• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hindu di Bali Masa Lalu, Kini dan Mendatang

sakradeva

IndoForum Newbie D
No. Urut
20433
Sejak
14 Agt 2007
Pesan
107
Nilai reaksi
0
Poin
16
MASA LALU

Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.


MASA KINI

Disamping kehidupan beragama dijalankan sesuai dengan tradisi leluhur, kita ga bisa menyangkal berbagai permasalahan muncul dewasa ini, klo menurut saya yang perlu dapat perhatian serius adalah :

Internal :

Sangat disayangkan terjadi perbedaan dikalangan elite agama kita yang bermuara dengan adanya 2 Parisada di Bali
Padahal Parisada mempunyai peranan sangat penting dalam kelangsungan umat Hindu
dimana Parisada mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam hubungan dengan pembahasan, penafsiran dan perumusan berbagai persoalan yang menyangkut pelaksanaan ajaran agama Hindu (Pendapat ini didasarkan atas Bab XII bait 108 kitab Weda Smerti Manawa Dharmasastra, yang menentukan sebagai berikut: Kalau ditanya bagaimana hukumnya sedangkan ketentuan itu tidak dijumpai (dalam Weda) para sista (ahli agama) dalam bidang itu akan menetapkan ketentuan yang mempunyai kekuatan hukum. Brahmana sebagai seorang sista menurut Weda beserta tambahan-tambahannya dapat mengemukakan bukti-bukti berdasarkan pandangannya (indria) sesuai dengan Weda. Klo jaman dahulu penafsiran dibuat oleh para maharishi). Oleh karena itu, Parisada bukan saja harus satu, tetapi sekaligus juga harus bersatu dalam kesatuan. Kalau Parisada aja sudah pecah, kita khawatir lembaga ini selain tidak akan memberi manfaat bagi umat Hindu, juga justru dapat membahayakan kelangsungan umat Hindu.

Persoalan berikutnya adalaha kehadiran Sampradaya
Istilah ini sekarang lagi populer di masyarakat Bali, gimana pengertian sampradaya secara tepat ya? Apakah sama dengan Sekte atau aliran spritual
Klo Mengenai sekte-sekte yang dulu pernah ada di Bali kita semua dapat informasi dari beberapa sumber

Secara mitologi kita pernah dengar atau membaca kisah tentang Mayadanawa
Purana Bali Dwipa mengisahkan, yang menyertai menyerang Raja Mayadanawa adalah sekte Bayu, Sambu, Brahma, Rudra, dan Mahesora. Keterangan ini sesuai dengan yang disebutkan I Wayan Warna dkk dalam buku Usana Bali Usana Jawa (1996).
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa cerita tersebut merupakan semua saduran untuk melukiskan pertentangan yang terjadi antar sekte di Bali saat itu.

Sedangkan tinjauan ilmiah adalah pendapat dari Dr R Goris dalam buku Sekte-sekte di Bali (1974) menyebutkan ada sembilan sekte yang dilebur dan dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
1. Brahmana. Di India disebut Smarta, tetapi sebutan Smrta tidak dikenal di Bali. Kitab-kitab Sasana, Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawa Dharmasastra merupakan produk sekte Brahmana.
2. Bodha atau Sogatha, di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan mantra Budha tipe yete mantra dalam zeal meterai tanah liat yang disimpan dalam stupika. Stupika seperti itu banyak diketahui di Pejeng, Gianyar. Menurut penelitian Dr WF Stutterheim itu merupakan mantra Budha aliran Mahayana yang diperkirakan sudah ada di Bali abad ke-8 Masehi. Terbukti dengan adanya arca Bodhisatwa di Pura Genuruan (Bedulu), arca Bodhisatwa Padmapatni di Pura Galang Sanja (Pejeng), arca Boddha di Goa Gajah, dan di tempat lain.
................... nyambung nih
 
sambungannya nih.......................

