• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Banjiha, Potret Krisis Tempat Tinggal Layak Huni Bagi Kaum Milenial

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.687
Nilai reaksi
23
Poin
0
Banjiha, Potret Krisis Tempat Tinggal Layak Huni Bagi Kaum Milenial

(sumber gambar : historia)

Jika kita perhatikan, Korea Selatan terhitung cukup sukses dalam memperkenalkan budaya & negaranya melalui dunia hiburan, yaitu musik, drama, & film. Para pelaku dunia hiburan di sana mengpakai strategi yg cukup baik, dimana semua judul lagu, drama, serta film yg diproduksi di sana hampir semuanya mengpakai bahasa Inggris, meskipun lirik maupun percakapan di dalamnya mengpakai bahasa Korea. Oleh karena itu, tak heran kultur dari masyarakat Korea Selatan dapat diketahui oleh hampir beberapa orang di dunia.


Akan tetapi, di tengah kemewahan & kenyamanannya suasana Korea Selatan yg diperlihatkan kepada dunia melalui dunia hiburan tersebut, ternyata ada satu sisi potret yg memprihatinkan dalam kehidupan masyarakat menengah kebawah di sana, yaitu polemik mengenai banjiha, semacam rumah petak yg cukup sempit, tetapi terletak di bawah permukaan tanah.


Jika agan-agan sekalian pernah menonton film Parasite (2019), agan-agan tentu akan mengingat para tokoh utamanya yg berasal dari kalangan bawah tinggal di rumah semacam itu, dimana setiap tokoh yg miskin akan sering berjalan ke bawah setiap pulang ke rumah karena rumah mereka ada di bawah, sedangkan tokoh yg kaya akan sering berjalan ke atas karena rumah mereka ada di atas. Sungguh skenario satire yg sangat mewakili kisah si kaya & si miskin di sana.


Banjiha, Potret Krisis Tempat Tinggal Layak Huni Bagi Kaum Milenial

(sumber gambar : BBC Indonesia)

Pada mulanya, banjiha adalah bunker bawah tanah yg wajib didirikan oleh setiap pengembang apartemen tingkat menengah karena adanya konflik antara Korea Selatan & Korea Utara pada tahun 1960-1970an. Pada saat itu, agen rahasia Korea Utara ditugaskan untuk membunuh presiden Korea Selatan pada saat itu, Park Chung Hee. Meskipun upaya pembunuhan itu menemui kegagalan, Pemerintah Korea Selatan menciptakan kebijakan ini sebagai antisipasi perang nuklir, tujuannya supaya rakyatnya dapat bersembunyi di banjiha ini ketika perang terjadi.

Meski tujuan awalnya terdengar cukup baik, ketika memasuki periode 1980an, permintaan kebutuhan akan pemukiman mulai menanjak tinggi di Seoul akibat dikebutnya laju industri di negeri gingseng tersebut, maka pemerintah mulai melegalkan sewa maupun jual-beli banjiha ini.

Tinggal di banjiha yg berposisi di bawah jalanan kota metropolitan seperti Seoul tentu penuh dengan masalah. Ketika musim panas, maka ruangan akan sangat pengap karena tidak ada sirkulasi udara. Begitu pula saat musim dharap, tembok-tembok akan mulai berjamur & lembab, tentu tempat tinggal seperti itu tidak akan baik untuk kesehatan manusia. Belum lagi karena posisinya yg ada di bawah apartemen lain, kebocoran akan saluran sanitasi sangat akbar kemungkinannya untuk terjadi.

Posisi toilet yg dibuat sedemikian rupa di bawah tanah banjiha juga cukup unik, dimana toilet sendiri posisinya akan lebih tinggi daripada lantai permukaannya, sehingga ketika penghuni banjiha harap mengpakai toilet, mereka harus menundukkan badannya sedemikian rupa supaya kepalanya tidak menghantam langit-langit. Begitupula saat banjir, seperti adegan penutup yg ada di film Parasite, seluruh ruangan yg ada di banjiha dapat tenggelam sepenuhnya, bahkan beberapa waktu yg lalu peristiwa banjir di Seoul mengakibatkan setidaknya tiga warga penghuni banjiha tewas tenggelam.

