• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Aganna Sutta

singthung

IndoForum Junior E
No. Urut
7164
Sejak
21 Sep 2006
Pesan
1.634
Nilai reaksi
27
Poin
48
AGANNA SUTTA​


1. Demikian telah kudengar, pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi, di Pubbarama milik Migaramata. Pada waktu itu Vasettha dan Bharadvaja sedang menjalani latihan kebhikkhuan bersama-sama para bhikkhu. Pada malam itu, setelah bangkit dari samadhi-Nya, Sang Bhagava keluar dari kuti (kamar) dan berjalan ke sekeliling di alam terbuka di sebelah kamar.

2. Hal ini terlihat oleh Vasettha, lalu ia mengajak Bharadvaja pergi bersama menemui Sang Bhagava. Setelah itu, mereka bersama-sama menemui Sang Bhagava, menghormat Beliau, dan berjalan mengikuti-Nya di belakang.

3. Pada saat itu, Sang Bhagava berkata kepada Vasettha, “Vasettha, engkau berasal dari keturunan dan keluarga brahmana, telah meninggalkan kehidupan rumah tangga, dan kini menempuh hidup sebagai pertapa. Apakah para brahmana tidak mencela dan menghinamu?”
“Ya, Bhante, para brahmana itu memang menghina dan mencelaku dengan berbagai macam makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan. Para brahmana itu mengatakan bahwa hanya kasta brahmana yang terbaik.”

“Dalam hal ini, Vasettha, bagaimana para brahmana itu mencela dan menghinamu?”

“Bhante, para brahmana itu berkata: Hanya kaum brahmana yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lainnya berkedudukan rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah suram. Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni. Hanya kaum brahmana yang merupakan anak brahma, lahir dari mulut brahma, keturunan brahma, diciptakan oleh brahma, pewaris brahma. Sedangkan kau, Vasettha, engkau telah meninggalkan derajat terbaik, beralih ke golongan rendah, yaitu pertapa gundul, badut yang kasar, mereka yang berkulit suram, kaum rendah, keturunan yang lahir dari kaki brahma. Keadaan seperti itu tak baik dan tak pantas. Dalam hal ini, engkau telah meninggalkan kasta terhormat, bergaul dan berkumpul dengan kasta rendah tersebut. Demikianlah, Bhante, para brahmana itu mencela dan menghinaku dengan makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tak sopan.”

4. Vasettha, apabila mereka berkata demikian, sesungguhnya mereka telah melupakan masa lampaunya. Sebaliknya, para brahmani, istri para brahmana itu, dikenal subur, tampak hamil, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Tetapi, masih juga para brahmana yang lahir dari kandungan itu sendiri berkata seperti itu. Dengan cara ini, mereka telah membuat tiruan terhadap sifat brahma. Hal-hal yang mereka katakan itu tidak benar. Sungguh besar akibat buruk yang akan mereka peroleh.

5. Vasettha, terdapatlah 4 kasta dalam masyarakat: khattiya, brahmana, vessa dan sudda. Sesungguhnya, Vasettha, di sini dan dimana pun terdapat kasta khattiya yang membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah, kejam dan menganut pandangan-pandangan keliru.

Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat buruk dan yang dianggap demikian, yang tercela dan yang dianggap demikian, yang tidak patut dilakukan dan yang dianggap demikian, yang tidak boleh dikerjakan orang-orang terhormat dan yang dianggap demikian, sifat-sifat celaka dan yang mencelakakan, yang tidak dianjurkan para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya. Demikian pula, kita dapat mengatakan hal yang sama pada kasta brahmana, vessa dan sudda.

6. Demikian pula, di sini dan dimana pun terdapat kasta khattiya yang mengendalikan diri dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah, kejam dan menganut pandangan-pandangan keliru.

Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat baik dan yang dianggap demikian, yang terpuji dan yang dianggap demikian, yang patut dilakukan dan yang dianggap demikian, yang boleh dikerjakan orang-orang terhormat dan yang dianggap demikian, sifat-sifat bermanfaat dan yang membawa manfaat, yang dianjurkan para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya. Demikian pula, kita dapat mengatakan hal yang sama pada kasta brahmana, vessa dan sudda.

7. Vasettha, sekarang kita tahu bahwa sifat-sifat yang baik atau buruk, tercela atau terpuji oleh para bijaksana, adalah dimiliki oleh keempat kasta tersebut, dan oleh sebab itulah para bijaksana tidak akan mengakui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh para brahmana tersebut. Mengapa demikian?

