of gratuitous conjectures, suppositions, insinuations. Cornwell deals at length with Concordats, totally ignoring their primary pastoral importance, and suggesting and asserting all the time that the only purpose of the Holy See is to strengthen its power and in particular to secure the right to appoint Bishops of its own liking. Cornwell does not mention such abuses as Josephinism, popular in Austria and to a certain extent even in Bavaria. Cornwell speaks about modernism without even mentioning its real dangers (Loisy, Tyrrel), rather concentrating on the witch hunt which in fact did not take place. However, there is not a shred of evidence that Pacelli ever took any part in the latter. Cornwell does not say that Pacelli did take part in this regrettable phenomenon, but he insinuates that he lived in this atmosphere in the earlier stages of his life.

The Serbian Concordat.


It is to be noted that this was requested by Serbia and that the Holy See never refuses negotiations of this kind. Pacelli was then in a subordinate position. Each step of the negotiations had to be examined by his superiors, the Cardinal Secretary of State of that time and Pope Benedict XV. The suggestion that Pacelli in the Concordat with Serbia contributed to the outbreak of World War I is patently absurd and not taken seriously by any competent scholar.

Pacelli, Apostolic Nuncio in Bavaria (1917) and Germany (1920-1929).

The positive aspects of this activity are glossed over. Great emphasis is placed on the uprising in Munich in 1919. In his report to the Secretary of State, the fact that the leaders of these terrorists were Jews sent from Russia (just as the leaders of the revolutions in Berlin were led by Jews sent from Russia [Karl Liebknecht and Rosa Luxemburg] as well as Bela Kun in Hungary) are historical facts. To mention such facts has absolutely nothing to do with anti-semitism, as Cornwell wrongly insinuates. It was necessary to mention who the terrorist leaders in Munich were so that the Superior of Pacelli could understand that this was a part of an effort of the Russian Communists to extend their power in various Western countries.

Pacelli and Hitler.

Cornwell refers in the list of works, which he says to have consulted, to one book in which it is explicitly stated that in 1929, that is four years before Hitler came into power (January 30, 1933), Pacelli warned in abrasive terms against Hitler and could not understand that even highly competent Germans did not share his totally negative judgement. Cornwell omits this statement. Either he did not read this book, or he willingly omitted this and other similar easily ascertainable statements of Pacelli, simply because they do not tally with his destructive tendencies.

The Concordat with Nazi Germany.

Here again the request was made by Hitler who at that time made repeatedly positive statements about the two Christian denominations in Germany. If Pius XI had refused the negotiations, Hitler would have said: I extended a hand of peace, but it was brutally rejected. The persecution of the Catholic Church which existed already on local levels would have become an official and severe persecution (N. B.: When the German Bishops protested against local persecutions, Hitler always claimed that this was done without his foreknowledge and without his consent. Cornwell does not mention this. He likewise "ignores" or at least never mentions that the Concordat was "not" the first international pact concluded by Hitler, the Concordat was preceded by the so-called "four countries pact" (England, France, Italy, Germany; signed in Milan). Pacelli knew that he could not trust Hitler and mentioned this to the English diplomat Kirkpatrick a few weeks after the paraphrasing of the Concordat (July 20, 1933). Totally false is the assertion of Cornwell that the Concordat impeded political and social activities on the part of Catholics. It was agreed that priests and religious should not engage in "party" politics.

In the Nuremberg Trials, the Minister of Foreign Affairs, Joachim v. Ribbentrop, admitted that Pacelli, as Secretary of State, had sent scores of protests about infractions of the Concordat but that these were nearly always ignored. Finally in 1937 there came the Encyclical letter "Mit brennender Sorge" — with "burning" preoccupation and not "with great appreciation" as Cornwell mistranslates. Main author of this flaming protest: Pacelli, "Hitler’s Pope"!!! Cornwell equally plays down or downright omits the sharp condemnation of Nazism made by Pacelli at Lourdes, Lisieux, Paris, Budapest, where he went as Papal Legate. It is true that neither Hitler nor Nazism were ever mentioned by name, but everybody understood against whom these condemnations were directed. If Cornwell had made a serious effort to ascertain this, — a reading of reviews and newspapers in U. S., England, France, Holland, etc, would have made this clear to him —, not to mention the Nazi publications which throughout the book of Cornwell are simply neglected and totally underestimated. To be noticed also: that every utterance of this kind aggravated the situation of Catholics in Germany (just as later in the countries occupied by the Nazis).

Pius XII, Pope.

Cornwell belittles the serious efforts of Pius XII to prevent World War II and makes a ridiculous comment on the first Encyclical of Pius XII (published at the beginning of World War II). In fact, if this encyclical letter was so insignificant as Cornwell wishes us to believe, why then did the Allies airdrop 88,000 copies of this Encyclical letter over Germany, where this Encyclical letter could not be published? Cornwell, of course, does not mention this action of the Allies. Simple ignorance? But the fact was easily ascertainable in the literature which Cornwell pointedly omitted in his notes and bibliography.

Pius XII and The Occupied Countries.

In repeated speeches Pius XII protested against the unjust treatment of the occupied countries. However, especially the Polish Bishops — except those who had fled Poland and lived abroad in safety, such as Cardinal Hlond and Bishop Radonski — begged the Pope not to make these protests because they achieved nothing good, but only aggravated the situation of oppression and persecution. Downright classical and frequently mentioned is the case of messages sent by Pius XII through a chaplain of a Maltese relief train to Archbishop Sapieha (Krakow). When the latter read this message, he threw the whole lot in the fire, saying that if ever a copy fell into the hands of the Gestapo, they would kill all Polish priests. Typical is the fact that thousands of Polish and other priests were killed by the Nazis and that the standard work of Professor Dr. Ulrich von Hehl (now in its third edition): "Priester unter Hitlers Terror" (Priests — in Germany — Under the Terror of Hitler) is never mentioned or quoted by Cornwell. On the whole, one must say that Cornwell, who has never lived in a highly organized criminal police state, is totally unaware of the situation prevailing in such a state and that, in consequence, a great many of his judgements, appraisals, suggestions, etc., are completely unrealistic, utopian and anachronistic From an historical point of view, one must be able to understand the situation as it was then and not judge it with the hindsight from today’s situation in free countries. To proceed in such an irresponsible manner is a capital mistake which is everywhere present in the book of Cornwell.

Cornwell and the German Bishops.

