• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Definisi Moksa Menurut Lontar

iws

IndoForum Newbie F
No. Urut
82919
Sejak
24 Okt 2009
Pesan
26
Nilai reaksi
1
Poin
3
Rekan-rekan semua saya persilahkan memberikan tanggapan tentang tema ini, mungkin rekan-rekan pernah baca kitab atau lontar atau pawisik yang bisa dijadikan pedoman untuk menjekaskan definisi moksa ini. Spesial buat Goesdun dan Jaka Loco, saya mohon supaya bersedia membagi pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Saya habis baca buku "tatwa jnana" dalam dua bahasa: jawa kuno dan bahasa indonesia yang diulas oleh penulis N. Putrawan (Penerbit Manik Geni). Saya kurang paham masuk ke klasifikasi yang mana kitab tsb dalam Weda.

Yang menarik perhatian saya adalah adanya hirarki dalam makhluk-makhluk suci dan setiap makhluk suci tsb bisa turun ke level yang lebih rendah. Ini kutipannya (saya yakin terjemahan N.Putrawan benar):

"inillah hendaknya diingat juga, yang menyebabkan sanghyang atma berbeda-beda, semakin besar, Sanghyang Tri Purusa.Tri Purusa adalah Bhatara Brahma, Wisnu, dan Iswara. Ia merupakan sattwa yang utama. Ialah sattwa yang terutama. Bila kurang hati-hati, kurang yoga, pancarsi jadinya, pancarsi yang kurang yoga saptarsi jadinya, saptarsi yang kurang yoga dewarsi jadinya, dewarsi kurang yoga dewata jadinya, dewata kurang yoga widhyadara jadinya, widhyadara kurang yoga akan menjadi gandharwa, gandharwa kurang yoga akan menjadi danawa, danawa kurang yoga akan menjadi daitya, daitya kurang yoga akan menjadi raksasa, raksasa kurang yoga akan menjadi bhutadengen, bhutadengen kurang yoga akan menjadi bhutakala, bhutakala kurang yoga akan menjadi bhutapisaca, dan bhutapisaca kurang yoga akan menjadi MANUSIA.

Pertanyaan saya:
1. Moksa yang saya pahami selama ini adalah "roh tidak lahir kembali ke bumi" untuk selama-lamanya (bukan sementara). Terus kemana roh kita bergabung? kan ada banyak tingkat seperti yang saya kutipkan diatas.

2. Kalo melihat hirarki itu, berarti di alam-alam itu juga ada perjuangan untuk naik tingkat (dan juga bisa turun tingkat). Nah kalo begitu, roh manusia yang sudah moksa bisa saja lahir kembali kebumi menjadi manusia kalo yoganya kurang. Terus definisi moksa itu apa kalo bisa lahir lagi ke bumi?

3. Yang paling rendah di hirarki itu kan Bhutapisaca, dan jelas-jelas ditulis dalam kitab tsb bahwa kalo kelompok Bhutapisaca kurang yoganya maka ia menjadi Manusia. Lha, berarti manusia lebih rendah dari Bhutapisaca? dan juga berarti manusia lebih rendah daripada bhutakala, bhutadengen, raksasa, daitya, danawa, gandharwa?


Dalam tradisi bali yang saya pahami, roh lelulur yang mampu mencapai tingkat Bhatara Hyang Guru (distanakan di Rong Tiga atau Kemulan di Sanggah/Mrajan) tidak akan menitis lagi ke bumi, tetapi roh leluhur yang masih berada di Dewa Hyang (distanakan di Rong Kalih,pelinggih Dewa Hyang di Sanggah) sewaktu-waktu bisa menitis kembali. Benarkah seperti itu?
 
@iws

Saya akan menjawab berdasarkan wahyu/piteket dr Ida Sesuhunan, krn kebetulan saya ngiring Sesuhunan, dan jawaban dr pertanyaan anda ini pernah diwahyukan.

1. Moksa yang saya pahami selama ini adalah "roh tidak lahir kembali ke bumi" untuk selama-lamanya (bukan sementara). Terus kemana roh kita bergabung? kan ada banyak tingkat seperti yang saya kutipkan diatas.

Tingkatan2 yg anda sampaikan di atas bukanlah tingkatan Moksa melainkan tingkatan roh2 yg ada di alam niskala. Baik di alam Niskala maupun Sekala ada yg disebut "pah-pah" atau tingkatan kesucian, di alam Sekala tingkatannya adl Manusia, hewan, tumbuhan, gumatat-gumitit. Jika kita berbicara Moksa maka kita berbicara tentang MANUSIA bukan berbicara tentang para DEWA ataupun BUTHAKALA,Moksa adl proses NAIK sedangkan yg tertulis di atas adl proses TURUN,menurut pengamatan saya maksud dari lontar di atas adalah "proses turunnya atma menjadi makhluk fana(manusia)". Menurut piteket Ida Sesuhunan, jika kita sdh Moksa kita tidak akan punarbhawa lg,berikut adl tingkatan2 Moksa menurut Sesuhunan disimbolkan dengan bangunan2 suci dlm agama Hindu Bali dimulai dari yg paling tinggi ke yg terendah:
1. Padmasana, Moksa mencapai Ida Sang Hyang Widhi.
2. Meru Tumpang Telu(3), Moksa mencapai para Dewa.
3. Tugu, Moksa mencapai Bathara maupun menjadi Pelancah di Niskala.
4. Tajuk, Moksa menjadi Pelancah maupun Rencangan di Niskala.
Kemanakah roh kita akan bergabung jika kita Moksa?bagi kita penganut agama Hindu Bali maka kita akan bergabung/menjadi satu dengan Dewa atau Bathara yg berstahana di Kahyangan Tiga atau Sad Kahyangan maupun Dang Kahyangan,itu artinya jika kita Moksa mungkin saja kita "disanggra" oleh Luhurin Dalem, atau Luhurin Ulundanu Batur,atau Luhurin Silayukti..tergantung keputusan Dewa Siwa akan mengirim kita kemana.

2. Kalo melihat hirarki itu, berarti di alam-alam itu juga ada perjuangan untuk naik tingkat (dan juga bisa turun tingkat). Nah kalo begitu, roh manusia yang sudah moksa bisa saja lahir kembali kebumi menjadi manusia kalo yoganya kurang. Terus definisi moksa itu apa kalo bisa lahir lagi ke bumi?

Saya tidak menafsirkannya seperti itu, roh manusia yg sudah moksa tdk akan lahir kembali dan ini sudah dijanjikan oleh Ida Sesuhunan. Roh2 yg turun derajat kesuciannya ini adalah roh2 yg belum pernah menitis menjadi makhluk fana. Roh2 ini akan terlahir menjadi manusia jika terjadi pertemuan antara Purusa dan Pradhana yaitu laki perempuan seperaduan,maka dr peraduan ini terjadi pembuahan, dan dr pembuahan tersebut akan lahir makhluk hidup,yg disebut makhluk hidup adl makhluk berjiwa yaitu makhluk yg di dlm jazadnya berstahana Sang Hyang Atma, dan Sang Hyang Atma ini berasal dr Sang Hyang Tri Purusa yg turun derajat melalui proses yg tertulis di lontar td ataupun berasal dr atma yg tidak mencapai Moksa dan harus menitis kembali menjadi makhluk fana..Yoga dr Sang Hyang Tri Purusa hanya bisa diganggu oleh "pertemuan Sang Hyang Kamajaya dan Sang Hyang Semara Ratih",kalo anda pernah mendengar kisah terganggunya Yoga dari Dewa Siwa akibat gangguan panah asmara Dewa Kamajaya,nah inilah dia analogi dr "Turun derajatnya tingkat kesucian Sang Hyang Tri Purusa" menjadi manusia, buktinya: jumlah manusia bertambah banyak bukan??dan manusia2 baru ini terlahir dr pertemuan Purusa Pradhana (laki perempuan seperaduan) dan mengganggu yoga dari Sang Hyang Tri Purusa..