Vasettha, dalam hal ini, siapa pun dari keempat kasta ini menjadi seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin, telah mengerjakan segala yang patut dikerjakan, telah melepaskan beban, telah mencapai kebebasan, telah mematahkan ikatan kelahiran, telah terbebas karena memiliki pengetahuan; maka dialah yang dinyatakan terbaik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma).

Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.

8. Vasettha, berikut ini adalah sebuah contoh untuk mengerti alasan kebenaran (dhamma) itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan mendatang.

Raja Pasenadi Kosala menyadari bahwa Samana Gotama telah meninggalkan keturunan Sakya, sedangkan Suku Sakya berada di bawah kekuasaan Raja Pasenadi Kosala. Suku Sakya memuja dan menghormatinya, mereka bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayaninya. Sekarang, Vasettha, sama seperti Suku Sakya yang melayani Raja Pasenadi Kosala dengan hormat, demikian pula Raja Pasenadi Kosala melayani Sang Tathagata. Raja Pasenadi berpikir: Bukankah Samana Gotama sempurna kelahirannya, sedangkan kelahiranku tidak sempurna. Samana Gotama perkasa, sedangkan aku lemah. Samana Gotama sangat mengagumkan, sedangkan aku tidak. Samana Gotama memiliki pengaruh yang besar, sedangkan aku memiliki pengaruh kecil saja. Demikianlah, oleh sebab Raja Pasenadi Kosala menghormati dhamma, sujud pada dhamma, menganggap suci dhamma, maka ia memberikan hormat dan sujud pada Sang Tathagata, bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayani dengan hormat. Dengan contoh ini, engkau dapat mengerti betapa dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.

9. Vasettha, bagi semua yang berbeda keturunan, nama, suku dan keluarga; yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga, mungkin akan ditanya: Siapakah engkau? Maka, engkau harus menjawab: Kami adalah para pertapa yang mengikuti Samana putra Sakya.

Vasettha, dia yang teguh keyakinannya pada Sang Tathagata, berakar kuat, mantap dan kokoh, suatu keyakinan yang tak dapat lagi digoyahkan oleh para pertapa dan brahmana, maupun oleh para dewa, mara, brahma, atau siapa pun dalam dunia ini, ia dapat berkata: Aku adalah anak Sang Bhagava, lahir dari mulut Sang Bhagava, lahir dari dhamma, diciptakan oleh dhamma, pewaris dhamma. Mengapa demikian? Dalam hal ini, Vasettha, nama-nama berikut ini sesuai untuk Sang Tathagata: Dhammakayo (Tubuh Dhamma), Brahmakayo (Tubuh Brahma), Dhammabhuto (Perwujudan Dhamma), Brahmabhuto (Perwujudan Brahma).

10. Vasettha, terdapatlah suatu masa, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang sangat lama, tatkala dunia ini hancur. Pada saat ini terjadi, makhluk-makhluk umumnya terlahir kembali di Abhassara (Alam Cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin, diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang sangat lama.

Vasettha, terdapat pula suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang sangat lama, tatkala dunia ini mulai terbentuk kembali. Pada saat ini terjadi, makhluk-makhluk yang mati di Abhassara (Alam Cahaya), umumnya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin, diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang sangat lama.

11. Pada waktu itu, semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada; laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.

Vasettha, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang sangat lama bagi makhluk-makhluk itu, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tanah itu.

12. Kemudian, Vasettha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki pembawaan sifat serakah, berkata: Apakah ini? Ia pun mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan meliputi dirinya. Makhluk-makhluk lainnya pun mengikuti contoh perbuatannya, maka mereka diliputi sari itu, dan nafsu keinginan pun meliputi diri mereka. Maka, makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah itu, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah itu dengan tangan mereka. Dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mereka lambat-laun memudar. Dengan memudarnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.

13. Vasettha, makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan hal itu berlangsung dalam masa yang sangat lama. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka mulai memadat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian lagi memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dalam keadaan demikian, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh lebih indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir: Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahannya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itupun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya: Sayang, lezatnya! Sayang, lezatnya!. Demikian pula saat ini, jika orang menikmati rasa enak, ia akan berkata: Oh lezatnya! Oh lezatnya!; yang sesungguhnya mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan masa lampau, tanpa mereka ketahui makna dari kata-kata itu.

