• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Penilaian pertama adl penampilan

JakaLoco

IndoForum Beginner A
No. Urut
32015
Sejak
31 Jan 2008
Pesan
1.188
Nilai reaksi
19
Poin
38
PENILAIAN PERTAMA ADALAH PENAMPILAN

Sesuai judulnya, thread kali ini adl piteket Sesuhunan mengenai cara berpakaian ketika sembahyang ke pura.Hal pertama yg dinilai oleh Sesuhunan adl cara berpakaian umat-Nya.Maka dari itu jangan main-main dlm hal apapun ketika kita hendak tangkil ke pura walaupun itu hal yg kelihatan sepele.Semenjak dari rumah kita hendak memakai pakaian ke pura menunjukkan niat kita yg tulus ikhlas ingin menyembah Sesuhunan.Sesuhunan mewahyukan dalam pakaian utk sembahyang ke pura atau tempat suci lainnya ada 2 bagian, yaitu:
1. Buana Agung, bagian ini dlm pakaian kita adl unsur yg "Nyujur Akasa" yaitu yg menunjuk ke langit misalnya destar/udeng.Bagi kita umat biasa sangat dilarang utk membuat udeng yg "aneh" dan memakainya ke pura, Sesuhunan menginginkan agar umat Hindu di Bali mengenakan udeng yg biasa yg sudah lazim digunakan dan pada udeng ini harus ada bagian yg menunjuk langit.Bagi mereka yg "Meraga Mangku" maka diwajibkan memakai udeng yg menutup seluruh bagian batok kepala sedangkan mereka yg "Meraga Sulinggih" wajib memakai karawista.Saya perhatikan banyak sekali pemuda yg memakai udeng "aneh' yg "penuh kreativitas tapi ngawur" ketika mereka tangkil ke pura.Udeng yg aneh hanya boleh dipakai ketika ada upacara adat dan bukan dipakai ketika sembahyang.Lalu bagaimana dengan yg wanita?Yg wanita wajib memakai ikat rambut bagi mereka yg berambut panjang dan diselipkan sekar/bunga di ikat rambutnya,bagi wanita yg berambut sangat pendek boleh tidak memakai ikat rambut.
2. Buana Alit, bagian ini dlm pakaian kita adl unsur yg "Nyujur Pertiwi" yaitu yg menunjuk ke bumi yaitu "kancut" pada kamen kita jadi kamen kita harus ada kancutnya yaitu bagian yg lancip dan menunjuk bumi.Sesuhunan melarang kita memakai kamen yg bagian bawahnya terlalu tinggi seperti "lagi kena banjir" dan terlalu ke bawah hingga menyulitkan kita utk berjalan.Yg paling pas menurut Sesuhunan adl memakai kamen dengan bagian paling bawahnya ada di bawah bagian otot betis kita namun masih di atas mata kaki kita.Begitu jg dlm pemakaian slempot,slempot kita harus lebih tinggi dibandingkan kamen dan slempot bagian paling bawah ada di bawah lutut (tdk boleh di atas lutut).Berbeda dengan memakai slempot ketika upacara adat di mana bagian paling bawah dari slempot ada di atas lutut,cara berpakaian ketika upacara adat sering disebut dng "Bebeger"."Nyujur Pertiwi" bagi wanita bukan di bagian kamennya tapi di mata kakinya,karena itu para wanita wajib memakai kamen yg memperlihatkan mata kaki(mata kaki wajib terlihat) karena bagian itulah yg "Nyujur Pertiwi".

Model utk "Cara berpakaian yg direstui Sesuhunan" bisa anda perhatikan pd orang-orang tua kita.Ingat baik-baik,kita tangkil ke pura bukan utk pamer ketampanan,kecantikan,kekayaan,dll.Buat apa penampilan kita dipuji oleh kerabat kita tetapi dinilai "minus" oleh Sesuhunan?Mentang-mentang habis rebonding para wanita tangkil ke pura tanpa memakai ikat rambut..saya tahu persis penilaian Sesuhunan utk wanita yg seperti ini,wanita seperti ini diberi "nilai minus seminus-minusnya"!

Jadi mari kita berpakaian yg sopan, berpakaian yg "diinginkan Sesuhunan" ketika kita sembahyang,agar kita menjadi manusia utamaning utama yg menurut kpd kehendak Sesuhunan karena kehendak Sesuhunan sudah pasti baik!
 
Dalam perkembangan sekarang penggunaan busana adat Bali sudah semakin meluas, hingga tampak digunakan saat demo, ada juga digunakan kegiatan politik praktis.