3. Yang paling rendah di hirarki itu kan Bhutapisaca, dan jelas-jelas ditulis dalam kitab tsb bahwa kalo kelompok Bhutapisaca kurang yoganya maka ia menjadi Manusia. Lha, berarti manusia lebih rendah dari Bhutapisaca? dan juga berarti manusia lebih rendah daripada bhutakala, bhutadengen, raksasa, daitya, danawa, gandharwa?

Saya setuju dengan isi lontar ini karena Ida Sesuhunan mewahyukan hal yg sama dengan isi lontar ini bahwa derajat manusia lebih rendah dibandingkan dengan roh2 bersifat buthakala maupun roh2 gentayangan, pertanyaan saya apakah ada ajaran Hindu yg menyebutkan bahwa derajat manusia lebih tinggi dari buthakala?selama ini kita terpengaruh oleh ajaran Islam dan Kristen yg menyebutkan bahwa manusia lebih tinggi derajatnya dibanding iblis,itu khan agama lain..pertanyaan saya berikutnya:apakah iblis(dlm agama turunan Israel) sama dengan buthakala dlm Hindu?
Mungkin anda bertanya-tanya mengapa buthakala lebih tinggi derajatnya dibandingkan manusia?itu karena buthakala hidup di alam Niskala(gaib),tidak seperti manusia yg hidup di alam Sekala, dan Niskala itu ada di atas Sekala.

Dalam tradisi bali yang saya pahami, roh lelulur yang mampu mencapai tingkat Bhatara Hyang Guru (distanakan di Rong Tiga atau Kemulan di Sanggah/Mrajan) tidak akan menitis lagi ke bumi, tetapi roh leluhur yang masih berada di Dewa Hyang (distanakan di Rong Kalih,pelinggih Dewa Hyang di Sanggah) sewaktu-waktu bisa menitis kembali. Benarkah seperti itu?

Saya kurang tahu tentang hal ini karena belum pernah ada piteket dr Sesuhunan ttg hal ini..
 
@Jakaloco

Thanks pencerahannya,

Tapi kan sering ada perumpamaan atau sindiran: "perawakan aja yang manusia tetapi sifat-sifatnya seperti bhutakala" atau "badan aja berwujud manusia tapi sifat-sifatnya seperti raksasa". Kalimat-kalimat itu sudah lumrah dimasyarakat kita di bali. Image bhutakala dan raksasa di masyarakat kan kurang baik, selalu dikaitkan dengan kejahatan atau keburukan. Guru-guru spiritual juga mewejangkan agar kita meniru sifat-sifat dewa bukan sifat-sifat makhluk di bawah level dewa. Bagaimana menurut Jro Jaka Loco, apakah tetap berpegang bahwa bhutakala lebih tinggi kedudukannya daripada manusia?

Kalo alam niskala lebih tinggi daripada alam skala memang benar, tetapi apakah otomatis seluruh pengghuni yang ada di alam niskala mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada manusia. Derajat yg saya maksud adalah tingkat kesadaran atau tingkat kesuciannnya. Kalo di alam niskala ada hirarki kesucian, di alam skala (manusia) juga ada hirarki kesadaran. Seorang manusia (guru spiritual) yang benar-benar suci mungkin dapat disetarakan dengan dewa meskipun masih hidup di alam skala. Bagaimana menurut Jro?
 
Tapi kan sering ada perumpamaan atau sindiran: "perawakan aja yang manusia tetapi sifat-sifatnya seperti bhutakala" atau "badan aja berwujud manusia tapi sifat-sifatnya seperti raksasa". Kalimat-kalimat itu sudah lumrah dimasyarakat kita di bali. Image bhutakala dan raksasa di masyarakat kan kurang baik, selalu dikaitkan dengan kejahatan atau keburukan. Guru-guru spiritual juga mewejangkan agar kita meniru sifat-sifat dewa bukan sifat-sifat makhluk di bawah level dewa. Bagaimana menurut Jro Jaka Loco, apakah tetap berpegang bahwa bhutakala lebih tinggi kedudukannya daripada manusia? Kalo alam niskala lebih tinggi daripada alam skala memang benar, tetapi apakah otomatis seluruh pengghuni yang ada di alam niskala mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada manusia. Derajat yg saya maksud adalah tingkat kesadaran atau tingkat kesuciannnya.

Yg namanya raksasa,buthakala,dll pasti jahat/buruk tapi apakah yg buruk itu selalu salah?Buthakala tidak salah karena mereka jahat dan selalu membuat keonaran,mengapa?karena itu memang tugas mereka!Kalo buthakala baik maka tidak akan ada keseimbangan di alam semesta..mungkin anda pernah mendengar dlm konsep "somya" bahwa "butha XXX" disomya menjadi "dewa XXX" apa maksudnya ini?Dewa dan Butha itu tempatnya satu/sama,mereka tidak BERBEDA sebelum DIBEDAKAN,maka dr itu ada istilah "dewa ya,butha ya" kemudian ada istilah "butha durung kejanten butha,dewa durung kejanten dewa"..yg namanya butha itu belum tentu butha,yg namanya dewa itu belum tentu dewa,sebelum mereka DIBEDAKAN maka sesungguhnya mereka sama. Akan saya beri penjelasan yg lebih dalam lagi:"Apakah berbohong itu selalu salah?Bukankah setiap agama mengajarkan bahwa bohong itu dosa,dan berbohong adl sifat2 buthakala..tp tunggu dulu,ada kalanya justru melakukan kebohongan adl kebenaran jika dilakukan demi kebaikan sesuai dengan desa,kala,patra. Dari sini saja kita tahu bahwa sesuatu yg jahat belum tentu salah dan sesuatu yg baik belum tentu benar,llalu dimanakah letak kebohongan itu?tentu saja kebohongan itu ada di DALAM diri kita!kapanpun kita bisa berbohong,hari ini,besok,lusa,atau kapanpun juga,namun ada satu hal yg tidak kita sadari bahwa kebohongan itu ada 2 macam yaitu "BOHONG YANG SALAH" dan "BOHONG YANG BENAR" lho lho lho bukankah mereka sama2 "BOHONG",tempatnya satu tapi bisa menjadi berbeda jika niat,desa,kala,patra-nya berbeda.."
Saya beri contoh yg paling ekstrim:"Ketika perang Baratayuda akan dimulai, Arjuna enggan untuk berperang dan ingin mundur dr medan perang karena di pihak musuh ada Kakek Bisma dan Guru Drona,lagipula yg menjadi musuh adl saudara sendiri yaitu Kurawa..bukankah membunuh kakek,guru,dan saudara sendiri adl dosa yg sangat besar?Hei hei hei apa yg dikatakan Bathara Kresna kpd Arjuna, Beliau berkata kpd Arjuna jika Arjuna mundur dr medan perang maka dosalah yg didapat!Namun jika maju maka kalau mati akan mendapat surga dan jika hidup akan memperoleh kejayaan!Apa-apaan ini?Mengapa Bathara Kresna menganjurkan Arjuna maju berperang dan membunuh kakek,guru,dan saudara-saudaranya?bukankah itu kejam?bagi orang2 yg berpikir dangkal maka itu adl kejam,namun bagi mereka yg "dalam" maka maju berperang melawan kajahatan adl sebuah kewajiban walaupun di pihak musuh adl keluarga sendiri!Apa yg disampaikan Bathara Kresna adalah kebenaran tertinggi,ada kebenaran di atas kebenaran!

