Erica
IndoForum Senior B
- No. Urut
- 8373
- Sejak
- 1 Nov 2006
- Pesan
- 5.821
- Nilai reaksi
- 381
- Poin
- 83
untuk gantiin post yang kedelete kemarin
SETIAP BAYI yang dilahirkan di muka bumi ini memiliki ari-ari atau tali pusar.
Dalam babad tanah Jawa, ternyata ari-ari jabang bayi yang ditanam mampu memberikan
keselamatan bagi jabang bayi itu sendiri kelak di kemudian hari.
Sepasang kekasih yang sudah serius untuk menjalani mahligai rumah tangga,
dengan melewati prosedur pernikahan akan mendambakan kehadiran seorang momongan.
Mendapatkan momongan juga harus melewati kewajiban yang berupa hubungan intim, bersenggama, bersetubuh, dan masih banyak istilah lainnya. Sesuai dengan ajaran agama,
melakukan hubungan intim ada aturan-aturan yang harus difahami dan dimengerti.
Dengan tujuan jabang bayi yang dihasilkan sesuai dengan dambaan setiap pasangan yang menginginkannya.
Berdoa terlebih dahulu, memakai wangi-wangian, dan masih banyak yang lainnya.
Semua dilakukan hanya untuk mendapatkan apa yang terbaik dari segala harapan, berkait dengan
cita-cita pasangan suami dan istri, didalam upayanya mendapatkan momongan.
Melalui proses panjang selama sembilan bulan lebih sepuluh hari di rahim seorang ibu, maka Sang Pencipta akan memberikan buah hati. Disebut dengan jabang bayi yang dilahirkan dari gua garbaning ibu.
Jabang bayi yang sudah dilahirkan, masih membawa tali pusar atau ari-ari yang panjang di
dalam “ wudel “ atau pusaranya. Oleh bidan atau yang menangani persalinan sang ibu tersebut ari-ari
akan dipotong , yang kemudian dibawa ke rumah untuk ditanam di dalam tanah. Adapun cara untuk
menanam tali pusar sesuai dengan budaya Jawa harus melalui urut-urutan. Tali pusar jabang bayi
dimasukkan ke dalam tempat yang terbuat dari tanah liat, bentuknya seperti kuali kecil.
Tali pusar yang masih dibungkus dengan kain putih atau mori itu, juga disertakan dengan bunga setaman.
“Untuk menanamnya di dalam tanah harus juga memperhatikan aturan yang berlaku. Pertama adalah
cara menanam sebisa mungkin tidak mudah diambil oleh orang lain, atau menggali tanahnya terlalu dangkal”
kata Empu Seno, salah satu supranaturalis.. Diiringi dengan do’a, masukkan tali pusar dengan wadahnya
ke dalam lobang yang telah dipersiapkan. Lobang yang dibuat untuk menanam tali pusar bertempat di
depan rumah yang ditinggali selama ini atau saat ini. Apabila jabang bayi yang dilahirkan berjenis kelamin
laki-laki, maka untuk menanam tali pusar lobangnya dibuat di sebelah kanan dari pintu depan rumah.
Sebaliknya, jika jabang bayi yang dilahirkan adalah perempuan, lobang untuk menanam tali pusar
diletakkan di sebelah kiri pintu rumah. Orang yang tidak tahu akan jenis kelamin bayi yang dilahirkan akan
segera mengetahinya. Hanya dengan melihat letak dimana menanam tali pusar si jabang bayi tersebut.
Sebelah kiri adalah perempuan sedangkan sebelah kanan adalah laki-laki. Setelah semua dipenuhi dan diselesaikan urutan untuk memendam tali pusar jabang bayi, tidak lupa lokasi tempat untuk menanam diberikan tetenger (tanda,red) atau penutup. Seperti yang sering dipakai adalah sebuah ember berwarna merah, kuali sedang yang bawahnya dipecah, serta masih banyak yang lainnya.