Saat memakai busana adat Bali sudah muncul pengaruh rasa, kesan religius. Karena itulah jangan sembarangan berbusana adat. Terutama memakai busana sembahyang ke pura.

Walau yang diutamakan dalam berbusana sembahyang itu adalah sopan, wajar dan tidak berlebihan. Tentu penggunaan busana adat Bali perlu dijaga sebagai busana religius dan mencintrakan kekhasan adat Bali dengan memperhatikan fungsi dalam kehidupan berbudaya.
 
Tapi apakah penyebabnya kelihatan tutup "buku" tersebut ?

Om Swastiastu

Pak JacaLoco yg terhormat,

Alangkah terperincinya dn bermanfaatnya penjelasan anda yg ada kaitannya dgn persyaratan penampilan di pura dn tentu saja pada tiap kali kita bersembahyang (misalnya pun di Merajan Kamulan Taksu di rumah kita).
Mengingat-ingatkan waktu sy pertama kali di Bali,betapa herannya sy sebagai mantan penganutnya ketat Agama Budha ketika sy diinginkan ibunda mertua sy jg beberapa perempuan berbantu dalam perkawinan kita untuk pakai kebaya dn kamben dll semuanya yg begitu mewah kelihatannya jg putu harus biarkan beberapa bagian badan sy tanpa busana.Sebelumnya putu selalu berpakai sesederhana mungkin dn berpikir ketikanya serta setelah kita menikah sy tetap menutup pakaian sy sebagai sebuah tanda khusus bermaksudnya putu melarangkan para orang lelaki lain untuk menatap badan sy sebagaimana kejadian bersangkutan biasanya bisa dialami selama Kali Yuga duniawi ini... Pendek kata, putu sependapat Pak Made yaitu kita seharusnya menghindari membentuk prasangka apapun berdasar penampilan sesama manusia di pura, tapi kita sebaiknya mencari tahu penyebabnya(kalau kita peduli dn mau tahu) sebelumnya kita menghukum mengapa si wanita atau si laki-laki berpakaian aneh ataupun diluar persyaratan Sesuhunan Suci.
Mungkin berguna itu mempertimbangkan pokok-pokok sebagai berikut:
1.Tidakkah itu mungkin si orang tak sanggup membeli pakaian yg lebih mewah karena si orang harus menyekolahkan anaknya atau harus membeli obat yg tinggi sekali harganya,dll ? Dalam keadaan ini kita harus paling sedikit berterimakasih si orang itu akan dia mengorbankan dari pendapatannya kecil bagi upakara-upakara dn dhana punia yakni semuanya demi Agama Suci kita.
Kalau ada seorang miskin atau pengemis pada jalan kita ke pura bahkan putu ingin memberikan sedikit dari bahan-bahan banten kita (tentu saja setelah kita mengucapkan mantra sebagainya kita menyembahkan makanannya dulu terhadap Yang Maha Kuasa) lalu menggantikannya dgn membeli lagi sebelum memasuki pura :-).
2.Apakah mungkin si orang berpakaian keliru karena dia terlalu kaya terus dia mampu serta mau pakai pakaian yg berkualitas? Itulah peristiwa yg kita seharusnya memeriksa sedikit lebih mendalam karena kalau si orang suka berpakaian mewah agar para orang lain dijadikan cemburu atau dibuat merasa lebih hina atau taat kepada si orang maka artinya gaya berpakaiannya lah sebagai sejenis alat si orang untuk menunjukkan dn mempergunakan kuasanya diatas para orang lain.Aduh...betapa banyaknya orang bersifat seperti yg diterangkan di zaman ini. Semua kita sudah tahu berapa banyaknya keluarga yg terhancur keadaan bangkrut itu yg diakibatkannya mereka mau mengeluarkan uang terlalu banyak agar bisa dihargai orang lain berdasar harta benda mereka. Betapa banyak jumlahnya uang yg disia-siakan sehingga kumpulan orang miskin semakin besar di seluruh dunia ini......
Kembali ke soalnya si orang mewah kita,jika dia mengeluarkan uang banyak bagi pakaian istimewa SEMENTARANYA dia menyembahkan banten-banten yg bahan-bahannya pun berkualitas tinggi serta dia tetap mendukung para Purohita kita jg para orang miskin sekitar maka dia pasti patut menerima penghargaian kita semua,bukan.
Ya, kalian benar sekali, si orang itu harus mendapatkan nafkahnya secara bekerja keras atau melalui bakatnya dn kecakapannya bagus sebagai seorang petugas atau sejenisnya yg pintar luar biasa. Tentu saja, kalau pendapatannya diperoleh dari perbuatan yg jahat kita bisa mengirakan dia pergi ke pura berpakaian cemerlang adalah semata-mata demi pamer. Dalam hal tersebut kita seharusnya tak peduli sama sekali akan dia sebab takkan ada persembahannya apapun yg akan diterima ISHWW bahkan bantennya pun mewah.
3.Kita mungkin bisa menemukan seorang yg baru dianugerahi peluang suci untuk memeluk Agama kita oleh karenanya dia belum diketahui persyaratan bersangkutan.Kalau begitu, mari kita cobakan menerangkan dn menolong si orang menjadi penganut Agama Hindu itu yg semakin rapi dn berpendidikan di bidang ini. Betapa bersyukur putu masih merasa kepada ibunda mertua sy tercinta atasnya bimbingannya jg nasehatnya itu yg jumlahnya tak bisa terhitung.
Ringkasannya, kita sebaiknya meneliti dari lebih dekat para penyebab tertentu mengenai kepribadiannya, sifatnya dn wataknya si orang itu tapi putu pikir kita berhak untuk menasehati dn membantu dia untuk memaju pada Jalan Dharma Beliau Yang Maha Kuasa tapi kita tak berwenang untuk menghinanya atau menghukum seorangpun secara berkata kasar penuh kemarahan dn kesinggungan. Terutama di pura kita harus simpan kesabaran dn kedamaian pikiran kita agar ketentraman jg kebermanfaatan persembahyangan itu tetap dilindungi.

