magnum
IndoForum Activist C
- No. Urut
- 1320
- Sejak
- 27 Mei 2006
- Pesan
- 14.143
- Nilai reaksi
- 417
- Poin
- 83
Sumanto Bebas, Ibu-Ibu Was Was
DITAWARI JADI PENAGIH UTANG
Bila sesuai rencana, Sumanto bakal bebas usai lebaran nanti. Kebebasannya mencemaskan tetangganya. Namun, di sisi lain beberapa pihak bersedia menampungnya.
Kisah Sumanto si pemakan mayat, begitu menggegerkan masyarakat. Episode kehidupannya yang begitu nyeleneh, bahkan diangkat ke layar kaca. Akibat perbuatannya itu, Sumanto harus menikmati hari-hari di penjara. Setelah menjalani hukuman penjara selama lima tahun, rencananya usai Lebaran nanti, Sumanto kembali menghirup udara bebas.
Namun, belum lagi bebas, lelaki asal Dusun Palumutan, Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah itu, ramai-ramai ditolak pulang ke tanah kelahirannya oleh ibu-ibu warga desa setempat. Bahkan, ibu kandungnya, Mbok Samen (60), sempat tiga kali mendatangi Cipto Mulyono, Kades Palumutan menyatakan penolakannya. "Mbok Samen tiga kali datang ke rumah saya. Dia minta agar Sumanto tidak dikembalikan ke rumah," ujar Cipto.
SESAMA NAPI TAKUT
Sebagai pemimpin di desanya, Cipto merasa berkewajiban mengembalikan Sumanto pada orangtuanya, kelak setelah bebas. "Saya katakan sama biyungnya (Ibu.Red), setiap warga punya hak tinggal di desa ini."
Menurut Cipto, bukan hanya ibu kandungnya yang keberatan Sumanto kembali ke Desa Palumutan. "Setiap kali saya sosialisasikan rencana kepulangan Sumanto, ibu-ibu di sini menolak. Mereka takut. Yang menolak kebanyakan memang ibu-ibu," lanjut Cipto.
Sbaliknya, menurut Cipto, ada beberapa pihak yang bersedia menampung Sumanto. "Ada yang ingin mempekerjakan untuk keperluan dagang, entertainment, dan tukang tagih utang. Tentu keputusan di mana tinggal, tergantung pada Sumanto sendiri," papar Cipto.
Sebelum Sumanto kembali bekerja, lanjut Cipto, ada pemilik panti rehabilitasi dari Desa Bongkanel, Karanganyar, Purbalingga. Dia bilang, akan menolong menyembuhkan mental Sumanto sampai bisa bekerja. "Bila Sumanto memilih tinggal di panti rehabilitasi, begitu keluar lapas rencananya akan langsung ke Karanganyar," tegas Cipto yang beberapa kali menemui Sumanto di lapas.
Saat bertemu Cipto, Sumanto menyatakan ingin berubah. "Setiap saya nasihati, dia iyakan. Dia manut sama saya, sebab sebelum ketahuan makan mayat, sering saya minta bekerja di rumah saya. Oh ya, di dalam sel, Sumanto tinggal sendiri. Seharusnya, sih, bertiga. Tapi, teman-teman Sumanto sesama napi, takut satu sel dengannya. Jadi, ya disendirikan."
CARI PASIR DI SUNGAI
Ketika ditemui di siang yang terik di rumahnya yang sangat sederhana, Mbok Samen terlihat sehat . Wanita yang kulitnya terpanggang matahari ini menyambut NOVA dengan senyum ramah penuh persaudaraan. Bibirnya mengering seperti kurang minum. Sebagian berwarna merah jingga akibat makan sirih. "Saya capek, habis cari pasir di sungai," tuturnya setelah duduk di balai-balai bambu depan rumahnya.
Ibu sembilan anak ini mempersilakan NOVA ngobrol di luar rumah. "Di sini saja. Di dalam sempit. Enggak ada tempat duduk," pintanya. Omongan Samen memang benar. Ruang rumah yang berukuran 5 x 6 meter itu tampak sempit. Bahkan, di dalam rumah berdinding anyaman bambu itu, tercium aroma udara lembap.
Di dalam terlihat lelaki tua tengah terbaring. "Itu bapaknya Sumanto. Sudah lama dia pindah ke rumah ini. Dulu tinggal sama Sumanto di Palumutan. Dia sudah tidak bisa apa-apa lagi. Saya yang harus cari makan buat dia."
Meski telah berumur, tubuh renta Samen masih mampu mencari pasir di Sungai Serayu, tak jauh dari rumahnya. "Sehari saya bisa dapat 30 gendongan. Selesai cari pasir, saya nunggu pembeli. Kalau ada yang beli dapat uang, kalau enggak ya pulang," keluhnya.
