1. Muslim meriwayatkan dalam shahihnya (2/819), dari Abu Qatadah bahwa Rosulullah saw pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, maka beliau bersabda, “itulah hari aku dilahirkan, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku”.
i Ibnu Hajar untuk menguatkan pendapat beliau mengenai maulid adalah hadits tenAl-Hafid Ibn Rajab Al Hanbali berkata “ketika berbicara tentang dianjurkannya berpuasa pada hari-hari diperbaharuinya karunia-karunia Allah atas hamba-hamba-Nya : sesungguhnya di antara karunia-karunia Allah yang agung terhadap umat ini adalah lahirnya Muhammad saw dan pengutusannya kepada mereka, sebagaimana firman Allah :
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri” (ali imron : 164)
Oleh karena itu, berpuasa pada hari yang diperbaharui di dalamnya karunia dari Allah swt ini kepada hamba-hamba-Nya yang berimah adalah perbuatan yang baik dan bagus. Ini termasuk kategori bersyukur atas karunia-karunia Allah.
dengan segala hormat terhadap kamu....tolong dong tunjukkanlah kepada ku diantara kalimat tersebut yang menunjukkan dalil bahwa maulid diperbolehkan?
adapun yang saya pahami dari dalil tersebut...dalil itu mensyari'atkan tentang puasa senin dan kamis...bukan tentang berpuasa pada hari maulid atau bahkan merayakan maulid itu sendiri...
Sebab...apabila memang betul pemahaman yang kamu maksud terhadap dalil tersebut...bahwasanya dalil ini merupakan legalitas atas perayaan maulid...kenapa Rosulullah tidak secara langsung menyebut untuk merayakan hari kelahiran beliau?
Bahkan para Shahabat yang paling mengerti betul tentang beliau...dan ada ketika beliau mengucapkan hal tersebut tidak merayakannya sebagaimana yang kita lihat seperti sekarang ini ?
Apakah Shahabat yang keliru dalam memaknai ucapan Rosulullah?
Ataukah justru kita yang keliru dalam memahaminya?
Kita lihat saja sejarah...jikalau memang betul ini adalah perintah untuk merayakan maulid seperti jaman sekarang ini...maka kenapa maulid itu sendiri timbul pada abad2 setelah Rosulullah dan para Shahabatnya wafat?
2. As Suyuhti mengatakan : “dan jelas bagiku periwayatan hadis ini melalui jalur yang lain, yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas, bahwa Nabi saw. melakukan akikah terhadap dirinya sendiri setelah kenabian, padahal telah diriwayatkan bahwa kakeknya, Abdul Muthalib telah melakukan akikah terhadap beliau pada hari ketujuh kelahirannya, dan akikah itu tidak diulang sampai dua kali, maka kemungkinannya beliau melakukan hal itu (akikah) sebagai wujud syukur atas diciptakan-Nya beliau oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta, dan disyariatkannya hal itu bagi umatnya sebagaimana beliau bersalawat untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, dianjurkan juga bagi kita untuk melaksanakan syukur atas kelahiran beliau ini dengan berkumpul memberikan makanan (kepada kaum fakir miskin), dan yang serupa itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menampakkan kebahagiaan (atas kelahiran Nabi Saw). (Terdapat dalam Al-Hawi Lil Fatawa As Suyuhti, 1/196)
Dalil mu yang aq quote diatas itu perkataan yang dipotong kan?