The treatment of the German Bishops by Cornwell is extremely unfair. Prior to the appointment of Hitler as Chancellor, they had repeatedly warned against the Nazis and their pagan "Weltanschauung" (ideology). When Hitler became the legitimately appointed Chancellor of the Reich, a "modus vivendi" had to be found. It was then not clear to the Bishops, the German politicians, and many German Jews, how Hitler would act once he had obtained the government. However, "never" did the Bishops approve his ideology and increasingly they protested against his actions. Bishop Gröber (Archbishop of Freiburg) whom Cornwell calls the "brown Bishop" was initially in favor of a certain effort to come to terms with Hitler, but quite soon he became a bitter opponent of the regime. What Cornwell does not say is the fact that in various reports of the Gestapo one can read that as long as the Catholic Church has any influence on the people, the Nazi ideology would never be accepted by a large section of the German people. The classic work of Boberach which published the internal reports of the Gestapo is, of course, not even mentioned once by Cornwell.

Pius XII and the statute of impartiality, traditional with the Holy See.


Both parties in the Second World War exercised pressure on Pius XII to declare a "crusade": the opponents of Hitler wanted the Pope to declare a crusade against Nazism; Hitler exercised pressure on him to declare a crusade against Bolshevism. Both pretences were absurd, considering that Bolshevism had committed and continued to commit numerous crimes and persecuted every form or religion, and the same applied to the Nazis (with the exception of those Protestants who actively supported Hitler).

Pius XII and the Jews.

During the Second World War, and till five years after his death († 9 October 1958), Pius XII was greatly praised by all kinds of Jewish organizations, chief Rabbis of diverse countries and especially from the U. S. (see my article in "The Tablet" and the article "In defense of Pius XII" in Newsweek). The debate if a flaming public protest against the crimes against the Jews would have had any effect will probably continue to a large extent due to biased and partial writers who have an interest to denigrate the Catholic Church.

In my considered opinion, a public protest would not have saved a single Jewish life. It would only have aggravated the persecution both of Jews and of Catholics. Moreover it would have impeded and practically made impossible the very extensive silent action of helping Jews in every possible manner. It is well known that no organization has saved so many Jews as the Catholic Church, and this on the formal order of Pius XII. The latter knew well and is on record that this "silence" — which, however, was not a "silence" at all for everyone who wanted to hear and understand — might one day be held against him. However, he was not concerned for his reputation, but with saving Jewish lives and this was the only just decision, which clearly required wisdom and a great amount of courage. Cornwell has simply not understood this. He does not do justice to the facts when, in order to belittle Pinchas E. Lapide who praised Pius XII, he attributes to him second motives without producing a shred of evidence.

Cornwell also has never asked himself why the projected rounding-up of 8,000 Roman Jews was suddenly stopped after about 1,000 Roman Jews were caught in October, 1943. He totally misrepresents the interview which immediately afterwards the Secretary of State Maglione had with the German Embassador von Weizsäcker, called to the Vatican on the urgent request made in the name of Pius XII. Weizsäcker played an ambiguous role. Afraid that a formal protest made by the Holy See would enrage Hitler, he gave a too bland impression of the attitude of the Holy See and this became patently clear in the Nuremberg Trials which Cornwell ignores completely. But there is far more. On the order of Pius XII the German military commander of Rome, Brigadier General Rainer Stahel, an Austrian officer of the old school, was approached. This humane man sent a phonogram directly to Himmler. His reason given: this kind of violent action against the Italian Jews disturbs my military plans to reinforce the German divisions still fighting far to the south of Rome, and can also create serious problems here in Rome. This was a true reason, but no less important was another one: his indignation about the criminal acts of the Gestapo and his compassion for the Jews. His intervention had success. Himmler immediately ordered to stop further deportations. In this way thousands of Jews could be hidden, at the order of Pius XII, in the Vatican and in more than 150 ecclesiastical institutions in Rome. All this is, of course, not said by Cornwell. That Pius XII could do nothing with regard to the reprisal after the killing by (Italian resistance) "partisans" of 33 German — rather South Tyrolian — policeman, has been demonstrated for years. The repraisal was carried out within 24 hours of the attack on personal order of Hitler. A reprisal was certain, but its nature was unknown. Every effort of ecclesiastics sent by Pius XII to various German authorities failed because none of them could be reached in time.

Two more individual remarks. Cornwell complains that a report sent by Riegner from Switzerland to Rome was not published in the "Acts and Documents of the Holy See During the Second World War," Riegner handed this report to the nuncio in Switzerland in March 1942, thus: a few months after the Wannsee Conference (20 January 1942). This report reached the Vatican only in October 1942 as is clear from the dispatch of the Nuncio published in the "Acts and Documents," where Riegner’s report is mentioned. However, with a view to the fact — so frequent in times of war — it was not possible to check whether the facts mentioned in this report were objectively true. The U.S. State Department had manifested doubts about this type of reports and asked the Vatican whether they would confirm them.

The second fact concerns an interview that the U.S. diplomat, Mr. Tittman had with Pope Pius XII. Cornwell makes much of this. He says that this interview took place on Oct. 18, 1943, thus a few days after the rounding-up of 1,000 Jews. Cornwell accuses Pius XII that he was so little concerned with the fate of the Jews that he did not even mention them. The whole argument falls flat. In fact, the dispatch of Tillerman, in which he says to have had an interview with Pius XII "today," is dated not Oct. 18, but Oct. 19. In fact, even the date "19" is wrong. The interview took place on Oct. "14." This results from the very accurate lists of interviews granted to diplomats by Pius XII. The fact that this interview took place on Oct. 14 (fourteenth) is registered in two distinct volumes of the "Acts and Documents," which Cornwell quotes in his meager list of archives but, obviously has never read accurately, if at all.
 
Pius XII, Hitler’s Pope?

I have already pointed out what Pacelli as early as 1929 thought and said about Hitler. To this must be added that he repeatedly went on record saying that Hitler’s victory in World War II would mean the end of the Catholic Church in Europe. Likewise, if he was indeed Hitler’s Pope, why did he transmit to the English government the proposal of a group of anti-Nazi German generals, who asked whether England would make peace with Germany, if they, the group of German generals, succeeded in arresting Hitler and removing him from government. Incidentally, it was not a low-ranking officer, Colonel Oster, who was responsible for this proposal, but Colonel-General (four star general) Ludwig Beck. The latter had been the chief of the German General Staff, but in 1938 resigned from this new post since he had become convinced that Hitler was a criminal who against all promises and treaties would attack other nations. Pacelli had known Beck when he was nuncio in Berlin and highly esteemed his honesty and integrity. If Pius XII would have been "Hitler’s Pope" he would never have undertaken this highly dangerous mediation. And again: when the United States after Pearl Harbor became allies with Russia, many American Catholics had problems of conscience whether they could help produce weapons which would go to communist Russia. Pius XI had, in fact, in his 1937 encyclical "Divini Redemptoris," forbidden Catholics to do anything in favor of the communists. Pius XII informed about this situation, ordered the Apostolic Delegate in Washington, Archbishop Amleto Cicognani (who later became Secretary of State) to induce one or more prestigious U.S. bishops to publish the following statement: the position of the Catholic Church with regard to communism remains what it has always been. However, the Church has nothing against the Russian people. It is now the Russian people who have been attacked and thus Catholics should not have any problems in helping a people who have been unjustly attacked. This statement was made public by at least one U.S. bishop and endorsed by others. It was, of course, understood on whose initiative this problem was solved. How then can Pius XII be called "Hitler’s Pope?" If he had been that, he would obviously never have given the above order. He could have even proclaimed a crusade against communist Russia, which, of course, notwithstanding the pressure of Nazi Germany, he steadfastly and courageously refused to do.

