666
IndoForum Junior B
- No. Urut
- 19114
- Sejak
- 19 Jul 2007
- Pesan
- 2.522
- Nilai reaksi
- 67
- Poin
- 48
Awas Bisnis Mayat
BANJARMASIN POST
PASANGAN suami istri Larmandes tak pernah menyangka kepindahan mereka dari Prancis ke Michigan, AS, telah membantu mengungkap kejahatan kemanusiaan.
Mereka memesan meja yang bisa dirakit. Pesanan tiba bersama satu paket lain.
Ny Ludivine Larmande membuka paket lain itu. Betapa terkejutnya, karena paket itu berisi kepala diawetkan dalam plastik. “Saya langsung menjatuhkannya,” kata Ludivine.
Pasangan ini langsung menelepon polisi. Setelah diselidiki, ternyata paket kepala itu datang dari Tiongkok. Dari situlah penyelidikan perdagangan tubuh manusia berawal. Pemerintah Tiongkok bekerja sama dengan Kepolisian New York memulai penyelidikan terhadap pasar gelap mayat warga Tiongkok. Diduga, mayat-mayat itu sebagian adalah tahanan yang sudah dieksekusi, lalu dikirim ke AS untuk dipajang di pameran.
Program “20/20” ABC News menayangkan laporan investigasi ini, Jumat (15/2), menampilkan pengakuan seorang partisipan pasar gelap mayat. Menurut pria itu, di 'pasar' itu mayat-mayat termasuk tahanan yang telah dieksekusi, dijual 200 dolar AS (Rp 1,8 juta) hingga 300 dolar AS (Rp 2,7 juta).
Kepada Brian Ross, Ketua tim investigasi 20/20, pria itu minta identitasnya dirahasiakan. Dia takut ditangkap aparat Tiongkok. Tapi pria itu menunjukkan beberapa foto yang diambilnya saat pertama datang ke fasilitas itu. Pada kunjungan berikutnya dia mulai mengambil mayat dan membawanya ke tempat itu.
Mayat itu diserahkan pada beberapa perusahaan Tiongkok pemasok jenazah yang diawetkan dengan sistem plastinasi untuk dipamerkan di AS.
Jaksa Agung New York sudah mengeluarkan surat perintah menghadap pengadilan, Kamis (14/2). Panggilan itu ditujukan kepada Premier Exhibitions (PE) yang berbasis di Atlanta. Event organizer ini menggelar pameran tubuh manusia di lebih 12 kota di AS.
Pihak kantor Jaksa Agung Andrew Cuomo menjelaskan pihaknya tengah menyelidiki 'kemungkinan benda-benda yang dipamerkan di AS itu diperoleh dengan metode salah.'
PE mengatakan, pihaknya bersedia bekerja sama. PE mengakui mayat-mayat itu dipasok dari laboratorium plastinasi Universitas Kedokteran Dalian (DMU) di Dalian, Tiongkok. Namun pernyataan PE dibantah Rektor DMU Dr Tang Jianwu. Kepada ABC News, Dr Tang menegaskan tidak pernah mengirim mayat ke PE atau perusahaan apapun.
Penyedia mayat bagi pameran bertajuk Bodies… The Exhibition yang digelar PE itu ternyata sebuah perusahaan swasta bernama Laboratorium Dalian Medi-Uni Plastinasation. Lokasinya sekitar 30 mil dari DMU.
Perusahaan ini dikelola seorang dosen universitas kedokteran itu. Menurut dosen itu, DMU awalnya memiliki 70 persen saham untuk operasional dan pasokan mayat. Namun universitas itu kemudian menarik diri karena bisnis itu menyebabkan publikasi buruk.
Departemen Luar Negeri (Deplu) Tiongkok juga tengah menyelidiki perdagangan gelap mayat. Termasuk di antaranya dugaan mayat-mayat itu dikapalkan ke PE meski ada undang-undang yang melarang ekspor mayat untuk komersial. “Departemen Kesehatan juga sudah mendapat laporan. Mereka bersedia bekerja sama untuk penyelidikan,” kata Liu Jianchao, Juru Bicara Deplu, di Beijing.
Kepala PE Arnie Geller mengaku ngeri mendengar tuduhan bahwa mayat-mayat yang dikirim pemasok Tiongkok adalah tahanan yang dieksekusi. Ia menegaskan bahwa pemasoknya menyakinkannya semua mayat itu legal, tidak ada klaim dan sudah melalui DMU. “Jika yang kami dapatkan seperti yang dituduhkan, kami akan mengambil tindakan,” tegas Geller.
Jutaan orang mengunjungi pameran tubuh-tubuh manusia yang digelar PE. Mayat-mayat ditampilkan dalam berbagai ekspresi dan aktivitas. Dari situ bisa dilihat bagaimana posisi dan pergerakan otot untuk setiap gerakan yang dilakukan manusia.
