• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Amagandha Sutta

singthung

IndoForum Junior E
No. Urut
7164
Sejak
21 Sep 2006
Pesan
1.634
Nilai reaksi
27
Poin
48
AMAGANDHA SUTTA
Bau Busuk


Arti spiritual dari 'ketidakmurnian'

Pertapa Tissa berkata kepada Buddha Kassapa:

1. Orang bajik yang makan padi-padian, buncis dan kacang-kacangan, dedaunan dan akar-akaran yang dapat dimakan, serta buah dari tanaman rambat apapun yang diperoleh dengan benar, tidak akan berbohong karena kesenangan indera.

2. O, Kassapa, engkau makan makanan apapun yang diberikan orang lain, yang disiapkan dengan baik, diatur dengan indah, bersih dan menarik; dia yang menikmati makanan seperti itu, yang terbuat dari nasi, berarti makan [daging yang membusuk, yang mengeluarkan] bau busuk.

3. O, brahmana, walaupun engkau mengatakan bahwa serangan bau busuk itu tidak berlaku bagimu sementara kamu makan nasi dengan unggas yang disiapkan dengan baik, tetapi aku bertanya padamu apa arti ini: seperti apa yang kau sebut bau busuk itu?

4. Buddha Kassapa: Mengambil kehidupan, memukul, melukai, mengikat, mencuri, berbohong, menipu, pengetahuan yang tak berharga, berselingkuh; inilah bau busuk. Bukan makan daging.

5. Di dunia ini, para individu yang tidak terkendali dalam kesenangan indera, yang serakah terhadap yang manis-manis, yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang tidak murni, yang memiliki pandangan nihilisme, yang jahat, yang sulit diikuti; inilah bau busuk . Bukan makan daging.

6. Di dunia ini, mereka yang kasar, sombong, memfitnah, berkhianat, tidak ramah, sangat egois, pelit, dan tidak memberi apapun kepada siapa pun, inilah bau busuk . Bukan makan daging.

7. Kemarahan, kesombongan, kekeraskepalaan, permusuhan, penipuan, kedengkian, suka membual, egoisme yang berlebihan, bergaul dengan yang tidak bermoral; inilah bau busuk . Bukan makan daging.

8. Mereka yang memiliki moral yang buruk, menolak membayar utang, suka memfitnah, tidak jujur dalam usaha mereka, suka berpura-pura, mereka yang di dunia ini menjadi orang yang teramat keji dan melakukan hal-hal salah seperti itu; inilah bau busuk . Bukan makan daging.

9. Mereka yang di dunia ini tidak terkendali terhadap makhluk hidup, yang cenderung melukai setelah mengambil harta milik mereka, yang tidak bermoral, kejam, kasar, tidak memiliki rasa hormat; inilah bau busuk . Bukan makan daging.

10. Mereka yang menyerang makhluk hidup karena keserakahan atau rasa permusuhan dan selalu cenderung jahat, akan menuju ke kegelapan setelah kematian dan jatuh terpuruk ke dalam alam-alam yang menyedihkan; inilah bau busuk . Bukan makan daging.

11. Menjauhkan diri dari ikan dan daging, bugil, mencukur kepala, berambut gembel, melumuri diri dengan abu, memakai kulit rusa yang kasar, menjaga api kurban; tak satu pun dari berbagai penebusan dosa di dunia yang dilakukan untuk tujuan yang tidak sehat --termasuk jampi-jampi, persembahan keagamaan, pemberian korban maupun puasa musiman-- akan menyucikan seseorang yang belum mengatasi keragu-raguannya.

12. Dia yang hidup dengan indera yang terjaga dan terkendali, serta telah mantap di dalam Dhamma, akan bergembira dengan kehidupan yang lurus dan lemah-lembut; yang sudah melampaui kemelekatan dan mengatasi kesengsaraan; orang bijaksana itu tidak melekat pada apa yang dilihat dan didengar.

13. Demikianlah Buddha Kassapa mengkhotbahkan hal ini berulang-ulang. Pertapa yang pandai dalam syair-syair (Veda) itu memahaminya. Orang suci yang telah terbebas dari kekotoran batin, tidak melekat dan sulit diikuti, menyampaikan (khotbah) ini dalam bait-bait yang indah.

14. Maka, setelah mendengarkan kata-kata indah yang mengakhiri semua penderitaan, yang diucapkan oleh Sang Buddha yang telah terbebas dari kekotoran batin, dia memuja Sang Tathagata dengan segala kerendahan hati dan memohon untuk diterima masuk ke dalam Sangha di tempat itu juga.



 
Sumber: http://www.geocities.com/budicentre

DHAMMA ADALAH PENYELIDIKAN,
BUKAN KEPERCAYAAN SEMATA-MATA !

Pada masa kehidupan Sang Buddha, terdapatlah sekelompok masyarakat suku Kalama. Masyarakat Kalama ini telah berkali-kali dikunjungi tokoh-tokoh agama yang ahli dalam memberikan ajaran agama. Permasalahannya adalah suku Kalama menjadi bimbang dan bingung setelah mendengarkan ajaran-ajaran tersebut. Setiap kali suku Kalama kedatangan seorang tokoh agama yang memberikan ajaran agama yang berbeda-beda, dan setiap mereka selalu pula mengakhiri ajarannya dengan menyatakan bahwa hanya agamanyalah yang patut dipercayai dan kebenaran hanya ada pada ajarannya, sedangkan ajaran yang lain tiada kebenaran sama sekali. Hal ini pada akhirnya membuat suku Kalama menjadi bimbang dan bingung. Manakah yang sungguh-sungguh benar? Hingga pada suatu saat suku Kalama dikunjungi oleh Sang Buddha. Saat itu, warga Kalama sudah berpikir bahwa Sang Buddha tentu akan mengatakan pernyataan yang sama pada akhir penyampaian ajaranNya, seperti yang dilakukan brahmana-brahmana terdahulu, bahwa hanya ajaran Beliau yang patut dipercayai, dan kebenaran atau keselamatan hanya pada Beliau. Ternyata di luar dugaan, Sang Buddha menyatakan:

"Suku Kalama, memang sudah sewajarnya kalian bimbang dan bingung. Karena dengan kebimbangan dan kebingungan, tiada kebenaran, menjauhkan kita dari kebebasan (keselamatan). Maka itulah, suku Kalama,

jangan mudah percaya terhadap segala yang disampaikan orang lain meskipun hal itu tampak benar dan dianut oleh mayoritas,

jangan mudah percaya meskipun suatu hal merupakan tradisi yang telah diwariskan turun temurun,

jangan mudah percaya meskipun suatu hal tercantum dalam kitab-kitab suci,

jangan mudah percaya meskipun suatu hal disampaikan oleh tokoh-tokoh agama ternama,

tetapi suku Kalama, seandainya kalian sendiri telah menyadarinya, merenungkannya, berdasarkan akal sehat dan pengalaman sendiri, bahwa sesuatu hal itu memang patut diterima atau dipercayai, mengandung kebenaran, menuju kebahagiaan, maka sudah selayaknya, suku Kalama, untuk menerima, dan hidup berdasarkan hal-hal tersebut."
__________________
"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.