Pius XII and Communism

There is clear historical evidence that Pius XII was deadly opposed both to national socialism and to communism. It is equally clear that, everything considered, he thought that in the long run communism was the greater danger for the worlds and for Christianity. Mr. Churchill was of the same idea. He never shared the optimism of President Roosevelt who was convinced that the Russian communists would change their ideology and their attitude to religious communities. Well, history has demonstrated who was right and who was wrong. With regard to this question Glennon’s book, "The Cardinal Spellman Story," is highly revealing. Spellman had many personal contacts with Roosevelt and Glennon’s book was published when Spellman was still alive. Cornwell mentions this book, but abstains from making use of the most crucial pages.

Pius XII and the so-called policy of appeasement with regard to Hitler.

I have already mentioned the role which Pacelli played in drafting the encyclical "Mit brennender Sorge." I equally referred to his speeches as Papal legate in Lourdes, Paris, Budapest, etc. According to protocol, a newly-elected pope informs all the governments with which the Holy See has diplomatic relations that this election has taken place. A personal note of Pius XII to Hitler was therefore necessary. The tone is moderate. At the height of the Kulturkampf, the newly-elected Leo XIII sent a similar message to the Germany of Bismarck which had eased the tensions. A similar gesture had to be made by Pius XII, though he had no illusions. He said: We must show that we want peace; if the other side does not want peace, we will fight. Speaking about such appeasement, the question must be asked about the actions of England and France. They made, from the outset, concessions to Hitler which they had persistently refused to make to the democratic governments of Germany prior to Hitler. England and France consistently gave in to Hitler (the occupation of the demilitarized territory on the western bank of the Rhine; the Fleet agreement between England and Germany; the introduction of military conscription, that is, obligatory military service of all young German men). But most of all, in 1937 the Holy See, with the encyclical "Mit brennender Sorge," had denounced tin the clearest and sharpest possible way that Hitler was not trustworthy and that treatises signed by him were worthless. And then in 1938, a year later, there was the ill-fated Munich Conference (England, France, Italy, Germany) and Mr. Neville Chamberlain and Mr. Daladier so trusting that now there was "Peace for our times, and peace forever!"

Pius XII and other activities.

Cornwell has little to say about the great encyclical letters of Pius XII, namely "Mystici corporis" (on the Church), "Divino afflante Spiritu" (on advanced Scripture studies), "Mediator Dei" (the liturgy’s Magna Charta), nor about his numerous other encyclicals, nor about his speeches which covered the gamut of all modern problems. Cornwell, a rank amateur in these matters, has the impudence to make at times negative remarks on those important activities without which the Second Vatican Council would not have been possible. In fact, after Sacred Scripture, the Council’s documents cite no single author as frequently as Pius XII. Cornwell attacks Pius XII on two issues: a) the document Humani generis, without even realizing that there were, at that time, some tendencies of theological relativism emerging which needed to be corrected. Today judgements on this whole question are far more just and balanced than they were in previous times. b) The question of the priest-workers. Pius XII did "not" forbid them. He was, however, aware of the fact that in not so few cases, priests played an important role in communist-led trade unions; that they neglected their priestly duties and prayer; that they propagated class struggle; that some had become fervent communists. Pius XII appreciated the generosity of so many priest workers, but felt it necessary to safeguard their priestly life by reducing the hours as workers in lay occupations. It was John XXIII, former nuncio in Paris, who forbade radically the institute of priest-workers which Paul VI restarted, but insisting on a severe selection and accurate formation and supervision.

Cornwell and Pius XII’s character.

Cornwell calls Pius XII ambitious and insinuates that he was a careerist. This is not true. The young Pacelli made rapid progress in his career because he was brilliant, conscientious and hardworking. There is not a shred of evidence that there were any other reasons for his rapid advancement, let alone that he himself tried to favor his career. The young priest Pacelli wanted to do pastoral work in the direct sense of the word as every good priest should wish to do. It was only in obedience to higher authority that he entered the diplomatic service of the Holy See. When in 1929, his task as Apostolic Nuncio had come to an end, he desired to become a diocesan bishop and do pastoral work in this way. When he had been elected Pope, he did not accept his election immediately, but insisted on another ballot. When this was overwhelmingly in his favor, he accepted the election as a sign of God’s will, but "in signum crucis," as a heavy cross.

Cornwell speaks of Pius XII’s "narcissism." I frankly cannot see how this outrageous statement can be or is substantiated. Pius XII hated to be photographed but submitted to what for him was distasteful because so many people wanted his photograph and out of goodness he did not want to disappoint them.

During his reign Pius XII received many millions of people in public audiences. These audiences were different from those of later times. Pius XII went right in the midst of people, talked to them, even heard confessions. Cornwell mocks Pius XII that he had his hands doused but forgets to say that in shaking so many hands, his own hands were frequently bruised and scratched. Cornwell undoubtedly knew how the people reacted to these audiences and how they saw in Pius a humble, charitable, saintly person.

The use of sources made by Cornwell

With only one or two exceptions, Cornwell totally ignores the scores of scientific and highly documented volumes published by the "Kommission für Zeitgeschichte" (History Commission), which now number well over 40 volumes.

Cornwell certainly knew about the book of the Hungarian Jew, Jenö Levai. The prologue and epilogue of this book were written by Dr. Robert Kempner, the Chief Assistant Prosecutor of the United States of America at the Nuremberg trials. Kempner refutes the attacks against Pius XII and his judgement in regard to the Pope’s behavior in World War II and his decision to refrain from too outspoken protests against the persecution of the Jews in order to help them efficaciously is totally positive. Kempner knew what was possible in the given circumstances and his judgement must be taken seriously. Cornwell omits this for obvious reasons.

Cornwell does not give due importance to the fact that the International Red Cross (with headquarters in neutral Switzerland) came to exactly the same appraisal of the situation as Pius XII and equally refrained from loud protests so as not to jeopardize secret and silent actions helping Jews. The same applies to the then nascent Ecumenical Council of Christian Churches (also situated in neutral Switzerland).

