Rosetta
IndoForum Beginner C
- No. Urut
- 2047
- Sejak
- 10 Jun 2006
- Pesan
- 715
- Nilai reaksi
- 20
- Poin
- 18
Bagi sebagian orang, menyeruput minuman kopi tak hanya sebatas pemuas rasa haus belaka. Di antaranya menganggap minum kopi sebagai acara ritual, layaknya sebuah acara seremonial. Di kalangan masyarakat Jawa dikenal istilah "jogolek" yang kalau dipanjangkan menjadi jogo melek (menjaga dari kantuk). Biasanya pada acara kawinan atau acara melek-melek lainnya.
"Budaya minum kopi itu ternyata sudah ada sejak zaman perang Jawa, ketika kali pertama mulai diberlakukan tanam paksa oleh kompeni," ujar budayawan Darmanto Jatman.
Sekitar 15 tahun ke belakang, yang namanya ngopi paling banter hanya dilakukan di warkop pinggir jalan saja, atau kalau ingin lebih mentereng harus di restoran. Bahkan jauh sebelumnya, para Preanger Planter sudah mempopulerkan java coffee ke daratan Eropa. Memasuki pertengahan tahun 90-an, budaya ngopi di warkop mulai luntur. Gantinya, beberapa coffee shop atau gerai kopi khusus mulai melakukan terobosan baru, yaitu menjual sesuatu yang eksklusif, namun dengan pendekatan yang lebih “merakyat”.
Hasilnya, berduyun-duyunlah gerai-gerai kopi — baik lokal/ waralaba asing — membuka outletnya di mal-mal ternama. Maka, berubahlah kebiasaan minum kopi yang tadinya hanya dianggap sarapan pagi atau rutinitas harian biasa, menjadi sebuah gaya hidup orang kosmopolitan, tua muda semuanya jadi gandrung nongkrong di gerai kopi, tentu tempatnya sangat sophisticated. Masyarakat terutama di kota besar di Indonesia mulai dijangkiti wabah minum kopi di luar rumah. Kedai-kedai kopi yang cukup mewah makin banyak bermunculan. Sebut saja "Bakoel Koffee", Mister Bean Coffee" hingga "Starbucks, The Coffee Bean & Tea Leaf."
Pengunjung kedai kopi memang makin banyak, tapi ternyata para penikmat kopi punya cara tertentu untuk menikmati kopinya. "Cara minum kopi orang Indonesia memang masih salah, cara minumnya kebanyakan masih keliru. Kita sering senyum-senyum sendiri melihat mereka minum," ujar Robby Sabaruddin Roestam, Manajer Pemasaran "The Coffee Bean & Tea Leaf". Umumnya mereka masih membubuhkan begitu banyak gula ke dalam kopi atau teh. Padahal, penambahan gula justru akan mengurangi cita rasa kopi maupun teh. Hal itu menurut Tattie Salas Honosutomo, memang berkait erat dengan selera individu.
Gaya Hidup
Pada perkembangannya, kini acara minum kopi sudah menjadi gaya hidup tersendiri. Selain beragam jenis dan kemasan, muncul berderet tempat yang khusus menyuguhkan minuman khas berwarna hitam pekat itu. Cara minumnya pun berbagai cara. Gaya hidup semacam itu mulai dikenalkan pada masyarakat kebanyakan. Para penikmat minuman yang kali pertama dikenalkan di negara Brasil itu, tak lagi dimonopoli kaum Adam semata.
Bahkan pada akhirnya ada beberapa orang tergabung dalam komunitas sesama penikmat kopi, yang terbentuk secara alami. Komunitas itu secara rutin bertemu di Kafe Excelso yang tersebar di beberapa mal di Jakarta. Selain menikmati kebersamaan dalam tradisi minum kopi, mereka kerap bertukar pandangan soal politik, bisnis, dan hobi. Tak jarang terjalin kongsi bisnis dari angkringan para eksekutif muda itu.
"Sebagian besar dari mereka itu termasuk penikmat kopi sejati," ungkap Pranoto Soenarko, General Manager Excelso. Sebagian pelanggan kafe Excelso lainnya terpancing menikmati kopi sekedar untuk gaya hidup atau bahasa kerennya life style. Dua kelompok ini terlihat dari menu yang mereka pilih. "Kalau penikmat kopi, biasanya memilih kopi panas," kata Pranoto
“Aku sudah biasa hangout di coffee shop, bukan cuma sekadar gaya atau tren, kayaknya enak aja nongkrong sambil ngopi saat jam istirahat,” kata Didit, eksekutif sebuah perusahaan indie label.
Lain Didit, lain Helvi, lain pula Ibrahim. “Aku penggemar kopi, jadi pas aja momennya seiring dengan masuknya Starbucks atau The Black Coffie Bar di Bandung, enak juga nongkrong sore di gerai kopi yang ada di beberapa mal di Kota Bandung, sambil memuaskan selera sekalian cuci mata,” ujar Helvi.
Ibrahim sendiri tampak sibuk dengan notebook dan ponselnya. “Lagi ngitung-ngitung ongkos produksi dan laba, dikerjain di toko pusing euy, berisik, jadi aku bawa aja kerjaan ke sini, sambil nyobain secangkir kopi Toraja, mau coba?” ujarnya di antara keremangan Kafe Excelso BSM. Dari beberapa gerai kopi yang ada di kota-kota besar, rata-rata seorang penikmat kopi bisa menghabiskan budget sekitar Rp 30.000-an sekali datang.
