• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Problemik Buddha Bar Baru: Mahayana VS Theravada

Setujukah dengan keberadaan Buddha Bar

  • Setuju

    Suara: 0 0,0%
  • Tidak setuju

    Suara: 15 68,2%
  • Netral

    Suara: 5 22,7%
  • Semoga Seluruh Mahluk Hidup Berbahagia

    Suara: 2 9,1%

  • Total suara
    22

GoldenDragon

IndoForum Newbie F
No. Urut
53122
Sejak
20 Sep 2008
Pesan
16
Nilai reaksi
0
Poin
1
Namo Buddhaya,

Buddha Bar sepertinya tidak dibahas di forum ini, padahal ini forum ummat Buddha dan ini adalah topik hangat di luar sana. Saya rasa hanya ada satu cara buat ummat Buddha memprotes dengan damai (bagi yang anti Buddha Bar) yaitu memboikot partai pemilik Buddha Bar (kebetulan ini jelang pemilu) dan saya rasa ini akan memberikan effek jera buat pemilik bar tersebut tanpa harus anarkis.

Berikut ini juga adalah kutipan yang saya dapat ketika browsing, ada juga yang sepertinya mengadu aliran Mahayana dengan Theravada dalam problemik Buddha Bar.


dikutip dari http://www.beritajakarta.com/V_Ind/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=32934

Restoran Buddha Bar Tetap Diizinkan Beroperasi

Setelah melalui perundingan yang alot, Direktorat Jenderal Bimas Buddha Departemen Agama (Ditjen Bimas Buddha Depag) memastikan restoran Buddha Bar di Jl Teuku Umar No 1, Menteng, Jakarta Pusat tetap diperbolehkan beroperasi tanpa ada penyegelan. Karena itu, dia mengimbau umat Buddha untuk bertindak arif, bijaksana, damai, dan tenang. Umat Buddha juga diminta tidak mudah terprovokasi oleh kepentingan kelompok tertentu menjelang pemilu tahun ini. Sebaiknya umat Buddha menyelesaikan masalah internal mereka sendiri.

Direktur Jenderal Bimas Buddha Depag RI, Budi Setiawan, mengatakan restoran Buddha Bar tetap diperbolehkan beroperasi. Dia meminta umat Buddha tidak mudah terprovokasi oleh kepentingan kelompok tertentu menjelang pemilu tahun ini. Sebaiknya umat Buddha menyelesaikan masalah internal mereka sendiri. "Saya mengimbau pemilik restoran Buddha Bar untuk merekomendasikan pergantian nama ke Perancis. Dan restoran Buddha Bar tetap doperbolehkan beroperasi," ujar Budi Setiawan, di gedung Ditjen Bimas Buddha Depag, Jakarta, Rabu (18/3).

Dia juga mengajak umat Buddha untuk melakukan perenungan dalam menyikapi setiap persoalan, termasuk penggunaan nama Buddha pada restoran Buddha Bar. “Dengan perenungan, masalah dapat diselesaikan dengan tidak menimbulkan emosi,” ujarnya. Budi mengharapkan kepada seluruh umat Buddha untuk tetap tenang dan dapat menjaga kerukunan hidup beragama di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.

Pihaknya, kata Budi, juga telah memohon kepada Gubernur DKI Jakarta untuk meninjau ulang izin tetap usaha dagang Buddha Bar melalui surat pada 15 Januari 2009. “Dan itu telah dilakukan oleh Pemprov DKI,” terang Budi. Pemprov DKI menyatakan tidak ada kesalahan dalam proses izin tetap usaha dagang Buddha Bar karena telah terdaftar di Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM. Lagian, nama restoran itu merupakan franchise dari perusahaan induk di Perancis yang juga sah ketetapan hukumnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, mengatakan permasalahan Buddha bar tidak bisa ditutup atau dibubarkan begitu saja. Bahkan, Buddha Bar di Perancis tidak bisa dituntut juga untuk mengganti nama merek dagang usahanya. “Ya tidak boleh dong. Dia itu kan punya hak paten,” kata Prijanto di Balaikota DKI, Jakarta, Rabu (18/3). pemilu.

Gemabudhi Miris Unjuk Rasa Umat Buddha

Sementara itu, derasnya arus penolakan terhadap keberadaan restoran Buddha Bar justru membuat sebagian umat Buddha sedih. Sebab, aksi unjuk rasa yang dilakukan tersebut sangatlah tidak mencerminkan nilai-nilai Buddhisme. Apalagi, tidak ada ajaran agama Buddha yang melarang penempatan simbol-simbol Buddha di restoran.