Sekali lagi saya bertanya:"Bersalahkah buthakala jika mereka jahat?itu memang tugas mereka",lalu mengapa Ida Sesuhunan menyebut manusia lebih rendah dibanding buthakala?kejahatan2 yg dilakukan oleh buthakala sifatnya adl kewajiban yg diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi,jd dengan melakukan kejahatan tu berarti para buthakala telah melaksanakan kewajiban tertinggi mereka dan itu adl sesuatu yg "BENAR",namun berbeda dengan manusia,kewajiban manusia adalah membedakan yg mana yg benar dan yg mana yg salah,jika itu benar maka harus dilanjutkan dan jika itu salah maka jgn dilakukan,namun harus diingat:"yg baik belum tentu benar,yg jahat belum tentu salah",Ida Sesuhunan memberi 2 sifat kpd manusia yaitu sifat dewa dan sifat buthakala,mengapa Ida Sesuhunan memberi sifat buthakala?karena sifat ini ada gunanya jika ia ditempatkan di tempat yg benar,maka dari itu Ida Sesuhunan menyebut manusia itu "dewa ya,kala ya"!
Dan manusia sering membuat kesalahan dengan menyamakan sesuatu yg baik dengan sesuatu yg benar padahal belum tentu,dan kesalahan terbesar manusia adalah berbuat kejahatan dengan disengaja walaupun mereka tahu itu salah,itulah alasan lain mengapa manusia lebih rendah daripada buthakala..
 
Kalo belum moksa dimana roh tinggal

@Jakaloco
Thanks pencerahannnya, telah mengingatkan saya kembali akan konsep "Swadharma".

Tolong dijelaskan lagi Jro, saya masih punya banyak pertanyaan, apakah ada piteket dari Sesuhunan:

1. Kalo roh belum moksa dimana dia berada sebelum menitis kembali? apakah sama seperti roh yang sudah moksa level tajuk, yaitu sama-sama nyayah jadi Pelancah di pura? Ataukah roh tersebut berada di alam antara seperti yang dijelaskan oleh mister misterius di thread yg lain? Saya punya cerita terkait kelahiran anak saya (sekarang berumur 4 th). Menurut Jro tapakan/dasaran yang ditunasi baos oleh ibu saya (kebetulan saya tidak ikut nunas baos krn tinggal di luar bali), anak saya adalah leluhur saya yang paling lingsir dan tidak disebut siapa nama beliau pada kelahiran sebelumnya krn sudah terlalu lama waktunya. Disebutkan bahwa leluhur saya ini dulunya ngayah di pura Besakih (tepatnya di pura untuk klan Pasek, saya lupa namanya) bahkan dibilang beliau punya jabatan disana. Kalo anak saya sdh bisa sembahyang sendiri, diminta tangkil ke sana menghaturkan banten pejati. Baos lainya, leluhur saya ini bersikeras ingin numitis padahal tidak disuruh, apakah memang boleh minta ke atasannya disana untuk lahir lagi? Baos lainnya lagi, anak saya tdk boleh memakai pakaian bekas orang lain, handuk mandi juga hrs sendiri tidak boleh gabung orang lain. Mohon konfirmasinya Jro sesuai dengan piteket Sesuhunan.

2. Cerita kedua, saya pernah ngiring keluarga nunas (nuntun) ke pura dasar dalem Lempuyang tahun 2008. Ada baos yang yang mengejutkan saya yang saya dengar dari Jro tapakan bersama Jro pemangku disana, disebutkan ada salah satu roh leluhur saya diikat di batu penyangsangan selama bertahun-tahun (ratusan tahun mungkin). Kok jadi mirip dengan ceritanya mister misterus tsb.Leluhur ini berasal dari Sanggah Gede saya yang disungsung oleh banyak rumah (keluarga). Kata Jro tapakan yang melakukan kontak batin, dulunya leluhur saya ini adalah seorang perempuan yang mempraktikan ilmu pengleakan dengan sangat kejam , yaitu membunuh enam anak kandungnya sendiri untuk dijadikan tumbal. Pertanyaan saya, apakah benar di alam niskala ada batu penyangsangan dan roh bisa terikat disana sampai ratusan tahun? Apakah benar ada alam antara seperti yang disebutkan oleh mister misterius tsb?

3. Untuk roh manusia, apakah di alam niskala memang ada perlakuan berbeda antara roh baik (tapi blm moksa) dengan roh jahat? Apakah bisa dikatakan perlakuan tsb spt sorga dan neraka? Bukan kah buah subha dan asubha karma harus dinikmati di alam skala ini bukan di alam niskala, lalu mengapa roh hrs menerima hukuman di batu penyangsangan di alam niskala?

4. Ada anggapan bahwa apabila roh yang meninggal cepat numitis kembali, itu berarti dia masih berada dalam tingkat kesadaran level bawah atau kotor atau penuh dosa, apakah benar spt itu Jro? Kakek saya diaben th 1997 sampai bersih nyekah dstnya, tapi sampai sekarang belum lahir lagi, kemarin (bln ini sept 2010) beliau mapaica baos lewat Jro tapakan, katanya beliau ngayah di suatu pura menuju Besakih (Telaga Waja apa Tirta Empul, saya lupa tepatnya).

5. Bukankah setiap roh harus ngayah dulu di suatu pura sebelum numitis lagi, terus kalo masih terikat di batu penyangsangan kapan bisa numitis?

6. Kalo roh orang Hindu bali ngayah di pura, terus roh Hindu jawa atau Hindu luar bali ngayah dimana Jro? Kan di luar bali gak ada ngaben? Pura di luar bali juga jarang.
 
@iws

1. Kalo roh belum moksa dimana dia berada sebelum menitis kembali? apakah sama seperti roh yang sudah moksa level tajuk, yaitu sama-sama nyayah jadi Pelancah di pura? Ataukah roh tersebut berada di alam antara seperti yang dijelaskan oleh mister misterius di thread yg lain? Saya punya cerita terkait kelahiran anak saya (sekarang berumur 4 th). Menurut Jro tapakan/dasaran yang ditunasi baos oleh ibu saya (kebetulan saya tidak ikut nunas baos krn tinggal di luar bali), anak saya adalah leluhur saya yang paling lingsir dan tidak disebut siapa nama beliau pada kelahiran sebelumnya krn sudah terlalu lama waktunya. Disebutkan bahwa leluhur saya ini dulunya ngayah di pura Besakih (tepatnya di pura untuk klan Pasek, saya lupa namanya) bahkan dibilang beliau punya jabatan disana. Kalo anak saya sdh bisa sembahyang sendiri, diminta tangkil ke sana menghaturkan banten pejati. Baos lainya, leluhur saya ini bersikeras ingin numitis padahal tidak disuruh, apakah memang boleh minta ke atasannya disana untuk lahir lagi? Baos lainnya lagi, anak saya tdk boleh memakai pakaian bekas orang lain, handuk mandi juga hrs sendiri tidak boleh gabung orang lain. Mohon konfirmasinya Jro sesuai dengan piteket Sesuhunan.

