terimakasih atas penjelasan bapak, saya mencoba menyimpulkan berarti apa yang selama ini dilakukan oleh umat hindu di bali seandainya berdasarkan keterangan bapak adalah salah
saya mencoba mencari pembanding apa yang bapak tulis tentang yang berstana di Pura Besakih hasilnya seperti ini
(saya ambil dari tulisan goesdun)
Fungsi Pelinggih Padma Tiga di Pura Besakih
Siwa Tattwa ngaranya sukha tanpa wali duhkha.
Sadasiwa Tattwa ngaranya tanpa wwit tanpa tungtung ikang sukha. Paramasiwa Tattwa ngaranya niskala tan wenang winastwan ikang sukha.
(Dikutip Dari Wrehaspati Tattwa.50)
Maksudnya:
Hakikat memuja Tuhan Siwa untuk mencapai kebahagiaan yang tidak berbalik pada kedukaan. Memuja Tuhan sebagai Sadasiwa akan mencapai kebahagiaan yang tidak ada awal dan tidak akhirnya. Memuja Tuhan sebagai Paramasiwa mencapai kebahagiaan niskala yang tidak dapat dilukiskan kebahagiaan itu.
PELINGGIH Padma Tiga di Pura Besakih sebagai sarana untuk memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa yaitu jiwa agung alam semesta. Purusa artinya jiwa atau hidup. Tuhan sebagai jiwa dari Bhur Loka disebut Siwa, sebagai jiwa Bhuwah Loka disebut Sadha Siwa dan sebagai jiwa dari Swah Loka disebut Parama Siwa.
Pelinggih Padma Tiga sebagai media pemujaan Sang Hyang Tri Purusa yaitu Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa. Hal ini dinyatakan dalam Piagam Besakih dan juga dalam beberapa sumber lainnya seperti dalam Pustaka Pura Besakih yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Propinsi Bali tahun 1988. Busana hitam di samping busana warna putih dan merah dari Padma Tiga bukan simbol dari Wisnu, tetapi simbol dari Parama Siwa.
Dalam Mantra Rgveda ada dinyatakan bahwa keberadan Tuhan Yang Maha Esa yang memenuhi alam semesta ini hanya seperempat bagian saja. Selebihnya ada di luar alam semesta. Keberadaan di luar alam semesta ini amat gelap karena tidak dijangkau oleh sinar matahari. Tuhan juga maha-ada di luar alam semesta yang gelap itu. Tuhan sebagai jiwa agung yang hadir di luar alam semesta itulah yang disebut Parama Siwa dalam pustaka Wrehaspati Tattwa itu.
Busana hitam Padma Tiga yang berada di kanan atau yang mengarah ke Pura Batu Madeg itu bukan lambang pemujaan Wisnu. Tetapi pemujaan untuk Parama Siwa yang berada di luar alam semesta. Parama Siwa adalah Tuhan dalam keadaan Nirguna Brahman artinya tanpa sifat atau manusia tidak mungkin melukiskan sifat-sifat Tuhan Yang Mahakuasa itu. Sedangkan Padma Tiga yang di tengah busananya putih kuning sebagai simbol dalam Tuhan keadaan Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah menunjukkan ciri-ciri niskala untuk mencipta kehidupan yang suci dan sejahtera.
Putih lambang kesucian dan kuning lambang kesejahteraan. Sedangkan busana warna merah pada Padma Tiga yang di kiri atau yang mengarah pada Pura Kiduling Kreteg bukanlah sebagai lambang Dewa Brahma. Warna merah dalam Pelinggih Padma Tiga yang di bagian kiri memang arahnya ke Pura Kiduling Kreteg. Padma Tiga yang berwarna merah itu sebagai simbol yang melukiskan keberadaan Tuhan sudah dalam keadaan krida untuk Utpati, Stithi dan Pralina. Dalam hal inilah Tuhan Siwa bermanifestasi menjadi Tri Murti.