Bolehkah sy bertanya kepada Pak JakaLoco,tolong?

1.Bisakah sy teruskan menjaga kesederhanaan gaya pakaian sy oleh pakai kebaya yg hanya berkain katun saja dalam tiap upacara? Atau kita harus pakai jenis kainnya yg begitu halus dn tembus cahaya?
2.Bolehkah putu membuat rambut panjang sy kucir saja atau sebaiknya diikat seluruhnya seperti rambutnya para penari tari-tarian adat Bali?
3.Apakah diaturkannya di semacam Kitab Suci pun bahwa warna kebaya dn kamben sebaiknya mengikuti warnaNya Sang Dewa atau Para Dewa kita berdoakan dalam upacara tertentu atau pada Hari Raya bersangkutan? Maksud sy sebagai contohnya kita merayakan HR Sang Hyang Aji Saraswati kita sebaiknya pakai pakaian berwarna putih dn kuning atau pada H suci Kajeng Kliwon kita hendaknya pakai busana berwarna kuning atau merah atau keduanya oleh karena khususnya hari Kajeng(waraNya Mahadewa,warnaNya kuning) dn hari Kliwon(waraNya Siwa,warnaNya merah) ?

Terimakasih dgn bersyukurnya hati sy atas kesabarannya serta waktu luang semua kalian itu yg dikorbankan supaya tulisan sy ini dibaca.

Om Santi Santi Santi Om
 
@putu v a

Bolehkah sy bertanya kepada Pak JakaLoco,tolong?

1.Bisakah sy teruskan menjaga kesederhanaan gaya pakaian sy oleh pakai kebaya yg hanya berkain katun saja dalam tiap upacara? Atau kita harus pakai jenis kainnya yg begitu halus dn tembus cahaya?

Siapa bilang harus tembus cahaya hehehehe..gak ada aturan kayak gitu, yg penting jangan terlalu terbuka trus memancing-mancing nafsu pria.
2.Bolehkah putu membuat rambut panjang sy kucir saja atau sebaiknya diikat seluruhnya seperti rambutnya para penari tari-tarian adat Bali?

Diikat biasa saja tidak apa-apa, yang penting diikat dengan rapi.
3.Apakah diaturkannya di semacam Kitab Suci pun bahwa warna kebaya dn kamben sebaiknya mengikuti warnaNya Sang Dewa atau Para Dewa kita berdoakan dalam upacara tertentu atau pada Hari Raya bersangkutan? Maksud sy sebagai contohnya kita merayakan HR Sang Hyang Aji Saraswati kita sebaiknya pakai pakaian berwarna putih dn kuning atau pada H suci Kajeng Kliwon kita hendaknya pakai busana berwarna kuning atau merah atau keduanya oleh karena khususnya hari Kajeng(waraNya Mahadewa,warnaNya kuning) dn hari Kliwon(waraNya Siwa,warnaNya merah) ?

