roughtorer
IndoForum Senior A
- No. Urut
- 44416
- Sejak
- 24 Mei 2008
- Pesan
- 6.755
- Nilai reaksi
- 174
- Poin
- 63
Jangan salah paham dulu. Saya bukan orang yang mendukung kemudahan kemudahan bagi perokok. Mungkin disini saya hanya ingin mengulas dari pandangan saya tentang rencana atau mungkin sudah dilaksanakan saya belum tahu, soal kenaikan cukai rokok.
Mari kita perhatikan. Saat ini, misal sebungkus Surya Slim adalah dikenai cukai tembakau 36% ditambah Rp. 35,- perbatang, dengan bandrol 10.500. Artinya, dari Rp. 10.500,- perbungkus, pemerintah mengutip 36% serta Rp 35,- perbatangnya. Sementara, di pasaran, berapa harga sebungkus rokok tersebut? kebanyakan dibawah bandrol, alias tidak Rp. 10.500,-
Mengapa hal ini bisa terjadi. Indikasinya, pemerintah ngotot mengutip nilai tertentu dari sebuah produk rokok. Tidak peduli berapa harga sebeanrnya dari rokok tersebut.
OK... lupakan masalah kesehatan dulu.
Kita bicarakan mengenai hukum yang berlaku. Bahwa kenyataan bisnis rokok termasuk bisnis yang paling besar kontribusinya dalam memberikan pemasukan kepada pemerintah lewat pajak. Bijak kah pemerintah menekan pabrik rokok sedemikian rupa? dengan mentargetkan nilai tertentu dari sebuah produk legal, untuk mengutip pajak dengan nominal tertentu?
Bukankah sebuah produk yang legal, baik itu rokok atau barang lain berhak untuk mendapatkan perlakukan yang sama dalam hal hukum?
Kemudian, kondisi kita tarik ke saat ini. Saat krisis global yang kata pemerintah.... Indonesia sih belum kena dampaknya. Sehingga krisis ini diangan-angani masih sebatas krisis yang terajdi di belahan dunia lain.
Gelombang PHK sudah mulai dijalankan banyak perusahaan. Perusahaan rokok relatif masih stabil. Bagaimana bila, perusahaan rokok yang sekarang ini sudah menjadi sapi perah pemerintah dalam hal pemasukan pajak akhirnya kolaps juga?.... karena misal, pemerintah mentargetkan nilai nominal tertentu yang semakin tinggi saja?...
Berapa jiwa yang akan mengganggur? Darimana lagi dana segar bisa masuk ke kas negara? Pinjaman? jangka panjang? jangka pendek?
Kembali ke kebijaksanaan pemerintah. Apakah ini bijak?
Mengapa tidak diberlakukan hal lain yang lebih mengena bila alasannya adlaah untuk mengurangi jumlah perokok? Misal, pembatasan usia pembeli rokok. Larangan merokok lewat IP atau UU kepada yang dibawah umur? dan cara cara lain yang langsung mengena ke pengihisap rokok?
Tembakau ternyata juga komoditas favorit. Bagaimana bisa meraup dolar agar rupiah tidak jaipongan, bila mau ekspor tembakau cukainya ampun ampunan?.... Yang ada kualitas tembakau Indonesia yang tidak pernah membaik sejak ditinggal Belanda, menjadi terlalu mahal bagi pasar dunia. Dan.... menyusul swait dan karet... satu lagi primadona ekspor terlantarkan... hanya salah kebijakan.
Mari kita perhatikan. Saat ini, misal sebungkus Surya Slim adalah dikenai cukai tembakau 36% ditambah Rp. 35,- perbatang, dengan bandrol 10.500. Artinya, dari Rp. 10.500,- perbungkus, pemerintah mengutip 36% serta Rp 35,- perbatangnya. Sementara, di pasaran, berapa harga sebungkus rokok tersebut? kebanyakan dibawah bandrol, alias tidak Rp. 10.500,-
Mengapa hal ini bisa terjadi. Indikasinya, pemerintah ngotot mengutip nilai tertentu dari sebuah produk rokok. Tidak peduli berapa harga sebeanrnya dari rokok tersebut.
OK... lupakan masalah kesehatan dulu.
Kita bicarakan mengenai hukum yang berlaku. Bahwa kenyataan bisnis rokok termasuk bisnis yang paling besar kontribusinya dalam memberikan pemasukan kepada pemerintah lewat pajak. Bijak kah pemerintah menekan pabrik rokok sedemikian rupa? dengan mentargetkan nilai tertentu dari sebuah produk legal, untuk mengutip pajak dengan nominal tertentu?
Bukankah sebuah produk yang legal, baik itu rokok atau barang lain berhak untuk mendapatkan perlakukan yang sama dalam hal hukum?
Kemudian, kondisi kita tarik ke saat ini. Saat krisis global yang kata pemerintah.... Indonesia sih belum kena dampaknya. Sehingga krisis ini diangan-angani masih sebatas krisis yang terajdi di belahan dunia lain.
Gelombang PHK sudah mulai dijalankan banyak perusahaan. Perusahaan rokok relatif masih stabil. Bagaimana bila, perusahaan rokok yang sekarang ini sudah menjadi sapi perah pemerintah dalam hal pemasukan pajak akhirnya kolaps juga?.... karena misal, pemerintah mentargetkan nilai nominal tertentu yang semakin tinggi saja?...
Berapa jiwa yang akan mengganggur? Darimana lagi dana segar bisa masuk ke kas negara? Pinjaman? jangka panjang? jangka pendek?
Kembali ke kebijaksanaan pemerintah. Apakah ini bijak?
Mengapa tidak diberlakukan hal lain yang lebih mengena bila alasannya adlaah untuk mengurangi jumlah perokok? Misal, pembatasan usia pembeli rokok. Larangan merokok lewat IP atau UU kepada yang dibawah umur? dan cara cara lain yang langsung mengena ke pengihisap rokok?
Tembakau ternyata juga komoditas favorit. Bagaimana bisa meraup dolar agar rupiah tidak jaipongan, bila mau ekspor tembakau cukainya ampun ampunan?.... Yang ada kualitas tembakau Indonesia yang tidak pernah membaik sejak ditinggal Belanda, menjadi terlalu mahal bagi pasar dunia. Dan.... menyusul swait dan karet... satu lagi primadona ekspor terlantarkan... hanya salah kebijakan.