• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

PKI Sudah Mati Tapi Mau Di Hidupkan Kembali Buat Bahan ISU Politik

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.569
Nilai reaksi
23
Poin
0
PKI Sudah Mati Tapi Mau Di Hidupkan Kembali Buat Bahan ISU Politik


Apa Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit lagi? Begitu reaksi saya sejak perdana kali mendengar sejumlah pihak, khususnya beberapa pensiunan TNI, menyatakan partai tersebut bangkit lagi. Misalnya, Kivlan Zein di sela-sela Simposium anti-PKI, mengatakan, dua pekan lalu PKI sudah berdiri. Meski pernyataan ini kemudian diralat, kebangkitan PKI tetap diyakini sebagai fakta sosial.

Mungkinkah PKI bangkit kembali dari alam kuburnya? Kenapa kita sibuk dengan urusan hantu & luput pada ancaman nyata dari kelompok teroris? Bukankah teroris sejak 18 tahun lalu sudah dengan nyata menciptakan ketakutan lewat bom bunuh diri?

Sulit dipercaya

Jika kita memahami secara jernih, rasanya sulit mempercayai PKI bangkit lagi. Paling tidak tiga prasyarat berikut tidak dapat dipenuhi.

Pertama, tidak ada kesempatan politik bagi PKI untuk tumbuh kembali. Pemerintah, hingga saat ini, mempertahankan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yg menyatakan pembubaran PKI. Selama ketentuan ini berlaku, selama itu pula PKI tidak dapat berdiri, apalagi mendaftar sebagai peserta pemilihan umum.

Selain regulasi, kesempatan politik bagi PKI sangat kecil. Dalam berbagai survei mengenai toleransi di Indonesia, PKI adalah kelompok yg paling tidak disukai publik. Survei terakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI), tahun 2006, 60 persen lebih masyarakat Indonesia menyatakan bahwa PKI sebagai kelompok paling tidak disukai. Ini data 10 tahun lalu. Sekarang dapat jadi lebih buruk angkanya sebab kampanye menentang kebangkitan PKI semakin massif.

Kedua, tidak ada sumber daya untuk dimobilisasi. Menghidupkan sebuah partai tentu harus sanggup memobilisasi sumber daya manusia maupun finansial. Tak mudah mobilisasi massa untuk mendirikan partai terlarang. Anggap saja beberapa orang berhasil dimobilisasi, lalu dari mana mereka mendapat dukungan finansial? Adakah konglomerat di Indonesia yg bersedia mengeluarkan uangnya untuk membiayai partai yg masa depannya suram?

Anggap saja ada usaha mobilisasi sumber dana dari luar negeri. Adakah negara di luar sana yg mau mensponsori pendirian partai yg tidak mungkin eksis di Indonesia? Atau barangkali pengusaha di luar negeri, seperti negara Tiongkok atau Korea Utara. Bersediakah mereka menggelontorkan dananya untuk menyokong partai yg tidak mungkin jadi peserta pemilu? Bagaimana mungkin mereka bersedia mengeluarkan dana kalau kelompok yg mau didanai tak dapat eksis?

Ketiga, istilah komunisme saat ini sudah sangat tidak strategis dipakai sebagai alat untuk merekrut massa. Jika kita merujuk pada AD-ART PKI sebelum mereka dibubarkan, visi organisasinya harap mencita-citakan masyarakat yg adil & makmur. Ide ini sesungguhnya sangat umum. Bukan cuma PKI, partai mana pun di Indonesia mencita-citakan hal yg sama.

Hanya saja, cita-cita tersebut akan terasa lain kalau dikumandangkan oleh orang yg misalnya harap menghidupkan PKI. Kata adil & makmur tidak masuk dalam imajinasi masyarakat Indonesia manakala keluar dari pegiat PKI. Sebab, PKI sudah kadung berkonotasi buruk. Alih-alih keadilan & kemakmuran, perdana kali yg muncul dalam benak masyarakat kita kalau ditanya mengenai PKI adalah pemberontakan 30 September 1965. Doktrin rezim Orde Baru begitu kuat sehingga kampanye kadilan & kemakmuran tidak akan didengar kalau keluar dari penyokong PKI.