Ketua Dewan Pembina Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi), Lieus Sungkharisma, justru melihat ada upaya mengkerdilkan umat Buddha yang dilakukan oleh kalangan Buddha sendiri. Pasalnya, kata Lieus, aksi demonstrasi yang dilakukan hingga ke Istana Negara tidak pernah terjadi sepanjang sejarah agama Buddha. Apalagi untuk masalah kecil seperti penggunaan nama Buddha pada restoran Buddha Bar.

Penolakan umat Buddha beraliran Theravada yang keberatan atas keberadaan patung Buddha di restoran Buddha Bar sangat tidak beralasan. Sebab, patung Buddha yang dipajang di restoran itu merupakan patung Buddha yang diagungkan umat Buddha beraliran Mahayana. “Jadi sangat tidak berdasar jika umat Buddha beraliran Theravada memprotes keberadaan patung-patung Buddha di restoran Buddha Bar itu,tegasnya, Rabu (18/3).

Apalagi, ungkap Lieus, ajaran agama Buddha tidak melarang penempatan simbol-simbol agama Buddha di sebuah restoran. Karena itu, dia menilai pemamahan pemuda Buddha yang berdemo itu sangat sempit. “Seharusnya, umat Buddha bangga simbol-simbol agama Buddha diterima masyarakat umum,” sambungnya. Dia juga menyayangkan sikap pemuda Buddha yang mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar jika Buddha Bar tidak ditutup. Karena ancaman seperti itu tidak mencerminkan ajaran Buddhisme yang penuh kasih dan menjauhi tindakan kekerasan.

Setidaknya, sebagai umat Buddha yang baik, isu yang berhembus haruslah dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pemahaman tentang Buddhisme. Misalnya, bagaimana Buddha mudah memaafkan seseorang, bagaimana Buddha mengajarkan untuk menggunakan akal sehat dalam bertindak. Dia mengungkapkan, jika kecaman penolakan restoran Buddha Bar itu terus berlanjut, dikhawatirkan akan ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab, terlebih menjelang pemilu. “Saya melihat aksi unjuk rasa ini sarat kepentingan politik terutama bagi para calon anggota legislatif serta umat Buddha yang ingin duduk di pemerintahan,” tandasnya.

Kenapa musti miris ketika ummat Buddha protes? apakah ummat Buddha tidak boleh protes? Dikotomi Mahayana dan Theravada digunakan oleh saudara Lieus sepertinya sangat tidak beralasan. Ini justru sepertinya Saudara Lieus berusaha mengalihkan masalah dengan membawa problemik baru yaitu berusaha mengadu domba aliran Mahayana dan Theravada.

dan ini kutipan dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/17/opi01.html

Apa yang Terjadi Kalau Namanya ”Islam Bar”?



Oleh
Tjipta Lesmana

Andaikata hari ini di jantung Ibu Kota berdiri dan beroperasi sebuah bar bernama “Islam Bar” – apa pun kegiatan yang dilakukan di dalam bar itu, apa kira-kira reaksi umat Islam di negeri kita yang berfalsafah Pancasila ini? Protes keras, marah, demo besar-besaran, gedung diobrak-abrik, bahkan kalau yang berkuasa masih juga pura-pura “budek”, tidak tertutup kemungkinan tempat itu akan menjadi abu dalam sekejap…. Kita bayangkan para milisi Laskar Front Pembela Islam (FPI), Mujahidin, Hisbut Tahir, dan lain sebagainya dengan wajah sangar turun ke jalan menuju lokasi “Islam Bar” atau ke Balai Kota, dengan tuntutan tegas: tutup segera bar tersebut!
Beruntung, “Islam Bar” yang dimaksudkan tidak lebih hipotetikal saja. Yang terjadi sekarang adalah Buddha Bar, sebuah restoran elite di gedung yang masuk dalam kategori “cagar budaya nasional” di Jalan Teuku Umar 1, Jakarta Pusat. Karena umat Buddha di Indonesia termasuk “teri” dari sudut jumlah serta “lunak” dari segi militansi, tidak heran Gubernur Jakarta Fauzi Bowo dengan lantang masih berani berkoar bahwa pendirian Buddha Bar tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan arogansi tinggi ia mempersilakan pihak-pihak yang menolak untuk mengadukannya ke pengadilan.
Dengan alasan apa pun, Buddha Bar harus secepatnya ditutup. Apalagi Senin, 16 Maret 2009 merupakan awal kampanye arak-arakan massa dalam rangka pemilu. Jangan sampai ada gerakan massa yang tiba-tiba menuju ke Jalan Teuku Umar 1 dan melakukan tindakan-tindakan anarkistis yang tidak diharapkan. Kecuali jika memang pihak-pihak tertentu mempunyai kepentingan politis untuk sengaja membiarkan meledaknya insiden kekerasan yang kita utarakan itu.