Bagi mereka yang telah menjalani Dwijati atau Ekajati maka wajib menggunakan busana berwarna putih, sedangkan bagi orang biasa boleh memakai warna putih ato warna apa saja asalkan jangan berwarna poleng(hitam putih)..warna busana yg terbaik adl putih karena putih itu artinya "Bodoh/Kosong",dengan memakai busana putih itu artinya kita bagaikan kertas kosong yg belum berisi pengetahuan maka dari itu kita memohon kpd Hyang Widhi agar dicoret-coret supaya kita punya pengetahuan yg berasal dari Beliau..mengapa tdk boleh berpakaian poleng?Poleng itu artinya "Berani menghitamkan putih" itu jg berarti kesombongan,berlagak diri kita tahu segalanya,maka dari itu orang berpakaian poleng artinya "tidak perlu belajar lagi" karena merasa diri tahu segalanya..demikian.
 
Sesuai judulnya, thread kali ini adl piteket Sesuhunan mengenai cara berpakaian ketika sembahyang ke pura.Hal pertama yg dinilai oleh Sesuhunan adl cara berpakaian umat-Nya.Maka dari itu jangan main-main dlm hal apapun ketika kita hendak tangkil ke pura walaupun itu hal yg kelihatan sepele.Semenjak dari rumah kita hendak memakai pakaian ke pura menunjukkan niat kita yg tulus ikhlas ingin menyembah Sesuhunan.Sesuhunan mewahyukan dalam pakaian utk sembahyang ke pura atau tempat suci lainnya ada 2 bagian, yaitu:
1. Buana Agung, bagian ini dlm pakaian kita adl unsur yg "Nyujur Akasa" yaitu yg menunjuk ke langit misalnya destar/udeng.Bagi kita umat biasa sangat dilarang utk membuat udeng yg "aneh" dan memakainya ke pura, Sesuhunan menginginkan agar umat Hindu di Bali mengenakan udeng yg biasa yg sudah lazim digunakan dan pada udeng ini harus ada bagian yg menunjuk langit.Bagi mereka yg "Meraga Mangku" maka diwajibkan memakai udeng yg menutup seluruh bagian batok kepala sedangkan mereka yg "Meraga Sulinggih" wajib memakai karawista.Saya perhatikan banyak sekali pemuda yg memakai udeng "aneh' yg "penuh kreativitas tapi ngawur" ketika mereka tangkil ke pura. Udeng yg aneh hanya boleh dipakai ketika ada upacara adat dan bukan dipakai ketika sembahyang.Lalu bagaimana dengan yg wanita? Yg wanita wajib memakai ikat rambut bagi mereka yg berambut panjang dan diselipkan sekar/bunga di ikat rambutnya,bagi wanita yg berambut sangat pendek boleh tidak memakai ikat rambut.
2. Buana Alit, bagian ini dlm pakaian kita adl unsur yg "Nyujur Pertiwi" yaitu yg menunjuk ke bumi yaitu "kancut" pada kamen kita jadi kamen kita harus ada kancutnya yaitu bagian yg lancip dan menunjuk bumi.Sesuhunan melarang kita memakai kamen yg bagian bawahnya terlalu tinggi seperti "lagi kena banjir" dan terlalu ke bawah hingga menyulitkan kita utk berjalan.Yg paling pas menurut Sesuhunan adl memakai kamen dengan bagian paling bawahnya ada di bawah bagian otot betis kita namun masih di atas mata kaki kita.Begitu jg dlm pemakaian slempot,slempot kita harus lebih tinggi dibandingkan kamen dan slempot bagian paling bawah ada di bawah lutut (tdk boleh di atas lutut).Berbeda dengan memakai slempot ketika upacara adat di mana bagian paling bawah dari slempot ada di atas lutut,cara berpakaian ketika upacara adat sering disebut dng "Bebeger"."Nyujur Pertiwi" bagi wanita bukan di bagian kamennya tapi di mata kakinya,karena itu para wanita wajib memakai kamen yg memperlihatkan mata kaki (mata kaki wajib terlihat) karena bagian itulah yg "Nyujur Pertiwi".
Ini sepertinya lebih pada 'pengaruh' budaya dan tidak mesti berlaku pada umat Hindu di lain tempat karena Hindu itu menerima nilai-nilai serapan dari setiap tempat berkembangnya agama ini dan nilai-nilai ini yang dipilah-pilah sesuai dengan ajaran agama Hindu itu sendiri.
Jadi menurut saya ini lebih pada 'budaya' daerah dan mungkin kurang pas jika di'pakai'kan di tempat lain dan juga perlu diingat bahwa Hindu itu tidak hanya di Bali saja,....:)