3. Bhairawa, sekte yang memuja Dewi Durga sebagai Dewa Utama. Pemujaan terhadap Dewi Durga di Pura Dalem yang ada di tiap desa adat di Bali merupakan pengaruh sekte ini. Begitu pula pemujaan terhadap Ratu Ayu (Rangda) juga merupakan pengaruh sekte ini. Sekte ini merupakan salah satu sekte wacamara (aliran kiri Tantra) yang mendambakan kekuatan magis dan bermanfaat untuk kekuasaan duniawi.
4. Ganapatya, kelompok pemuja Dewa Ganesa. Keberadaan sekte ini di Bali terbukti dengan banyaknya didapatkan arca Ganesa, baik dalam wujud besar maupun kecil. Ada dibuat dari batu padas maupun logam, tersimpan dalam beberapa pura di Bali. Fungsi arca Ganesa sebagai Wigna, penghalang gangguan. Karenanya, patung Ganesa diletakkan pada tempat-tempat yang dianggap bahaya. Ada caru dengan nama sama.
5. Pasupata, juga merupakan sekte pemuja Siwa. Bedanya dengan Siwa Shidanta terutama dalam cara pemujaan. Pemujaan sekte Pasupata menggunakan lingga sebagai simbol tempat turun atau berstana Dewa Siwa. Jadi, penyembahan lingga sebagai lambang Siwa merupakan ciri khas sekte Pasupata.
6. Rsi. Arkeolog R Goris memberi uraian sumir dengan menunjuk kenyataan, bahwa di Bali Rsi adalah seorang dwijati yang bukan berasal dari wangsa brahmana. Istilah dewarsi atau rajarsi pada orang Hindu merupakan orang suci di antara raja-raja dari wangsa ksatria.
7. Sora, memuja Surya sebagai Dewa Utama. Sistem pemujaan Dewa Matahari yang disebut Suryasewana dan dilakukan pada waktu matahari terbit serta terbenam, merupakan ciri penganut sekte Sora. Kalau sembahyang di pura mesti diawali dengan muspa ke Surya.
8. Waisnawa, di Bali jelas diberikan petunjuk dalam konsepsi agama Hindu, yakni tentang pemujaan Dewi Sri. Dewi Sri dipandang sebagai pemberi rezeki, kebahagiaan, dan kemakmuran. Di kalangan petani di Bali, Dewi Sri dipandang sebagai Dewa padi, yang merupakan keperluan hidup paling utama.
9. Siwa Sidantha, cabang dari Siwa. Walaupun Siwa Sidantha mempunyai pengikut terbanyak, tapi dalam peleburan kesembilan sekte di Bali itu, yang di putuskan adalah pokoknya, Siwa. Jadi, agama Hindu di Bali adalah Siwa, Budha, dan Waisnawa sesuai dengan keputusan pertemuan di Samuhan Tiga yang dipimpin Mpu Kuturan. Siwa, Budha, dan Waisnawa ini yang disatukan menjadi agama Hindu yang bersumber pada pustaka suci Weda.
( well kita berhutang banyak pada Yang Mulia Mpu Kuturan, tanpa jasa beliau mungkin kita tidak akan mewarisi Bali seperti saat ini )

Kini di Bali terdapat banyak kelompok aliran spiritual. Ada berbau lokal Bali tulen, ada juga membawa nuansa India. Di masyarakat kelompok-kelompok itu kerap disebut sampradaya. Misalnya, Sai Baba, Hare Krisna, Brahma Kumaris, Ananda Marga, dan lain sebagainya. Di Bali sendiri ada Perguruan Sandi Murti, Bambu Kuning, Siwa Sampurna, Bagaspati, dll. Umumnya kelompok-kelompok ini tetap mengusung ajaran Hindu, lagi pula pendukungnya kebanyakan orang Hindu.
Bagaimana eksistensi Hindu di Bali dengan kehadiran “Tamu” yang bernama Sampradaya/sekte ini ? apakah tidak tertutup kemungkinan terciptanya konflik horizontal ? bagaimana kita menyikapi kehadiran mereka ?
Mampukah kita seperti Mpu Kuturan yang secara Bijak mampu menyikapi masalah yang sama ini sekian abad yang lalu ??

Eksternal

Kebutuhan Ekonomi
Perekonomian sangat mempengaruhi perkembangan suatu bangsa dalam segala bidang, ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap sektor2 Agama Budaya,politik dan sosial.
Kita bisa liat dewasa ini kenyataannya di Bali, betapa hebatnya pengaruh kepentingan ekonomi terhadap Agama dan Budaya di Bali.
Demi kepentingan ekonomi :
Pura Tanah Lot jadi background sebuah lapangan Golf
Kawasan Suci beberapa Pura Kahyangan Jagat seperti Besakih dan Uluwatu terancam
Kawasan Suci yang berupa Hutan dan Danau ( hulu ) mulai diusik
Banyak tradisi luhur kita telah berubah.

Agama Lain
Saya memasukkan agama lain sebagai salah satu bahasan, bukan untuk menyebarkan kebencian ataupun provokasi, namun sebagai bahan renungan kita semua
Selain sampradaya yang berkembang di Bali, tak dipungkiri keberadaan umat lain di Bali pun semakin mantap, malah mereka mulai mempunyai peranan kunci dalam beberapa sektor kehidupan Bali, dan banyak perpidahan Agama yang dianut terjadi, yang menarik adalah asalnya dari umat Hindu dengan berbagai alasan.
Leluhur kita dulu dengan dipelopori oleh Danghyang Dwijendra membentengi Bali secara sekala dan niskala dengan mendirikan beberapa Pura di tempat2 strategis terutama di sepanjang pantai, mengingat penduduk disekitar pantai paling awal mendapat pengaruh dari luar.