Begini, soal ngayah di Luhurin Dalem bagi roh2 itu pernah saya dengar dr penuturan Guru kami dan itu memang ada,roh2 yg nantinya akan moksa atau tidak moksa harus melalui beberapa protokol atau birokrasi yg harus dilewati,ternyata di Niskala pun ada prosedurnya. Soal pertanyaan anda yg menyangkut keluarga dan pribadi anda saya tidak bisa memberi jawaban, tapi ada satu hal yg pasti yg ingin saya tegaskan dan saya tidak bercanda sama sekali akan hal ini :
"IDA SESUHUNAN MELARANG KERAS UMAT HINDU BALI UNTUK MELAKUKAN APA YG DISEBUT DENGAN NUNAS BAOS ATAU MELUASIN"
Mengapa Ida Sesuhunan mengajarkan hal yg demikian?Itu dikarenakan "pemargi nunas baos" atau yg sering disebut "meluasin" 80% diantaranya adl BOHONG, 15% adl buthakala,dan 5% dewa..syukur2 kalo anda bertemu dengan yg bersifat dewa. Tidak ada jaminan bahwa jika anda nunas baos di pura sekaliber Lempuyang Madya ataupun pura berstatus Sad Kahyangan anda akan mendapat informasi yg benar!banyak pemangku,maupun balian di Bali adl pembohong kelas berat!Ida Sesuhunan memberi piteket bahwa banyak keluarga di Bali yg hancur lebur gara2 "meluasin" ini,banyak orang menjadi bermusuhan gara2 "meluasin". Sesuatu yg tidak ada diada-adakan dan sesuatu yg kecil dibesar-besarkan oleh para pemangku atau balian ini agar mereka kelihatan hebat walaupun mereka sadar akibat dr kebohongan mereka bisa menghancurkan sebuah keluarga!Saya akan bercerita sedikit tentang pemangku terkutuk yg "keni kabasma" karena melakukan kebohongan fatal, kisah ini lupa saya ceritakan pd thread [share]pengalaman ngiring Ida Sesuhunan,silahkan anda ikuti thread tsb,..ketika Guru Penuntun kami dikubur hidup2 selama 3 hari tsb beliau sudah ada di alam Niskala,dlm rentang waktu 3 hari tsb ternyata ada seorang mangku Dalem di desa kami meninggal dunia,tepat di hari ketiga Guru kami diturunkan di Pura Silayukti oleh Sesuhunan,kami pun berbondong-bondong dr Denpasar tangkil ke Silayukti,setelah kami bertemu dgn Guru kami ada sebuah kalimat yg diucapkan oleh Guru kami yg jg terekam oleh Bali TV yaitu: "Makueh damuh2 Ida ajewera ring Ida!" dengan mata melotot dan penuh emosi,Guru kami pun bertanya kpd kami:"apakah benar mangku x meninggal dunia?" kami dgn keheranan menjawab:"betul",bagaimana mungkin Guru kami mengetahui hal tsb,ternyata Guru kami mengetahuinya dr alam Niskala,di Niskala ada Bathara yg membawa semacam lontar yg berisi nama2 orang2 yg menjalani hidup di dunia,Guru kamipun diperlihatkan lontar tsb,barangsiapa yg namanya dicoret dr lontar tsb akan mati,kemudian Ida Bathara menghapus sebuah nama di lontar tsb yg namanya dikenal oleh Guru kami,dan ternyata nama yg dihapus adl nama mangku Dalem yg meninggal td,lalu Ida Bathara berkata:"orang ini adl pendosa besar,ia berani kpd Kami,ia membohongi diri sendiri dan masyarakat,ia sering berpura-pura "kerauhan" di pura Dalem padahal tidak ada Bathara yg merasukinya,ia lebih takut kehilangan muka di mata masyarakat drpd takut kpd Kami,demi gengsi statusnya sbg mangku Dalem ia bahkan berani berbohong di pura Dalem,agar ia kelihatan siddhi dan disayang oleh Bathara Dalem ia melakukan sandiwara,dan ia bukan satu-satunya Mangku yg seperti itu,ia akan dihukum berat atas kebohongannya ini (dlm bahasa Bali halus)"..
Saya tdk berani memastikan "nunas baos" pd keluarga anda ini yg memberi adl dewa atau buthakala atau kebohongan,tapi agar tidak beresiko sebaiknya dituruti saja misalnya tentang anak anda yg dianjurkan agar tangkil ke Besakih saran saya turuti saja lagipula tidak ada salahnya tangkil ke pura, namun jika sampai isi dr "nunas baos" tsb bs menyebabkan konflik di dlm keluarga atau bahkan merugikan orang lain sebaiknya jangan dipercaya. Sekali lagi saya anjurkan untuk menjauhi yg namanya "nunas baos" atau "meluasin" ini!

2. Cerita kedua, saya pernah ngiring keluarga nunas (nuntun) ke pura dasar dalem Lempuyang tahun 2008. Ada baos yang yang mengejutkan saya yang saya dengar dari Jro tapakan bersama Jro pemangku disana, disebutkan ada salah satu roh leluhur saya diikat di batu penyangsangan selama bertahun-tahun (ratusan tahun mungkin). Kok jadi mirip dengan ceritanya mister misterus tsb.Leluhur ini berasal dari Sanggah Gede saya yang disungsung oleh banyak rumah (keluarga). Kata Jro tapakan yang melakukan kontak batin, dulunya leluhur saya ini adalah seorang perempuan yang mempraktikan ilmu pengleakan dengan sangat kejam , yaitu membunuh enam anak kandungnya sendiri untuk dijadikan tumbal. Pertanyaan saya, apakah benar di alam niskala ada batu penyangsangan dan roh bisa terikat disana sampai ratusan tahun? Apakah benar ada alam antara seperti yang disebutkan oleh mister misterius tsb?

Ida Sesuhunan melarang keras "nunas baos" atau "meluasin"..hati2 anda kena tipu oleh pemangku/balian, lain kali kalo anda "nunas baos" tantang mangku atau balian itu, jika seandainya mereka berbohong siapkah mereka mati disambar petir!?soal batu penyangsangan saya kurang tahu tp yg jelas titi ugal-agil ada di Niskala..

3. Untuk roh manusia, apakah di alam niskala memang ada perlakuan berbeda antara roh baik (tapi blm moksa) dengan roh jahat? Apakah bisa dikatakan perlakuan tsb spt sorga dan neraka? Bukan kah buah subha dan asubha karma harus dinikmati di alam skala ini bukan di alam niskala, lalu mengapa roh hrs menerima hukuman di batu penyangsangan di alam niskala?

Ada perlakuan yg berbeda,tetapi roh2 tersebut pasti akan melalui keduanya baik itu surga maupun neraka karena sebaik-baiknya orang ketika hidup pasti pernah melakukan kesalahan dan sejahat-jahatnya orang pasti pernah melakukan kebaikan, tidak ada kebaikan yg sempurna pun tidak ada kejahatan yg sempurna, Yudistira yg terkenal sbg pengejewantahan Dharma saja ketika mati harus menderita dahulu di neraka sebelum akhirnya moksa,beliau disiksa dgn diperlihatkan saudara2nya dan istrinya disiksa di neraka,yg membuat beliau sedih,mengapa Yudistira dihukum?karena ketika hidup pernah melakukan kesalahan yaitu main judi,sekali lagi tidak ada yg sempurna!Saya tidak memahami perhitungan/kalkulasi pahala dan hukuman manusia berdasarkan karmanya,tp yg jelas kalkulasinya lebih akurat dibanding perhitungan superkomputer sekalipun!Soal batu penyangsangan saya akan coba bertanya kpd Guru Penuntun saya..