14. Vasettha, tatkala sari tanah lenyap bagi makhluk-makhluk itu, muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah. Cara tumbuhnya seperti tumbuhan cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tanah itu. Makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan yang muncul dari tanah itu. Mereka menikmati, memperoleh makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah itu, dan hal ini terus berlangsung dalam masa yang sangat lama. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan, maka tubuh mereka pun berkembang menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka semakin jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Seperti yang telah lalu, mereka yang indah merendahkan mereka yang buruk. Sementara mereka bangga dengan keindahan tubuhnya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan itu pun lenyap. Selanjutnya, tumbuhan menjalar (badalata) muncul, dan cara tumbuhnya seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa sama seperti tumbuhan yang tumbuh sebelumnya.

15. Vasettha, makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut. Mereka menikmati, memperoleh makanan, dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu, dan hal ini berlangsung dalam masa yang sangat lama. Berdasarkan takaran yang mereka makan, tubuh mereka pun tumbuh semakin padat sehingga perbedaan bentuk tubuh mereka pun semakin jelas. Mereka yang indah merendahkan mereka yang buruk. Sementara mereka bangga akan keindahan tubuhnya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap. Dengan lenyapnya tumbuhan menjalar itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya: Kasihanilah kami, milik kami hilang! Demikian pula sekarang, pada saat orang-orang ditanya kesusahannya, mereka menjawab: Kasihanilah kami! Segala yang kumiliki telah hilang; yang sesungguhnya mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa lampau, tanpa mengetahui makna kata-kata itu.

16. Vasettha, tatkala tumbuhan menjalar lenyap bagi makhluk-makhluk itu, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di alam terbuka (akattha-pako), tanpa dedak dan sekam, harum, bulir-bulirnya bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, maka keesokan paginya padi telah tumbuh dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi telah tumbuh dan masak kembali.

Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi yang masak di alam terbuka, memperoleh makanan, dan hidup dari tumbuhan padi itu, dan hal ini terus berlangsung dalam masa yang sangat lama. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan, maka tubuh mereka pun berkembang menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka semakin jelas. Bagi wanita tampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi pria tampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan keadaan laki-laki, dan laki-laki sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna).

Vasettha, ketika makhluk-makhluk itu melihat mereka melakukan hubungan kelamin, maka sebagian melempari dengan pasir, sebagian melempari dengan abu, sebagian melempari dengan kotoran sapi, sambil berteriak: “Kurang ajar! Kurang ajar! Sungguh tak pantas seorang berbuat demikian pada yang lain!” Demikianlah pada saat sekarang, apabila ada seorang laki-laki dari tempat lain menjemput mempelai wanita dan membawanya pergi, orang-orang akan melemparinya dengan pasir, abu atau kotoran sapi; yang sesungguhnya hal yang mereka perbuat itu hanyalah mengikuti bentuk-bentuk masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada perbuatan itu.

17. Vasettha, hal yang dianggap tidak pantas pada masa itu, sekarang dipandang pantas. Pada masa itu, makhluk-makhluk yang berhubungan kelamin tidak diijinkan memasuki desa atau kota selama satu bulan penuh atau dua bulan. Dan di saat itu, disebabkan makhluk-makhluk dengan mudah mencela perbuatan yang tidak pantas itu, maka mereka mulai membuat rumah-rumah hanya untuk menyembunyikan perbuatan tidak pantas itu.

Vasettha, kemudian timbullah pikiran di dalam diri sebagian makhluk yang bertabiat pemalas: “Mengapa aku harus capek-capek mengambil padi pada pagi hari untuk makan siang? Bukankah sebaiknya aku mengambil padi yang cukup untuk makan siang dan malam sekaligus?” Maka mereka pun pergi mengumpulkan padi yang cukup untuk dua kali makan.

Ketika makhluk-makhluk lain datang padanya, dan berkata: “Sahabat, marilah kita pergi mengumpulkan padi.”, dan ia pun menjawab: “Tidak, sahabat. Aku telah mengambil padi yang cukup untuk makan siang dan malam sekaligus.” Selanjutnya, mereka mengumpulkan padi yang cukup untuk makan dua hari, empat hari, dan akhirnya delapan hari.

Vasettha, sejak itu makhluk-makhluk tersebut mulai makan padi yang disimpan. Dedak mulai menutupi bulir-bulir padi yang bersih, dan terbungkus sekam. Padi yang sudah dituai atau potongan-potongan batangnya tidak segera tumbuh kembali, sehingga terjadi masa menunggu. Dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun.