Model utk "Cara berpakaian yg direstui Sesuhunan" bisa anda perhatikan pd orang-orang tua kita.Ingat baik-baik,kita tangkil ke pura bukan utk pamer ketampanan,kecantikan,kekayaan,dll.Buat apa penampilan kita dipuji oleh kerabat kita tetapi dinilai "minus" oleh Sesuhunan?Mentang-mentang habis rebonding para wanita tangkil ke pura tanpa memakai ikat rambut..saya tahu persis penilaian Sesuhunan utk wanita yg seperti ini,wanita seperti ini diberi "nilai minus seminus-minusnya"!
Jika melihat pada cara berpakaian para leluhur kita kok malah kebanyakan para lelakinya jarang memakai baju dan juga cara memakai "udeng' yang sedikit berbeda dengan sekarang dimana dahulu jika saya mencermati foto-foto tua dapat dilihat dengan jelas bahwa cara memakai 'udeng' para leluhur lebih menyerupai "blangkon" orang Jawa Kuno,......:D
Jadi sepertinya pikiran kita yang perlu diikat dari godaan hawa nafsu sehingga dalam berbhakti ke padaNya di Pura ataupun tempat suci lainnya tidaklah menyeleweng kemana-mana dan juga akan mampu menepis kesan bahwa alasan umat Hindu di Bali menolak UPP adalah karena takut tidak bisa melihat body-body sexy dari pakaian yang dikenakan oleh kaum wanita ketika ke Pura,....:)
Dan sangat jelas bahwa apa yang saya pahami dengan "udeng" ini adalah sebagai pengikat pikiran agar dapat dengan mudah untuk menyatu dengan Beliau yang ditunjukkan oleh bagian "kuncir" dari "udeng" yang setelah diikat menghadap ke langit/atas (bukan berarti Tuhan 'hanya' ada di langit:D),......:)

Jadi mari kita berpakaian yg sopan, berpakaian yg "diinginkan Sesuhunan" ketika kita sembahyang, agar kita menjadi manusia utamaning utama yg menurut kpd kehendak Sesuhunan karena kehendak Sesuhunan sudah pasti baik!
=D>
 
@bcak

Ini sepertinya lebih pada 'pengaruh' budaya dan tidak mesti berlaku pada umat Hindu di lain tempat karena Hindu itu menerima nilai-nilai serapan dari setiap tempat berkembangnya agama ini dan nilai-nilai ini yang dipilah-pilah sesuai dengan ajaran agama Hindu itu sendiri.
Jadi menurut saya ini lebih pada 'budaya' daerah dan mungkin kurang pas jika di'pakai'kan di tempat lain dan juga perlu diingat bahwa Hindu itu tidak hanya di Bali saja,....

Sebenarnya ini berlaku kpd seluruh umat Hindu,..bentuknya gak harus udeng ataupun kancut bisa apa aja disesuaikan dgn budaya misalnya di Jawa blangkonnya harus dimodifikasi sehingga ada bagian yg "Nyujur Langit",..buru2 maw modifikasi blangkon utk sembahyang ke Pura lha wong agama Hindu udah dibuang ke tong sampah ama orang Jawa hehehehe...apalagi orang India,buru2 wahyu manusia kribo aja jadi Tuhan di sana!Jadi orang Bali Hindu saja yg sekarang menerima wahyunya..

Jika melihat pada cara berpakaian para leluhur kita kok malah kebanyakan para lelakinya jarang memakai baju dan juga cara memakai "udeng' yang sedikit berbeda dengan sekarang dimana dahulu jika saya mencermati foto-foto tua dapat dilihat dengan jelas bahwa cara memakai 'udeng' para leluhur lebih menyerupai "blangkon" orang Jawa Kuno,......
Jadi sepertinya pikiran kita yang perlu diikat dari godaan hawa nafsu sehingga dalam berbhakti ke padaNya di Pura ataupun tempat suci lainnya tidaklah menyeleweng kemana-mana dan juga akan mampu menepis kesan bahwa alasan umat Hindu di Bali menolak UPP adalah karena takut tidak bisa melihat body-body sexy dari pakaian yang dikenakan oleh kaum wanita ketika ke Pura,....

Ida Sang Hyang Widhi selalu menyesuaikan dengan zaman,zaman dahulu mah susah nyari kain,bahkan para wanitanya gak menutup payudara..tapi di zaman sekarang?hari gini gak pake baju ke Pura?Pura jg begitu,pura zaman dahulu gak semegah sekarang karena teknologi bangunan belum secanggih sekarang,tapi kalo zaman sekarang umat Hindu gak merenovasi pura padahal punya biaya waduh keterlaluan banget!Soal destar memang tujuannya adalh mengikat pikiran(mengendalikan pikiran),saya sendiri masih kurang jelas dgn pengertian dari "Nyujur Akasa" dan "Nyujur Pertiwi" ini,nanti kalo ada kesempatan akan saya tanyakan kpd Guru saya,..
 