Sampai dengan beberapa bulan, ditempat tali pusara tersebut diberikan lampu penarangan berupa lampu listrik lima watt atau kalau tradisional menggunakan lampu minyak tanah, seperti dian, teplok, atau ting. Dalam menghidupkan lampunya, hanya menjelang malam sampai pagi,atau saat matahari terbenam saja, sedangkan siang hari, lampu penerangan tersebut dimatikan.
Kadang-kala diwaktu hari-hari tertentu, tempat tali pusara bayi tersebut diberikan bunga setaman. Misalnya saja pada saat jabang bayi tersebut menderita sakit, seperti panas tubuhnya, sering menangis tengah malamnya, dan tangisan jabang bayi itu tidak sewajarnya. Dalam arti menangis tetapi tidak mengeluarkan linangan air mata. Jabang bayi mintanya selalu diajak keluar rumah, sampai pada menyukai tempat-tempat yang gelap. Ini pertanda kalau jabang bayi diganggu oleh makhluk halus dan sejenisnya.
Untuk memberikan kekuatan pada tubuhnya, khususnya secara ghaib, maka sering diadakan bancaan (selamatan) di saat hari weton atau pasarannya. Juga dengan menaruh bunga setaman tepat di tali pusar yang sudah dipendam. Begitu jabang bayi telah menginjak dewasa dan sudah bisa mandiri, bekerja sendiri, mencukupi kehidupan sendiri dan lain sebagainya bekas tali pusar juga bisa dimanfaatkan untuk media keselamatan dan ketentraman. “Misalnya saja seorang tersebut bekerja dan mencari nafkah sampai di luar daerah, agar selalu betah tinggal dan tenang di tempat kerjanya, sering menggunakan tanah bekas pusara,” jelas Empu Seno.
Caranya dengan minta bantuan dengan orang yang telah melahirkan kita, yaitu ibunda tercinta. Tidak minta sekalipun, sang ibu yang memegang kepercayaan akan hal itu akan memberikan kepada anak-anaknya yang kebetulan mencari nafkahnya di tempat yang jauh dan atau luar kota. Memang ada juga ibunda yang tidak mengerti dan juga mempercayainya, tetapi jika kita memintanya, pasti akan diberikan. Baik itu ibunda yang telah melahirkan mengerti atau tidak, adapun caranya adalah gampang dan mudah. Sambil berdo’a sesuai dengan keyakinan masing-masing dalam doanya memohon kepada Sang Pemberi Hidup agar anaknya yang berada di perantauan selalu diberikan rahmat dan perlindungan.
Kemudian sang ibu mengambil tanah tepat diatas tali pusara anak yang pergi di perantauan. Selanjutnya ditempatkan dalam sebuah kantong plastik yang kecil dengan tujuan agar tidak mudah lobang atau bocor. Anak yang akan pergi jauh untuk bekerja, tanah bekas tali pusar itu yang sudah dibungkus di dalam plastik, dimasukkan ke dalam kain putih yang sudah dibuat seperti kantong. Begitu tiba di tempat tujuan dan tinggal di sebuah rumah, tanah bekas tali pusar itu ditaruh atau digantung di atas kamar tempat tidur. Dengan seperti itu, anak yang bekerja di perantauan akan merasa betah tinggal dan selalu diberikan berkah oleh sang Pencipta melalui tanah bekas tali pusar yang diberikan oleh ibunda tercinta.
Anak akan selalu dekat dengan keluarga, khususnya kedua orang tua, bahkan di tempat dimana ia bekerja akan menganggap sebagai rumahnya sendiri. Selain berbakti kepada Sang Pencipta, berbakti kepada kedua orang tua adalah hal yang paling mulia. Tanpa keberadaan kedua orang tua kita, kita tidak akan ada di dunia ini. Lagipula do’a kedua orang tua kepada anaknya akan selalu memberikan hal terbaik kepada kita sebagai anaknya.
Maka tidak ada salahnya dengan sebuah peribahasa atau filososi yang mengatakan surga ada di telapak kaki ibu. Yang intinya adalah kita harus selalu menghormati, ngajeni, kedua orang tua khususnya ibunda tercinta. Berdosa besar sebagai seorang anak jika tidak menghargai dan menghormati kedua orang tua yang telah melahirkan dan mendidik sampai tumbuh dewasa.