MASA DEPAN

Masa depan Bali ada di tangan kita GENERASI MUDA tentu saja atas restu ( Asung wara Nugraha ) Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Well saudara ku yang tercinta
Mohon sumbang saran dan pikiran kalian semua
Oh ya klo menurut anda ada hal lain dari yang saya sebut diatas yang perlu mendapat perhatian dan kita sikapi bersama tambahain aja ya :D


SUKSMA, TERIMAKASIH
 
thank's Goesdun atas infonya

tapi bukan itu maksud thread ini
saya sengaja menyingkat ulasan tentang masa lalu dan masa kini karena thread lain seperti thread anda ( Hindu Dharma=Siwa Budha ) sudah banyak membahas hal itu.
thread ini lebih focus pada opini dari rekan2 kita di forum ini
bagaimana kita sebagai orang Bali dan beragama Hindu menyikapi permasalahan yang ada di Bali ( yang non Bali juga dipersilahkan memberikan Pendapat mereka, mengingat Bali adalah Barometer Hindu di Indonesia apa yang terjadi di Bali akan berpengaruh juga di seluruh Indonesia)
kenapa saya menyajikan ulasan masa lalu dan masa kini ???
karena saya berharap teman2 dalam memberikan Opini dan pendapat dalam menyikapi permasalahan yang kini ada dengan menjadikan sejarah perkembangan Hindu sebagai Pijakan dan cerminan. :)
 
Justru saya memperluas wawasan thread @sakradeva karena membahasa Hindu Bali masa lalu, sekarang dan akan datang, dengan terlebih dahulu mengingat kembali sejarah bahwa Agama Siwa Budha yang pernah ada di Nusantara sekarang menjadi Hindu Dharma dengan Prisada Hindu Dharma Indonesia sebagai lembaga tertingginya.

Melalui lembaga tertingginya Parisada Hindu Dharma Indonesia ada pembinaan Kesadaran, solidaritas sosial dan kesaling terhubungan yang melintasi klan, soroh, marga, dadia, padarman, suku bangsa dan sampradaya / Yayasan.

Dengan kata lain, setiap pemeluk Hindu, dimanapun dia berada, apapun klan, marga atau suku bangsanya adalah saudara bagi pemeluk Hindu lainnya.

Diakui pula ketidakmampuan memahami dan membedakan filsafat dan ajaran Hindu, telah mengakibatkan terjadinya tarik menarik pengaruh India dengan Bali.

Di Indonsia, agama Hindu yang dikenali adalah agama praktek, dalam artian perasaan beragama yang dirasakan secara tradisional. Hal tersebut ditunjukkan dalam upacara-upacara yang dilakukanya, tentu tidak terlepas dari filsafat Weda.

Dalam perkembanganya Hindu Dharma memiliki Lembaga:

  • Parisadha Hindu Dharma Indonesia secara khusus sebagai lembaga umat yang menangani masalah-masalah agama sehingga Tattwa , Susila dan Upacara menjadi sesuatu yang utuh sebagai manifestasi hubungan vertical (hubungan religius)

  • Lembaga Adat (Majelis Desa Pekraman) secara khusus menangani masalah-masalah Adat sebagai manifestasi hubungan Horisontal. (hubungan social) sesuai daerah masing-masing. Termasuk kehadiran Kelompok Spiritual / Sampradaya / Yayasan.

Ajaran suci Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu itu adalah ajaran yang sangat universal.

Namun, keuniversalan ajaran Weda itu dalam aplikasinya di dunia ini tidak boleh menihilkan oleh perbedaaa yang ada di dunia.

Keberadaan dunia yang terus berputar ini penuh dengan perbedaan.

Karena itu agar ajaran Hindu sukses dalam penerapannya di dunia yang berbeda-beda itu maka Hindu mengajarkan berpikir universal tetapi berbuat lokal dan kontekstual disesuaikan dengan keberadaan dunia di mana Weda itu diterapkan.
 
Pasraman Dimulai dari Keluarga

PEMAHAMAN ajaran panca sradha di kalangan remaja dinilai masih lemah.
Nilai luhur sradha dalam Weda adalah ajaran yang mendidik mental umat Hindu. Terlebih kaum muda adalah pertisentana.

Pendidikan pasraman bertujuan membangun mentalitas generasi muda sejak dini agar menjadi generasi bijaksana. Pendidikan pasraman tidak cukup dilaksanakan seminggu atau dua minggu saja, tapi harus dilaksanakan sepanjang tahun.