Menyongsong bebasnya Sumanto, Samen mengaku perasaannya biasa saja. Tidak terlihat kebahagiaannya. "Kalau pulang ya diterima. Namanya juga anak. Saya hanya berharap, keluar dari penjara perilakunya sudah berubah. Ia tidak makan orang lagi atau ngelantur kalau diajak bicara."
apabila salah masuk tolong di pindahin /hmm
DITAWARI JADI PENAGIH UTANG
Bila sesuai rencana, Sumanto bakal bebas usai lebaran nanti. Kebebasannya mencemaskan tetangganya. Namun, di sisi lain beberapa pihak bersedia menampungnya.
Kisah Sumanto si pemakan mayat, begitu menggegerkan masyarakat. Episode kehidupannya yang begitu nyeleneh, bahkan diangkat ke layar kaca. Akibat perbuatannya itu, Sumanto harus menikmati hari-hari di penjara. Setelah menjalani hukuman penjara selama lima tahun, rencananya usai Lebaran nanti, Sumanto kembali menghirup udara bebas.
Namun, belum lagi bebas, lelaki asal Dusun Palumutan, Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah itu, ramai-ramai ditolak pulang ke tanah kelahirannya oleh ibu-ibu warga desa setempat. Bahkan, ibu kandungnya, Mbok Samen (60), sempat tiga kali mendatangi Cipto Mulyono, Kades Palumutan menyatakan penolakannya. "Mbok Samen tiga kali datang ke rumah saya. Dia minta agar Sumanto tidak dikembalikan ke rumah," ujar Cipto.
SESAMA NAPI TAKUT
Sebagai pemimpin di desanya, Cipto merasa berkewajiban mengembalikan Sumanto pada orangtuanya, kelak setelah bebas. "Saya katakan sama biyungnya (Ibu.Red), setiap warga punya hak tinggal di desa ini."
Menurut Cipto, bukan hanya ibu kandungnya yang keberatan Sumanto kembali ke Desa Palumutan. "Setiap kali saya sosialisasikan rencana kepulangan Sumanto, ibu-ibu di sini menolak. Mereka takut. Yang menolak kebanyakan memang ibu-ibu," lanjut Cipto.
Sbaliknya, menurut Cipto, ada beberapa pihak yang bersedia menampung Sumanto. "Ada yang ingin mempekerjakan untuk keperluan dagang, entertainment, dan tukang tagih utang. Tentu keputusan di mana tinggal, tergantung pada Sumanto sendiri," papar Cipto.
Sebelum Sumanto kembali bekerja, lanjut Cipto, ada pemilik panti rehabilitasi dari Desa Bongkanel, Karanganyar, Purbalingga. Dia bilang, akan menolong menyembuhkan mental Sumanto sampai bisa bekerja. "Bila Sumanto memilih tinggal di panti rehabilitasi, begitu keluar lapas rencananya akan langsung ke Karanganyar," tegas Cipto yang beberapa kali menemui Sumanto di lapas.
Saat bertemu Cipto, Sumanto menyatakan ingin berubah. "Setiap saya nasihati, dia iyakan. Dia manut sama saya, sebab sebelum ketahuan makan mayat, sering saya minta bekerja di rumah saya. Oh ya, di dalam sel, Sumanto tinggal sendiri. Seharusnya, sih, bertiga. Tapi, teman-teman Sumanto sesama napi, takut satu sel dengannya. Jadi, ya disendirikan."
CARI PASIR DI SUNGAI
Ketika ditemui di siang yang terik di rumahnya yang sangat sederhana, Mbok Samen terlihat sehat . Wanita yang kulitnya terpanggang matahari ini menyambut NOVA dengan senyum ramah penuh persaudaraan. Bibirnya mengering seperti kurang minum. Sebagian berwarna merah jingga akibat makan sirih. "Saya capek, habis cari pasir di sungai," tuturnya setelah duduk di balai-balai bambu depan rumahnya.
Ibu sembilan anak ini mempersilakan NOVA ngobrol di luar rumah. "Di sini saja. Di dalam sempit. Enggak ada tempat duduk," pintanya. Omongan Samen memang benar. Ruang rumah yang berukuran 5 x 6 meter itu tampak sempit. Bahkan, di dalam rumah berdinding anyaman bambu itu, tercium aroma udara lembap.
Di dalam terlihat lelaki tua tengah terbaring. "Itu bapaknya Sumanto. Sudah lama dia pindah ke rumah ini. Dulu tinggal sama Sumanto di Palumutan. Dia sudah tidak bisa apa-apa lagi. Saya yang harus cari makan buat dia."
Meski telah berumur, tubuh renta Samen masih mampu mencari pasir di Sungai Serayu, tak jauh dari rumahnya. "Sehari saya bisa dapat 30 gendongan. Selesai cari pasir, saya nunggu pembeli. Kalau ada yang beli dapat uang, kalau enggak ya pulang," keluhnya.
Menyongsong bebasnya Sumanto, Samen mengaku perasaannya biasa saja. Tidak terlihat kebahagiaannya. "Kalau pulang ya diterima. Namanya juga anak. Saya hanya berharap, keluar dari penjara perilakunya sudah berubah. Ia tidak makan orang lagi atau ngelantur kalau diajak bicara."
apabila salah masuk tolong di pindahin /hmm