4. Ada anggapan bahwa apabila roh yang meninggal cepat numitis kembali, itu berarti dia masih berada dalam tingkat kesadaran level bawah atau kotor atau penuh dosa, apakah benar spt itu Jro? Kakek saya diaben th 1997 sampai bersih nyekah dstnya, tapi sampai sekarang belum lahir lagi, kemarin (bln ini sept 2010) beliau mapaica baos lewat Jro tapakan, katanya beliau ngayah di suatu pura menuju Besakih (Telaga Waja apa Tirta Empul, saya lupa tepatnya).

Sudah saya bilang, jangan terlalu percaya sama "nunas baos"..yg sudah di niskala biarkan menjadi urusan para Dewa, kita gak usah ikut campur,apakah kakek anda sudah menitis atau belum itu gak penting sama sekali, yg terpenting bagi anda adl mendoakan agar kakek anda tidak numitis kembali,seharusnya anda berdoa agar kakek anda moksa bukan sibuk mencari tahu apakah kakek anda sudah numitis atau belum hehehe..maaf sedikit kasar..tapi ada satu hal yg pasti yaitu ada perbedaan waktu yg mencolok antara Niskala dan Sekala,kalo saya tidak salah 5 menit Niskala = 1 hari Sekala.

5. Bukankah setiap roh harus ngayah dulu di suatu pura sebelum numitis lagi, terus kalo masih terikat di batu penyangsangan kapan bisa numitis?

Biarkan itu menjadi urusan alam Niskala,kita fokus saja kpd diri kita sendiri dan keluarga yg masih hidup agar menemukan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

6. Kalo roh orang Hindu bali ngayah di pura, terus roh Hindu jawa atau Hindu luar bali ngayah dimana Jro? Kan di luar bali gak ada ngaben? Pura di luar bali juga jarang.

Sebenarnya di luar Bali Ida Sesuhunan mempunyai banyak "rumah",hanya saja "rumah" Beliau belum atau tidak dijadikan Pura ataupun tidak berupa pura bisa jadi berupa gunung,danau,atau gua, Bali ini istimewa karena hampir setiap "rumah" Ida Sesuhunan dibangun menjadi pura, di setiap belahan bumi ini Ida Sesuhunan mempunyai "rumah"..
tidak masalah ngayah di pura mana karena berbeda dimensi antara sekala dan niskala, saya akan memberi contoh: misalnya anda moksa dan disthanakan di pura Dalem di desa A, saya pun moksa dan disthanakan di pura Dalem di desa B, secara sekala kita memang seakan-akan disthanakan di tempat yg berbeda, namun secara niskala kita moksa dan disthanakan di "rumah" yg sama yaitu "rumah" Dewa Siwa dan Dewi Uma karena sama2 disthanakan di pura Dalem..jadi jgn dilihat sekalanya tapi niskalanya..
 
@Jakaloco

Terima kasih atas semua penjelasan yang telah diberikan,

saya memang ada keraguan tentang kebenaran hasil nunas baos, tapi orang tua saya percaya spt itu, ya saya gak bisa berbuat apa2, tapi selama ini tdk ada efek mengadu domba atau menimbulkan masalah di keluarga.

Lain waktu, kalo Jro dapat penjelsan tambahan dari Guru penuntun maupun langsung dari Sesuhunan, silahkan diedit lagi biar tambah gamblang.

Sukma.
 
Rekan-rekan semua saya persilahkan memberikan tanggapan tentang tema ini, mungkin rekan-rekan pernah baca kitab atau lontar atau pawisik yang bisa dijadikan pedoman untuk menjekaskan definisi moksa ini. Spesial buat Goesdun dan Jaka Loco, saya mohon supaya bersedia membagi pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Saya menyimak aja dulu ya bro :)
 
Pertanyaan saya:
1. Moksa yang saya pahami selama ini adalah "roh tidak lahir kembali ke bumi" untuk selama-lamanya (bukan sementara). Terus kemana roh kita bergabung? kan ada banyak tingkat seperti yang saya kutipkan diatas.
2. Kalo melihat hirarki itu, berarti di alam-alam itu juga ada perjuangan untuk naik tingkat (dan juga bisa turun tingkat). Nah kalo begitu, roh manusia yang sudah moksa bisa saja lahir kembali kebumi menjadi manusia kalo yoganya kurang. Terus definisi moksa itu apa kalo bisa lahir lagi ke bumi?
3. Yang paling rendah di hirarki itu kan Bhutapisaca, dan jelas-jelas ditulis dalam kitab tsb bahwa kalo kelompok Bhutapisaca kurang yoganya maka ia menjadi Manusia. Lha, berarti manusia lebih rendah dari Bhutapisaca? dan juga berarti manusia lebih rendah daripada bhutakala, bhutadengen, raksasa, daitya, danawa, gandharwa?
Dalam tradisi bali yang saya pahami, roh lelulur yang mampu mencapai tingkat Bhatara Hyang Guru (distanakan di Rong Tiga atau Kemulan di Sanggah/Mrajan) tidak akan menitis lagi ke bumi, tetapi roh leluhur yang masih berada di Dewa Hyang (distanakan di Rong Kalih,pelinggih Dewa Hyang di Sanggah) sewaktu-waktu bisa menitis kembali. Benarkah seperti itu?

Menurut Lontar, Moksa ditentukan oleh Tri guna (sattwa, rajah, dan tamah) yang menentukan akan mendapatkan apa atma itu, apakah kamoksan, swarga atau lahir menjadi manusia, apakah menempati Paramasiwa yang memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwa rendah (hingga memunculkan beragam pertanyaan di atas).

Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung dari kuat tidaknya pengaruh Maya.

Paramasiwa adalah bebas dari pengaruh Maya, Sadasiwa mendapat pengaruh sedang-sedang saja, sedangkan Siwa mendapat pengaruh Maya paling kuat.

Berikut Lontar yang menuntun menuju Moksa:

*Lontar Sundarigama menggunakan bahasa Kawi, dan mengandung teks yang bersifat filosofis-religius karena mendeskripsikan norma-norma, gagasan, perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali, mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih dengan mempergunakan benda-benda suci/yang disucikan seperti api, air, kembang, bebantenan disertai kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya. Teks Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan hari-hari suci Hindu yang meliputi aspek tattwa (filosofis), susila, dan upacara/upakara.

Teks sundarigama tidak hanya mendeskripsikan hari-hari suci menurut perhitungan bulan (purnama atau tilem) atau pun pawukon serta jenis-jenis upakara yang patut dibuat umat Hindu pada saat merayakan hari-hari suci tersebut, tetapi juga menjelaskan tujuan bahkan makna perayaan hari-hari suci tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dan makna perayaan hari-hari suci umat Hindu menurut Lontar Sundarigama adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan /Ida Sanghyang Widhi Wasa; Hubungan manusia dengan manusia; dan hubungan manusia dengan alam lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat Hindu Bali melakukan upacara agama adalah dari dan untuk keselamatan alam semesta beserta seluruh isinya.

*Tattwa Sangkaning Dadi Janma adalah sebuah pustaka lontar yang memuat ajaran tentang hakikat Siwa.
Lontar ini mengacu pada pustaka yang lebih tua seperti, Bhuwanakosa, Wrehaspati Tattwa, Tattwa Jnana, Jnana Siddhanta, Ganapati Tattwa.