@bcak
Sebenarnya ini berlaku kpd seluruh umat Hindu,..bentuknya gak harus udeng ataupun kancut bisa apa aja disesuaikan dgn budaya misalnya di Jawa blangkonnya harus dimodifikasi sehingga ada bagian yg "Nyujur Langit",..
Hem,.....:-?
Dalam hal ini kita tidak sependapat bli,....[-(
karena menurut saya sebuah aturan itu akan disesuaikan dengan apa yang berkembang disuatu tempat dan bukannya 'meniru' dari tempat lain.

buru2 maw modifikasi blangkon utk sembahyang ke Pura lha wong agama Hindu udah dibuang ke tong sampah ama orang Jawa hehehehe...
Weittts,..........=;
jangan salah bli, karena sepertinya bli belum sampai ke 'pelosok' Jawa dimana disana para penduduk masih tetap melestarikan dan menjalankan agama para leluhur mereka,.....:-w
apa ini tidak diberitahu oleh sesuhunan Bli??????....:-/

apalagi orang India,buru2 wahyu manusia kribo aja jadi Tuhan di sana!Jadi orang Bali Hindu saja yg sekarang menerima wahyunya..
Coba deh bli baca buku tentang manusia kribo (riwayat hidupnya) tsb, jika pernah bli membaca mungkin bli punya sedikit gambaran bahwa bukanlah dia yang ingin dianggap sebagai Tuhan tetapi para pengikutnya yang mengatakan hal tsb jadi kenapa begitu????
Dan juga di India itu banyak orang yang telah mencapai tahap sebagai seorang yogi dan memiliki kemampuan yang luar biasa sebagai manusia, juga sungguh janggal jika bli mengatakan "hanya" orang Bali Hindu yang sekarang menerima wahyu,....?
ini pemikiran yang aneh menurut saya dan sekali lagi bli saya tidak sependapat dengan hal ini,....[-(

Ida Sang Hyang Widhi selalu menyesuaikan dengan zaman,zaman dahulu mah susah nyari kain,bahkan para wanitanya gak menutup payudara..tapi di zaman sekarang?hari gini gak pake baju ke Pura?Pura jg begitu,pura zaman dahulu gak semegah sekarang karena teknologi bangunan belum secanggih sekarang,tapi kalo zaman sekarang umat Hindu gak merenovasi pura padahal punya biaya waduh keterlaluan banget!Soal destar memang tujuannya adalh mengikat pikiran(mengendalikan pikiran),saya sendiri masih kurang jelas dgn pengertian dari "Nyujur Akasa" dan "Nyujur Pertiwi" ini,nanti kalo ada kesempatan akan saya tanyakan kpd Guru saya,..
Jika begitu pemahaman bli akan Tuhan mungkin saya pertanyakan dimana Tuhan terus melakukan renovasi atau bahkan inovasi baru trus apa bedanya dengan tetangga kita yang selalu kitab sucinya direvisi,...???
saya yakin akan Tuhan yang saya puja tau akan segalanya jadi tidak ada istilah penyesuaian jaman sedangkan yang perlu disesuaikan itu adalah pemahaman kita sebagai umat akan kitab suci dimana dalam kitab suci telah digariskan aturan-aturan yang akan berlaku dan valid sampai akhir jaman dan bukannya selalu ada revisi, untuk yang ini ngak deh,....[-(
Jadi menurut saya ini terlebih pada budaya dan tidak mesti berlaku pada setiap umat Hindu dimanapun.
 
@bcak

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
@bcak
Sebenarnya ini berlaku kpd seluruh umat Hindu,..bentuknya gak harus udeng ataupun kancut bisa apa aja disesuaikan dgn budaya misalnya di Jawa blangkonnya harus dimodifikasi sehingga ada bagian yg "Nyujur Langit",..
Hem,.....
Dalam hal ini kita tidak sependapat bli,....
karena menurut saya sebuah aturan itu akan disesuaikan dengan apa yang berkembang disuatu tempat dan bukannya 'meniru' dari tempat lain.

Yg harus ditaati bukan "destar/udeng" tapi "nyujur akasa" dan "nyujur pertiwi",kalo orang Jawa silahkan pakai blangkon yg ada "nyujur akasanya" kalo gak maw ya gapapa, yg pasti penilaian Sesuhunan pasti akan berkurang hehehe..

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
buru2 maw modifikasi blangkon utk sembahyang ke Pura lha wong agama Hindu udah dibuang ke tong sampah ama orang Jawa hehehehe...
Weittts,..........
jangan salah bli, karena sepertinya bli belum sampai ke 'pelosok' Jawa dimana disana para penduduk masih tetap melestarikan dan menjalankan agama para leluhur mereka,.....
apa ini tidak diberitahu oleh sesuhunan Bli??????....