“Playboy”
Melalui forum ini, saya menyerukan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), khususnya Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum, untuk secepatnya bertindak. Ini karena beberapa media di Ibu Kota sudah memberitakan bahwa restoran yang dikelola oleh PT Nireta Vista Creative (NVC) dimiliki oleh putri Megawati dan putri Sutiyoso, mantan Gubernur Jakarta. Jika sinyalemen ini benar, rusaklah citra PDIP, khususnya Megawati.
Megawati kini mempunyai obsesi besar untuk kembali berkuasa di Republik ini, rumor-rumor negatif harus secepatnya dibersihkan. Megawati harus cepat bereaksi. Bantah sekerasnya apabila benar Buddha Bar tidak ada kaitan sama sekali dengan kepentingan bisnis keluarganya. Sebaliknya, jika sinyalemen itu benar, perintahkan juga kepada NVC untuk segera mengganti nama Buddha Bar dengan nama apa saja, kalau perlu sekalian saja diberikan nama “PDIP Bar”. Maka, persoalan pun selesai.
Apa yang dikemukakan oleh Lieus Sungkharisma bahwa orang-orang yang datang ke restoran itu merasa nyaman dengan patung Buddha, sungguh, aneh. Kita tidak tahu apakah Lieus berbicara sebagai seorang Buddist atau politisi PDIP. Kalau dikatakan Buddha Bar tidak ada kaitan dengan agama Buddha, tapi semata-mata merupakan “franchise restaurant” yang berasal dari Prancis, itu jelas sebuah pandangan dan sikap yang ngawur. Bahwa di Prancis, Beirut, Kairo, London, New York, Sao Paolo, Shanghai dan Makau, “Buddha Bar” juga ada, maka sah-sah saja hadir di Indonesia, itu juga pandangan yang ngawur. Apa sesuatu yang ada di luar negeri, otomatis tidak usah dipersoalkan kalau juga hadir di negeri kita? Dengan logika sama, Kepala Dinas Pariwisata DKI, Arie Budhiman, mestinya juga berani membela kehadiran majalah Playboy di Indonesia: Bukankah Playboy bisa dijumpai di banyak negara? Kenapa tidak boleh ada di sini?
Indonesia bukanlah negara sekuler, meskipun juga bukan negara agama. Indonesia negara Pancasila. Negara memang tidak mencampuri pelaksanaan akidah seluruh umat beragama yang ada di negara kita. Namun, negara dalam batas tertentu turut mengatur kehidupan beragama. Kalau negara lepas tangan sepenuhnya, “perang agama” sudah lama pecah di Indonesia, dengan skala yang amat dahsyat. Bangsa kita multietnis, multi-agama, multikultur dan adat-istiadat, multibahasa. Jika tidak pandai-pandai dikelola yang “serbamulti” ini sehingga satu sama lain bisa hidup harmonis, minimal hidup berdampingan secara akur, Indonesia sudah lama hancur lebur.

Pemprov DKI Melawan
Sila pertama Pancasila – Ketuhanan Yang Maha Esa — mengandung makna bahwa negara mengakui eksistensi agama, negara memberikan jaminan kepada rakyat untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya masing-masing. Sila ini mengandung makna bahwa masing-masing agama diberikan otoritas mengatur dirinya sendiri. Otoritas itu antara lain ditandai dengan berdirinya MUI untuk umat Islam, misalnya, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) untuk umat Kristen Protestan, Konperensi Wali-Gereja Indonesia (KWI) untuk umat Kristen Katolik, WALUBI untuk umat Buddha dan lain-lain. Instansi-instansi ini kemudian menjadi mitra pemerintah dalam urusan agama. Di Departemen Agama juga ada beberapa direktorat jenderal yang mengurusi kepentingan berbagai agama.
Logikanya, ketika timbul masalah yang terkait dengan umat satu agama, pemerintah mendengar dan betul-betul memerhatikan aspirasi umat agama tersebut yang biasanya disampaikan melalui dewan-dewan tersebut. Maka, polemik mengenai Buddha Bar takkan muncul jika Pemerintah DKI mau mendengar suara umat Buddha yang dikumandangkan oleh berbagai organisasi seperti Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia (Majabumi), Sangha Theravada Indonesia dan WALUBI.
Ketika Arie Budhiman selaku Kepala Dinas Pariwisata DKI meminta rekomendasi WALUBI sebelum mengeluarkan izin operasional Buddha Bar, dan ketika WALUBI menjawab “menolak tegas penggunaan nama Buddha Bar sebagai merek dagang usaha di Indonesia”, mestinya Pemprov DKI berpikir 10 kali. Apalagi ketika Departemen Agama yang diwakili Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha dalam suratnya (15 Januari 2009) juga meminta Gubernur DKI “meninjau ulang izin tetap usaha pariwisata Buddha Bar”, Gubernur Fauzi Bowo mestinya berani menolak permohonan PT NVC. Kenapa Pemerintah Provinsi DKI berani melawan perintah pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Agama RI? Isu Buddha Bar memang penuh misteri. n