SETIAP BAYI yang dilahirkan di muka bumi ini memiliki ari-ari atau tali pusar.
Dalam babad tanah Jawa, ternyata ari-ari jabang bayi yang ditanam mampu memberikan
keselamatan bagi jabang bayi itu sendiri kelak di kemudian hari.
Sepasang kekasih yang sudah serius untuk menjalani mahligai rumah tangga,
dengan melewati prosedur pernikahan akan mendambakan kehadiran seorang momongan.
Mendapatkan momongan juga harus melewati kewajiban yang berupa hubungan intim, bersenggama, bersetubuh, dan masih banyak istilah lainnya. Sesuai dengan ajaran agama,
melakukan hubungan intim ada aturan-aturan yang harus difahami dan dimengerti.
Dengan tujuan jabang bayi yang dihasilkan sesuai dengan dambaan setiap pasangan yang menginginkannya.
Berdoa terlebih dahulu, memakai wangi-wangian, dan masih banyak yang lainnya.
Semua dilakukan hanya untuk mendapatkan apa yang terbaik dari segala harapan, berkait dengan
cita-cita pasangan suami dan istri, didalam upayanya mendapatkan momongan.
Melalui proses panjang selama sembilan bulan lebih sepuluh hari di rahim seorang ibu, maka Sang Pencipta akan memberikan buah hati. Disebut dengan jabang bayi yang dilahirkan dari gua garbaning ibu.
Jabang bayi yang sudah dilahirkan, masih membawa tali pusar atau ari-ari yang panjang di
dalam “ wudel “ atau pusaranya. Oleh bidan atau yang menangani persalinan sang ibu tersebut ari-ari
akan dipotong , yang kemudian dibawa ke rumah untuk ditanam di dalam tanah. Adapun cara untuk
menanam tali pusar sesuai dengan budaya Jawa harus melalui urut-urutan. Tali pusar jabang bayi
dimasukkan ke dalam tempat yang terbuat dari tanah liat, bentuknya seperti kuali kecil.
Tali pusar yang masih dibungkus dengan kain putih atau mori itu, juga disertakan dengan bunga setaman.
“Untuk menanamnya di dalam tanah harus juga memperhatikan aturan yang berlaku. Pertama adalah
cara menanam sebisa mungkin tidak mudah diambil oleh orang lain, atau menggali tanahnya terlalu dangkal”
kata Empu Seno, salah satu supranaturalis.. Diiringi dengan do’a, masukkan tali pusar dengan wadahnya
ke dalam lobang yang telah dipersiapkan. Lobang yang dibuat untuk menanam tali pusar bertempat di
depan rumah yang ditinggali selama ini atau saat ini. Apabila jabang bayi yang dilahirkan berjenis kelamin
laki-laki, maka untuk menanam tali pusar lobangnya dibuat di sebelah kanan dari pintu depan rumah.
Sebaliknya, jika jabang bayi yang dilahirkan adalah perempuan, lobang untuk menanam tali pusar
diletakkan di sebelah kiri pintu rumah. Orang yang tidak tahu akan jenis kelamin bayi yang dilahirkan akan
segera mengetahinya. Hanya dengan melihat letak dimana menanam tali pusar si jabang bayi tersebut.
Sebelah kiri adalah perempuan sedangkan sebelah kanan adalah laki-laki. Setelah semua dipenuhi dan diselesaikan urutan untuk memendam tali pusar jabang bayi, tidak lupa lokasi tempat untuk menanam diberikan tetenger (tanda,red) atau penutup. Seperti yang sering dipakai adalah sebuah ember berwarna merah, kuali sedang yang bawahnya dipecah, serta masih banyak yang lainnya.
Sampai dengan beberapa bulan, ditempat tali pusara tersebut diberikan lampu penarangan berupa lampu listrik lima watt atau kalau tradisional menggunakan lampu minyak tanah, seperti dian, teplok, atau ting. Dalam menghidupkan lampunya, hanya menjelang malam sampai pagi,atau saat matahari terbenam saja, sedangkan siang hari, lampu penerangan tersebut dimatikan.
