• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hikmah Dari Disyariatkannya Haji

alliatour

IndoForum Newbie F
No. Urut
295742
Sejak
9 Jun 2024
Pesan
1
Nilai reaksi
0
Poin
1
Salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam adalah menunaikan ibadah hajike Baitullah (Makkah). Ibadah ini merupakan rukun Islam yang kelima dan sudah dilaksanakan jauh sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus. Para nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ pun telah melaksanakan haji di kota Makkah.

79791891_742316299595025_2980764417899102208_n.jpg


Hikmah dari disyariatkannya semua ibadah, termasuk haji, tidak terlepas dari dua hal utama:
(1) sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba Allah dan
(2) sebagai ungkapan syukur kepada Allah ﷻ. Ibadah haji mengandung kedua hikmah ini.

Pertama, ibadah haji merupakan manifestasi penghambaan dan penyerahan diri kepada Allah. Saat ihram, misalnya, orang yang berhaji harus tampil sederhana dan tidak menghias diri, sebagai simbol ketundukan dan kebutuhan akan rahmat Allah.

Kedua, ibadah haji juga merupakan ungkapan syukur atas nikmat Allah. Dengan berhaji, seseorang berkorban baik secara fisik maupun materi. Pengorbanan ini adalah bentuk syukur yang sejati atas nikmat harta dan tubuh yang telah diberikan oleh Allah ﷻ.

Dalil tentang kewajiban haji terdapat dalam Al-Qur’an, di mana Allah ﷻ berfirman:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97).

Dalam sebuah hadist, Rasulullah ﷺ bersabda:

أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا

Artinya, “Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji” (HR Muslim).

Syekh Khatib asy-Syarbini dalam kitab *Mughnil Muhtaj* menyatakan bahwa ibadah haji ke Baitullah al-Haram telah dilakukan sejak sebelum Nabi Muhammad diutus. Dikisahkan bahwa Nabi Adam ‘alaihissalam berjalan kaki dari India untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah, di mana Malaikat Jibril mengabarkan bahwa para malaikat sudah melakukan tawaf di Baitullah selama tujuh ribu tahun. Oleh karena itu, sebagian ulama berpendapat bahwa semua nabi pernah melaksanakan ibadah haji.

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan ibadah haji diwajibkan. Ada yang mengatakan pada tahun kesepuluh Hijriah, ada yang berpendapat sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, dan ada yang mengatakan pada tahun keenam setelah Hijrah. Pendapat terakhir ini adalah yang paling masyhur dan disepakati oleh para ulama (Syekh Khatib asy-Syarbini, *Mughnil Muhtaj* [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 2011], juz 1, h. 613).

Definisi dan Ketentuan Hukumnya

Secara etimologi, haji berarti “bermaksud, menghendaki, atau menyengaja (qasdu)”. Secara terminologi, haji adalah bermaksud menuju Baitullah al-Haram (Ka’bah) untuk melakukan ibadah tertentu.

Secara umum, hukum ibadah haji adalah fardhu ‘ain menurut kesepakatan ulama. Namun, hukumnya bisa berbeda tergantung kondisi tertentu, seperti yang disampaikan oleh Habib Hasan bin Ahmad. Beberapa di antaranya adalah:

1. Fardhu ‘ain ketika semua syarat wajib haji terpenuhi (Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu).
2. Fardhu kifayah, yaitu haji yang tujuannya untuk meramaikan Ka’bah setiap tahunnya.
3. Sunnah, seperti haji bagi anak kecil, budak, dan orang yang mampu berjalan kaki lebih dari dua marhalah (kurang lebih 89 km) dari Makkah.
4. Makruh jika dalam perjalanan menuju Makkah, keselamatan jiwa terancam.
5. Haram jika perempuan pergi haji tanpa mahram dan keselamatannya terancam atau tanpa restu suami (Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, *Taqrirat as-Sadidah*, h. 470-472).

363794330_983907062951607_3600134143210839001_n.jpg


Hikmah Disyariatkannya Haji

Hikmah disyariatkannya ibadah haji mirip dengan ibadah lainnya, seperti shalat berjamaah, shalat Jumat, dan dua shalat hari raya, yaitu menciptakan persatuan umat Islam. Haji menyatukan umat Islam dari berbagai latar belakang, tanpa memandang kaya, miskin, tampan, jelek, kulit putih, atau kulit hitam. Semua sama di hadapan Allah ﷻ.

Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi dalam kitab *Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh* menjelaskan bahwa Allah mensyariatkan haji agar umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di satu tempat, mengesampingkan semua perbedaan seperti suku, budaya, negeri, dan mazhab. Mereka berkumpul atas nama Islam. Allah ﷻ berfirman:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ

Artinya, “(Wahai Ibrahim), serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS Al-Hajj: 27).

Ketika umat Islam berkumpul di Makkah, tercipta hubungan erat dan kasih sayang antarsesama. Orang dari Indonesia mengenal orang Arab, orang Turki mengenal orang India, dan seterusnya. Mereka seperti saudara dari ayah dan ibu yang sama. Islam mengikat mereka, tidak terpisahkan oleh perbedaan ras, suku, atau budaya.

Selain itu, perkumpulan ini memungkinkan mereka berbagi kisah inspiratif, perkembangan Islam, dan peradaban lainnya. Seperti yang disampaikan Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi:

وعلى الجملة فانهم يتبادلون كل ما فيه مصلحتهم الدنيوية والأخروية. وهذا هو معنى الجامعة الاسلامية التي تتخوف.

Artinya, “Sesungguhnya mereka bisa bertukar pendapat tentang kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. Dan ini adalah maksud dari persatuan Islam yang ditakuti (musuh-musuh Islam)” (Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, *Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh* [Bairut: Darul Fikr, 1997], juz 1, h. 123).

Semua ini adalah salah satu manfaat disyariatkannya haji. Allah ﷻ berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

Artinya, “Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan” (QS Al-Hajj: 28).

Ada juga hikmah dari ditempatkannya haji di kota Makkah, seperti keagungan Ka’bah, Makkah sebagai tempat lahirnya Nabi Muhammad ﷺ, dan kota suci yang dijaga dari orang-orang selain Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

لَا يَجْتَمِعُ دِينَانِ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ

Artinya, “Tidak akan berkumpul dua agama di Jazirah Arab” (Syekh al-Jarjawi, *Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh*, 1997, juz 1, h. 176).

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa ibadah haji bukan hanya ibadah biasa. Ia merupakan bukti persatuan dan kejayaan Islam serta ajang tukar pendapat dan pengalaman antarumat Islam dari berbagai belahan dunia. Ketika berada di Baitullah, semua umat Islam sama di hadapan Allah, tanpa perbedaan identitas.

Sangat disayangkan jika umat Islam lupa atau tidak memahami hikmah luar biasa dari ibadah haji ini. Mereka seharusnya melaksanakan haji bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi juga memahami manfaat dan hikmah besar di baliknya.


362238976_979670293375284_6249051797984966982_n.jpg
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.