Numerous times you find the following entries: "quoted by..." This means that the original sources have not been consulted and that to a large extent secondary sources have been used, hardly an academic procedure, let alone a procedure of accepted standards in a pretentious book of this size. The phenomenon "quoted by..." is very frequently applied to the work of Klaus Scholder which has been severely criticized on various counts. Scholder who is dealing with the Concordat is largely surpassed by the standard works of Volk regarding the Concordats with Bavaria, and Nazi Germany (20 July 1933). Yet though this is known, Cornwell prefers Scholder to Volk, obviously because this suits his negative thesis with regard to Pacelli, nuncio, and then Secretary of State.

Cornwell seems to have blind faith in what is published in the memoirs of the late Dr. Brüning. The latter was Chancellor of Germany in the years 1930 - 1932 in a desperate situation (i.e., after "Black Friday" — the New York stock market crash — the recall of loans made to Germany by foreign countries, millions of unemployed, bankruptcy of numerous German banks and businesses). Brüning tried to do what he could, but he also made serious economic mistakes. In 1932 his cabinet was brought down and this traumatized him for the rest of his life. He blamed Msgr. Kaas as co-responsible for his dismissal, and since Kaas worked with Pacelli, his pathological aversion to Kaas was extended also to Pacelli. Brüning, still Chancellor, but already overworked and in a highly nervous condition, also had a somewhat stormy meeting with Pacelli, as he says. When years later Brüning wrote his memoirs, he was an embittered and frustrated personality. Subjectively, his honesty cannot be questioned, but highly qualified experts have rightly challenged the objective truth of these memoirs. Cornwell quotes these memoirs a-critically.

Cornwell claims to have studied all the Acts of the canonical inquiry made with regard to the beatification of Pius XII. He totally omits the nearly 100% positive judgements of all these witnesses and this is not honest. He blindly trusts the deposition of a sister of Pius XII who says only good things about her brother, but is very hostile with regard to Mother Pascalina. Any objective judge realizes that she was envious of Pascalina, who had daily contact with Pacelli, Secretary of State and Pope whereas she herself saw her brother only rarely. Her accusation that Pascalina came from Berlin to Rome without the request of Pacelli and without leave from her own superiors is, of course, absurd, but Cornwell again, for obvious reasons, accepts this statement without reservation.

After Rolf Hochhuth produced his play "The Vicar", in 1963, Cardinal Montini (later Paul VI) wrote a strong letter in defense of Pius XII, a few days before he himself was elected Pope. This letter was published in "The Tablet" a few days after Montini’s election to the papacy. It was also published in "La Civiltà Cattolica" and elsewhere. John XXIII had always expressed his highest esteem for Pius XII. In his latest trip to Africa, Pope John Paul II called him a great Pope. When a journalist questioned him about the (alleged) silence on the Holocaust on the part of Pius XII, John Paul II reacted very sharply and advised the journalist to read one Father Blet who had just published a clear defense of Pius XII. Earlier this year the Secretary of State, Cardinal Sodano, reacted in an extremely sharp way against the calumnies against Pius XII, and the "sottile persecuzione" (the deceitful persecution) of the latter, which indeed is based on a deliberate falsification of history. Cornwell either ignores or plays down such statements, just as he does not duly appreciate the fact that in the document "We Remember," there is a long footnote in defense of Pius XII.

Cornwell undoubtedly knew about the obituaries published by the "Sunday Times" in England and elsewhere. Cornwell knew what Field Marshal Montgomery, not exactly an easy character, wrote in the "Sunday Times" of October 12, 1958 about his frequent private audiences with Pius XII. Montgomery, a staunch Anglican and son of an Anglican bishop, had so deep a friendship with Pius XII that in his (Montgomery’s) bedroom there were two photographs: one of his father, the other of Pius XII.

Cornwell also frequently refers to Sir D’Arcy Osborne, the English Minister to the Holy See, but he does not mention that this diplomat, who during the Second World War lived in the Vatican, considered Pius XII the most saintly person it had been his privilege to meet in his long life and that he confided in a private letter that he regretted not being a Catholic to be able to receive Holy Communion at the hands of Pius XII. Many other testimonies could be added, such as that of Evelyn Waugh, beside those of so many other outstanding and honest persons. Of all this is taken into account, one feels bound to say that the vicious book of Cornwell attempts a moral lynching, and an authentic well character assassination. His Pius XII is not "Hitler’s Pope"; it is a fictitious Pius XII, a nasty caricature of a noble and saintly man.

Conclusion


There are many more things that could be said. For example that Cornwell is totally unaware of the psychological warfare made especially by the English by divulging false reports about transmissions by Vatican Radio and others, or that he obviously has never heard about the Scattolini forgeries which were widely believed. After the war, Scattolini was arrested by the Italian police and admitted that these reports (about 1,000) were purely and simply invented by him in order to make money. Cornwell has never checked whether and to what extent he has fallen a victim of this man who was condemned by the Italian Tribunal and sent to prison. Much more could be said, but the few above remarks give you an idea of what to think about the book of Cornwell who, naturally, also attacks John Paul II. Everything considered, my judgement is the following: Cornwell who is a rank amateur in the field of history, canon law, etc., has produced a shoddy, superficial and totally untrustworthy book which, to say the very least, is objectively biased, tendentious and so unilateral and one-sided that one wonders what really prompted this man to write this book.

ZENIT is an International News Agency, http://www.zenit.org, C.P. 18356 00164 Rome - Italy

This item 2653 digitally provided courtesy of CatholicCulture.org
 
@atas
Boleh tidak saya kasih tau thread ni di FA

@Yosef

Dilarang mengundang flame ke forum katholik...

Biarlah yang masuk ke forum katholik hanyalah orang2 yang beragama katholik / yang benar2 ingin bertanya tentang katholik..

Jangan sampai mengundang flame di forum ini..

Sanksi berat, di banned..

Thx..
 
hayo loh premannya dateng...

@Catholic

mohon di translate coz ada beberapa inggris yg bisa di salah artikan... supaya jelas di transalte dunk :) tq...
 
@atas
Boleh tidak saya kasih tau thread ni di FA

percumah kk, lu datengin Tuhan dihadapan mereka juga mereka gak akan pernah percaya, soalnya mereka itu di FA cuma menguji n cuma mau cari tau yang keyakinannya sama dengan pemikiran mereka....jadi selama sanggahannya beda dengan persepsi mereka, walopun sanggahan loe bener, tetep aja salah dimata mereka....

n jangan bawa FA di Forum ini ya....


