• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

“ Siapa Ingin Membela Agama Allah? ”

al_hudzaifah

IndoForum Junior A
No. Urut
18915
Sejak
16 Jul 2007
Pesan
3.389
Nilai reaksi
60
Poin
48
“ Siapa Ingin Membela Agama Allah? ”




Minggu, 04 November 2007

“Siapa yang menolong agama Allah, Allah pasti bakal menolongmu.” Itulah janji Allah yang hanya sebagian kecil saja manusia tahu dan meyakini

Mulhim
Ketika kecil, aku terbiasa tidur ramai-ramai di musholla bersama teman-teman, sambil mengaji pada salah satu kiai di desaku. Orang tuaku sangat mendukung kegiatan tersebut, sehingga membuatku bersemangat untuk mengaji tiap malam.
Aku sangat terkesan dengan firman Allah yang diungkapkan kiaiku. ”Barangsiapa menolong agama Allah, Allah akan menolongnya.” Firman Allah ini menancap dalam kalbuku hingga sekarang.
Setelah lulus SMA di desa, aku meberanikan diri mengadu nasib di kota Bojonegoro Jawa Timur. Biarpun tidak punya saudara atau pun teman di kota, itu tidak menciutkan nyaliku untuk hijrah. Untuk tidur sementara, saya menumpang di sebuah masjid. Alhamdulillah, takmir mengijinkan, bahkan ia menawari tinggal untuk seterusnya sambil membantu merawat masjid.
Hidup di lingkungan masjid membuat aku terasa tenang dan selalu terjaga shalatku. Namun aku merasa sedih, ketika melihat banyak anak bermain di sekitar masjid dengan kegiatan yang tak jelas. Saya berfikir, mengapa mereka tidak mengaji.
Saya kemudian mendirikan TPA. Alhamdulillah, masyarakat menyambut baik kehadiran TPA ini. Bahkan saya sampai kewalahan karena banyaknya santri. Untuk itu, saya merekrut tenaga pengajar baru. Soal maisyah (gaji), kami tidak perlu pusing karena masyarakat dan takmir masjid sudah tanggap bahkan sampai berlebih.
Beberapa waktu di kota, saya pulang ke desa, rindu orang tua. Rupanya, kedatangan saya sudah ditunggu-tunggu. Saya ditawari menikah dan orangtua sudah punya calon. Sebagai anak yang baik, saya tak berani menolak tawaran itu. Apalagi calonnya OK banget!, baik agamanya maupun wajahnya. Sayangkan kalau ditolak, he..he...
Selesai pernikahan, istri saya boyong ke kota. Berarti saya harus mencari kontrakan rumah. Tidak mungkin lagi tinggal di masjid. Cuma, tidak mudah mencari kontrakan, karena saya mencari rumah yang murah. Tapi saya yakin pertolongan Allah.
Suatu hari saya bersilahturahim ke rumah salah satu wali santri, sambil mencari informasi kontrakan murah. “Memang susah cari kontrakan murah. Tapi kalau mau tinggal gratis, bisa tinggal bersama Bu Salman, tetangga sebelah. Kebetulan, anak-anaknya yang tinggal jauh butuh orang yang bisa merawat ibunya,” katanya.
Saya lalu bersilaturrahmi ke rumah Bu Salman dan ketepatan semua anak-anaknya kumpul. Mereka sedang rembukan membahas ibunya yang tak mau ikut anak-anaknya. Bu Salman ingin hidup dan meninggal di rumah peninggalan suaminya. Aku pun mengutarakan maksud untuk mengkontrak di rumah ini. Tanpa pikir panjang, anak tertua Bu Salman menyela, ”Wah, kebetulan Dik…! Tinggal saja di sini, sambil merawat ibu saya. Tak usah mengontrak.”
Semenjak itu hari-hariku bersama isteri tinggal menemani Bu Salman dan merawatnya sebagaimana orang tua sendiri. Bila sakit kami antar ke dokter, kalau mandi isteri yang memandikan bahkan makan pun disuapi seperti merawat bayi dan kami selalu membimbingnya untuk menjaga shalat lima waktu dalam kondisi apapun, baik duduk, berbaring ataupun dengan isyarat.
Tak disangka pada pagi buta, sesudah shalat Shubuh, Bu Salman seperti tidur pulas, tak bergerak-gerak lagi tapi dari wajahnya tersungging kebahagiaan. Dia telah pulang ke rahmatullah. Meninggalnya Bu Salman membuat kami sedih, karena dia telah kami anggap sebagai orangtua sendiri.
Setelah masa berduka dianggap selesai, aku minta ijin kepada anak-anak Bu Salman untuk pindah rumah ke kontrakan baru. Namun semua anak-anaknya mencegahku, bahkan mereka sepakat dengan ikhlas menyerahkan sertifikat hak milik rumah tersebut kepada saya, sebagai tanda terimakasih telah merawat ibunya dengan baik. Aku hanya bisa bersujud syukur, Allah telah memberikan rumah gratis dengan cara yang tidak disangka-sangka. [Pengalaman Mulhim seperti dituturkan kepada M Fauzi dari Suara Hidayatullah]
 
Dimana Umar!
Dimana Abu Bakar!
Dimana Ali!
Dimana Utsman!
Dimana Khalid!
Dimana Sholahuddin!
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.