Penulis adalah widyaiswara Lemhannas, mantan Penatar P4.

Comment please dan maaf bila ada kata-kata yang kurang menyenangkan, semoga seluruh mahluk hidup berbahagia.
 
buddha bar harus di tutup

JAMBI | SURYA Online
- Menteri Agama (Menag), Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan, tempat hiburan menggunakan simbol agama, seperti Budhha Bar, di kawasan Jakarta Pusat, sebaiknya segera ditutup karena telah melukai perasaan umat beragama.

“Jika tak ditutup, saya khawatir nanti ada Islam Bar, Kristen Bar dan bar-baran lainnya,” kata Maftuh pada pertemuan dengan para tokoh masyarakat dan agama, di Jambi, Rabu (11/3).

Ia menjelaskan, Buddha Bar merupakan satu perusahaan yang berinduk di Perancis. Di negara itu tak dikenal adanya kerukunan umat beragama. Mereka berjalan sendiri, berbeda dengan di Indonesia.

Oleh karena itu, lanjut Menag, kehadiran Buddha Bar sangat melukai perasaan umat Buddha.

Ia mengingatkan, umat lain selain Buddha pun ikut prihatin, karena hal ini bisa merusak agama-agama yang ada di tanah air, karena hal serupa bisa terjadi dan menimpa agama lainnya.

Maftuh membenarkan, DPRD DKI sudah meminta agar Buddha Bar segera ditutup.

“Ini amat penting bagi kerukunan umat,” jelasnya.

Sebelumnya, Dirjen Buddha Budi Setiawan mengatakan, manajemen Buddha Bar akan mengganti nama dan menghilangkan seluruh simbol agama Buddha pada tempat hiburan tersebut.

“Tapi, pelaksanaannya masih ditunggu,” katanya. ant
 
sebenarnya ane dah lama pingin posting masalah ini...tapi takutnya malah jadi Flame...emang sepertinya rendah bgt tuh moralitas pemilik/owner nya...bisnis bawa-bawa unsur agama cuma buat lebih dikenal
 
Ini informasi aja, BeritaJakarta itu nulis selalu ga berimbang karena yg punya SUTIYOSO, yg anaknya punya Buddha Bar. Dan pemberitaan itu sudah dipelintir. Sekarang ini nama Lieus Sungkharisma = Pengkhianat organisasi buddhis di kalangan umat Buddha Indonesia karena sepertinya dia dibayar untuk memecah belah kita, dan tidak ada yg mau percaya dia.
Jadi isu perpecahan dan adu domba itu cuma bikinan dia doang

ini saya lampirkan email dari teman aktivis ttg masalah pemberitaan diatas
----------------------------------------------------------------------
Soal Dirjen Bimas Buddha dll

Salam Pembebasan,

Dalam situasi seperti ini, oknum-oknum pembela BB terus bermanuver dengan
ngawurnya. Bahkan Dirjen Bimas Buddha pun dipelintir pernyataan-pernyataannya di
media massa.

Kemarin saya dan Isyanto (Sekjen HIKMAHBUDHI 2005-2007) begitu membaca berita
yang disebar BS langsung mengecek ke website tvone dan langsung konfirmasi ke
Dirjen karena kami merasa beliau sudah melenceng. Dirjen langsung minta kami
datang ke kantornya di lapangan Banteng.

Di kantornya, kami langsung diajak ke ruangan Menteri Agama, karena Dirjen
klarifikasi tentang pernyataannya yang dipelintir. Menteri menyarankan
menggunakan hak jawab dan kalau tidak digubris ke dewan pers, karena pelintiran
ini sudah melanggar etika jurnalistik.