Pembangunan mentalitas generasi muda Hindu.
Sistem pendidikan yang tepat untuk generasi muda sebagai akibat perubahan perilaku manusia agar lebih baik dan bijaksana, seperti tertera dalam amanat Weda.

Generasi muda mempelajari Weda, yang praktis seperti Weda Sabda Suci, lebih menekankan pendidikan dimulai dari keluarga.

Orangtua yang memberikan cermin bagi perilaku baik anaknya.

Pendidikan pasraman mesti berawal dari keluarga. Berharap semua kalangan harus terlibat dalam membantu menempa potensi masa depan kaum muda.
 
Betul Goes
Pendidikan Agama Paling awal berasal dari keluarga
namun fakta yang terjadi adalah masih minimnya pengetahuan agama di kalangan orangtua, mungkin praktek mereka tau banyak tapi secara Tatwa maupun theologis sangat minim
kadang bila anak2(generasi muda) mereka bertanya, dalam beragama, "kenapa harus begini" "kenapa harus begitu" mereka seringkali mendapat jawaban " Anak mula keto ( memang dari dulu sudah begitu )
Jawaban yang kurang memuaskan seperti itulah yang menurut saya membuat generasi muda cenderung untuk mencari jawaban sendiri akan haus religi nya, masih syukur mereka menekuni ajaran2 tertentu yg bersifat "india sentris "
namun tidak sedikit yang pindah Agama.
menurut saya, sejak dini marilah kita semua berbenah untuk memahami Ajaran Agama, praktek dan tatwa khususnya Hindu di Bali, sehingga kita mampu memberikan pemahaman dasar kepada anak-anak kita
 
Salah satu langkah nyata yang perlu dimulai adalah seperti beberapa Sekaa Taruna sudah mulai memberikan bingkisan Weda / Buku Agama pada saat salah satu anggota Sekaa Taruna memasuki Grahastha (membina rumah tangga dan mengembangkan keturunan).
Mulailah memberi bingkisan pernikahan dengan Weda / Buku Agama (misal Bhagawadgita).

Weda sumber Ajaran Agama Hindu

Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Sebelum bahasa Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata).
Kemudian bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta,
Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak.

Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).



Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)


Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).



Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).


Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).



Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.


Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.

Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka tiap-tiap bagian dari Weda
disesuaikan dengan kondisi saat kita mempelajarinya.

Masing-masing bagian Catur Weda (Rg Weda Samhita, Sama Weda Samhita, Yajur Weda Samhita, dan Atharwa Weda Samhita) sebagai kitab Weda asli memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara.
Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana.
Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya.
Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.

Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan disebut Smerti.
Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.

Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.

Namun, perlu juga dipahami bahwa sesungguhnya kitab suci Weda juga sekaligus disebut eksoterik yaitu berlaku bagi umum.
Ini tidak lepas dari ajaran-jaran dalam Weda adalah pedoman hidup spiritual yang berkebajikan moral terhadap sesama makhluk di dunia ini.

Weda sesungguhnya sama sekali tidak tabu untuk dipelajari oleh siapa pun dan dari golongan mana pun.

Generasi muda Hindu dapat memulai dari Bhagawadgita sebagai pedoman umum yang bisa dipergunakan umat pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Yang paling penting adalah bagaimana isi dari Bhagawadgita tersebut diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari

Hindu yang dibangun para generasi muda harus lebih mengkonsentrasikan diri pada pengkajian isi kitab suci. Hasilnya mungkin tidak akan bisa dilihat dalam waktu singkat. Transformasi isi kitab suci sendiri memang bukanlah sesuatu yang instan.
 
@sakradeva

hmm...betul bgt bro..
gw jg risih ketika melihat di deket pura menjamur cafe remang2,
truz di bawah bukit letak pura Silayukti pemuda2nya malah mabuk miras!
dulu ketika gw blm taw ap itu banten, Hindu Bali, dan gw belum ngiring & nyungsung Sesuhunan gw jg merasa kalo Hindu di Bali jadul bgt, kurang keren dibandingkan Hindu di India..tetapi perlahan tapi pasti setelah gw taw ttg Hindu Bali skrg gw malah merasa Hindu Bali adl agama paling dahsyat!!bayangkan saja di setiap desa pekraman nyungsung tapakan Ida Bhatara Sesuhunan..kalo ad bencana yg bersifat alam maupun gaib gampang bgt kita ngatasinya dibandingkan daerah lain di seluruh dunia..karena Tuhan mengutus langsung Pelancah dan RencanganNya utk membasmi bencana2 itu...