@ Catholic...

request translate-nya donk...

kayaknya seru nih....

gw lagi mo tau banyak tentang Ordo Jesuit n Paus Pius XII
 
@legionsa

/gg

Apa luw, mau kartu merah juga /gg/gg

Gak lah bercanda,... /heh

@atas

Yap, jangan bawa2 FA ke forum ini deh, repot /heh

Biarlah FA tetap FA, katholik tetap katholik, dan biarkan katholik yang mau berdebat di FA
:D
 
jebling berkata:
Kelihatan sekali bahwa orang ini sangat anti terhadap Ordo Jesuit.
Tidak ada yg namanya The Secret History of The Jesuits!
Seandanya tulisan tersebut benar, pastilah para Jesuits sudah dihukum oleh pengadilan internasional!
Tidak ada yg namanya dokumentasi "the Secret History of The Jesuits"
SEorang Jesuit atau Ex Jesuit akan mengatakan: "Inilah Jesuit, ditakuti karena benar! sehingga banyak yg berusaha mendiskreditkan Jesuit! Sayang, usaha tersebut tidaklah berhasil"

Buku "The Secret History of Jesuits" itu memang ada, ditulis oleh Edmond Paris (gak tahu siapa dia) dan dipublikasikan oleh publikasi Jack Chick (tau kan siapa jack chick?). Aku rasa buku itu sama sekali gak ada kualitasnya.

rakditz berkata:
@ Catholic...

request translate-nya donk...

kayaknya seru nih....

gw lagi mo tau banyak tentang Ordo Jesuit n Paus Pius XII

Aku gak ada waktu buat translate itu. Usahakan baca sendiri dulu.

PS

Kalo mau yg agak singkat dan mudah dimengerti baca link yg sempat kupost diatas, yg ini :

http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=3124&repos=1&subrepos=0&searchid=331750
http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=3126&repos=1&subrepos=0&searchid=331750
 
@legionsa

/gg

Apa luw, mau kartu merah juga /gg/gg

Gak lah bercanda,... /heh

@atas

Yap, jangan bawa2 FA ke forum ini deh, repot /heh

Biarlah FA tetap FA, katholik tetap katholik, dan biarkan katholik yang mau berdebat di FA
:D

eleh2 ampon saya lom kawin... Hhahahaha =))

nih gw translate Via Google Translator :
Pius XII, Hitler's Pope?

Saya telah menunjukkan apa yang Pacelli sebagai awal sebagai 1929 pemikiran dan berkata tentang Hitler. Untuk ini harus ditambahkan bahwa ia pergi berulang kali pada catatan bahwa Hitler's kemenangan dalam Perang Dunia II akan berarti akhir dari Gereja Katolik di Eropa. Begitu juga, jika dia memang Hitler's Pope, mengapa ia mengirimkan kepada pemerintah Inggris proposal dari kelompok anti-Nazi Jerman lain, yang ditanyakan apakah Inggris akan membuat perdamaian dengan Jerman, jika mereka, kelompok lain Bahasa Jerman, berhasil arresting Hitler dan mengeluarkan dia dari pemerintah. Sekali-sekali, ia tidak rendah-peringkat petugas, Kolonel Oster, yang bertanggung jawab atas proposal ini, tetapi Kolonel Jenderal (empat bintang umum) Ludwig Beck. Yang terakhir itu merupakan yang Kepala Staf Umum Jerman, tetapi pada tahun 1938 mengundurkan diri dari pos baru ini sejak dia menjadi yakin bahwa Hitler adalah seorang pidana yang terhadap semua perjanjian dan menjanjikan akan menyerang bangsa-bangsa lain. Pacelli Beck telah dikenal ketika ia duta paus di Berlin dan sangat mulia itu kejujuran dan integritas. Jika Pius XII akan telah "Hitler's Pope" dia yang tidak akan dilakukan mediasi ini sangat berbahaya. Dan lagi: bila Amerika setelah Pearl Harbor menjadi sekutu dengan Rusia, Amerika Katolik telah banyak masalah hati nurani apakah mereka dapat membantu memproduksi senjata yang akan pergi ke komunis Rusia. Pius XI telah, dalam kenyataannya, dalam surat ensiklik 1937 "Divini Redemptoris," Katolik dilarang untuk melakukan apapun yang mendukung komunis. Pius XII tentang situasi ini, disusul Apostolik Delegate di Washington, Archbishop pavone Cicognani (yang kemudian menjadi Sekretaris Negara) untuk membujuk satu atau lebih prestisius US uskup untuk mempublikasikan pernyataan berikut: posisi Gereja Katolik mengenai komunisme tetap yang selama ini selalu. Namun, gereja mempunyai apa-apa terhadap orang-orang Rusia. Sekarang Rusia orang-orang yang telah menyerang dan Katolik sehingga tidak ada masalah dalam membantu orang-orang yang lalim telah menyerang. Pernyataan ini dibuat oleh publik setidaknya satu US biskop dan didukung oleh orang lain. Hal ini, tentu saja, yang dipahami pada inisiatif masalah ini telah dipecahkan. Bagaimana kemudian dapat Pius XII dipanggil "Hitler's Pope?" Jika ia telah itu, dia tidak akan jelas telah diberikan di atas pesanan. Dia bahkan memiliki pengalaman sebuah usaha terhadap komunis Rusia, yang, tentu saja, kendati tekanan Nazi Jerman, dia tetap tabah dan menolak untuk melakukannya.

Pius XII dan komunisme

Ada bukti yang jelas sejarah Pius XII telah mematikan berlawanan baik untuk nasional dan untuk sosialisme komunisme. Adalah jelas yang sama, semuanya dianggap, ia berpikir bahwa dalam jangka panjang komunisme adalah bahaya besar bagi dunia dan untuk agama Kristian. Tuan Churchill adalah ide yang sama. Dia tidak berbagi optimisme Presiden Roosevelt yang merasa sangat yakin bahwa komunis Rusia akan mengubah ideologi dan agama mereka terhadap masyarakat. Ya, sejarah telah menunjukkan yang benar dan yang salah. Berkenaan dengan pertanyaan ini Glennon buku, "The Cardinal Spellman Cerita," sangat mengungkapkannya. Spellman memiliki banyak kontak pribadi dengan Roosevelt dan Glennon buku diterbitkan Spellman ketika masih hidup. Cornwell menyebut buku ini, tetapi membuat abstains dari penggunaan yang paling penting halaman.

Pius XII dan apa yang disebut kebijakan dari laki-laki mengenai Hitler.