Siang harinya diadakan lagi jumpa pers, termasuk media-media yang mengutip
dengan keliru dan anehnya seragam dari segi penulisan dan isi. Isinya selalu
senada dengan LS, sebagaimana pernyataan sikap seorang sekjen kasi (karena tidak
didampingi Sanggha manapun) Kami curiga beberapa wartawan tersebut sudah dibeli
oleh oknum-oknum Buddhis centeng BB, untuk memelintir pernyataan dirjen agar
umat menjadi bingung dan bisa diredam.

Dari Humas Depag juga ada rekaman wawancara pada tanggal 18/3 dan tidak ada sama
sekali pernyataan dirjen bahwa beliau mengijinkan BB beroperasi. Pernyataan
Priyanto pun saya rasa harus dikonfirmasi.

Kalau mau berita yang sebenarnya, bisa cek di ANTARA, atau koran-koran Tionghoa.
Menurut kawan yang sempat menyimak di SCTV juga jelas bahwa Dirjen hanya
menerangkan tentang langkah-langkah yang telah diambil, dari menghimbau
pergantian nama sampai mengirim ke Dubes RI di Perancis agar menyampaikan
keresahan umat Buddha di Indonesia ke pemerintah Perancis sehingga bisa menekan
pemberi franchise.

Jadi sekarang kita memang harus lebih hati-hati menyikapi pemberitaan, karena
selalu ada orang yang mau dibeli. Waktu kita dulu mendampingi salah satu wihara
yang mau diserobot mafia tanah terkenal di Jawa Timur, salah satu koran besar
disana selalu memelintir pernyataan-pernyataan dari pihak kita dan selalu
memenangkan pihak mafia...tapi akhirnya kebenaran tetap menang, bahkan sampai MA
sehingga akhirnya wihara terselamatkan. Meskipun kita juga sempat diserbu preman
bayaran di wihara.

Ayo terus berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan...kok kaya power ranger ya
ha ha ha

APPAMADENA SAMPADETHA,
EDDY SETIAWAN

Hidup yang tidak pernah dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan.
www.hikmahbudhi.or.id
 
sebenarnya ane dah lama pingin posting masalah ini...tapi takutnya malah jadi Flame...emang sepertinya rendah bgt tuh moralitas pemilik/owner nya...bisnis bawa-bawa unsur agama cuma buat lebih dikenal

Namo Buddhaya,

jangan pernah takut bila memang tidak ada niat, masalah ini adalah masalah ummat Buddhist pada umumnya, baik yang pro maupun kontra, sesuatu yang musti dibahas dan itu gunanya forum di internet. Forum bukan sekedar sharing Dharma, mp3, dll tapi juga harusnya membahas problemik yang menyangkut kehidupan ummat Buddhist pada umumnya, sayang sepertinya pada diam saja =((

Semoga Seluruh Mahluk Hidup Berbahagia.
 
kacau yah negara indonesia kita....hehehe...



salam metta.
 
jujur aja yah,masalah budha bar ini peli dan susah,kayanya sih bakalan tetep pake nama budha bar yah,tunggu para mantan pejabatnya para nga beredar di bumi ini baru bisa dah,lah itu orang kuat semua yang modalin
 
klo bersatu apa yg ga mungkin ? masalahnya ada usaha memecah belah kekuatan Budhist di sini. sudah saatnya nama Budha dan Rupang budha di wajibkan ditempatkan di tempat yg semestinya. bukan buat pajangan.

pakai sajalah pemimpin agama lain di depan ....Bar. apakah bisa ? bukankah itu pelecehan ? toleransi itu musti tapi keadilan itu jg sangat penting. :)
 
dah kena demon pun masi isa buka../heh indo gitu lho... yg berduit yg berjabatan yg berkuasa... rugi dunk klo mrk tutop.. habis duit buat franchisornya. /heh
 
kan bisa ganti nama nya kek. misal kodok bar. ya kan ? org2 kan pada liat service dan menu nya. bukan nama !!!
 
kan bisa ganti nama nya kek. misal kodok bar. ya kan ? org2 kan pada liat service dan menu nya. bukan nama !!!

Salah bro,,,, karena NAMA membuat sasuatu itu langsung TENAR :D

Masalah pelayanan semua BAR menyediakan MINUMAN YANG HARAM :P
 
buddha bar

Apakah sms ke SBY(presiden) masih ada dan berlaku, apabila masih mari kita rame rame sms ke SBY. agar beliau turun tangan langsung demi terciptanya kerukunan umat beragama, Gemabudhi dari dulu sudah menjadi kendaraan politik dulu Golkar sekarang PDIP, padahal Si LS sudah pernah diciduk ama BIN(badan intelejen negara)
 
Opini saya sih cuma satu ! Kebangeten banget tuh yang pake nama Buddha bar !