Pura Tanah Lot jadi background sebuah lapangan Golf
menurut gw sih lapangan golfnya yg jd background Pura Tanah Lot hahahahaha....
 
@ jakaloco

wah cafe tuh mang lagi menjamur di seluruh pelosok Bali
tapi herannya kok mereka senengnya nyari tempat di dekat2 Pura ya
di Pura Masceti, Keramas Gianyar pun gitu lo ga jauh dari tempat itu da Cafe remang2nya

eh tau ga yg bikin gw tambah sedih?
budaya komsumtif qta yg makin tinggi, apa2 tolak ukurnya duit.... malah belajar bikin banten dan sarana upakara pun ada keengganan di kalangan generasi muda (ga semua sih tapi sebagian besar) mereka lebih memilih untuk membeli aja...........
menurut gw ga salah sih qta beli banten klo sikon (desa kala patra) ga memungkinkan untuk itu, tapi lucu kan klo waktu tuk jalan2 ke mall punya tapi wkt bikin banten ga ada....
lebih memprihatinkan lagi untuk canang aja mereka beli bahkan dari saudara qta yg non Hindu yg notabene belum paham aturan main bikin canang dsbnya ......... apa kata dunia :)

eh di tempat lo masih rame kan ngiring ancangan Ida Bhatara nyatur desa ( Barong, Ratu Sakti dsb) kan biasa nih Tradisi Galungan, klo di tempat gw ga serame yg dulu

oh ya ngomong2 mslh Pura Silayukti, gw baru dua kali tangkil kesana, trus yg bikin gw tambah kagum adalah tempat Peyogan yg ada di sebelah timur (klo ga salah) Cerukan karang yg menghadap laut itu suasana ma pemandangannya bagus banget
 
@ jakaloco

wah cafe tuh mang lagi menjamur di seluruh pelosok Bali
tapi herannya kok mereka senengnya nyari tempat di dekat2 Pura ya
di Pura Masceti, Keramas Gianyar pun gitu lo ga jauh dari tempat itu da Cafe remang2nya

eh tau ga yg bikin gw tambah sedih?
budaya komsumtif qta yg makin tinggi, apa2 tolak ukurnya duit.... malah belajar bikin banten dan sarana upakara pun ada keengganan di kalangan generasi muda (ga semua sih tapi sebagian besar) mereka lebih memilih untuk membeli aja...........
menurut gw ga salah sih qta beli banten klo sikon (desa kala patra) ga memungkinkan untuk itu, tapi lucu kan klo waktu tuk jalan2 ke mall punya tapi wkt bikin banten ga ada....
lebih memprihatinkan lagi untuk canang aja mereka beli bahkan dari saudara qta yg non Hindu yg notabene belum paham aturan main bikin canang dsbnya ......... apa kata dunia :)

eh di tempat lo masih rame kan ngiring ancangan Ida Bhatara nyatur desa ( Barong, Ratu Sakti dsb) kan biasa nih Tradisi Galungan, klo di tempat gw ga serame yg dulu

oh ya ngomong2 mslh Pura Silayukti, gw baru dua kali tangkil kesana, trus yg bikin gw tambah kagum adalah tempat Peyogan yg ada di sebelah timur (klo ga salah) Cerukan karang yg menghadap laut itu suasana ma pemandangannya bagus banget

cafe tuch sumber keributan...
di denpasar sering ribut2 antar pengunjung cafe bahkan ampe bunuh-bunuhan.
aneh jg kalo bikin cafe deket pura!

Biasanya kami ngiring tapakan Ida Bhatara ke Pura Barong-Barong dan Pura Petasikan di Pesanggaran...masih rame bro (alhamdullilah).

Kalo Pura Silayukti gw sering banget..bahkan jero mangku di Silayukti ngiring jg di tempat kami...gw gak taw siapa namanya karena mangkunya banyak...
kalo misalnya lo tangkil ke sana lo tanyain aja mangku di sana ttg seorang mangku dari denpasar yg baru2 ini tedun(jatuh) di Silayukti setelah menempuh perjalanan niskala selama 3 hari ato lo tanyain orang suci yg ngelungsur keris pajenengan dengan menembus Gedong di Silayukti..orang suci ini adl Guru Penuntun gw..kayaknya mangku di sana taw ttg guru gw..kejadian ini masuk TV loh (Bali TV) dan koran lokal Bali...pokoknya ajaib bro!
 
Mpu Kuturan yang datang di Bali pada abad ke-11 atas permintaan Raja Udayana dan Gunapriadharmapatni tidak hanya berhasil menyatukan berbagai sekte agama Hindu yang ada, tetapi juga telah meletakkan dasar-dasar kehidupan sosial religius dalam bentuk tatanan Desa Pakraman dengan konsep Trihitakarana.