18. Vasettha, makhluk-makhluk itu berkumpul bersama dan meratap, dengan berkata: “Kebiasaan buruk telah muncul di kalangan kita. Dahulu kita hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, tubuh bercahaya, melayang-layang di angkasa, dan hidup dalam kemegahan. Setelah suatu masa yang lama, muncullan sari tanah dari dalam air, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai membuat sari tanah itu menjadi gumpalan dan menikmatinya. Setelah berbuat demikian, maka cahaya tubuh kita pun memudar, sehingga matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi mulai tampak. Kita menikmati sari tanah dalam waktu sangat lama, tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tak pantas muncul di antara kita, lalu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko), yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmati dan hidup dengannya dalam waktu lama, dan akhirnya pun lenyap. Lalu muncullah tumbuhan menjalar, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmati dan hidup dengannya dalam waktu sangat lama, dan akhirnya pun lenyap. Lalu muncullah padi yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Bilamana kita petik pagi untuk makan siang, maka pada sore hari telah tumbuh dan masak kembali. Demikianlah kita hidup dari padi ini untuk masa yang sangat lama. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tak pantas muncul di antara kita, maka dedak telah menutupi bulir-bulir padi yang bersih, dan sekam pun telah membungkusnya. Dan tatkala kita petik, padi tidak segera tumbuh kembali, sehingga terjadi masa menunggu, dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun. Karena itu, marilah kita membagi ladang-ladang padi dengan membuat batas-batasnya.”

Demikianlah mereka membagi ladang-ladang padi dan membuat batas di sekeliling ladang bagian mereka masing-masing.

19. Vasettha, sebagian makhluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko), yang sedang menjaga ladang bagiannya sendiri, lalu mencuri padi dari ladang orang lain dan memakannya. Mereka menangkap dan memegangnya erat-erat, dan berkata: “Sahabat, sesungguhnya engkau telah berbuat jahat. Saat menjaga ladangmu sendiri, engkau telah mencuri milik orang lain dan memakannya. Ingatlah, jangan mengulanginya lagi!” Namun, untuk kedua kalinya ia mengulangi perbuatannya, dan juga untuk ketiga kalinya. Dan kembali mereka menangkap dan menasehatinya. Sebagian dari mereka memukulnya dengan tangan, sebagian lagi melemparinya dengan bongkahan tanah, dan sebagian lagi memukulnya dengan tongkat.

Vasettha, demikianlah awal munculnya perbuatan mencuri. Sejak itu, pemeriksaan, kebohongan dan hukumanpun mulai dikenal.

bersambung...
 
20. Vasettha, makhluk-makhluk itu berkumpul bersama dan meratap, dengan berkata: “Kejahatan telah muncul di antara kita. Pencurian, pemeriksaan, kebohongan dan hukuman pun mulai dikenal. Sebaiknya kita memilih salah satu dari kita untuk mengadili mereka yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, dan mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan untuk membalas jasanya, kita akan memberikan sebagian padi kita kepadanya.”

Vasettha, mereka lalu memilih salah satu dari mereka yang paling rupawan, paling disukai, paling disegani, paling pandai, dengan berkata: “Sahabat, sepatutnyalah engkau mengadili mereka yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, dan mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan kami akan memberikan sebagian padi kami kepadamu.”

Ia menyetujuinya dan mengerjakan tugasnya, dan mereka memberikan sebagian padi milik mereka kepadanya.

21. Vasettha, dia yang dipilih oleh banyak orang itulah yang disebut Maha Sammata (Pilihan Agung) sebagai ungkapan pertama yang muncul (bagi seseorang yang dipilih oleh banyak orang). Penguasa ladang adalah ia yang disebut Khattiya, sebagai ungkapan kedua yang muncul. Ia yang menyenangkan orang lain dengan dhamma (dengan melaksanakan prinsip kebenaran) adalah ia yang disebut Raja, sebagai ungkapan ketiga yang muncul.

Vasettha, demikianlah asal mula kelompok masyarakat Khattiya ini berdasarkan pernyataan awal di masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan mereka sendiri, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tanpa diinginkan; dan hal itu terjadi sesuai dhamma (yang seharusnya demikian). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang.

22. Vasettha, kemudian muncul gagasan pada diri orang-orang itu: “Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita, sehingga pencurian, pemerkosaan, kebohongan, hukuman dan pengucilan menjadi dikenal. Sekarang, marilah kita menyingkirkan semua kejahatan dan kebiasaan tak pantas itu.” Dan mereka mengindahkannya.

Vasettha, mereka yang menyingkirkan (bahenti) kejahatan dan kebiasaan buruk adalah ia yang disebut brahmana. Demikianlah brahmana sebagai ungkapan awal bagi mereka. Mereka membuat pondok-pondok dari daun di hutan, dan bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang. Mereka mengumpulkan makanan pada pagi hari untuk makan siang, dan pada sore hari untuk makan malam. Mereka mengumpulkan makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah beroleh makanan, mereka kembali ke pondok dan bersamadhi.