Masih mending kalo misal isinya Restoran Vegetarian or else ! Lah ini BAR !
 
kesan nya semua parpol memang memanfaatkan agama budah buat kendaraan politiknya lah,liat aja sekarang,masi ada nga yang berkoar2 bantuin umat budha disini dari parpol???

non sent
 
bicara politik, bicara agama, semua sama,
wkwkwkw, ketemu lagi sama dia di sini... heheeh
 
Buddha Bar jadi Budiman Bar

MABINDO] Memerkarakan Nama Buddha Bar ... jadi "budiman bar" tidak ada perkara lagi..
Ben Charlie
Mon, 30 Mar 2009 16:42:54 -0700

Bravo Pak KH (tulisan di bawah ini), inilah cara berpikir seorang humanis dan
pluralis yang diilhami Bhinneka Tunggal Ika, warisan Majapahit & Sriwijaya yang
telah mempraktekkan kerukunan beragama Hindu, Buddha dan lainnya.

Hari ini demo damai menolak Buddha bar telah melebar ke lintas agama (saudara2
kita: Muslim, Kristen, Katholik, Tri Dharma, dsb) berjumlah 2.500 an peserta.
Tunggulah beberapa saat lagi, demo damai akan meluas ke ratusan ribu bahkan
JUTAAN peserta di seluruh Indonesia!

Pengkhianat2 dan penista umat Buddhist: budiman sudharma & lieus sungkharisma,
lebih baik cepat2 vassa, bersamadhi agar tidak meluncur ke avicci bar… di
kehidupan sekarang dan nanti…

“BUDIMAN bar” adalah nama terbaik untuk bar2 tempat maksiat milik si atheis
raymond visan’s george v. eatertainment, karena orang2 mata duitan, pengecut &
pengkhianat itu bernama arie BUDIMAN (yg mengeluarkan izin bar) dan BUDIMAN
sudharma (yg membuat surat rekomendasi palsu atas namanya sendiri, organisasi
tanpa umat, tanpa anggota, ketuanya self-claimed…)

Lampiran:

Opini

Memerkarakan Nama Buddha Bar
Senin, 30 Maret 2009 - 10:02 wib
Semua pemeluk agama dalam melakukan komunikasi dan ritual kepada Tuhan mesti
menggunakan simbol-simbol yang disucikan karena menjadi sarana untuk mendekati
Yang Maha Suci.

Simbol-simbol agama itu dimuliakan karena sebagai perantara untuk mendekati
Yang Maha Mulia. Makanya semua agama memiliki konsep orang suci, kitab suci,
tempat suci, dan simbol-simbol yang suci. Kesucian ini merupakan konsep,
ajaran, doktrin, dan keyakinan yang dipeluk dan dibela oleh mereka yang beriman
serta taat beragama.

Paham sekularisme memang tidak mengenal konsep kesucian. Semuanya profan, tidak
sakral, sehingga tokoh dan simbol yang disucikan oleh umat beragama dianggap
semu dan tidak memiliki signifikansi dalam kehidupan kecuali sebatas sugesti.
Secara filosofis, umat beragama pun yakin bahwa Yang Maha Absolut dan Suci
hanya Tuhan.

Namun kesucian Tuhan bisa melimpah atau beremanasi pada dunia manusia dan
semesta sehingga siapa yang hendak mendekat kepada Tuhan Yang Maha Suci
dianjurkan agar terlebih dahulu menyucikan dirinya dari berbagai pikiran dan
tindakan kotor yang akan menghalangi kedekatan dengan Tuhan.

Lebih dari itu, semua agama juga memiliki tempat-tempat suci yang dijadikan
sarana untuk melantunkan pujian kepada Tuhan karena yakin bahwa pujian dan doa
kepada Tuhan akan lebih didengar jika disampaikan di tempat yang suci, oleh
hati dan pikiran yang suci.

Sedemikian kuatnya umat beragama menjaga konsep tempat suci ini sehingga
perebutan untuk menguasai "tanah suci" di Yerusalem antara umat Yahudi,
Kristiani, dan Islam telah menjadi sumber krisis dunia dari waktu ke waktu.
Begitu pun konflik berdarah-darah yang terjadi di India karena sengketa masjid
dan kuil Hindu.