Awalnya para penikmat kopi mungkin mereka yang berusia dewasa, beda dengan saat ini, generasi muda pun doyan nongkrong di gerai kopi. Bedanya, generasi berusia dewasa lebih royal dalam membelanjakan uangnya. Merekalah tamu reguler sekaligus loyal terhadap produk dari sebuah gerai kopi tertentu.Tidak seperti anak muda, hobinya cicip sana cicip sini. Mereka tergolong tamu reguler namun kurang loyal. Ditambah kegemaran mereka untuk nongkrong berjam-jam dengan budget tidak seroyal para seniornya.
"Budaya minum kopi itu ternyata sudah ada sejak zaman perang Jawa, ketika kali pertama mulai diberlakukan tanam paksa oleh kompeni," ujar budayawan Darmanto Jatman.
Sekitar 15 tahun ke belakang, yang namanya ngopi paling banter hanya dilakukan di warkop pinggir jalan saja, atau kalau ingin lebih mentereng harus di restoran. Bahkan jauh sebelumnya, para Preanger Planter sudah mempopulerkan java coffee ke daratan Eropa. Memasuki pertengahan tahun 90-an, budaya ngopi di warkop mulai luntur. Gantinya, beberapa coffee shop atau gerai kopi khusus mulai melakukan terobosan baru, yaitu menjual sesuatu yang eksklusif, namun dengan pendekatan yang lebih “merakyat”.
Hasilnya, berduyun-duyunlah gerai-gerai kopi — baik lokal/ waralaba asing — membuka outletnya di mal-mal ternama. Maka, berubahlah kebiasaan minum kopi yang tadinya hanya dianggap sarapan pagi atau rutinitas harian biasa, menjadi sebuah gaya hidup orang kosmopolitan, tua muda semuanya jadi gandrung nongkrong di gerai kopi, tentu tempatnya sangat sophisticated. Masyarakat terutama di kota besar di Indonesia mulai dijangkiti wabah minum kopi di luar rumah. Kedai-kedai kopi yang cukup mewah makin banyak bermunculan. Sebut saja "Bakoel Koffee", Mister Bean Coffee" hingga "Starbucks, The Coffee Bean & Tea Leaf."
Pengunjung kedai kopi memang makin banyak, tapi ternyata para penikmat kopi punya cara tertentu untuk menikmati kopinya. "Cara minum kopi orang Indonesia memang masih salah, cara minumnya kebanyakan masih keliru. Kita sering senyum-senyum sendiri melihat mereka minum," ujar Robby Sabaruddin Roestam, Manajer Pemasaran "The Coffee Bean & Tea Leaf". Umumnya mereka masih membubuhkan begitu banyak gula ke dalam kopi atau teh. Padahal, penambahan gula justru akan mengurangi cita rasa kopi maupun teh. Hal itu menurut Tattie Salas Honosutomo, memang berkait erat dengan selera individu.
Gaya Hidup
Pada perkembangannya, kini acara minum kopi sudah menjadi gaya hidup tersendiri. Selain beragam jenis dan kemasan, muncul berderet tempat yang khusus menyuguhkan minuman khas berwarna hitam pekat itu. Cara minumnya pun berbagai cara. Gaya hidup semacam itu mulai dikenalkan pada masyarakat kebanyakan. Para penikmat minuman yang kali pertama dikenalkan di negara Brasil itu, tak lagi dimonopoli kaum Adam semata.
Bahkan pada akhirnya ada beberapa orang tergabung dalam komunitas sesama penikmat kopi, yang terbentuk secara alami. Komunitas itu secara rutin bertemu di Kafe Excelso yang tersebar di beberapa mal di Jakarta. Selain menikmati kebersamaan dalam tradisi minum kopi, mereka kerap bertukar pandangan soal politik, bisnis, dan hobi. Tak jarang terjalin kongsi bisnis dari angkringan para eksekutif muda itu.
"Sebagian besar dari mereka itu termasuk penikmat kopi sejati," ungkap Pranoto Soenarko, General Manager Excelso. Sebagian pelanggan kafe Excelso lainnya terpancing menikmati kopi sekedar untuk gaya hidup atau bahasa kerennya life style. Dua kelompok ini terlihat dari menu yang mereka pilih. "Kalau penikmat kopi, biasanya memilih kopi panas," kata Pranoto
“Aku sudah biasa hangout di coffee shop, bukan cuma sekadar gaya atau tren, kayaknya enak aja nongkrong sambil ngopi saat jam istirahat,” kata Didit, eksekutif sebuah perusahaan indie label.
Lain Didit, lain Helvi, lain pula Ibrahim. “Aku penggemar kopi, jadi pas aja momennya seiring dengan masuknya Starbucks atau The Black Coffie Bar di Bandung, enak juga nongkrong sore di gerai kopi yang ada di beberapa mal di Kota Bandung, sambil memuaskan selera sekalian cuci mata,” ujar Helvi.
Ibrahim sendiri tampak sibuk dengan notebook dan ponselnya. “Lagi ngitung-ngitung ongkos produksi dan laba, dikerjain di toko pusing euy, berisik, jadi aku bawa aja kerjaan ke sini, sambil nyobain secangkir kopi Toraja, mau coba?” ujarnya di antara keremangan Kafe Excelso BSM. Dari beberapa gerai kopi yang ada di kota-kota besar, rata-rata seorang penikmat kopi bisa menghabiskan budget sekitar Rp 30.000-an sekali datang.
Awalnya para penikmat kopi mungkin mereka yang berusia dewasa, beda dengan saat ini, generasi muda pun doyan nongkrong di gerai kopi. Bedanya, generasi berusia dewasa lebih royal dalam membelanjakan uangnya. Merekalah tamu reguler sekaligus loyal terhadap produk dari sebuah gerai kopi tertentu.Tidak seperti anak muda, hobinya cicip sana cicip sini. Mereka tergolong tamu reguler namun kurang loyal. Ditambah kegemaran mereka untuk nongkrong berjam-jam dengan budget tidak seroyal para seniornya.