Siapa bilang mereka melestarikan??itu hanya sebagian kecil saja..orang Jawa itu harusnya 100% Hindu Buddha!Kalo memang mereka melestarikan mengapa Sesuhunan malah memilih Bali sebagai tempat diturunkan wahyu?jangan lupa kutukan Dang Hyang Dwijendra akan tetap melekat sampai akhir zaman kpd orang Jawa sebelum mereka sadar dan kembali kpd Hindu Buddha!

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
apalagi orang India,buru2 wahyu manusia kribo aja jadi Tuhan di sana!Jadi orang Bali Hindu saja yg sekarang menerima wahyunya..
Coba deh bli baca buku tentang manusia kribo (riwayat hidupnya) tsb, jika pernah bli membaca mungkin bli punya sedikit gambaran bahwa bukanlah dia yang ingin dianggap sebagai Tuhan tetapi para pengikutnya yang mengatakan hal tsb jadi kenapa begitu????
Dan juga di India itu banyak orang yang telah mencapai tahap sebagai seorang yogi dan memiliki kemampuan yang luar biasa sebagai manusia, juga sungguh janggal jika bli mengatakan "hanya" orang Bali Hindu yang sekarang menerima wahyu,....?
ini pemikiran yang aneh menurut saya dan sekali lagi bli saya tidak sependapat dengan hal ini,....

Baca buku?saya sudah muak dengan buku yg entah pengarangnya siapa?orangnya kayak gimana?Apa anda pikir seorang Yogi bisa melihat niskala?belum tentu!paling banter mereka hanya merasakan pengalaman2 aneh..soal sai baba,anda belum pernah melihat kesaksiannya yg mengatakan bahwa dia adl Buddha,Khrisna,Yesus!konyol!Orang India banyak yg mencapai tahap yogi..yogi itu siapapun bisa mencapai tapi panugrahan gak bisa!panugrahan sesuai kehendak Tuhan bukan dicari!

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Ida Sang Hyang Widhi selalu menyesuaikan dengan zaman,zaman dahulu mah susah nyari kain,bahkan para wanitanya gak menutup payudara..tapi di zaman sekarang?hari gini gak pake baju ke Pura?Pura jg begitu,pura zaman dahulu gak semegah sekarang karena teknologi bangunan belum secanggih sekarang,tapi kalo zaman sekarang umat Hindu gak merenovasi pura padahal punya biaya waduh keterlaluan banget!Soal destar memang tujuannya adalh mengikat pikiran(mengendalikan pikiran),saya sendiri masih kurang jelas dgn pengertian dari "Nyujur Akasa" dan "Nyujur Pertiwi" ini,nanti kalo ada kesempatan akan saya tanyakan kpd Guru saya,..
Jika begitu pemahaman bli akan Tuhan mungkin saya pertanyakan dimana Tuhan terus melakukan renovasi atau bahkan inovasi baru trus apa bedanya dengan tetangga kita yang selalu kitab sucinya direvisi,...???
saya yakin akan Tuhan yang saya puja tau akan segalanya jadi tidak ada istilah penyesuaian jaman sedangkan yang perlu disesuaikan itu adalah pemahaman kita sebagai umat akan kitab suci dimana dalam kitab suci telah digariskan aturan-aturan yang akan berlaku dan valid sampai akhir jaman dan bukannya selalu ada revisi, untuk yang ini ngak deh,....
Jadi menurut saya ini terlebih pada budaya dan tidak mesti berlaku pada setiap umat Hindu dimanapun.

Kitab suci itu bikinan manusia,..jadi pasti tdk luput dari kesalahan!kalo kitab sucinya tdk direvisi yg harus direvisi itu "tafsirnya" yunisaraf,anda,dan saya memiliki tasir yg berbeda akan satu ayat pd Bhagavad Gita hehehehe,itu baru satu ayat gimana kalo ratusan ayat?

REVISI TAFSIRNYA!

Mas @bcak agama itu adalah paksaan dari Tuhan kpd umat manusia agar bertindak sesuai aturan2 yg dibuat Tuhan,kalo melanggar ya pasti ada akibatnya..kalo anda gak nurut ya itu urusan anda lagipula yg menanggung akibatnya khan anda..
 