Trihitakarana bermakna sebagai tiga hal yang mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan yakni Parhyangan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan; Pawongan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia; dan palemahan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan alam.

Kaum urban datang dari segala penjuru daerah di Indonesia.
Kedatangannya tentu membawa budaya masing-masing, disamping cara pandang masyarakat Bali sudah berubah terhadap tata ruang Trihitakarana.

Ini dicerminkan dari bangunan yang berbeda-beda, serta mendirikan bangunan pada tempat sesuai dengan selera.
Akibatnya, muncul kesan ''ego'' tanpa menjunjung tinggi keserasian dan keharmonisan (Trihitakarana).
Ego individual ini pun tercermin dalam arsitektur tempat tinggal kaum urban di Bali.

Hindu yang sesungguhnya memiliki ciri khas bangunan fisik.

  • Hubungan vertikal seperti di tengah-tengah Pura Penataran Agung Besakih terdiri atas tujuh Mandala atau tujuh lapisan alam atas atau Sapta Loka. Demikian juga Pura lainnya memiliki Trimandala.
  • Untuk hubungan horisontal terdiri atas tiga bagian yang disebut Trihitakarana.
Ciri khas ini bisa kita lihat juga pada kekhasan Minangkabau, Tana Toraja dan daerah-daerah lain.

Sudah semestinya Bali memiliki Lembaga Trihitakarana guna menjunjung tinggi keserasian dan keharmonisan (Trihitakarana).

Dalam "Wold Climate Change" Trihitakarana dipandang relevan guna antisipasi perubahan iklim dunia.
 
MASA LALU

Persoalan berikutnya adalaha kehadiran Sampradaya
Istilah ini sekarang lagi populer di masyarakat Bali, gimana pengertian sampradaya secara tepat ya?

Sampradaya adalah kelompok spiritual / Marga Yoga yaitu jalan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman berdasarkan atas ilmu pengetahuan suci atau kebijaksanaan filsafat.

Makna kehadiran Sampradaya dalam kontek zaman saat ini semoga bisa bersekutu dan bersatu padu untuk mewujudkan sesuatu jalan yang lebih riil, misalnya mengadakan kerjasama ekonomi dan sosial hingga terbentuk jaringan sosial ekonomi yang kuat.
 
Hello,

saya dulu saat SMA pernah study tour ke Bali. Sebelum pulang ke Semarang, bus kami mampir di tempat pembuatan cover bed yang terkenal di Bali (saya lupa daerahnya), saya melihat ada poster/gambar yang menarik. Di poster itu ada gambar seseorang yang sedang terlentang di meja untuk dikorbankan, lalu ada sesosok makhluk yang sedang berdiri memegang pisau, kepala makhluk itu seingat saya seperti macan. Lalu di bagian bawahnya ada seperti syair doa atau semacam itu. Gambar siapakah itu? Saya bisa melihat lagi gambar itu di mana kalau di internet?

Thanks
 
Hello,

saya dulu saat SMA pernah study tour ke Bali. Sebelum pulang ke Semarang, bus kami mampir di tempat pembuatan cover bed yang terkenal di Bali (saya lupa daerahnya), saya melihat ada poster/gambar yang menarik. Di poster itu ada gambar seseorang yang sedang terlentang di meja untuk dikorbankan, lalu ada sesosok makhluk yang sedang berdiri memegang pisau, kepala makhluk itu seingat saya seperti macan. Lalu di bagian bawahnya ada seperti syair doa atau semacam itu. Gambar siapakah itu? Saya bisa melihat lagi gambar itu di mana kalau di internet?

Thanks

sepertinya om ray melihat gambarnya Narasinga, salah satu awatara Dewa Wisnu. Tapi Narasinga gak pake pisau, tetapi kuku. CMIIW :D
 
sepertinya om ray melihat gambarnya Narasinga, salah satu awatara Dewa Wisnu. Tapi Narasinga gak pake pisau, tetapi kuku. CMIIW :D

thanks sdr grongsank

saya bisa mendapatkan poster itu di mana? latar belakang kisahnya saya cari di mana?
 
thanks sdr grongsank

saya bisa mendapatkan poster itu di mana? latar belakang kisahnya saya cari di mana?

Salam sejahtera om ray,

Untuk posternya, coba cari di toko2 buku terdekat. Terutama yang menjual buku agama Hindu. Latar belakang kisah Awatara Narasinga?? Baiklah, ini ada sepenggal cerita:
Narasinga

Dalam Agama Hindu, Narasinga (Devanagari:नरसिंह ; disebut juga Narasingh, Narasimha) adalah Awatara Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, kukunya tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasimha merupakan simbol Dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.