Begundal Teroris

Dilihat dari tiga argumen tersebut, kebangkitan PKI nampak seperti hantu belaka. Keberadaannya tak ada yg tahu. Hanya dukun berusaha meyakinkan mereka yg tak percaya, walau tanpa bukti kongkret. Kitalah yg menciptakan hantu itu seakan-akan ada, padahal tak nyata. Siapa percaya hantu itu akan bangkit, maka nyatalah hantu itu. Siapa tak percaya, hantu itu cuma semacam ilusi belaka.

Alih-alih memelihara ketakutan akan hantu yg tak jelas ujudnya, alangkah lebih bijak kalau kita mengalihkan perhatian pada begundal teroris, yg jelas-jelas sudah menebar teror kekerasan. Bom Sarinah beberapa waktu lalu yg diklaim bagian dari gerakan ISIS merupakan ancaman nyata kepada bangsa kita. Tindakan mereka nyata-nyata sudah merusak ketenangan penduduk kita & berpotensi memecah belah bangsa Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan setidaknya 500 warga Indonesia sudah berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. ISIS adalah ancaman nyata, bukan hantu. Di Suriah, mereka mengerjakan serangkaian aksi teror kepada kelompok yg berbeda.

Ketika ideologi ini dibawa pulang ke Indonesia, saat itulah ancaman ini begitu nyata di hadapan kita. Sidney Jones, direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), menyebut mereka sebagai jihadis generasi kedua. Sepulang ke Indonesia, menurut Sidney, mereka punya legitimasi & kapasitas yg memadai untuk mengerjakan teror tipe baru di sini.

Masyarakat Indonesia adalah lahan subur bagi ISIS. Survei Pew Research Center pada November 2015 menemukan sekitar empat persen, yg berarti 10 juta orang mendukung keberadaan ISIS. Beruntung, survei bulan Februari 2016, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan cuma 0,3 persen yg menyatakan ISIS boleh eksis di Indonesia. Selebihnya menolak mendirikan organisasi di Indonesia.

Jelas sudah bahwa dukungan & keberadaan simpatisan ISIS di Indonesia jauh lebih mengkhawatirkan daripada cerita mengenai kebangkitan hantu PKI. Mengingat begundal teroris merupakan ancaman yg nyata, sudah semestinya kita peduli memikirkan bagaimana supaya dukungan kepada ISIS di negeri kita sirna. Jika bangsa Indonesia adalah bangsa yg santun, ide model ISIS yg serba mengpakai kekerasan tak layak mendapat dukungan, sekecil apa pun.

Kemudian, tentang hantu kebangkitan PKI, seyogianya kita melihat wacana tersebut sebagai bagian tak terpisahkan dari nuansa politik. Wacana ini semula menguat pasca Simposium Tragedi 1965. Belakangan sejumlah pihak mulai dikait-kaitkan dengan kepemimpinan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Simposium Tragedi 1965 maupun posisi Ahok amat kental nuansa politik. Keberhasilan kegiatan Simposium mempertemukan berbagai pihak, termasuk kelompok penyintas, sudah menghantui pihak-pihak yg terkait dengan tragedi tersebut. Kepemimpinan Ahok, di sisi lain, sudah mengancam politikus lain yg mengharapkan kursi gubernur. Dengan begitu, wacana kebangkitan PKI cuma satu langkah untuk dua tujuan tersebut yg lebih besar.

Saya sejak awal merasa heran orang percaya hantu PKI dapat bangkit lagi. Tapi saya jauh lebih heran menganggap ringan perkara banyaknya simpatisan ISIS di Indonesia, & tak menganggapnya masalah.


Hari ini 05:00
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.