Lebih lengkapnya bunyinya seperti ini
Imam al Huffadz Abu Fadhl Ahmad bin Hajar -AlAsqalani- telah mentakhrij mengenai masalah Maulid yang didasarkan kepada Sunnah, maka saya mentakhrijnya sebagai sumber kedua, “Syaikhul Islam Hafidz Al Ashr Abu Al Fadhl Ahmad bin Hajar -Al Asqalani- ditanya tentang peringatan Maulid, maka dia menjawab:“Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid’ah karena tidak seorangpun dari ulama salafusholih 3 abad pertama yang melakukannya. Akan tetapi, bagaimanapun peringatan itu telah mencakup kebaikan dan juga kejelekan, maka barangsiapa bisa mengambil baiknya dan membuang jeleknya, peringatan Maulid itu menjadi bid’ah hasanah; jika memang tidak maka tidak menjadi bid’ah hasanah. ”Dia (Ibnu Hajar) berkata,“Adapun saya mengembalikan masalah ini kepada sumber pokoknya, yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Shahihain dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata,
Sewaktu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tiba di Madinah, baginda mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari AsySyura. Ketika ditanya tentang puasa mereka, mereka menjawab,
“Hari ini adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa alaihi salam dan kaum Bani Israel dari Fir’aun. Kami merasa perlu berpuasa pada hari ini sebagai ucapan terima kasih kami kepadaNya. ”
Lalu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Kami lebih berhak daripada kamu dan Nabi Musa dalam hal ini. Kemudian baginda memerintahkan para shahabat supaya berpuasa pada hari tersebut. ” (Mutafaq alaihi) 2
Dari hadits diatas dapat ditarik benang merah bahwa untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita pada hari tertentu atau untuk mencegah musibah dan bencana tertentu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar memperbanyak ibadah didalamnya dengan berbagai macam bentuknya, seperti shalat, puasa, shadaqoh, membaca al Qur’an dan sebagainya. Nikmat mana yang lebih besar daripada nikmat datangnya nabi yang penuh rahmat pada hari kelahirannya.
Maka dari itu, hendaknya pada hari kelahirannya itu dirayakan dengan ibadah, sehingga sama dengan kisah Musa alaihi salam pada bulan AsySyura. Orang yang tidak memperhatikan masalah ini, tidak akan peduli hari apa dan bulan apa melakukan perayaan Maulid, bahkan ada sekelompok orang yang memindahkan hari peringatan Maulid itu pada satu hari, kapanpun dalam satu tahun itu. Ini sudah menyimpang dari pokok persoalan.3
(Sampai sini perkataan As-Suyuthi)
Nah...untuk memahami perkataan Imam As Suyuthi ini mari kita bedah satu persatu
1. Lihat bold saya yang pertama...bahwasanya Imam Ibnu Hajar sebagaimana yang dikutip oleh Imam As Suyuthi telah berkata dengan jelas...bahwa hal ini jelas bid'ah...sebab beliau bilang bahwa tidak seorang pun dari 3 generasi salafush shalih (Shahabat, Tabi'in dan Tabi'ut tabi'in) yang pernah melakukannya sehingga dapat kuat menjadi sebuah istinbat....
Jadi...pada dasarnya jelas ini adalah perkara bid'ah...wajib dijauhi oleh sebab Rosulullah berkata "Segala bid'ah adalah sesat"
Nah...adapun kenapa Ibnu Hajar membaginya menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah....maka pembagian ini tertolak...oleh sebab Rosulullah jelas2 mengatakan kata "Kullu"...dimana ini dalam bahasa arab mempunyai derajat yang umum dan menyeluruh...
Jadi...apakah bid'ah itu bersifat baik...atau bersifat buruk...maka seharusnya dibuang....
Dan ini sendiri dikuatkan oleh para Shahabat Rosulullah sendiri...mereka jg menolak adanya bid'ah sekalipun itu baik
seperti Perkataan Ibnu Umar
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)
dan jg perkataan Ibnu Mas'ud
Juga terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”
قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid)
Lalu bagaimanakah dengan perkataan Umar dengan redaksinya "bahwa ini adalah sebaik2nya bid'ah?"
Maka terlebih dahulu sebelum kita memahami makna kata bid'ah yang diucapkan Umar...kita harus memahami...perkara apa seh yang dibilang Umar sebagai sebaik2nya bid'ah tersebut?