Saya telah menyebutkan peran yang dimainkan Pacelli dalam rancangan yang ensikliknya "Mit brennender Sorge." Saya sama sebagaimana dimaksud kepada pidato dgn paus sebagai wakil di Lourdes, Paris, Budapest, dll Menurut protokol, yang baru-dipilih paus memberitahu semua pemerintah dengan Tahta Suci yang telah hubungan diplomatik ini pemilihan yang telah terjadi. Sebuah catatan pribadi dari Pius XII untuk Hitler karena itu diperlukan. Nada moderat. Pada ketinggian yang Kulturkampf, yang baru-dipilih Leo XIII yang sama dikirim ke Jerman pesan dari Bismarck yang telah eased yang ketegangan. Hal yang sama juga sikap harus dilakukan oleh Pius XII, meskipun ia tidak illusions. Dia berkata: Kami harus menunjukkan bahwa kami ingin damai; sisi lain jika tidak ingin perdamaian, kami akan berjuang. Berbicara tentang laki-laki tersebut, pertanyaan yang harus ditanyakan tentang tindakan Inggris dan Prancis. Mereka dibuat, dari awal, Hitler konsesi untuk mereka yang telah menolak untuk membuat persistently ke demokratis pemerintah Jerman sebelum Hitler. Inggris dan Prancis secara konsisten memberikan ke Hitler (pekerjaan yang didemilitarisasi dari wilayah barat pada bank yang Rhine; Armada yang perjanjian antara Inggris dan Jerman; pengenalan pengerahan militer, yang, wajib militer layanan dari semua laki-laki muda Jerman). Tetapi kebanyakan dari semua, di dalam Tahta Suci 1937, dengan surat ensiklik "Mit brennender Sorge," telah denounced timah yang jelas dan sharpest Hitler mungkin cara yang tidak dapat dipercaya dan treatises yang ditandatangani oleh orang yang tak berguna. Dan kemudian pada tahun 1938, setahun kemudian, ada yang celaka Konferensi Munich (Inggris, Prancis, Italia, Jerman) dan Bapak Neville Chamberlain dan Bapak Daladier jadi yah yang ada sekarang "Perdamaian untuk kali kami, dan perdamaian selamanya ! "

Pius XII dan kegiatan lainnya.

Cornwell telah sedikit untuk berkata tentang ensikliknya huruf besar dari Pius XII, yaitu "Mystici corporis" (di Gereja), "Divino afflante Spiritu" (lanjutan pada studi Kitab Suci), "Mediator Dei" (yang peribadatan's Magna Charta), maupun orang banyak tentang encyclicals lain, maupun tentang itu pidato yang meliputi keseluruhan dari semua masalah modern. Cornwell, yang di peringkat amatir hal ini, memiliki kekasaran untuk membuat di kali negatif Catatan yang penting tanpa kegiatan yang Kedua Vatican Council tidak akan mungkin terjadi. Bahkan, setelah Kitab Kudus, yang Council dokumen tidak menyebut sebagai penulis tunggal sering sebagai Pius XII. Cornwell serangan Pius XII pada dua isu: a) dokumen Humani generis, bahkan tanpa menyedari yang ada, pada waktu itu, beberapa tendensi dari teologi in emerge yang diperlukan untuk dikoreksi. Hari Ini penilaian pada seluruh pertanyaan ini jauh lebih adil dan seimbang daripada mereka di waktu sebelumnya. b) pertanyaan dari imam-pekerja. Pius XII tidak "tidak" melarang mereka. Ia Namun, sadar akan fakta bahwa dalam beberapa kasus tidak jadi, imam memainkan peranan penting dalam komunis yang dipimpin-serikat pekerja; mereka yang terabaikan mereka pendeta tugas dan doa; bahwa perjuangan mereka dipropagasikan kelas; bahwa beberapa orang menjadi bergairah komunis. Pius XII menghargai Pemerintah Daerah sehingga banyak pekerja imam, tetapi merasa perlu untuk menjaga pendeta mereka hidup dengan mengurangi jam sebagai pekerja dalam meletakkan pekerjaan. Ia John XXIII, mantan duta paus di Paris, yang melarang radikal instituti imam-pekerja yang Paulus VI ulang, tetapi insisting parah pada pilihan dan akurat formasi dan pengawasan.

Cornwell's Pius XII dan karakter.

Cornwell panggilan Pius XII ambisius dan insinuates bahwa dia adalah seorang careerist. Hal ini tidak benar. Anak-anak muda yang dibuat Pacelli kemajuan pesat dalam karirnya karena dia brilian, tanggung jawab dan kerja keras. Tidak ada bukti bahwa sobekan ada alasan lain untuk kemajuan pesat, apalagi yang dia sendiri mencoba untuk hati karirnya. Pacelli imam muda yang ingin melakukan Pastor bekerja di langsung arti kata setiap baik sebagai imam harus ingin lakukan. Hanya pada ketaatan kepada otoritas yang lebih tinggi ia masuk ke layanan diplomatik dari Tahta Suci. Bila pada 1929, maka tugas sebagai Apostolik Nuncio Apostolik telah berakhir, dia ingin menjadi uskup uskup dan melakukan Pastor bekerja dengan cara ini. Ketika ia telah dipilih Paus, ia tidak segera menerima pemilihannya, tetapi di lain berkeras suara. Saat ini cenderung dalam hati, dia menerima pemilihan sebagai tanda akan Allah, tetapi "di signum crucis," sebagai berat lintas.

Berbicara dari Cornwell's Pius XII "narsisisme." Terang saya tidak dapat melihat bagaimana ini dapat memalukan pernyataan atau substantiated. Pius XII membenci foto yang akan tetapi untuk disampaikan kepada apa yang telah dia yg tak disukai karena banyak orang ingin foto itu dan dari kebaikan ia tidak ingin mengecewakan mereka.

Selama pemerintahannya Pius XII menerima banyak jutaan orang di khalayak umum. Para penonton yang berbeda dari orang-orang yang terkemudian kali. Pius XII pergi tepat di tengah-tengah masyarakat, berbicara kepada mereka, bahkan mendengar konfirmasi. Cornwell paparkan disini Pius XII yang dia kedua tangan doused tetapi lupa untuk mengatakan bahwa dalam guncangan sehingga banyak tangan, tangan sendiri sering memar dan tergores. Cornwell diragukan lagi tahu bagaimana orang bereaksi untuk pemirsa ini dan bagaimana mereka melihat di Pius yang rendah hati, amal, orang suci.

Penggunaan sumber yang dibuat oleh Cornwell

Dengan hanya satu atau dua pengecualian, Cornwell total mengabaikan nilai yang sangat ilmiah dan didokumentasikan volume diterbitkan oleh "Kommission für Zeitgeschichte" (Riwayat Komisi), yang sekarang lebih dari 40 nomor volume.