Di dalam komunitas muslim terdapat tradisi yang sangat kuat untuk menjaga citra
Nabi Muhammad sampai-sampai siapa yang mencoba membuat patung atau gambar pasti
akan menuai protes dari berbagai penjuru dunia. Bahkan dalam film kolosal The
Message sosok nabi Muhammad tidak ditampilkan karena menghormati keyakinan dan
tradisi umat Islam untuk tidak menghadirkan gambar visual Nabi Muhammad.***

Raymond Visan, si pengagum Buddha (BC: Raymond tampaknya seorang
atheist/communist karena dia adalah anak pengungsi Romania yg berhaluan
atheis/komunis), pendiri dan pemilik trade mark Buddha Bar, tentu tidak pernah
membayangkan bahwa bar yang didirikannya pertama kali di negerinya, Prancis,
akan menuai kontroversinya yang sangat menyinggung umat Buddha di Indonesia.

Di beberapa negara seperti Prancis atau kota-kota semisal London, New York,
Dubai, Sao Paulo, Kairo, dan Beirut, bar ini relatif aman dari kecaman dan
kritik penganut Buddha. Namun, di Singapura, Malaysia, dan Thailand
franchiseini ditolak tegas.

Di Indonesia, di mana masyarakatnya memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap
agama, Buddha Bar telah mengundang kontroversi karena menyinggung simbol
toleransi dan kerukunan antarumat beragama yang kerap didengung-dengungkan oleh
pemerintah dan masyarakat. Protes demi protes pun dilayangkan kepada sang
pemilik bar melalui cara yang simpatik dengan mengirimkan surat untuk bertemu.

Di ranah internasional ada Konvensi Paris 1883 yang memuat ketidaksetujuan
tentang penggunaan simbol-simbol agama sebagai merek dagang. Di ruang nasional
pun ada undangundang (UU) yang menguatkan konvensi tersebut. Ada UU No 15/2001
tentang Merek yang di dalamnya dikatakan bahwa sebuah merek tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama,
kesusilaan, atau ketertiban umum.

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No 42/2007 tentang Waralaba juga menyatakan
bahwa waralaba harus di selenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara
pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.
Hukum yang dimaksud itu diatur dalam UU No 15/2001 tentang Merek..

Dukungan tentang pelanggaran merek ini juga datang dari Menteri Agama RI
Muhammad Maftuh Basyuni. Dia menegaskan, tempat hiburan yang menggunakan simbol
agama seperti Buddha Bar sebaiknya segera ditutup karena telah melukai perasaan
umat beragama.

Dia melanjutkan, "Jika tak ditutup, saya khawatir nanti ada Islam Bar, Kristen
Bar. dan bar-baran lain (semacamnya)," begitu kata Menteri Agama di depan tokoh
masyarakat dan agama di Jambi belum lama ini. Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Buddha pun mendukung pernyataan Menteri Agama tersebut.

Sangha (perkumpulan para bhiksu), majelis agama Buddha sampai dengan Senat
Mahasiswa Sekolah Tinggi Buddha pun turut menolak kehadiran Buddha Bar karena
nama Buddha terlalu suci untuk disandingkan dengan kata "bar" yang menurut
kamus berarti tempat minum-minum, khususnya minuman keras.

Kita sangat memahami bahwa pemeluk agama Buddha di Indonesia merasa dilecehkan
dan tersinggung dengan pembukaan Buddha Bar ini. Nama nabinya yang suci dan
mulia disandingkan dengan bar yang umumnya mereduksi praktik moralitas..
Menurut kosakata bahasa Pali (India kuno), Buddha berarti orang yang telah
mencapai pencerahan sempurna, bebas dari kekotoran batin, dan pemberi ajaran
menuju ke pembebasan terakhir (nirvana).

Buddha bukan sekadar nama agama, tapi dia pun menjadi gelar nabi suci yang
harus diagungkan. Karena itu, sungguh terasa janggal meletakkan Buddha di
sebuah bar yang menawarkan segala kesenangan hedonistis, bukan spiritualistis.
Apalagi ornamen-ornamen Buddha juga tersebar di hampir semua atribut bar..

Mulai dari piring, gelas, baju pelayan restoran, nama-nama menu hewani (yang
notabene berasal dari hewan). Padahal, umat Buddha mengajarkan untuk
menghindari pembunuhan, termasuk hewan.***

Seorang teman mengadu kepada penulis bahwa di sini agama sudah dikomersialkan
secara murahan. Pencerahan dan ketenangan batin yang menjadi menu utama dalam
ajaran Buddha telah dimanipulasi dengan menu makanan untuk memanjakan selera
lidah yang bersifat sesaat. Inilah penyebab yang sangat menusuk hati penganut
agama ini.