Umar berkata demikian ketika beliau kembali mengumpulkan orang untuk sholat tarawih berjama'aah....
Adakah sholat tarawih berjama'ah sebuah bid'ah?
Shahabat manapun...tidak ada yang berani bilang ini bid'ah...sebab perkara ini telah dikerjakan oleh Rosulullah....kemudian oleh Rosulullah beliau tidak kerjakan lagi disebabkan kekhawatiran menjadi wajib...namun...Rosulullah tidak pernah berkata bahwa ini tidak boleh dilakukan lagi....
Oleh karena itu...perkara Tarawih berjama'ah...bukanlah bid'ah...akan tetapi ini merupakan Sunnah
Nah...lantas kenapa Umar berkata ini bid'ah?
Sebab...hal ini (tarawih berjama'ah) adalah baru diadakan lage setelah sebelumnya dikerjakan...kemudian tidak dikerjakan...
Dari sini kita dapat tarik kesimpulan...bahwasanya perkataan bid'ah yang dibawakan oleh Umar ra...merupakan bid'ah dalam artian bahasa bukan dalam pengertian syar'at...bukankah bahasa yang digunakan Umar adalah bahasa arab?dan bahasa arab untuk segala yang baru disebut dengan kata "bid'ah"?
lagepula...anak nya Umar sendiri dengan jelas bilang bahwa Bid'ah adalah sesat sekalipun manusianya menganggapnya baik....
Dan telah tegas As Syathibi mengatakan dalam kitab Al Muwafaqaat fi Ushul Al Ahkaam bahwasanya siapapun yang menyalahi Ijma' 3 generasi terdahulu adalah salah
Jadi...aq harap kamu dapat mengambil pelajaran...
2. Takhrij Ibnu Hajar untuk beristimbat bahwa Maulid adalah bid'ah hasanah dengan menggunakan dalil puasa asyura jelas keliru...sebab ini merupakan 2 hal yang berbeda...kalaulah ini disamakan...kenapa lantas kita tidak menambahkan hari raya maulid kelahiran Rosulullah menjadi bertambah 1 hari lage?Kenapa kita merayakannya hanya pada tanggal 12 robi'ul awal?
Kenapa saya mengatakan demikian...sebab...Ibnu Hajar menggunakan dalil puasa asyura sebagai penguat maulid nabi bahwa ini bid'ah hasanah...tetapi -semoga Allah merahmati Ibnu Hajar- bukankah kita mengetahui bahwasanya puasa asyura' yang disyari'atkan bukan hanya sehari?
Sebab Rosulullah dalam hadits shahih nya berkata...bahwa beliau menambah puasa hari asyura' 1 hari lage untuk menyaingi orang Yahudi...silahkan kamu cek kitab hadits kembali....
Dan jg...puasa asyura' itu disyar'atkan...tetapi apakah Maulid disyari'atkan?
Oke lah kalau misalkan kita ambil hukum maulid dari situ...tetapi itu berarti kita menyamakan Maulid masuk kedalam hukum Ibadah dong?sebab puasa asyura' bernilai ibadah...maka mafhumnya seharusnya kan derajat ke 2 hal tersebut sama...
Akan tetapi...jelas maulid tertolak...oleh sebab apa?
lihat perkataan Ibnu Katsir dalam tafsir nya...
Bahwasanya beliau menyatakan bahwa ada 2 syarat mutlak dalam ibadah agar bisa diterima oleh Allah
1. Ikhlas
2. Ittiba' kepada Rosul
Ittiba' diatas ialah mengikuti tanpa menambah atau mengurangi...Bukan berarti menambahkan yang penting baik...
Sebab...Ibnu Mas'ud sendiri berkata
"Ittiba' lah kepada Rosul...janganlah kamu beribtida' "
Jikalau konsep "menambahkan gak apa2 yang penting tujuannya baik"...kenapa Ibnu Mas'ud marah kepada orang2 yang berdzikir pakai batu padahal alasan mereka jg baik?
Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita