• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[ask] Terapi Urin, Halal atau Tidak?

yonie

IndoForum Beginner E
No. Urut
95969
Sejak
24 Apr 2010
Pesan
450
Nilai reaksi
22
Poin
18
Saya bingung juga, mau masuk Clean Deates atau Religi yah /hmm kalau salah tolong di Moved aja /thx

Sesuai dengan judul di atas, saya telah membahas mengenai terapi urin itu sendiri di http://indoforum.org/showthread.php?p=1901471#post1901471

Hanya saja, dalam thread tersebut, saya hanya ingin membahas secara medis, dan disini saya ingin tahu pendapat secara hukum Islam.
Sejauh yang saya tahu, Urin dalam Islam memang dikatakan haram, berarti penggunaannya pun haram.

Tapi, ada penjelasan seperti ini

Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:

1. Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.
2. Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
3. Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan agama. Dan saya tambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang membuktikan bahwa sesuatu yang haram tersebut benar-benar dapat menyembuhkan dan tidak menumbulkan efek yang membahayakan.

mau tanya pendapat bro dan sist... menurut kalian bagaimana...??
/thx
 
sepertinya udah nyangkut2x agama ya....
berarti untuk implementasi nya sendiri tergantung dari individu dan agama yang dianutnya...

mungkin lebih baik di move ke Forum Religi saja... tapi ya terserah ts dan mod saja...

untuk pertanyaan ya saya jawab menurut agama yang ane anut ya... yaitu Islam.
Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan atas kamu. (HR. Al-Baihaqi)
Thariq bin Suwaid Ra bertanya kepada Nabi Saw tentang khamar (arak) dan beliau melarangnya. Lalu Thariq berkata, "Aku hanya menjadikannya campuran untuk obat." Lalu Nabi Saw berkata lagi, "Itu bukan obat tetapi penyakit." (HR. Ahmad)
Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, Dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi timbangan, ‘subhanalloh walhamdulillah’ akan memenuhi ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim)
Karena keterbatasan ane, mungkin rekan yang lain ada yang lebih mengerti dan mengetahui...

Tapi perlu dan harus diketahui juga...
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal.

Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin seku Zder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder.

Tapi yakinlah, sebaik baik obat adalah yang baik, bukan haram bukan pula najis...

Untuk lebih lanjut, silahkan buka trit baru di FR, InsyaAlloh ane akan jelaskan lebih rinci... kalau di sini mah tanggung, soalnya disini tempat buat bakar2xan :D

Terima kasih.
 
pengobatan yang wajar-wajar aja juga masih banyak koq..kenapa harus pake yg agak ganjil begitu:D
 
@ Cimohai
wah, mantap kang penjelasannya. memang untuk orang2 dengan penyakit tertentu, seperti ginjal justru kalo minum urin memang malah akan beracun...
tapi, gimana kalo kasusnya seperti ini.. ada orang yang miskin banget dan dia menderita penyakit parah. dia jelas ingin sembuh, tapi tak mempunyai biaya untuk berobat ke dokter. dan jika dia tetap bertekad buat minum urin sebagai bentuk ikhtiar karena tau khasiatnya, mungkin gak tindakannya itu diharamkan juga...? /hmm

btw, kalo memang lebih cocok di FR, Mod mohon di moved aja /thx

@judi
emang agak ganjil seh... jijik juga mungkin yah.. :D
 
Di dunia ini sudah banyak macam2 pengobatan yang lebih baik, knp harus pake urin?

Halal atau tidak halal itu sudah tercantum di aturan2 agama masing2x
 
^
... dan memiliki alasan mengapa diharamkan /gg

btw, uda banyak pengobatan yg lebih baik, tu ilmuan aneh2 aja /swt
coba. Ada bahan kimiawi yang berbahaya yg bersifat racun bagi tubuh. bahkan banyak, mau diminum ya sama aja nyari penyakit :-&
 
Setelah saya lihat materinya, memang lebih cocok diletakan di FR Islam karena lebih ke pertanyaan daripada debat.

Thread Moved!
 
bahkan setahuku yah, ada yang tiap hari melakukan pijat dengan urin, dan kulitnya meski sudah tua, tapi masih seger banget..../hmm

setakjub itu kah khasiat urin /hmm

@Mod /thx
 
Kita lihat dari kenajisan nya sendiri ya...

Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat, sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya. Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma dan dipotongnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering. (Shahih Muslim No.439)
lalu dijelaskan oleh firman Allah SWT..
"kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan."An Nahl : 69

Dari hadits2x diatas dapat disimpulkan, suatu obat pasti mengandung kebaikan dan urin ini sudah jelas merupakan kenajisan.

@ Cimohai
wah, mantap kang penjelasannya. memang untuk orang2 dengan penyakit tertentu, seperti ginjal justru kalo minum urin memang malah akan beracun...
tapi, gimana kalo kasusnya seperti ini.. ada orang yang miskin banget dan dia menderita penyakit parah. dia jelas ingin sembuh, tapi tak mempunyai biaya untuk berobat ke dokter. dan jika dia tetap bertekad buat minum urin sebagai bentuk ikhtiar karena tau khasiatnya, mungkin gak tindakannya itu diharamkan juga...? /hmm

wah ame segitunya, apa memang ga bisa ke puskesmas ya? :-/
pake jamkesmas saja pasti dilayani ko, malah sekarang pelayanan puskesmas2x sudah mulai membaik... salut untuk pemerintah...>:D<

oia, coba di cek ini juga...
https://www.forum.or.id/showthread.php?t=116655
 
^ wah, kang nuhun.. mencerahkan sekali.... /no1
apa musti saya ganti yah panggilannya sekarang jadi ustad /hmm

awalnya saya begitu takjub sama khasiat2nya berdasarkan buku yang saya baca, dan muter2 di internet...

tapi, kalo memang sudah jelas hukumnya haram, nantinya malah takut gak berkah buat diri sendiri....

beruntunglah jadi umat muslim, karena semuanya sudah tertera dalam Al-Qur'an

saya masih harus banyak belajar /ok
 
^ ustad .... Aminnnnnn... :) tapi masih jauh saya mah dari ustad mah... tapi nuhun ah tos dipuji :D ...

sama teh, saya juga masih harus banyak belajar... dan ga akan pernah berhenti belajar...
kadang antara keinginan dan hawa nafsu masih menang hawa nafsu... :(

But, I won't give up.... try ... try... and try again... heheheh (belagu pake bahasa aneh :D )

Semoga bermanfaat... >:D<
 
^ ustad .... Aminnnnnn... :) tapi masih jauh saya mah dari ustad mah... tapi nuhun ah tos dipuji :D ...

sama teh, saya juga masih harus banyak belajar... dan ga akan pernah berhenti belajar...
kadang antara keinginan dan hawa nafsu masih menang hawa nafsu... :(

But, I won't give up.... try ... try... and try again... heheheh (belagu pake bahasa aneh :D )

Semoga bermanfaat... >:D<

keinginan sareng hawa nafsu sami heunteu ny.../hmm/heh

muhun lah..sasarengan belajar /go/go
 
^
selama spiritual kuat (spiritual identik dgn iman), hawa nafsu akan senantiasa bisa dikendalikan yang nantinya akan muncul akhlaqul karimah dan akan menggunakan kecerdasannya utk kebaikan pula /no1.
 
Sedikit ulasan tentang urin sebagai obat

Para ulama sepakat (ijma’) bahwa urine manusia demikian pula feces (tinja) nya adalah najis kecuali bayi yang hanya mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd (Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR. Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian dari kecing” (Nailul Authar, I/43).

Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Alloh SWT firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal. 17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19).

Masalah penggunaan urine manusia sebagai terapi medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau orang lain baik dalam bentuk murni ataupun campuran dengan bahan lain dalam kemasan jamu ataupun obat sebenarnya sudah masuk dalam wilayah pembahasan masalah darurat ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria, klasifikasi dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan jelas yang dimaksud kondisi darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-An’am:119, Al-Maidah:3).

Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa memang Islam sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah menggunakan alternatif haram. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh SWT telah menurunkan penyakit dan obat serta telah menciptakan untuk kalian setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu ketika ada seorang yang bertanya kepada Nabi tentang memanfaatkan khamr, beliau melarangnya. Lalu ketika orang tersebut mendesak beliau dan mengatakan bagaimana jika memanfatkannya hanya untuk obat? Beliau menegaskan kembali dengan bersabda: “Khamer itu bukan sebagai obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi) Hal ini juga didukung oleh fatwa Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Sesungguhnya Alloh SWT tidak menciptakan kesembuhan kalian pada sesuatu yang Ia haramkan atas kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni karena pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, III/115-116) menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya adalah akan mendorong orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.

Demikian pula menurut beliau, pembolehan berobat dengan yang haram apalagi jika selera cenderung kepadanya maka penggunaannya akan menjurus kepada hobi, kebiasaan, kecanduan dan menikmatinya khususnya bila merasakan manfaat padanya dapat menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu Ibnul Qayyim penulis kitab Ath-Thibb An-Nabawi (Pengobatan ala Nabi) ini mengingatkan efek psikologis yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat haram tersebut yaitu bahwa ketika seseorang meyakini sesuatu yang haram itu bermanfaat dapat menyembuhkan penyakitnya maka spontanitas ia akan tersugesti dengannya.

Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:

1. Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.
2. Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
3. Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan agama. Dan saya tambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang membuktikan bahwa sesuatu yang haram tersebut benar-benar dapat menyembuhkan dan tidak menumbulkan efek yang membahayakan.

Meskipun demikian beliau menambahkan bahwa menurut pengalaman empiris dan laporan medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak ada alasan dan kebutuhan medis yang memastikan sesuatu yang haram ini sebagai obat, akan tetapi beliau tetap mentolerir prinsip rukhsah ini untuk mengantisipasi kondisi dimana seseorang muslim tidak mendapatkan obat kecuali dengan mengkonsumsi sesuatu barang yang haram. (Al-Halal wal Haram fil Islam: 53)

Demikian pula halnya hukum menggunakan urine manusia sebagai campuran obat-obatan apalagi praktik jual beli produk barang tersebut para prinsipnya adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum diharamkan pula untuk dijual belikan.” (HR.Al-Humaidi dalam Musnadnya) Hal ini dapat diqiyaskan (analog) dengan sabda Nabi saw tentang pengharaman khamer setelah turun ayat Al-Maidah:90-91: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer maka barangsiapa yang menyaksikan ayat ini dan ia masih memilikinya maka janganlah ia meminum maupun menjualnya.” (HR.Muslim)

Adapun hukum mengkonsumsi urine binatang yang halal dimakan dagingnya sebagai obat seperti urine unta, kambing, sapi, unggas dan burung maka pendapat yang paling kuat adalah hal itu diperbolehkan dan halal karena urine tersebut suci dan tidak najis, berbeda dengan urine binatang yang haram dimakan dagingnya maka hukumnya urinenya juga haram dan najis.

Dalil tentang suci dan halalnya mengkonsumsi urine binatang yang halal dimakan dagingnya adalah bahwa Nabi saw membolehkan orang-orang Uraniyyin yang sedang tinggal di Madinah untuk meminum air kecing unta dan susunya (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Demikian pula Nabi saw. membolehkan umat Islam untuk melaksanakan shalat di kandang kambing yang menunjukkan sucinya kotoran dan kencing kambing (HR. Ahmad dan Tirmidzi) Dengan demikian karena urine binatang yang halal dimakan dagingnya halal untuk dikonsumsi maka halal pula menggunakan kotoran ataupun urinenya untuk kebutuhan lainnya seperti pupuk, makanan binatang piaraan maupun diperjual belikan dan tetap dikategorokan sebagai thayibat karena barang tersebut adalah suci dan bukan najis.

Insya'Alloh Anda dapat lebih memahami tentang beberapa kasus ini, oleh sebab itu sebagai seorang Muslim terbaik janganlah kita terpengaruh akan beberapa tulisan atau artikel yang memang belum kita pahami secara mendetail. Semoga bermanfaat untuk kepentingan Umat !!!

Sumber

Para ulama sepakat (ijma’) bahwa urine manusia demikian pula feces (tinja) nya adalah najis kecuali bayi yang hanya mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd (Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR. Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian dari kecing” (Nailul Authar, I/43)

Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Allah firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal. 17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19)

Adapun menggunakan urine tersebut dalam konteks kebutuhan medis seperti yang diangkat dalam wawancara sebuah tabloid yang terbit di Surabaya akhir Oktober 2000, Prof. Dr. dr. Iwan T, Budiarso memaparkan bahwa urine (air kencing) bisa menyembuhkan berbagai penyakit seperti koreng, diabetes, jantung, ginjal, kanker, AIDS dan impotensi. Bahkan menurut pengalamannya pribadi bahwa dulunya ia pernah loyo dan kejantanannya nyaris mati, namun kemudian menjadi greng lagi setelah minum air kencingnya. Ia juga menambahkan bahwa di luar negeri urine dijualbelikan dan pembelinya adalah perusahaan farmasi atau kosmetika raksasa.

Guru Besar Fak. Kedokteran Universitas Tarumanagara di Jakarta itu juga menyatakan bahwa obat batuk hitam yang biasa dikonsumsi orang memiliki kadar 10 persen kandungan urinenya. Kosmetik-kosmetik awet muda pun juga mengandung ekstraurine. Pernyataan ini tentunya mengundang kontroversi dan mendapatkan protes dan kritik diantaranya oleh kalangan ahli farmasi sendiri diantaranya apoteker Drs. Sunarto Prawirosujanto, APT. sebagaimana dimuat di Harian Media Indonesia, Senin 13 November 2000. Namun sayang Prof. Iwan belum menjelaskan obat batuk merek apa saja dan dibuat oleh pabrik yang mana yang mengandung urine.

Masalah penggunaan urine manusia sebagai terapi medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau orang lain baik dalam bentuk murni ataupun campuran dengan bahan lain dalam kemasan jamu ataupun obat sebenarnya sudah masuk dalam wilayah pembahasan masalah darurat ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria, klasifikasi dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan jelas yang dimaksud kondisi darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-An’am:119, Al-Maidah:3).

Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa memang Islam sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah menggunakan alternatif haram. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat serta telah menciptakan untuk kalian setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu ketika ada seorang yang bertanya kepada Nabi tentang memanfaatkan khamr, beliau melarangnya. Lalu ketika orang tersebut mendesak beliau dan mengatakan bagaimana jika memanfatkannya hanya untuk obat? Beliau menegaskan kembali dengan bersabda: “Khamer itu bukan sebagai obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi) Hal ini juga didukung oleh fatwa Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan kesembuhan kalian pada sesuatu yang Ia haramkan atas kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni karena pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, III/115-116) menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya adalah akan mendorong orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.

Demikian pula menurut beliau, pembolehan berobat dengan yang haram apalagi jika selera cenderung kepadanya maka penggunaannya akan menjurus kepada hobi, kebiasaan, kecanduan dan menikmatinya khususnya bila merasakan manfaat padanya dapat menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu Ibnul Qayyim penulis kitab Ath-Thibb An-Nabawi (Pengobatan ala Nabi) ini mengingatkan efek psikologis yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat haram tersebut yaitu bahwa ketika seseorang meyakini sesuatu yang haram itu bermanfaat dapat menyembuhkan penyakitnya maka spontanitas ia akan tersugesti dengannya.

Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:

1. Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.
2. Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
3. Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan agama. Dan saya tambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang membuktikan bahwa sesuatu yang haram tersebut benar-benar dapat menyembuhkan dan tidak menumbulkan efek yang membahayakan.

Meskipun demikian beliau menambahkan bahwa menurut pengalaman empiris dan laporan medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak ada alasan dan kebutuhan medis yang memastikan sesuatu yang haram ini sebagai obat, akan tetapi beliau tetap mentolerir prinsip rukhsah ini untuk mengantisipasi kondisi dimana seseorang muslim tidak mendapatkan obat kecuali dengan mengkonsumsi sesuatu barang yang haram. (Al-Halal wal Haram fil Islam: 53)

Demikian pula halnya hukum menggunakan urine manusia sebagai campuran obat-obatan apalagi praktik jual beli produk barang tersebut para prinsipnya adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum diharamkan pula untuk dijual belikan.” (HR.Al-Humaidi dalam Musnadnya) Hal ini dapat diqiyaskan (analog) dengan sabda Nabi saw tentang pengharaman khamer setelah turun ayat Al-Maidah:90-91: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer maka barangsiapa yang menyaksikan ayat ini dan ia masih memilikinya maka janganlah ia meminum maupun menjualnya.” (HR.Muslim)

Adapun hukum mengkonsumsi urine binatang yang halal dimakan dagingnya sebagai obat seperti urine unta, kambing, sapi, unggas dan burung maka pendapat yang paling kuat adalah hal itu diperbolehkan dan halal karena urine tersebut suci dan tidak najis, berbeda dengan urine binatang yang haram dimakan dagingnya maka hukumnya urinenya juga haram dan najis.

Dalil tentang suci dan halalnya mengkonsumsi urine binatang yang halal dimakan dagingnya adalah bahwa Nabi saw membolehkan orang-orang Uraniyyin yang sedang tinggal di Madinah untuk meminum air kecing unta dan susunya (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Demikian pula Nabi saw. membolehkan umat Islam untuk melaksanakan shalat di kandang kambing yang menunjukkan sucinya kotoran dan kencing kambing (HR. Ahmad dan Tirmidzi) Dengan demikian karena urine binatang yang halal dimakan dagingnya halal untuk dikonsumsi maka halal pula menggunakan kotoran ataupun urinenya untuk kebutuhan lainnya seperti pupuk, makanan binatang piaraan maupun diperjual belikan dan tetap dikategorokan sebagai thayibat karena barang tersebut adalah suci dan bukan najis.

Sumber

Ulasan diatas mohon untuk dicermati secara serius.
Selama Masih ada obat yang lain, Knapa harus pilih urin
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.