Materi Pokok yang diajarkan dalam pustaka Tattwa Sangkaning Dadi Janma adalah pengetahuan rahasia, yaitu tentang ilmu kadyatmikan, ilmu untuk melepaskan Sang Hyang Urip untuk kembali ke asalnya atau kamoksan, kalepasan, kesunyataan.

Janganlah mengajarkan kepada murid yang tidak mentaati tata krama.
Dan kepada orang yang tidak terpelajar, rahasiakanlah ajaran Beliau para Resi, sebab murid yang pandai tetapi tidak bermoral, tidak mentaati tata krama dan tidak hormat kepada guru, itu akan mendapat petaka besar bagi si murid.

Sebaliknya, walaupun murid itu agak kurang, kalau mentaati ajaran tata krama dari guru, pastilah murid itu akan berhasil.

*Tutur Bhuwana Mareka adalah lontar yang memuat ajaran tentang Siwa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa campuran antara Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta yang disajikan dalam bentuk sloka. Adapun materi pokok yang diajarkan dalam Lontar Bhuwana Mareka ini adalah pengetahuan tentang “ilmu kadyatmikan” yang dapat dijadikan oleh para yogi atau para jnanin untuk mencapai kalepasan/kamoksan.

Sang Hyang Mareka sesungguhnya adalah awal dan akhir segala yang ada. Ia adalah Sunya, pokok ajaran Bhuwana Mareka. Ia adalah Sang Hyang Utama yang sesungguhnya tidak diketahui oleh siapapun. Rahasia diantara yang rahasia. Ia yang misteri ini selalu dirindukan oleh orang-orang suci, maka selalu direnungkan dalam sanubari. Ialah tujuan dan hakekat ajaran kamoksan. Sesungguhnya Ia esa dan suci, ada di mana-mana, ada pada segala, inti alam semesta. Ialah yang disebut dengan berbagai nama menurut kedudukan, fungsi dan harapan pemuja-Nya.
Dalam rangka kamoksan dan kadyatmikan, Ia yang dimohon hadir berwujud Istadewata dalam meditasi penghayatnya. Untuk mencapai penghayatan sebagai yang diharapkan, ada sadana yang harus ditaati oleh si penghayat, sebagai yang tertuang dalam berbagai Kaputusan sebagai yang diajarkan dalam teks ini.

*Brahmokta Widhisastra adalah sebuah lontar yang cukup tua. Uraian di dalam lontar ini ditulis dalam bentuk sloka dengan menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan penjelasannya menggunakan bahasa Jawa Kuna. Lontar ini menguraikan ajaran Kalepasan yang bersifat Siwaistik, diantaranya menjelaskan tentang hakekat Sanghyang Pranawa (Om). Semesta alam dan badan (manusia) adalah perwujudannya yang sekaligus pula sebagai jiwanya. Ia adalah obyek tertinggi kalepasan. Menjelaskan manfaat pranayama. Pranayama yang benar akan dapat membakar habis semua pennyakit, termasuk pula papa, dosa-dosa, triguna, dasendriya, sadripu, sehingga orang terbebas dari penyakit. Orang yang bebas dari penyakit akan panjang umur.

Selain itu, lontar ini juga menjelaskan tentang Catur Dasaksara (empat belas aksara). Keempat belas aksara itu memiliki kadar kesucian yang sama dan pahala sorga dan kamoksan yang sama pula, karena keempat belas aksara itu adalah merupakan badan Tuhan atau perwujudan Siwa yang disebut Catur Dasa Siwa (empat belas Siwa), yang merupakan obyek kalepasan dalam arti untuk mencapai kalepasan, maka keempat belas tempat Siwa itu bisa dituju sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Om adalah kalepasan tertinggi. Aksara mana yang dapat dipusatkan dalam pikiran kala kematian menjelang, maka ke sanalah ia menuju ke salah satu tempat Siwa. Orang yang telah mencapai tempat Siwa akan menikmati kesenangan dan tidak akan kembali duka karena itu disebut Siwa atau Sadasiwa. Ia juga disebut Iswara karena ia adalah pemilik keempat belas istana itu. Lontar ini juga berisi himbauan kepada guru agar di dalam mengajarkan mutiara ajaran Siwasiddhanta tertinggi ini tidak pada sembarang siswa, dan lain-lain.

*LONTAR TUTUR KUMARATATWA, menguraikan tentang hakikat kamoksan. Kamoksan itu pada prinsipnya adalah suatu proses yang tidak dapat dicapai secara sekaligus tetapi dicapai secara bertahap. Kamoksan merupakan proses penunggalan Yang Ada dengan Yang Tiada setelah mengalami pembebasan dari keterikatan duniawi. Yang Tiada (kekosongan) merupakan sumber segala sesuatu dan tujuan terakhir yang meleburkan segala sesuatu. Kekosongan itu merupakan awal, tengah, dan akhir segala spekulasi.

Tutur Kumaratatwa berisi ajaran filosofis tentang mengapa manusia menderita, dan bagaimana manusia melepaskan diri dari penseritaan. Adapun sumber penderitaan manusia adalah Dasendriya, dan manusia harus mampu mengendalikannya dengan cara mengenali dan memahami kejatidiriannya sehingga manusia dapat mengerahkan segala kekuatan yang ada di dalam dirinya.

*LONTAR KAMOKSAN, berisi tentang cara-cara untuk mencapai tujuan hidup dengan melalui praktek-praktek/pelaksanaan ajian-ajian (mantra). Berbagai ajian-ajian ditawarkan dalam naskah lontar ini, dan apabila seseorang tersebut mampu menerapkan ajian tersebut maka akan tercapai apa yang dikehendakinya, baik itu Kawisesan maupun Kamoksan. Ajian-ajian yang terdapat dalam naskah ini memiliki nilai kesakralan tinggi. Hakikat ajian tersebut bersifat sangat rahasia dan tidak semua bisa mempraktekkannya sehingga memerlukan kesigapan, ketelitian, ketekunan dan ketajaman batin pembacanya. Oleh karena itu perlulah kiranya pembaca bila ingin mempraktekkan ajian-ajian ini dituntun oleh seorang guru agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di dalam Lontar Kamoksan, ajian yang berhubungan dengan kamoksan antara lain Aji Kalepasan Ring Sarira, Aji Tuturira Sanghyang Kalepasan, Aji Wekasing Ujar, Aji Sanghyang Dharma, Aji Wekasing Aputih, Aji Dharma Kalepasan Kamoksan. Kamoksan atau Kalepasan mengacu pada makna terlepasnya Atma dari tubuh manusia untuk manunggal dengan Paramatma. Supaya Atma dengan mulus dapat melepas dari tubuh juga memerlukan pengetahuan spiritual khusus, baik dalam hal mengenal, mengetahui tanda-tanda, kapan waktu, maupun jalan yang akan ditempuh oleh Atma ketika melepas dari tubuh. Di dalam lontar Kamoksan, dijelaskan beberapa ajian atau ilmu tentang pelepasan Atma dari tubuh, antara lain Aji Pakekesing Pati, Aji Tengeraning Pati, Aji Wekasing Bhuwana, Aji Patyaning Tiga, Aji Patitisan, Aji Pakeker, Aji Pamancutan.

Di dalam Lontar Kamoksan dijelaskan bahwa moksa dapat dicapai melalui suatu tahapan spiritual, yang dimulai dengan memahami nama dewa, besarnya, warnanya, dan tempat bersemayam dewa tersebut. Dewa-dewa tersebut dikenali satu per satu secara bertahap, baik dalam posisi horisonta maupun vertical, sampai pada tataran tertinggi, yaitu “berada dalam diam”.