Karenanya, tuntutan umat ini sederhana, jelas, dan konkret. Ganti nama bar
dimaksud dan keluarkan seluruh ornamen dan atribut suci yang ada di dalamnya.
Membuka restoran dengan cara yang simpatik tentu jauh akan lebih baik ketimbang
mesti menyakiti saudara kita umat Buddha.

Kalau saja pemiliknya seorang yang menjunjung tinggi agama atau bahkan taat
beragama, apa pun agamanya, pasti tidak rela kalau nama nabinya dan
ornamen-ornamen yang disucikan dijadikan nama dan pajangan restoran atau bar.

Jadi pelarangan penamaan Buddha Bar sesungguhnya berlaku untuk penamaan bar-bar
lain yang akan menyinggung perasaan umat beragama.Tidak hanya menyinggung, hal
itu juga merendahkan martabat agama itu sendiri.(*)

Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
 
akhir dari perjuangan

Pada akhirnya Dirjen HAKI mencabut ijin dari BUdda Bar, semoga umat yang mengaku sebagai umat Buddha lebih bijaksana dalam memperhatikan sampai memutuskan segala sesuatunya jangan hanya demi popularitas,uang dan dukungan politik demi kepuasan sesaat,
 
AKHIRNYA, PAPAN NAMA BUDDHA- BAR DITURUNKAN

Secara simbolis PT Nireta Vista Creative, menurunkan papan nama yang terpasang diatas pintu bertuliskan “Buddha Bar” dan dikembalikan pada gedung aslinya Bataviasche Kunskring, eks gedung imigrasi di JalanTeuku Umar No.1 Jakarta Pusat (21/4/09)

Drs.Budi Setiawan Msc Dirjen Bimas Buddha Depag RI,”Atas kesadaran sendiri tidak ada tekanan darimanapun, pihak Buddha Bar secara arief mao mengubah nama yang tidak ada hubungannya dengan nama agama Buddha”.

Dari pihak Departemen Agama dan Menteri Agama, Maftuh Basyuni diwakilkan Budi Setiawan, menghargai hal itu dan menghormati pihak management Buddha Bar.

Managemen PT Nireta Vista Creative yang diwakilkan Henry Marheroso Manager Operasional Buddha mengatakan, pihaknya telah secara legal memperoleh penggunaan bangunan eks kantor imigrasi, sebagai tempat restaurant juga mendapat ijin usaha telah disetujui baik oleh Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual(HAKI), Depkumham, Dinas Parawisata da Perlindungan Masyarakat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Pemda Prov DKI Jakarta maupun Polda Metro Jaya.

Menurut Henry, tidak ada niat sedikitpun untuk melukai umat Buddha di Indonesia dan bentuk penurunan papan nama Buddha Bar itu sebagai bentuk penghormatan manajemen terhadap Menteri Agama, pintanya.

Maha Bhiksu Dutavira Sthavira mewakili Umat Buddha Indonesia, kita sangat bergembira dan berterimakasih atas kesadaran sendiri untuk menurunkan merek Buddha Bar.” Semoga saja ini adalah sebuah kejujuran bukan tipu muslihat untuk meredahkan permasalahan’”.

“Yang penting pemilik Buddha Bar sudah memperhatikan kepentingan masyarakat Buddha, walaupun minoritas jumlahnya kecil, namun bagian dari integral anak bangsa.

Maha Bhiksu Dutavira menghimbau, jangan ada umat Buddha merasa menang dan pemilik Buddha Bar merasa kalah, tetapi utamakan kepentingan kebersamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Merek Buddha Bar di Jakarta merupakan penggunaan merek dagang yang telah terdaftar di Perancis tenggal 26 Juli 1999 dengan no.register 99804764 yang merupakan restoran waralaba/franchise milik George V Restauration Prancis.

Buddha Bar yang berdiri diatas tanah 1485 m2 dengan jumlah karyawan sebanyak 300 orang dan sebagai Direktur Utama adalah Djan Faridz

Kini bangunan tersebut dikembalikan seperti semula Bataviasche Kunskring, sejak dibangun th. 1913 dibawah arsitek belanda Pieter Adrian Jacobus Moojen. (toto)
 
gile tuh dewan gemabudhi ..
ga beda jauh ama caleg2 skrg... mentang2 rupang buddha disana aliran mahayana jd dia ga peduli?
gw bingung ama org ky gt , kok bisa jd ketua dewan pembina gemabudhi...
mnding pindah aliran lia eden aja dia..

dhamma n buddha ga pernah beda2in umat or alirannya...
cm manusia yg ngotak2in diri mereka dlm kelompok / aliran tertentu
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.