magnum
IndoForum Activist C
- No. Urut
- 1320
- Sejak
- 27 Mei 2006
- Pesan
- 14.143
- Nilai reaksi
- 417
- Poin
- 83

Salah satu usaha memprediksi letusan gunung berapi dilakukan para peneliti Italia denan cara merekam ’nyanyian seismik’. Rangkaian getaran seismik berfrekuensi rendah yang dihasilkan gunung berapi aktif mereka terjemahkan menjadi rangkaian musik.
Dari rangkaian getaran-getaran tersebut, para peneliti telah menghasilkan rekaman konser aktivitas seismik Gunung Etna dan Sicily. Kali ini, mereka sedang merangkai melodi Gunung Tungurahua di Ekuador yang baru saja meletus.
Nyanyian seismik diharapkan dapat digunakan untuk melihat tanda-tanda naiknya aktivitas seismik gunung berapi. Dengan membandingkan irama musiknya, para peneliti berharap dapat memperkirakan aktivitas di dalam dapur magma sehingga dapat diketahui apabila gunung berapi menunjukkan tanda-tanda akan meletus.
"Jika Anda dapat mengidentifikasi pola musik yang menandakan akan datangnya letusan, Anda dapat mempersipakan evakuasi penduduk sipil di sekitarnya dalam hitungan hari bahkan jam sebelum gunung meletus," kata Profesor Roberto Barbera dari Universitas Catania.
Sejauh ini, belum ada metode yang ampuh untuk memprediksi letusan gunung berapi. Namun, para ilmuwan telah dapat memperkirakannya dengan cara memantau gelombang seismiknya, rangkaian gempa bumi, dan intensitas getaran tertentu yang disebut harmonic tremor menjelang letusan. Selain itu, ada juga yang memantau perubahan bentuk kubah kawah dan konsentrasi gas yang dikeluarkan kawahnya.
Mulai minggu ini, para peneliti di Italia juga menggunakan teknik tomografi seismik agar dapat memperkirakan besarnya kerusakan karena letusan gunung berapi. Sebagaimana dilaporkan dalam jurnal Science, dengan metode ini, para peneliti dapat memantau pergerakan magma di dalam perut gunung layaknya memindai otak dengan CT scan.
Teknik ini telah digunakan untuk mengamati pergerakan magma selama pertsiapan erupsi dan saat terjadinya erupsi Gunung Etna antara tahun 2001 hingga 2003. Sedangkan, metode nyanyian seismik yang dikenal sebagai teknik data sonification ditambahkan sebagai cara pengukuran baru berikutnya.
Data sonification akan menerjemahkan data getaran yang kompleks menjadi suara yang dapat terdengar. Teknik ini sebelumnya telah digunakan untuk menganalisis data astronomi saat terjadi tumbukan komet Shoemaker Levy ke permukaan Planet Jupiter.
Untuk mempermudah pemrosesannya, Dr Domenico Vicinanza dari Italian National Institute for Nuclear Physics mengembangkan software data sonification. Proses penerjemahannya relatif sederhana yakni dengan cara meletakkan grafik seismogram - yang menunjukkan waktu dan intensitas getaran di sekitar gunung berapi - di atas sistem paranada untuk diterjemahkan sebagai not-not balok.
Untuk melihat pola iramanya, tim peneliti menggunakan software pengenal irama. Software ini sebelumnya telah terbukti handal membedakan musik asli Mozart dengan plagiat yang komposisinya pasti berbeda.
Karena data yang diekam sangat panjang dan besar, mereka juga menggunakan rangkaian komputer (grid computing). Dengan grid computing, pemrosesan data dapat dibagi-bagi dalam ratusan komputer di berbagai tempat sebelum dikompilasi.
"Anda dapat mengirimkan datanya ke Perancis, Argentina, Meksiko, dan Italia kemudian menggabungkannya," kata Profesor Barbera. Tim peneliti menggunakan dua jaringan grid computing yang didanai Uni Eropa untuk Enabling Grid for E-science (EGEE) dan E-infrastructure yang didanai Eropa dan Amerika Latin (EELA).
"Dari cara pandang musik mungkin kami dapat melihat persamaan lagu dengan aktivitas gunung berapi," ujar Profesor Barbera.