Apa boleh buat, tinggal di banjiha adalah sebuah alternatif bagi para generasi milenial yg bekerja di Korea Selatan. Alasannya adalah soal biaya sewa, dimana kisaran harga sewa banjiha di Seoul adalah 540,000 won per bulan atau sekitar 6 juta rupiah. Sedangkan, upah minimum bagi para generasi muda di sana sekitar dua juta won (22 juta rupiah), yg berarti sudah memakan porsi hampir 40% penghasilan bulanan mereka (jika dalam rupiah mungkin terlihat besar, tetapi biaya hidup di sana untuk makan saja kisaran 600,000 won - 900,000 won).

Jika mereka memilih tinggal di tempat yg lebih layak, maka biaya sewanya dapat mencapai 1,000,000 won per bulan, yg bahkan sudah memakan 50% penghasilan mereka. Padahal, rasio penghasilan yg ideal adalah 50% untuk biaya hidup, 30% untuk keharapan, serta 20% untuk tabungan & investasi. Jangankan untuk menabung & membeli rumah, memenuhi kebutuhan sehari-hari juga sudah sulit.

Krisis pemukiman layak huni ini juga mungkin sebentar lagi akan melanda Indonesia. Jika beberapa tahun yg lalu kita pernah dihebohkan dengan kosan petak dengan luasan bak peti mati, mungkin dalam beberapa tahun ke depan kosan seperti itu akan jadi alternatif tempat tinggal bagi generasi muda yg bekerja di kawasan Jabodetabek meski sudah dilarang oleh pemerintah.

Banjiha, Potret Krisis Tempat Tinggal Layak Huni Bagi Kaum Milenial
(sumber gambar : hipwee)

Penjualan rumah di Indonesia itu cukup unik. Coba agan-agan mendatangi kawasan perumahan perumahan elit di sekitaran Jakarta seperti Alsut, BDS, Gading Serpong, Lippo Karawaci, & sejenisnya. Agan-agan akan menemui banyak sekali rumah kosong dengan spanduk bertulisan "DIJUAL" yg terpampang di gerbang-gerbang rumahnya. Akan tetapi, tidak ada generasi milenial yg sanggup membelinya, padahal mereka adalah target market utama dari penyedia perumahaan (generasi boomer rata-rata sudah punya rumah, bahkan lebih dari satu).

Jika kita perhatikan, rata-rata penghasilan milenial di Jabodetabek adalah 4juta - 5juta rupiah. Oleh karena itu, plafon maksimal untuk cicilan rumah adalah sekitar 1,5 juta rupiah per bulannya. Sayangnya, rumah paling pinggiran kota sekalipun cicilan bulanannya sudah ada berada di kisaran 2,4juta per bulan, itupun dengan keterbatasan akses serta letak yg lumayan sepi & rawan pencurian, sehingga meskipun cicilannya murah, tetapi biaya transportasi serta resiko kerugian akan kemalingan juga tinggi, belum lagi generasi milenial mungkin cuma sanggup membeli motor sebagai moda transportasi, dimana akses jalan yg tidak baik & sepi karena letak yg dipinggiran kabupaten dapat meningkatkan resiko kecelakaan, begal, serta masuk angin setiap hari.

Oleh karena itu, tidak salah kalau menteri keuangan RI sendiri menyatakan milenial di negeri tersayang ini akan sulit memiliki rumah. Ya, kita tunggu saja apakah krisis hunian bagi masyarakat kita ini dapat selesai dengan sendirinya atau tidak. Atau, mungkinkah bubble harga rumah di Indonesia dapat pecah ? Hanya waktu yg dapat menjawab.

dilansir dari berbagai sumber

emoticon-Cendol Gan
emoticon-Cendol Gan
emoticon-Cendol Gan


Hari ini 21:45
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.