BANJARMASIN POST
PASANGAN suami istri Larmandes tak pernah menyangka kepindahan mereka dari Prancis ke Michigan, AS, telah membantu mengungkap kejahatan kemanusiaan.
Mereka memesan meja yang bisa dirakit. Pesanan tiba bersama satu paket lain.
Ny Ludivine Larmande membuka paket lain itu. Betapa terkejutnya, karena paket itu berisi kepala diawetkan dalam plastik. “Saya langsung menjatuhkannya,” kata Ludivine.
Pasangan ini langsung menelepon polisi. Setelah diselidiki, ternyata paket kepala itu datang dari Tiongkok. Dari situlah penyelidikan perdagangan tubuh manusia berawal. Pemerintah Tiongkok bekerja sama dengan Kepolisian New York memulai penyelidikan terhadap pasar gelap mayat warga Tiongkok. Diduga, mayat-mayat itu sebagian adalah tahanan yang sudah dieksekusi, lalu dikirim ke AS untuk dipajang di pameran.
Program “20/20” ABC News menayangkan laporan investigasi ini, Jumat (15/2), menampilkan pengakuan seorang partisipan pasar gelap mayat. Menurut pria itu, di 'pasar' itu mayat-mayat termasuk tahanan yang telah dieksekusi, dijual 200 dolar AS (Rp 1,8 juta) hingga 300 dolar AS (Rp 2,7 juta).
Kepada Brian Ross, Ketua tim investigasi 20/20, pria itu minta identitasnya dirahasiakan. Dia takut ditangkap aparat Tiongkok. Tapi pria itu menunjukkan beberapa foto yang diambilnya saat pertama datang ke fasilitas itu. Pada kunjungan berikutnya dia mulai mengambil mayat dan membawanya ke tempat itu.
Mayat itu diserahkan pada beberapa perusahaan Tiongkok pemasok jenazah yang diawetkan dengan sistem plastinasi untuk dipamerkan di AS.
Jaksa Agung New York sudah mengeluarkan surat perintah menghadap pengadilan, Kamis (14/2). Panggilan itu ditujukan kepada Premier Exhibitions (PE) yang berbasis di Atlanta. Event organizer ini menggelar pameran tubuh manusia di lebih 12 kota di AS.
Pihak kantor Jaksa Agung Andrew Cuomo menjelaskan pihaknya tengah menyelidiki 'kemungkinan benda-benda yang dipamerkan di AS itu diperoleh dengan metode salah.'
PE mengatakan, pihaknya bersedia bekerja sama. PE mengakui mayat-mayat itu dipasok dari laboratorium plastinasi Universitas Kedokteran Dalian (DMU) di Dalian, Tiongkok. Namun pernyataan PE dibantah Rektor DMU Dr Tang Jianwu. Kepada ABC News, Dr Tang menegaskan tidak pernah mengirim mayat ke PE atau perusahaan apapun.
Penyedia mayat bagi pameran bertajuk Bodies… The Exhibition yang digelar PE itu ternyata sebuah perusahaan swasta bernama Laboratorium Dalian Medi-Uni Plastinasation. Lokasinya sekitar 30 mil dari DMU.
Perusahaan ini dikelola seorang dosen universitas kedokteran itu. Menurut dosen itu, DMU awalnya memiliki 70 persen saham untuk operasional dan pasokan mayat. Namun universitas itu kemudian menarik diri karena bisnis itu menyebabkan publikasi buruk.
Departemen Luar Negeri (Deplu) Tiongkok juga tengah menyelidiki perdagangan gelap mayat. Termasuk di antaranya dugaan mayat-mayat itu dikapalkan ke PE meski ada undang-undang yang melarang ekspor mayat untuk komersial. “Departemen Kesehatan juga sudah mendapat laporan. Mereka bersedia bekerja sama untuk penyelidikan,” kata Liu Jianchao, Juru Bicara Deplu, di Beijing.
Kepala PE Arnie Geller mengaku ngeri mendengar tuduhan bahwa mayat-mayat yang dikirim pemasok Tiongkok adalah tahanan yang dieksekusi. Ia menegaskan bahwa pemasoknya menyakinkannya semua mayat itu legal, tidak ada klaim dan sudah melalui DMU. “Jika yang kami dapatkan seperti yang dituduhkan, kami akan mengambil tindakan,” tegas Geller.
Jutaan orang mengunjungi pameran tubuh-tubuh manusia yang digelar PE. Mayat-mayat ditampilkan dalam berbagai ekspresi dan aktivitas. Dari situ bisa dilihat bagaimana posisi dan pergerakan otot untuk setiap gerakan yang dilakukan manusia.