Kisah Narasinga Awatara


Raksasa Hiranyakashipu yang sakti


Pada menjelang akhir masa Satya Yuga, ada seorang bangsa Asura yang bernama Hiranyakasipu, kakak Hiranyaksa. Semenjak adiknya dibunuh oleh Waraha (Awatara Wisnu), ia membenci Dewa Wisnu dan menjadikannya busuh bebuyutan.

Hiranyakasipu memohon kepada Brahma, agar memberinya kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun Dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya. Namun, kesaktian itu justru membuatnya sangat angkuh dan terjerumus ke dalam kegelapan.

Sementara ia meninggalkan rumahnya untuk memohon berkah, para Dewa yang dipimpin oleh Dewa Indra, menyerbu rumahnya. Narada datang untuk menyelamatkan istri Hiranyakasipu yang tak berdosa, Lilawati. Akhirnya anaknya yang diberi nama Prahlada lahir dan dididik oleh Narada untuk menjadi anak yang budiman, menyuruhnya menjadi pemuja Wisnu, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat keraksasan ayahnya.

Narasinga membunuh Hiranyakashipu

Narasimha.jpg

Mengetahui para Dewa melindungi istrinya, Hiranyakasipu menjadi sangat marah. Ia semakin membenci Dewa Wisnu, dan anaknya (Prahlada), kini menjadi pemuja Dewa Wisnu. Ia pun membenci puteranya. Namun, setiap kali ia membunuh puteranya, ia selalu tak pernah berhasil karena dihalangi oleh kekuatan ajaib yang merupakan perlindungan dari Dewa Wisnu. Ia kesal karena selalu gagal oleh kekuatan Dewa Wisnu, namun ia tidak menyaksikan Dewa Wisnu yang melindungi Prahlada secara langsung. Ia menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada menjawab, "Ia ada dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul".

Mendengar jawaban itu, ayahnya sangat marah, mengamuk dan menghancurkan pilar rumahnya. Tiba-tiba terdengar suara yang menggemparkan. Pada saat itulah Dewa Wisnu sebagai Narasinga muncul menyelamatkan Prahlada dari amukan ayahnya. Pada waktu itu juga ia hendak membunuh Hiranyakasipu. Namun, atas anugerah dari Dewa Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati. Agar berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku, ia memilih wujud sebagai manusia berkepala singa untuk membunuh Hiranyakasipu. Ia juga memilih waktu dan tempat yang tepat.

Berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku. Narasinga berhasil merobek-robek perut Hiranyakasipu. Akhirnya Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasimha, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau Dewa. Ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tapi senja hari. Ia dibunuh bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di darat, air, api, atau udara, tapi di pangkuan Narasimha. Ia dibunuh bukan dengan senjata, melainkan dengan kuku.

Makna dari cerita


* Narasinga memberi contoh bahwa Tuhan itu ada dimana-mana
* Rasa bakti yang tulus dari Prahlada menunjukkan bahwa sikap seseorang bukan ditentukan dari golongannya, ataupun bukan karena berasal dari keturunan yang jelek, melainkan dari sifatnya. Meskipun Prahlada seorang keturunan Asura, namun ia juga seorang penyembah Wisnu yang taat.

Membunuh Hiranyakasipu dengan mengambil wujud sebagai Narasinga merupakan salah satu cara menghukum yang paling sadis dari Dewa Wisnu. Di India, Narasinga sangat terkenal. Dalam festival tradisional India, kisah ini berhubungan dengan perayaan Holi, salah satu perayaan terpenting di India. Dari sinilah Narasimha menjadi terkenal. Di India Selatan, Narasinga sering dituangkan ke dalam bentuk seni pahatan dan lukisan. Narasinga merupakan Awatara yang paling terkenal setelah Rama dan Kresna.

Ugranarasimha_statue_at_Hampi.jpg

Sumber: http://id.wiki.detik.com/wiki/Narasinga
 
Salam sejahtera om ray,

Untuk posternya, coba cari di toko2 buku terdekat. Terutama yang menjual buku agama Hindu. Latar belakang kisah Awatara Narasinga?? Baiklah, ini ada sepenggal cerita:

Sumber: http://id.wiki.detik.com/wiki/Narasinga
Bro jika membaca dari sumber ini, yang menyebutkan:

"Due to the strength of their tapas, the four Kumaras appear to be mere children, though they are of great age. Jaya and Vijaya, the gate keepers of the Vaikuntha interrupted Kumaras at the gate, thinking them to be children. They also tell the Kumaras that Sri Vishnu is resting and that they cannot see him now. The enraged Kumaras replied Jaya and Vijaya that Vishnu is available for his devotees any time. and cursed both the keepers Jaya and Vijaya, that they would have to give up their divinity, be born on Earth, and live like normal human beings. Vishnu appears before them and gatekeepers requested vishnu to lift the curse of the Kumaras. Vishnu says curse of Kumaras cannot be reverted. Instead, he gives Jaya and Vijaya two options. The first option is to take seven births on Earth as a devotee of Vishnu, while the second is to take three births as his enemy. After serving either of these sentences, they can re-attain their stature at Vaikuntha and be with him permanently. Jaya and Vijaya cannot bear the thought of staying away from Vishnu for seven lives. As a result, they choose to be born three times on Earth even though it would have to be as enemies of Vishnu.
In the first life they were born as Hiranyakashipu and Hiranyaksha. Vishnu takes the avatar of Varaha to kill Hiranyaksha, and the Narasimha avatar to kill Hiranyakasipu. In the second life, they were born as Ravana and Kumbhakarna, being defeated by Rama avatar as depicted in the great Hindu epic Ramayana during the Treta Yuga. Finally, in their third life, they were born as Sishupala and Dantavakra during the time of Krishna also part of the great Mahabharata epic which took place during the Dwapara Yuga."

Yang disebutkan diatas bahwa Hiranyakashipu adalah penjelmaan dari penjaga gerbang di Vaikunthala....., jadi makna-nya bagaimana ya bos????
apakah ini merupakan skenario besar Tuhan????

Apa ada makna yang bisa dipertik dari cerita ini.....:-/
 
Bro jika membaca dari sumber ini, yang menyebutkan:

"Due to the strength of their tapas, the four Kumaras appear to be mere children, though they are of great age. Jaya and Vijaya, the gate keepers of the Vaikuntha interrupted Kumaras at the gate, thinking them to be children. They also tell the Kumaras that Sri Vishnu is resting and that they cannot see him now. The enraged Kumaras replied Jaya and Vijaya that Vishnu is available for his devotees any time. and cursed both the keepers Jaya and Vijaya, that they would have to give up their divinity, be born on Earth, and live like normal human beings. Vishnu appears before them and gatekeepers requested vishnu to lift the curse of the Kumaras. Vishnu says curse of Kumaras cannot be reverted. Instead, he gives Jaya and Vijaya two options. The first option is to take seven births on Earth as a devotee of Vishnu, while the second is to take three births as his enemy. After serving either of these sentences, they can re-attain their stature at Vaikuntha and be with him permanently. Jaya and Vijaya cannot bear the thought of staying away from Vishnu for seven lives. As a result, they choose to be born three times on Earth even though it would have to be as enemies of Vishnu.
In the first life they were born as Hiranyakashipu and Hiranyaksha. Vishnu takes the avatar of Varaha to kill Hiranyaksha, and the Narasimha avatar to kill Hiranyakasipu. In the second life, they were born as Ravana and Kumbhakarna, being defeated by Rama avatar as depicted in the great Hindu epic Ramayana during the Treta Yuga. Finally, in their third life, they were born as Sishupala and Dantavakra during the time of Krishna also part of the great Mahabharata epic which took place during the Dwapara Yuga."

Yang disebutkan diatas bahwa Hiranyakashipu adalah penjelmaan dari penjaga gerbang di Vaikunthala....., jadi makna-nya bagaimana ya bos????
apakah ini merupakan skenario besar Tuhan????

Apa ada makna yang bisa dipertik dari cerita ini.....:-/

Waduh..... sampe segitunya yah mendalami ceritanya. Saya sendiri baru tau
smileyvault-cute-big-smiley-animated-035.gif


Mungkin keduanya merasa tidak tahan untuk mengalami siksaan keduniawian sebanyak 7 kali. Jadi lebih memilih 3 kali turun ke dunia meskipun menjadi musuh Dewa Wisnu. Lagipula, menjadi musuhpun mereka bisa membuat orang2 menjadi semakin teguh dan percaya dengan welas asih Dewa Wisnu. Apakah itu termasuk bakti melalui sebuah pengorbanan??

Mungkin ini juga benar sebuah skenario besar Tuhan. Jika kita mengingat kembali tentang konsep Rwa Bhineda
smileyvault-cute-big-smiley-animated-025.gif
 
Mungkin ini juga benar sebuah skenario besar Tuhan. Jika kita mengingat kembali tentang konsep Rwa Bhineda
smileyvault-cute-big-smiley-animated-025.gif

Konsep Rwa Bhineda sepertinya belum menjawab skenario Tuhan secara gamblang ya bro???

Saya kurang begitu paham dengan konsep ini, mungkin bro bisa mengulasnya dan nanti saya coba kaitkan dengan cerita diatas,....:)

Suksma bro,
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.