Untuk di kompleks Pura Besakih sebagai Batara Brahma dipuja di Pura Kiduling Kreteg. Sebagai Batara Wisnu di Pura Batu Madeg dan sebagai Batara Iswara di Pura Gelap. Di tingkat Pura Padma Bhuwana sebagai Batara Wisnu dipuja di Pura Batur simbol Tuhan Mahakuasa di arah utara. Dipuja sebagai Bhatara Iswara di Pura Lempuhyang Luhur di arah timur dan sebagai Batara Brahma dipuja di Pura Andakasa simbol Tuhan Mahakuasa di arah selatan.
Sementara untuk di tingkat desa pakraman, Batara Tri Murti itu dipuja di Kahyangan Tiga. Mengapa ajaran agama Hindu demikian serius mengajarkan umatnya untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa itu dalam manifestasinya sebagai Dewa Tri Murti. Salah satu ciri hidup manusia melakukan dinamika hidup. Memuja Tuhan sebagai Tri Murti untuk menuntun umat manusia agar dalam hidupnya ini selalu berdinamika yang mampu memberikan kontribusi pada kemajuan hidup menuju hidup yang semakin baik, benar dan tepat.
Pemujaan pada Dewa Tri Murti itu agar dinamika hidup manusia itu berada di koridor Utpati, Stithi dan Pralina. Maksudnya menciptakan sesuatu yang patut diciptakan disebut Utpati, memelihara serta melindungi sesuatu yang sepatutnya dipelihara dan dilindungi disebut Stithi, serta meniadakan sesuatu yang sudah usang yang memang sudah sepatutnya dihilangkan yang disebut Pralina.
Demikianlah keberadaan Pelinggih Padma Tiga yang berada di Mandala kedua dari Pura Penataran Agung Besakih. Di Mandala kedua ini sebagai simbol bertemunya antara bhakti dan sweca. Bhakti adalah upaya umat manusia atau para bhakta untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Sedangkan sweca dalam bahasa Bali maksudnya suatu anugerah Tuhan kepada para bhakta-nya. Sweca itu akan diterima oleh manusia atau para bhakta sesuai dengan tingkatan bhakti-nya pada Tuhan.
Bentuk bhakti pada Tuhan di samping secara langsung juga seyogianya dilakukan dalam wujud asih dan punia. Asih adalah bentuk bhakti pada Tuhan dengan menjaga kelestarian alam lingkungan dengan penuh kasih sayang, karena alam semesta ini adalah badan nyata dari Tuhan. Sedangkan punia adalah bentuk bhakti pada Tuhan dalam wujud pengabdian pada sesama umat manusia sesuai dengan swadharma kita masing-masing.
Tuhan telah menciptakan Rta sebagai pedoman atau norma untuk memelihara dan melindungi alam ini dengan konsep asih. Tuhan juga menciptakan dharma sebagai pedoman untuk melakukan pengabdian pada sesama manusia. Dengan konsep asih, punia dan bhakti itulah umat manusia meraih sweca-nya Tuhan yang dilambangkan di Pura Besakih di Mandala kedua ini.
Di Mandala kektiga ini tepatnya di sebelah kanan Padma Tiga itu ada bangunan suci yang disebut Bale Kembang Sirang. Di Bale Kembang Sirang inilah upacara padanaan dilangsungkan saat ada upacara besar di Besakih seperti saat ada upacara Bhatara Turun Kabeh, upacara Ngusaba Kapat maupun upacara Manca Walikrama, apalagi upacara Eka Dasa Ludra.
Upacara padanaan yang dipusatkan di Bale Kembang Sirang inilah sebagai simbol bahwa antara bhakti umat dan sweca-nya Hyang Widhi bertemu. Di Pura Penataran Agung Besakih sebagai simbol Sapta Loka tergolong Pura Luhuring Ambal-ambal. Ini dilukiskan bagaimana umat seyogianya melakukan bhakti kepada Tuhan dan bagaimana Tuhan menurunkan sweca kepada umat yang dapat melakukan bhakti dengan baik dan benar. Semuanya dilukiskan dengan sangat menarik di Pura Penataran Agung Besakih dan amat sesuai dengan konsep Weda kitab suci agama Hindu. * I Ketut Gobyah
JAWABAN
Om swastiastu,
pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas tanggapan tentang penjelasan yang telah saya sampaikan. saya sangat senang pak ketut sudah membaca buku purana yang sampai sekarang dijadikan dasar pemikiran dan beragama melabihi dari kitab weda yang diturunkan melalui wahyu para Dewa. sangat penting saya jelaskan, pure yang sejati adalah badan kita ini.
