sakradeva
IndoForum Newbie D
- No. Urut
- 20433
- Sejak
- 14 Agt 2007
- Pesan
- 107
- Nilai reaksi
- 0
- Poin
- 16
MASA LALU
Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
MASA KINI
Disamping kehidupan beragama dijalankan sesuai dengan tradisi leluhur, kita ga bisa menyangkal berbagai permasalahan muncul dewasa ini, klo menurut saya yang perlu dapat perhatian serius adalah :
Internal :
Sangat disayangkan terjadi perbedaan dikalangan elite agama kita yang bermuara dengan adanya 2 Parisada di Bali
Padahal Parisada mempunyai peranan sangat penting dalam kelangsungan umat Hindu
dimana Parisada mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam hubungan dengan pembahasan, penafsiran dan perumusan berbagai persoalan yang menyangkut pelaksanaan ajaran agama Hindu (Pendapat ini didasarkan atas Bab XII bait 108 kitab Weda Smerti Manawa Dharmasastra, yang menentukan sebagai berikut: Kalau ditanya bagaimana hukumnya sedangkan ketentuan itu tidak dijumpai (dalam Weda) para sista (ahli agama) dalam bidang itu akan menetapkan ketentuan yang mempunyai kekuatan hukum. Brahmana sebagai seorang sista menurut Weda beserta tambahan-tambahannya dapat mengemukakan bukti-bukti berdasarkan pandangannya (indria) sesuai dengan Weda. Klo jaman dahulu penafsiran dibuat oleh para maharishi). Oleh karena itu, Parisada bukan saja harus satu, tetapi sekaligus juga harus bersatu dalam kesatuan. Kalau Parisada aja sudah pecah, kita khawatir lembaga ini selain tidak akan memberi manfaat bagi umat Hindu, juga justru dapat membahayakan kelangsungan umat Hindu.
Persoalan berikutnya adalaha kehadiran Sampradaya
Istilah ini sekarang lagi populer di masyarakat Bali, gimana pengertian sampradaya secara tepat ya? Apakah sama dengan Sekte atau aliran spritual
Klo Mengenai sekte-sekte yang dulu pernah ada di Bali kita semua dapat informasi dari beberapa sumber
Secara mitologi kita pernah dengar atau membaca kisah tentang Mayadanawa
Purana Bali Dwipa mengisahkan, yang menyertai menyerang Raja Mayadanawa adalah sekte Bayu, Sambu, Brahma, Rudra, dan Mahesora. Keterangan ini sesuai dengan yang disebutkan I Wayan Warna dkk dalam buku Usana Bali Usana Jawa (1996).
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa cerita tersebut merupakan semua saduran untuk melukiskan pertentangan yang terjadi antar sekte di Bali saat itu.
Sedangkan tinjauan ilmiah adalah pendapat dari Dr R Goris dalam buku Sekte-sekte di Bali (1974) menyebutkan ada sembilan sekte yang dilebur dan dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
1. Brahmana. Di India disebut Smarta, tetapi sebutan Smrta tidak dikenal di Bali. Kitab-kitab Sasana, Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawa Dharmasastra merupakan produk sekte Brahmana.
2. Bodha atau Sogatha, di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan mantra Budha tipe yete mantra dalam zeal meterai tanah liat yang disimpan dalam stupika. Stupika seperti itu banyak diketahui di Pejeng, Gianyar. Menurut penelitian Dr WF Stutterheim itu merupakan mantra Budha aliran Mahayana yang diperkirakan sudah ada di Bali abad ke-8 Masehi. Terbukti dengan adanya arca Bodhisatwa di Pura Genuruan (Bedulu), arca Bodhisatwa Padmapatni di Pura Galang Sanja (Pejeng), arca Boddha di Goa Gajah, dan di tempat lain.
................... nyambung nih
Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
MASA KINI
Disamping kehidupan beragama dijalankan sesuai dengan tradisi leluhur, kita ga bisa menyangkal berbagai permasalahan muncul dewasa ini, klo menurut saya yang perlu dapat perhatian serius adalah :
Internal :
Sangat disayangkan terjadi perbedaan dikalangan elite agama kita yang bermuara dengan adanya 2 Parisada di Bali
Padahal Parisada mempunyai peranan sangat penting dalam kelangsungan umat Hindu
dimana Parisada mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam hubungan dengan pembahasan, penafsiran dan perumusan berbagai persoalan yang menyangkut pelaksanaan ajaran agama Hindu (Pendapat ini didasarkan atas Bab XII bait 108 kitab Weda Smerti Manawa Dharmasastra, yang menentukan sebagai berikut: Kalau ditanya bagaimana hukumnya sedangkan ketentuan itu tidak dijumpai (dalam Weda) para sista (ahli agama) dalam bidang itu akan menetapkan ketentuan yang mempunyai kekuatan hukum. Brahmana sebagai seorang sista menurut Weda beserta tambahan-tambahannya dapat mengemukakan bukti-bukti berdasarkan pandangannya (indria) sesuai dengan Weda. Klo jaman dahulu penafsiran dibuat oleh para maharishi). Oleh karena itu, Parisada bukan saja harus satu, tetapi sekaligus juga harus bersatu dalam kesatuan. Kalau Parisada aja sudah pecah, kita khawatir lembaga ini selain tidak akan memberi manfaat bagi umat Hindu, juga justru dapat membahayakan kelangsungan umat Hindu.
Persoalan berikutnya adalaha kehadiran Sampradaya
Istilah ini sekarang lagi populer di masyarakat Bali, gimana pengertian sampradaya secara tepat ya? Apakah sama dengan Sekte atau aliran spritual
Klo Mengenai sekte-sekte yang dulu pernah ada di Bali kita semua dapat informasi dari beberapa sumber
Secara mitologi kita pernah dengar atau membaca kisah tentang Mayadanawa
Purana Bali Dwipa mengisahkan, yang menyertai menyerang Raja Mayadanawa adalah sekte Bayu, Sambu, Brahma, Rudra, dan Mahesora. Keterangan ini sesuai dengan yang disebutkan I Wayan Warna dkk dalam buku Usana Bali Usana Jawa (1996).
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa cerita tersebut merupakan semua saduran untuk melukiskan pertentangan yang terjadi antar sekte di Bali saat itu.
Sedangkan tinjauan ilmiah adalah pendapat dari Dr R Goris dalam buku Sekte-sekte di Bali (1974) menyebutkan ada sembilan sekte yang dilebur dan dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
1. Brahmana. Di India disebut Smarta, tetapi sebutan Smrta tidak dikenal di Bali. Kitab-kitab Sasana, Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawa Dharmasastra merupakan produk sekte Brahmana.
2. Bodha atau Sogatha, di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan mantra Budha tipe yete mantra dalam zeal meterai tanah liat yang disimpan dalam stupika. Stupika seperti itu banyak diketahui di Pejeng, Gianyar. Menurut penelitian Dr WF Stutterheim itu merupakan mantra Budha aliran Mahayana yang diperkirakan sudah ada di Bali abad ke-8 Masehi. Terbukti dengan adanya arca Bodhisatwa di Pura Genuruan (Bedulu), arca Bodhisatwa Padmapatni di Pura Galang Sanja (Pejeng), arca Boddha di Goa Gajah, dan di tempat lain.
................... nyambung nih