*TUTUR ANGKUS PRANA, secara garis besarnya, isi dari lontar ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu Kawisesan dan Kamoksan. Kawisesan berhubungan dengan sakti yang erat hubungannya dengan hidup keduniawian. Sedangkan Kamoksan berhubungan dengan pembebasan terakhir dan harapan hidup bahagia di sorga.

Isi yang mengandung ajaran Kawisesan tersimpul dalam berbagai ilmu yang disebut dengan Tutur, yaitu: Tutur Pranajati, Tutur Jati Ening, Sanghyang Aji Lwih, Tutur Samuccaya, Tutur Jagatnatha dan Jagat Guru, Tutur Upadesa, Pangelepasan Tedung Jati (Aji Pawasan), Tutur Yoga Meneng, Tutur Bhagawan Kasyapa, Tutur Kawakyan. Sedangkan isi yang mengandung ajaran Kamoksan tampak pada Aji Pangelepasan Siwi (Siwer) Mas.

Kedua ilmu itu, meskipun terlihat berbeda namun sesungguhnya berhubungan erat, dan kawisesan itu penting untuk melakoni kamoksan. Keberhasilan seseorang dalam mempelajari ilmu ini sangat ditentukan oleh beberapa hal seperti: tidak mempunyai dosa besar, dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk mempelajari ilmu itu, dapat memusatkan pikiran dan tidak berkata-kata, dan ada berkat dari Widhi (Tuhan). Ilmu ini memiliki manfaat/kegunaan yang luar biasa dalam kehidupan ini utamanya bagi yang menekuninya seperti: dapat memperpanjang usia, untuk membersihkan diri, untuk menumbuhkan sifat-sifat baik, untuk membebaskan leluhur dan keluarga dari neraka, untuk mendapatkan cinta wanita, untuk kesidian balian, untuk memperoleh kebahagiaan sorgawi setelah meninggal dan duniawi setelah lahir kembali, dan lain-lain.

Oleh karena demikian hebatnya ilmu ini, maka dianjurkan agar dalam mempelajari ilmu ini tidak boleh menyombongkan diri karena ilmu itu banyak disembunyikan oleh Dewa, dan agar selektif dalam mengajarkan apalagi terhadap orang lain karena belum tentu sama pikirannya.

* LONTAR SIWAGAMA, merupakan teks yang tergolong jenis tutur yang juga disebut Purwagamasasana. Siwagama merupakan salah satu karya Ida Padanda Made Sidemen dari Geria Delod Pasar, Intaran, Sanur. Karya ini diciptakan pada tahun 1938, konon atas permintaan raja Badung.

Teksnya dimulai dengan menyebutkan bahwa kisah cerita diawali dengan perbincangan raja Pranaraga dengan pendeta istana (Bagawan Asmaranatha) tentang tattwa mahasunya. Agama Hindu sesungguhnya menganut paham monotheisme bukan politheisme. Tuhan hanya satu tidak ada duanya, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama. Berbagai sebutan Tuhan muncul dalam agama Hindu karena Tuhan tidak terbatas adanya. Akan tetapi, kemampuan manusia untuk menggambarkan hakikat Tuhan sangat terbatas adanya. Di dalam teks Siwagama disinggung berbagai sebutan Tuhan, seperti Sanghyang Widhi, Sanghyang Adisuksma, Sanghyang Titah, Sanghyang Anarawang, Sanghyang Licin, Sang Acintya, dll.

Disamping kepercayaan kepada Sanghyang Widhi, juga menegaskan kepercayaan adanya roh leluhur. Dalam hal ini, manusia diajak untuk berbakti kepada leluhur. Sebab pada hakikatnya antara atma dan dewa itu tunggal, sebab semua makhluk berasal dari Sanghyang Widhi. Kepercayaan adanya karmaphala juga dijelaskan pengarang dalam teks Siwagama. Tidak ada suatu perbuatan yang sia-sia, semua perbuatan akan membuahkan hasil, disadari atau tidak. Selain itu disinggung juga mengenai kepercayaan akan adanya samsara dan moksa. Hal ini dikaitkan dengan pahala-pahala yang ditemukan bagi orang-orang yang senantiasa rajin membaca, mendengarkan, dan mendiskusikan ajaran-ajaran teks suci, seperti Astadasaparwa, Itihasa, dan Purana-Purana. Konon sebagai pahala membaca, mendengarkan, dan mendiskusikan teks-teks suci tersebut, selama hidupnya manusia dapat mencapai ketenangan pikiran, melenyapkan niat-niat jahat, kotoran diri, noda, dan dosa, serta ketika ajal tiba akan menemukan sorga dan moksa.

Di dalam teks Siwagama juga banyak didapatkan kutukan-kutukan yang menimpa sejumlah tokoh akibat perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Sebagaimana dikisahkan, Bhatari Uma dikutuk menjadi Durga sebagai pahala atas perbuatan serongnya dengan Si Pengembala, Dyah Mayakresna (putri Bhatara Guru) dikutuk menjadi Kalika sebagai pahala atas kejahatannya membunuh suami-suaminya. Sang Sucitra dan Sang Susena (Raja Gandarwa) menerima kutukan dari Bhatara Guru menjadi Sang Kalantaka dan Sang Kalanjaya sebagai pahala perbuatan jahatnya memperkosa Sang Batringsa dan Sriyogini (juru bunga Bhatara Guru). Ada pula tokoh-tokoh yang dikisahkan mendapat pahala baik akibat perbuatan baik yang dilakukan. Seperti Sang Kumara dinobatkan menjadi Sang Wredhakumara atas kemuliaan yoganya. Demikian pula pada dewa-dewa lainnya, seperti Bhatara Surya yang diberi gelar Siwaraditya oleh Bhatara Guru sebagai pahala atas ketekunannya menjadi saksi dunia dan atas kepatuhannya kepada Bhatara Guru.

* SANGHYANG MAHAJNANA, mengandung ajaran Siwatattwa, ajaran untuk mencapai kelepasan, disajikan dalam bentuk tanya jawab antara sang putra dengan sang ayah, Bhatara Kumara dengan Bhatara Guru. Adapun ajaran-ajarannya itu ialah:

• Apakah yang disebut tidur dan jaga? Dasendriya itu disebut tidur, dan Pancabayu yaitu prana, apana, samana, udana, dan wyana disebut jaga.
• Pradhana adalah malam hari, Purusa adalah matahari malam hari, dan atma adalah jnana (kebijaksanaan)
• Purusa adalah kusir, pradhana adalah badan, kereta adalah Dasendriya, dharma-dharma adalah tali tali lisnya
• Bhatara Wisnu adalah kereta, Bhatara Brahma adalah lembu, Bhatara Iswara adalah kusir, Bhatara Siwa berada di tengah kereta sebagai jiwanya
• Di dalam tribhuwana ada Brahma bhuwana, Wisnu bhuwana, dan Rudra bhuwana. Pada inti bhuwana terdapat trikona, tempat Bhatara Siwa
• Tryaksara dan tripada (Brahmapada, Wisnupada, dan Rudrapada) adalah Ongkara. Pikiran yang teguh berlindung pada Bhatara Siwa, Siwalingga yang tidak ada bandingannya
• Dewanya jagrapada ialah Bhatara Brahma, dewanya Swapnapada ialah Bhatara Wisnu, dewanya Susuptapada ialah Bhatara Rudra, dewanya Turyapada ialah Bhatara Maheswara, dewanya Turyantapada ialah Bhatara Mahadewa, dewanya Kewalyapada ialah Bhatara Isana, dan dewanya Paramakewalyapada ialah Bhatara Paramasiwa yang disebut Kamoksan
• Omkara amat mulia, paling mulia diantara mantra, amat halus. Dengan sarana Omkara, seorang Yogiswara mendapatkan Kamoksan
• Untuk dapat memahami akan adanya Bhatara amat sulit. Orang yang mengetahui Tattwa Bhatara akan mencapai moksa.