Di dalam Rgweda VIII.71.11 dikatakan :
Dvita yo-abhud amrto matyesva
Hota madratamo visi.
Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Maha Esa) memanggil dengan khusuk para dewata. Dia adalah sumber kebahagiaan yang menghuni hati semua orang. Dia adalah abadi. Dia berdiam di dalam diri manusia dengan dua bentuk, satu sebagai Tuhan yang Maha Esa dan dua sebagai jiwa perseorangan (Atman).
Di dalam Rgweda VII.4.A. dikatakan :
Ayam kavir akavisu praceta
Mertesu agñir amrto ni dhayi.
Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Maha Esa) adalah maha mengetahui, yang paling cerdas dan yang abadi. Dia berdiam di dalam diri umat manusia, yang adalah mahluk hidup.
Di dalam Rgweda I.91.13. dikatakan :
Soma rarandih no hrdhi gavo na
Yayasesu a marya iva sva akye.
Tuhan Yang Maha Pengasih, semoga Engkau berkenan berstana pada hati nurani kami(tubuh kami sebagai pure), seperti halnya anak-anak sapi yang merumput di padang subur, seperti pula seorang gadis di rumahnya sendiri.
jadi bisa dipahami dan dikaji apa sih makna sebenarnya dari sebuah pure besakih dan yang lainnya ? fungsi pure antara lain : secara lahiriah adalah : 1. sebagai simbol bahwa didaerah tersebut ada umat yang beragama hindu, 2. sebagai tempat berkumpul bagi umat sedharma dalam melaksanakan sembahyang. secara niskala/gaib adalah merupakan tempat tinggal/rumah dari para orang suci, raja, yang sudah meninyang belum bisa mencapai tingkat sorga atau baru bisa sampai pada alam antara. kalau diterawang (bagi yang sudah bisa menmbus alam gaib) padmasana yang dibuat dari batu bata dan paras, dialam sananya bentuknya tidak seperti itu, bisa berbentuk seperti bangunan kerajaan (silahkan bawa paranormal yang canggih untuk membuktikan).
saya tidak berani menyalahkan para mpu yang menulis tentang konsep pure dengan segala imajinasinya yang dilambangkan dengan berbagai simbol-simbol, kenapa karena tingkat kemampuan manusia pada saat itu untuk menerima ajaran seperti yang saya sampaikan ini belum sanggup, dan sekarangpun hanya orang-orang yang dikehendaki saja yang sanggup atau senang, karena mereka mungkin lagi berada pada persimpangan jalan atau ragu dengan apa yang mereka laksanakan sekarang ini sepertinya perlu dikaji lagi.
saya kutip BG.XII.(1) arjuna bertanya kepada Krishna :
jadi, penganut yang tawakal senantiasa menyembah Engkau, dan yang lain lagi menyembah Yang Abstrak, Yang Kekal Abadi, yang manakah lebih mahir dalam yoga ?
(2) jawaban Krishna : yang menyatukan pikiran berbakti pada-Ku menyembah Aku dan tawakal selalu, memiliki kepercayaan yang sempurna merekalah Ku-pandang terbaik dalam yoga.
(3) tetapi mereka yang memuja Yng Kekal Abadi, Yang Tak Termusnahkan, Yang Tak Nyata, Yang Melingkupi segala, Yang Tak terpikirkan, Yang Tak berobah, Yang Tak bergerak,Yang Konstan
dengan menahan pancaindria hawanafsu selalu seimbang dalam segala situasi, berusaha guna kesejahteraan semua insani, mereka juga datang kepada-Ku.
saya jelaskan, Tuhan yang pertama sekali ada, itu anteng meneng disinggasananya dilangit ketujuh. Dia adalah Maha Roh (Paramaatma). percikannya yangkita sebut Atma inilah yang meliputi dunia, karena ada dimana-mana termasuk di dalam diri kita sendiri. jadi kalau kita secara terus-menerus memuja Tuhan yang di atas sana yang seolah-olah acuh-tak acuh, toh yang muncul nanti adalah Tuhan yang terbatas yang bersthana di dalam pure yaitu diri kita sendiri. jadi kalau sembahyang sebaiknya pusatkan pikiran kita kepada Tuhan yang terbatas yang ada pada diri kita (Antaratma) akan lebih mudah dicapai. pertajam pemahaman tentang makro dan mikro kosmos. kita jangan terlalu jauh memikirkan makro kosmos itu urusan Yang Maha Tak Terbatas, pikirkanlah dan kajilah apa yang ada di mikrokosmos, karena paham tentang mikrokosmos akan paham tentang makro kosmos. seberapa jauh kamu mengenal dirimu sedemikian jauh kamu mengenal Tuhan mu.
jadi saya tegaskan, bahwa pure yang sejati adalah diri kita sendiri, maka dari itu bersihkanlah (pelaspas) dengan Tat twam asi, trikaya parisudha, trihita karana dan laksanakanlah tapa, brata, yoga, semadi, secara rutin.
saya tidak ingin mengomentari tentang kitab purana yang sekarang sangat yakini di bali sebagai landasan beragama, kenapa karena saya tahu, bahwa mereka yang dulu menulis lontar tersebut sekarang sudah pada turun lagi jadi manusia, belajar bersama dengan saya bagaimana caranya mengenal Tuhan. kalau masih penasaran, coba saja buktikan kata-kata saya tentang keberadaan pure besakih, siapakah sebenarnya yang duduk disana, melalui seorang yang sudah bisa menembus alam bethare (mempunyai frekwensi sama dengan bethare), karena hal seperti ini adalah sangat sulit untuk meyakini kalau tidak dengan pratyaksa premana. sekarang kebanyakan orang mengenal Tuhan, Dewa, Bethare, Bhuta Kala, hanya dari Agama (sabda) premana, apa kata kitab, kata pak pendeta, pemangku. perkara betul atau tidak mereka tidak pernah memikirkannya. naiklah ketingkat anumana premana (melakukan analaisa kajian) seperti apakah perutnya bethare begitu besarnya sehingga banyak sekali ngaturang bebanten, atau pernahkah berpikir bagaimana cara bethare makan, terus kalau sesudah makan kotorannya dibuang kemana (ini baru dari sudut sesaji). faktual yang makan sesaji akhirnya para umat manusia yang masih memiliki perut gede-gede. kita harus tahu apa sih yang sebenarnya diinginkan oleh para bethare, para leluhur kita yang di alam sana lagi kepanasan? mereka hanya butuh doa Gayatri Mantram dari keturunannya. soal Ciwa, Sadaciwa, dan Parama Ciwa, saya jelaskan : yang dimaksud dengan Ciwa, adalah kita sebagai manusia, Sadaciwa adalah Dewa Ciwa yang ada dikhayangan, dan Parama Ciwa adalah Tuhan Yang Maha Pencipta, yang menciptakan dewa Ciwa dan manusia. kalau kita merusak, membunuh, itu adalah kita lagi menjalankan fungsi sebagai Ciwa, kalau kita bekerja mencari nafkah untuk anak istri, membantu memelihara alam, itulah kita lagi menjalankan fungsi Wisnu, waktu kita lagi bermesraan dengan istri dan keluarlah si bayi, itu kita lagi menjalankan fungi sebagai Brahma. jadi di khayangan ada Tri Murti, kita manusia adalah menjalankan ketiga fungsinya. dipuser adalah brahma (ada benih), dijantung adalah wisnu yang bijaksana dan dikepala adalah ciwa yang cendrung negatif karena dipengaruhi oleh pancaindria (kuping, mata, hidung, mulut dan kulit).
sampai disini dulu ya biar jangan bingung suksma.
bersambung ...............