Ketika orang-orang melihat mereka yang bersamadhi (jhayanti), orang-orang itu menyebutnya Jhayaka (pelaksana samadhi). Demikianlah istilah Jhayaka sebagai ungkapan kedua yang muncul.

23. Vasettha, terdapatlah di antara mereka yang tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir-pinggir desa, kampung dan kota. Di sana, mereka menulis buku (ganthe karonta). Dan ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata: “Orang-orang ini, karena tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir-pinggir desa, kampung dan kota. Di sana, mereka menulis buku (ganthe karonta). Mereka tidak bersamadhi (ajhayaka).

Vasettha, mereka yang tidak bersamadhi inilah yang disebut dengan Ajhayaka. Demikianlah Ajhayaka sebagai istilah ketiga yang muncul. Pada masa itu, mereka dipandang yang paling rendah, tetapi sekarang mereka menganggap bahwa diri merekalah yang paling tinggi.

Vasettha, demikianlah asal mula kelompok masyarakat brahmana ini berdasarkan pernyataan awal di masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan mereka sendiri, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tanpa diinginkan; dan hal itu terjadi sesuai dhamma (yang seharusnya demikian). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang.

24. Vasettha, terdapat pula sebagian orang yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan. Mereka inilah yang disebut dengan Vessa (kaum pedagang). Demikianlah istilah Vessa ini dipergunakan sebagai ungkapan bagi orang-orang itu.

25. Vasettha, selebihnya dari orang-orang ini, melakukan pekerjaan berburu. Mereka yang hidup dari hasil berburu dan pekerjaan-pekerjaan sejenisnya inilah yang disebut Sudda. Demikianlah istilah Sudda ini dipergunakan sebagai ungkapan dari orang-orang itu.

Vasettha, demikianlah asal mula kelompok masyarakat brahmana, vessa, dan sudda ini berdasarkan pernyataan awal di masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan mereka sendiri, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tanpa diinginkan; dan hal itu terjadi sesuai dhamma (yang seharusnya demikian). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang.

26. Vasettha, pada suatu saat, terdapatlah beberapa orang khattiya memandang rendah cara hidupnya sendiri. Mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata: “Aku ingin menjadi pertapa.”

Demikian pula hal ini terjadi pada golongan brahmana, vessa dan sudda.

Vasettha, dari empat kelompok masyarakat inilah muncul kelompok pertapa. Asal mula mereka adalah dari kalangan mereka sendiri, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tanpa diinginkan; dan hal itu terjadi sesuai dhamma (yang seharusnya demikian). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang.

27. Vasettha, seorang khattiya yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan dan perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), dan alam neraka (niraya).

Demikian pula kita dapat mengatakan hal yang sama pada orang brahmana, vessa, dan sudda.

28. Vasettha, seorang khattiya yang menempuh kehidupan benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan dan perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia (suggati), alam surga (sagga).

Demikian pula kita dapat mengatakan hal yang sama pada orang brahmana, vessa, dan sudda.

29. Vasettha, seorang khattiya yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan campuran (vimissaditthiko); maka sebagai akibat dari pandangan dan perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.

Demikian pula kita dapat mengatakan hal yang sama pada orang brahmana, vessa, dan sudda.

30. Vasettha, seorang khattiya yang hidup dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin atau parinibbana dalam kehidupan sekarang ini.

Demikian pula kita dapat mengatakan hal yang sama pada orang brahmana, vessa, dan sudda.

31. Vasettha, siapapun dari keempat kelompok masyarakat ini menjadi seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan yang harus dikerjakan (kata karaniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran (parikakkhinabhavasannajano), telah terbebas karena berpengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan terbaik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan dhamma (adhamma).

Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang.

32. Vasettha, syair ini telah dikumandangkan oleh Sanam Kumara, salah seorang dewa Brahma:
“Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini, yang mempertahankan garis keturunannya. Tetapi Ia yang sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”

Vasettha, syair ini telah dikumandangkan dengan baik oleh Brahma Sanam Kumara, kata-kata yang baik, tidak buruk; penuh arti dan bukan kata-kata kosong.

Vasettha, begitu pula Aku menyatakan: “Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini, yang mempertahankan garis keturunannya. Tetapi Ia yang sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”

Demikianlah sabda Sang Bhagava. Vasettha dan Bharadvaja merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.