Cornwell tentu tahu tentang buku dari Hungaria Yahudi, Jenö Levai. The kata dan epilogue ini buku yang ditulis oleh Dr Robert Kempner, Ketua Asisten Jaksa Penuntut Umum dari Amerika Serikat di Nürnberg persidangan. Kempner membantah serangan terhadap Pius XII dan keputusan dalam kaitan dengan Paus's perilaku dalam Perang Dunia II dan keputusan untuk menahan diri dari terlalu blak-blakan protes terhadap penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dalam rangka untuk membantu mereka efficaciously total adalah positif. Kempner mengetahui apa yang mungkin diberikan dalam keadaan dan keputusan harus diambil serius. Cornwell omits ini untuk alasan jelas.

Cornwell tidak memberikan karena pentingnya untuk fakta bahwa Palang Merah Internasional (netral dengan kantor pusat di Swiss) datang ke kajian yang sama persis dari situasi seperti Pius XII dan sama refrained dari protes keras sehingga tidak membahayakan rahasia dan diam tindakan membantu orang-orang Yahudi . Hal yang sama berlaku pada kemudian mulai timbul sedunia Dewan Gereja-gereja Kristen (netral juga terletak di Swiss).

Sejumlah kali Anda menemukan entri berikut: "dikutip oleh ..." Ini berarti bahwa sumber asli belum berkonsultasi dan bahwa sebagian besar sumber sekunder telah digunakan, prosedur akademis yang sulit, apalagi prosedur standar yang diterima dalam buku ini anggun ukuran. Fenomena "dikutip oleh ..." sangat sering diterapkan untuk pekerjaan Klaus Scholder yang telah dikritik hebat pada berbagai dihitung. Scholder yang berurusan dengan persetujuan antara dua sangat jauh dengan standar karya Volk mengenai Concordats dengan Bayern, dan Nazi Jerman (20 Juli 1933). Namun hal ini dikenal, Cornwell lebih Scholder untuk Volk, jelas karena dia negatif ini cocok dengan tesis mengenai Pacelli, duta paus, dan kemudian Sekretaris Negara.

Cornwell tampaknya telah buta iman dalam apa yang diterbitkan dalam riwayatnya pada akhir Bruning Dr. Yang terakhir adalah Kanselir Jerman pada tahun 1930 - 1932 di tempat ibadah, situasi (yakni, setelah "Jumat Hitam" - New York pasar saham crash - ingatan yang pinjaman yang dibuat oleh Jerman ke negara-negara asing, jutaan pengangguran, kebangkrutan berbagai Jerman bank dan bisnis). Bruning mencoba untuk melakukan apa yang dia dapat, tetapi dia juga membuat kesalahan serius ekonomi. Pada 1932 dia dibawa kabinet bawah ini dan traumatized dia untuk sisa hidupnya. Dia disalahkan Msgr. Kaas sebagai co-bertanggung jawab atas pemberhentian dan sejak Kaas bekerja dengan Pacelli, penyakit itu dianggap Kaas juga telah diperpanjang untuk Pacelli. Bruning, masih kanselir, tetapi sudah overworked dan dalam kondisi yang sangat gelisah, juga memiliki sedikit badai, pertemuan dengan Pacelli, sebagai ujarnya. Ketika tahun kemudian Bruning wrote riwayatnya, beliau disakitkan hati kecewa dan kepribadian. Subyektif, kejujuran itu tidak dapat mempertanyakan, tetapi sangat memiliki kualifikasi ahli sepatutnya mendapat hambatan tujuan kebenaran dari riwayat tersebut. Cornwell penawaran ini sebuah memoar-kritis.

Cornwell klaim untuk semua yang telah mempelajari Kisah dari pertanyaan yang dibuat dengan resmi mengenai beatification dari Pius XII. Dia total omits yang hampir 100% penilaian positif dari semua ini dan saksi-saksi ini tidak jujur. Dia mempercayai siapapun yang endapan dari saudara perempuan dari Pius XII yang hanya mengatakan hal-hal bagus tentang saudara, tetapi sangat peduli dengan berseteru Ibu Pascalina. Setiap tujuan hakim menyadari bahwa dia iri dari Pascalina, yang sehari-hari kontak dengan Pacelli, Sekretaris Negara dan Paus sedangkan dia sendiri melihat saudara hanya jarang. Gugatan Pascalina dia yang datang dari Berlin ke Roma tanpa permintaan dan tanpa meninggalkan Pacelli sendiri dari atasan adalah, tentu saja, tidak masuk akal, tetapi Cornwell lagi, untuk alasan jelas, menerima pernyataan ini tanpa reservasi.

Setelah Rolf Hochhuth dihasilkan itu bermain "Para wakil", pada tahun 1963, Cardinal Montini (kemudian Paulus VI) wrote huruf yang kuat dalam pembelaan Pius XII, beberapa hari sebelum dia sendiri telah dipilih Paus. Surat ini dipublikasikan di "The Tablet" beberapa hari setelah pemilihan's Montini ke kepausan. Ia juga diterbitkan dalam "La Civiltà Cattolica" dan tempat-tempat lain. John XXIII telah selalu menyampaikan penghargaan tertinggi untuk Pius XII. Dalam perjalanan ke Afrika terbaru, Pope John Paul II yang disebut dia Paus yang besar. Ketika ditanya wartawan dia tentang (dugaan) mendiamkan pada Holocaust pada bagian dari Pius XII, John Paul II bereaksi sangat tajam dan menyarankan wartawan untuk membaca satu Bapa Blet yang baru saja diterbitkan yang jelas pembelaan Pius XII. Awal tahun ini Sekretaris Negara, Kardinal Sodano, bereaksi dalam cara yang sangat tajam terhadap calumnies terhadap Pius XII, dan "sottile persecuzione" (penganiayaan yang dusta) yang kedua, yang sesungguhnya adalah berdasarkan secara sengaja pemalsuan sejarah. Cornwell baik mengabaikan atau memutar bawah seperti ini, hanya karena ia tidak sepatutnya menghargai kenyataan bahwa dalam dokumen "Kami Ingat," ada catatan kaki panjang dalam pembelaan Pius XII.

Cornwell diragukan mengetahui tentang yang diterbitkan oleh Obituari "Sunday Times" di Inggris dan di tempat lain. Cornwell mengetahui apa yang panglima tertinggi Montgomery, tidak tepat karakter yang mudah, wrote di "Sunday Times" Oktober 12, 1958 tentang ia sering swasta pemirsa dengan Pius XII. Montgomery, yang setia dan Anglikan putra seorang uskup Anglikan, yang telah begitu mendalam persahabatan dengan Pius XII yang di (Montgomery's) kamar tidur ada dua foto: satu dari ayahnya, yang lain dari Pius XII.