Kadang-kala diwaktu hari-hari tertentu, tempat tali pusara bayi tersebut diberikan bunga setaman. Misalnya saja pada saat jabang bayi tersebut menderita sakit, seperti panas tubuhnya, sering menangis tengah malamnya, dan tangisan jabang bayi itu tidak sewajarnya. Dalam arti menangis tetapi tidak mengeluarkan linangan air mata. Jabang bayi mintanya selalu diajak keluar rumah, sampai pada menyukai tempat-tempat yang gelap. Ini pertanda kalau jabang bayi diganggu oleh makhluk halus dan sejenisnya.
Untuk memberikan kekuatan pada tubuhnya, khususnya secara ghaib, maka sering diadakan bancaan (selamatan) di saat hari weton atau pasarannya. Juga dengan menaruh bunga setaman tepat di tali pusar yang sudah dipendam. Begitu jabang bayi telah menginjak dewasa dan sudah bisa mandiri, bekerja sendiri, mencukupi kehidupan sendiri dan lain sebagainya bekas tali pusar juga bisa dimanfaatkan untuk media keselamatan dan ketentraman. “Misalnya saja seorang tersebut bekerja dan mencari nafkah sampai di luar daerah, agar selalu betah tinggal dan tenang di tempat kerjanya, sering menggunakan tanah bekas pusara,” jelas Empu Seno.
Caranya dengan minta bantuan dengan orang yang telah melahirkan kita, yaitu ibunda tercinta. Tidak minta sekalipun, sang ibu yang memegang kepercayaan akan hal itu akan memberikan kepada anak-anaknya yang kebetulan mencari nafkahnya di tempat yang jauh dan atau luar kota. Memang ada juga ibunda yang tidak mengerti dan juga mempercayainya, tetapi jika kita memintanya, pasti akan diberikan. Baik itu ibunda yang telah melahirkan mengerti atau tidak, adapun caranya adalah gampang dan mudah. Sambil berdo’a sesuai dengan keyakinan masing-masing dalam doanya memohon kepada Sang Pemberi Hidup agar anaknya yang berada di perantauan selalu diberikan rahmat dan perlindungan.
Kemudian sang ibu mengambil tanah tepat diatas tali pusara anak yang pergi di perantauan. Selanjutnya ditempatkan dalam sebuah kantong plastik yang kecil dengan tujuan agar tidak mudah lobang atau bocor. Anak yang akan pergi jauh untuk bekerja, tanah bekas tali pusar itu yang sudah dibungkus di dalam plastik, dimasukkan ke dalam kain putih yang sudah dibuat seperti kantong. Begitu tiba di tempat tujuan dan tinggal di sebuah rumah, tanah bekas tali pusar itu ditaruh atau digantung di atas kamar tempat tidur. Dengan seperti itu, anak yang bekerja di perantauan akan merasa betah tinggal dan selalu diberikan berkah oleh sang Pencipta melalui tanah bekas tali pusar yang diberikan oleh ibunda tercinta.
Anak akan selalu dekat dengan keluarga, khususnya kedua orang tua, bahkan di tempat dimana ia bekerja akan menganggap sebagai rumahnya sendiri. Selain berbakti kepada Sang Pencipta, berbakti kepada kedua orang tua adalah hal yang paling mulia. Tanpa keberadaan kedua orang tua kita, kita tidak akan ada di dunia ini. Lagipula do’a kedua orang tua kepada anaknya akan selalu memberikan hal terbaik kepada kita sebagai anaknya.
Maka tidak ada salahnya dengan sebuah peribahasa atau filososi yang mengatakan surga ada di telapak kaki ibu. Yang intinya adalah kita harus selalu menghormati, ngajeni, kedua orang tua khususnya ibunda tercinta. Berdosa besar sebagai seorang anak jika tidak menghargai dan menghormati kedua orang tua yang telah melahirkan dan mendidik sampai tumbuh dewasa.