* TUTUR SIWA BANDA SAKOTI, pada pokoknya menguraikan tentang ajaran Siwa, namun dalam beberapa uraiannya juga terdapat penyatuan antara ajaran Siwa dan Buddha, terutama yang berkaitan dengan cara mencapai kalepasan (kamoksan) yang menjadi inti dari isi lontar ini.
Siwa Banda Sakoti menguraikan wejangan Sang Hyang Siwa Banda Sakoti yang disampaikan kepada Mupu Kuturan mengenai kalepasan di dalam diri yang patut diajarkan oleh para Dang Guru kepada muridnya yang benar-benar ingin mengetahui tentang hal itu. Ada satu pesan yang disampaikan bahwa ajaran ini hendaknya hanya diajarkan kepada mereka yang benar-benar ingin berguru, dan jangan sekali-kali diajarkan kepada mereka yang bodoh, karena ajaran ini sangat rahasia, dan tidak patut untuk dibicarakan mengenai kesempurnaannya.

Pembicaraan diawali dengan pengutaraan dewa-dewa dan stananya di dalam tubuh, serta wujud, aksaranya, dan fungsinya. Di samping kalepasan menurut ajaran Siwa juga dupadukan dengan ajaran Buddha, seperti adanya penunggalan Sang Hyang Siwa Adnyana dengan Sapta Boddha yang meliputi: darana, diana, yoga, tarka, samadi, isawara-pramidana, kasunian, yang semuanya ini dapat digunakan sebagai jalan menuju kalepasan.

Di dalam lontar Siwa Banda Sakoti memang banyak diuraikan berbagai jalan atau cara mencapai kalepasan, termasuk stana dewa-dewa di dalam tubuh, dewa-dewa dalam benih aksara (bijaksara) yang memenuhi jagat raya ini. Namun sebagai inti ajarannya adalah panunggalan Sang Hyang Ongkara baik pada badan manusia, maupun pada alam semesta, yang bersifat sakala niskala dan sangat rahasia.

* TUTUR AJI SARASWATI, pada dasarnya berisi ajaran tentang kesukseman, ajaran kerohanian tinggi yang isinya dapat dipilah menjadi dua yaitu: berisi ajaran tentang kesehatan dan ajaran hidup setelah mati yang dikenal dengan kamoksan. Dalam menguraikan ajarannya diawali dengan penyusunan Dasaksara, pengringkesannya menjadi Pancabrahma, Pancabrahma menjadi Tri Aksara, Tri Aksara menjadi Rwa Bhineda, Rwa Bhineda menjadi Ekaksara, dan juga diuraikan mengenai kedudukan dalam badan serta kegunaannya. Bila ingin menggunakan naskah ini sebagai sebuah tuntunan maka sebelumnya haruslah teliti, harus membandingkannya terlebih dahulu dengan naskah lain, dan juga perlu tuntunan seorang yang mumpuni di bidang itu untuk membukakan jalan karena jika sedikit saja keliru dalam mempelajari dan mempraktekkan maka akan berakibat fatal.
 
Wah lengkap sekali referensinya, thanks master goesdun,

tapi lontar-lontar tsb apa sdh dibuat jadi buku sehingga bisa dibaca oarang awam seperti saya. thanks.
 
Wah lengkap sekali referensinya, thanks master goesdun,

tapi lontar-lontar tsb apa sdh dibuat jadi buku sehingga bisa dibaca oarang awam seperti saya. thanks.

sayang belum semuanya ........
mungkin Goesdun bisa bantu kita menterjemahkan :D
 
ada gak orang Hindu yg sudah moksa, dan apa ciri2 orang yg moksa, bagaimana nasib kepercayaan atas punarbhawa yaitu manusia Hindu harus lahir kembali sementara itu ia juga harus bisa mencapai moksa !
 
@smanbal

ada gak orang Hindu yg sudah moksa, dan apa ciri2 orang yg moksa, bagaimana nasib kepercayaan atas punarbhawa yaitu manusia Hindu harus lahir kembali sementara itu ia juga harus bisa mencapai moksa !

Izinkan saya menjawab gan..:D

Ada gak orang Hindu yg moksa?ya banyak gan,gk cuma Hindu gan,orang Kristen, Islam, Buddha jg banyak yg moksa..cuma beda istilah aja. Kalo di Islam istilahnya surga, klo di Kristen istilahnya kerajaan Allah, klo di Buddha istilahnya nirvana(nibbana)

Ciri2 orang moksa ada beberapa gan, yg moksa bukan orang, tetapi atma(jiwa/roh), badan ini hanya "pakaian" yg kelak jika mati akan kembali ke zat asalnya yaitu panca maha butha (tanah,air,api,udara,ruang)..lalu zat asal dari atma/jiwa/roh apa donk??tentu saja Tuhan(Parama Atman), kembalinya atma/jiwa/roh kepada asalnya(Tuhan/Parama Atman) inilah yg disebut moksa. Tapi gak semua roh bisa kembali ke Tuhan gan,kenapa?karena ketika hidup banyak bikin dosa, sehingga Tuhan Yang Maha Suci gak maw dikotori oleh roh yg bergelimang dosa, karena itu roh yg bergelimang dosa ini harus dihukum di neraka utk menebus dosa-dosanya. Lalu setelah selesai dihukum di neraka apakah sudah boleh moksa?sayang sekali gak bisa gan,karena karma wesana (bekas luka pd roh) tidak bisa dibersihkan di neraka, melainkan hanya bisa dibersihkan di dunia fana, karena itu roh td dikirim kembali ke dunia untuk menjalani hidup dlm rangka membersihkan karma wesananya, inilah yg disebut Punarbhawa (reinkarnasi)..

Umat Hindu percaya kepada punarbhawa tetapi kami tidak menjadikan punarbhawa sebagai tujuan kami, moksalah yg menjadi tujuan kami.
Kami percaya akan adanya makhluk gaib yg disebut dengan butha,gamang,jin,dll tetapi kami tidak menyembah mereka. Yang kami sembah adl Hyang Widhi (Tuhan).
Kami menyembah para Dewa dan Leluhur tetapi kami tidak men-Tuhankan mereka.
Simplenya begini gan: roh yg punarbhawa tidak mungkin mencapai moksa. Moksa adl roh yg TIDAK punarbhawa lagi. Jadi kedua-duanya tidak mungkin dicapai secara bersamaan >:D<

Ups lupa ngasi ciri2 orang yg moksa..
Klo di Buddha ciri2nya orang itu klo dikremasi maka jazadnya menghasilkan relik (silahkan dicek di internet soal relik gan)..
Ada jg yg moksa, jazadnya langsung jd abu padahal blm dikremasi..
ada jg yg moksa, jazadnya lgsg hilang begitu saja gak jelas rimbanya..
ada jg yg moksa, matinya biasa2 aja..(susah ditebak dia moksa ato gak)
Moksa ato gak itu urusan Hyang Widhi gan :D
Yg jelas orang yg mati kecelakaan n bunuh diri gak bisa moksa..
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.