Cornwell juga sering merujuk kepada Sir D'Arcy Osborne, Menteri Inggris ke Tahta Suci, tetapi ia tidak menyebutkan bahwa ini diplomat, yang selama Perang Dunia Kedua tinggal di Vatican, Pius XII yang dianggap paling suci orang itu telah dia untuk memenuhi hak istimewa dalam hidup panjang dan bahwa ia confided swasta dalam surat yang ia menyayangkan tidak menjadi Katolik untuk dapat menerima Komuni Suci di tangan Pius XII. Banyak bukti lain dapat ditambahkan, seperti yang Evelyn Waugh, selain yang banyak beredar dan jujur orang. Dari semua ini diperhitungkan, satu merasa terikat untuk mengatakan bahwa vicious buku Cornwell upaya yang lynching moral, dan otentik baik pembunuhan karakter. Nya Pius XII tidak "Hitler's Pope"; itu adalah samaran Pius XII, yang nakal karikatur yang mulia dan suci manusia.

Kesimpulan

Ada banyak hal lain yang dapat dikatakan. Misalnya Cornwell yang benar-benar lalai dari perang psikologis yang dilakukan terutama oleh Bahasa Inggris oleh divulging laporan palsu tentang ditransmisikan oleh Radio Vatikan dan lain-lain, atau yang jelas dia tidak pernah mendengar tentang Scattolini forgeries yang luas beriman. Setelah perang, Scattolini telah ditangkap oleh polisi dan Italia mengakui bahwa laporan ini (sekitar 1000) adalah murni cukup dan jadian dengan dia dalam rangka untuk mencari uang. Cornwell tidak pernah diperiksa apakah dan sejauh mana ia telah jatuh korban ini adalah orang yang dikutuk oleh Tribunal Italia dan dikirim ke penjara. Lebih dapat dikatakan, namun sedikit di atas tersebut memberikan gambaran apa saja yang harus berpikir tentang buku yang Cornwell, secara alami, juga serangan Yohanes Paulus II. Semuanya dianggap, keputusan saya adalah sebagai berikut: Cornwell yang merupakan peringkat amatir di bidang sejarah, hukum agama, dll, telah memproduksi sebuah jelek, dangkal dan total yg tak dpt dipercaya buku yang, untuk mengatakan sangat paling tidak, adalah bias obyektif, tendensius dan sehingga sepihak dan berat sebelah yang satu keajaiban apa yang benar-benar manusia ini diminta untuk menulis buku ini.

Zenit adalah Badan Internasional Berita, http://www.zenit.org, CP 18356 00164 Roma - Italia

2.653 item ini diberikan secara digital pengikut CatholicCulture.org

Sorry Klo Berantakan Bahasa Nya :)

Lihat Sumber URL Berasarkan Dari TS... saya hanya mencuba men Translate :)

Sama 1 Transate Lagi Gk Muat Disini Dari Pada Double Post...

Click Here...
 
Duh salah yah?

Yap, jangan bawa2 FA ke forum ini deh, repot /heh

Biarlah FA tetap FA, katholik tetap katholik, dan biarkan katholik yang mau berdebat di FA
:D

Duh Salah sepertinya saya..dan saya adalah salah satu katolik yang berada dan mendebat di FA...jika saya salah...saya mau pengakuan dosa dulu..soalnya kata momodnya biarlah katolik yang di FA...hiks..jadi selama ini saya sendirian...
bentuk pengakuan dosa saya....
 
Buku "The Secret History of Jesuits" itu memang ada, ditulis oleh Edmond Paris (gak tahu siapa dia) dan dipublikasikan oleh publikasi Jack Chick (tau kan siapa jack chick?). Aku rasa buku itu sama sekali gak ada kualitasnya.
Ya Catholic...
Saya salah mengerti (membaca di FA) bahwa Jesuit sendiri menerbitkan buku "the Secret History of Jesuits"....
Kalau ternyata buku itu karangan Jack Chick, ya sudah wajar.
Bukankah Jack Chick seorang penipu anti katolik yg mengaku pernah menjadi Imam Jesuit? Bukankah dia pernah ditangkap dan dipenjara gara2 kasus penipuan yg dia lakukan?
Saya rasa memang FA mengambil tulisan dari orang satu ini.
Sayangnya, tuduhannya kurang "smart" karena ternyata tidak didukung sumber2 sejarah yg benar....
Itulah Jack Chick!

Bisakah kamu menunjukkan secara lengkap siapakah Jack Chick ini, Catholic?
Saya rasa rekan2 juga perlu tahu tentang dirinya dan tipuan-tipuannya...

Salam
Jebling
 
Ya Catholic...
Saya salah mengerti (membaca di FA) bahwa Jesuit sendiri menerbitkan buku "the Secret History of Jesuits"....
Kalau ternyata buku itu karangan Jack Chick, ya sudah wajar.
Bukankah Jack Chick seorang penipu anti katolik yg mengaku pernah menjadi Imam Jesuit? Bukankah dia pernah ditangkap dan dipenjara gara2 kasus penipuan yg dia lakukan?
Saya rasa memang FA mengambil tulisan dari orang satu ini.
Sayangnya, tuduhannya kurang "smart" karena ternyata tidak didukung sumber2 sejarah yg benar....
Itulah Jack Chick!

Bisakah kamu menunjukkan secara lengkap siapakah Jack Chick ini, Catholic?
Saya rasa rekan2 juga perlu tahu tentang dirinya dan tipuan-tipuannya...

Salam
Jebling

Bukan ditulis oleh Jack Chick (tolong dibaca sekali lagi).Seingatku jack chick gak pernah ngaku kalo dia pernah jadi imam yesuit.

Tentang Jack Chick, silakan baca ini :

Meet Jack Chick
Who is Jack T. Chick?
 
Bukan ditulis oleh Jack Chick (tolong dibaca sekali lagi).Seingatku jack chick gak pernah ngaku kalo dia pernah jadi imam yesuit.

Tentang Jack Chick, silakan baca ini :

Meet Jack Chick
Who is Jack T. Chick?
Oh.... Sorry, Catholic!
Saya tidak teliti membaca!
:">

Dan, benar katamu...
Jack Chick tidak pernah mengaku sebagai Imam Jesuit....
dalam inatanku ternyata ketuker dengan temennya!

Wah... bener-bener saya lagi error nih....:):):)

Thank's Cat...

Salam
Jebling
 
Member yang bukan Katolik yang main di FR Katolik, HARUS menghormati iman Katolik. Bila tidak, siap siap kena sanksi...
 
Wow...

makasih buat semua yang uda berusaha untuk mentranslasikan kedalam bahasa Indonesia...

gw cuma gak mau nanti akan salah pemahaman translasi gw sama apa yg ditulis diatas...
uda gw baca semua dengan seksama koq...

skali lagi terima kasih buat semuanya...

@roughtorer
km juga sering menghimbau para umat non Katholik yg uda kecium mo membawa flame untuk jangan membawa Flame disini...cukup di FA...

makasih ya atas perhatiannya....
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.