@bcak
Yg harus ditaati bukan "destar/udeng" tapi "nyujur akasa" dan "nyujur pertiwi",kalo orang Jawa silahkan pakai blangkon yg ada "nyujur akasanya" kalo gak maw ya gapapa, yg pasti penilaian Sesuhunan pasti akan berkurang hehehe..
hehehehhhhhh juga bli.....:D
baru tau nih ada penilaian dari 'Sesuhunan' padahal yang saya tau selama ini adalah apapun karma maka akan berbuat pahala dan juga mungkin nantinya 'Sesuhunan' akan menilai juga siapa yang cantik ataupun tampan trus pake baju bagus dan siapa yang pake baju agak jelek padahal pemahaman saya yang di'lihat' adalah sikap walaupun mau pake udeng kek atau apa kek sepertinya ngak ngaruh karena itu adalah makna simbolik dimana jika memahami artinya maka akan berguna sedangkan jika tidak.......:D

Siapa bilang mereka melestarikan??itu hanya sebagian kecil saja..orang Jawa itu harusnya 100% Hindu Buddha!Kalo memang mereka melestarikan mengapa Sesuhunan malah memilih Bali sebagai tempat diturunkan wahyu?jangan lupa kutukan Dang Hyang Dwijendra akan tetap melekat sampai akhir zaman kpd orang Jawa sebelum mereka sadar dan kembali kpd Hindu Buddha!
Weik,......:-O
100% ya bli apa ngak kekecilan tuh??????.....:-/
Jika memang Tuhan itu Maha Kuasa atas segala yang ada dialam semesta ini maka apa susahnya jika hanya menjeadikan mereka semuanya jadi Hindu Buddha bli.....:)
Mungkin maksud Tuhan adalah biar mereka belajar dahulu jika ingin mencari air yang sejati dan bukannya langsung main tembak begitu harus 100%?????
saya yakin dengan berjalannya waktu maka semua itu akan kembali lagi ke arah yang benar dan ini sesuai dengan Tuhan dalam Hindu yang Maha Penyayang kepada seluruh ciptaanNya dan bukannya Maha Pendendam dimana ketika tidak dipuja maka akan marah?????
"Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang di setiap sisi adalah jalanKu juga, oh Arjuna!"
(BG, 4.11)

Baca buku?saya sudah muak dengan buku yg entah pengarangnya siapa?orangnya kayak gimana?Apa anda pikir seorang Yogi bisa melihat niskala?belum tentu!paling banter mereka hanya merasakan pengalaman2 aneh..soal sai baba,anda belum pernah melihat kesaksiannya yg mengatakan bahwa dia adl Buddha,Khrisna,Yesus!konyol!Orang India banyak yg mencapai tahap yogi..yogi itu siapapun bisa mencapai tapi panugrahan gak bisa!panugrahan sesuai kehendak Tuhan bukan dicari!
Lho jika ada orang yang telah mencapai tahap yogi itu bukan atas kehendak Tuhan?????
Apa ini berarti "Sesuhunan" bli bukanlah Yang Maha Kuasa karena ada sebuah 'kehendak' yang bukan dari Beliau dan juga mungkin diluar jangkauanNya????

Kitab suci itu bikinan manusia,..jadi pasti tdk luput dari kesalahan!kalo kitab sucinya tdk direvisi yg harus direvisi itu "tafsirnya" yunisaraf,anda,dan saya memiliki tasir yg berbeda akan satu ayat pd Bhagavad Gita hehehehe,itu baru satu ayat gimana kalo ratusan ayat?
Nah itulah makanya agama Hindu itu berarti sebuah aturan yang membebaskan umat manusia dari kebodohan sedangkan jalannya ada banyak bli dan bagi saya bebas mo memilih yang mana makanya namanya adalah agama spiritual atau pendewasaan atman dan bukannya agama dogma yang semuanya telah ditetapkan, sama juga hanya kenapa tata cara beribadah umat Hindu di Indonesia baik sarana maupun pelaksanaannya berbeda dengan di India karena Hindu itu adalah agama sinkretisme dimana agama yang menyesuaikan dengan budaya setempat trus jika nanti bli mengatakan Hindu Indonesia (Bali khususnya) berbeda dengan India maka jika India menuntut agar jangan memakai istilah-istilah dalam Sansekerta, apa bli mau merubah nama agama bli dari Hindu menjadi agama Bali atau yang lain dan perjuangkan di UU agar diterima oleh pemerintah......:D
Eh dari yang saya tau (pernah baca) bahwa dulu sebelum dikenal nama Hindu maka nama agama yang berkembang di Bali adalah agama Bali makanya nama pulau ini adalah pulau Bali.....:D
Satu lagi jika kitab suci yang saya pegang (Veda) mungkin juga menurut bli ada kesalahan dan ada revisi, makanya tolong donk bli keluarin kitab suci yang tanpa revisi biar saya bisa baca juga dan saya jadi tau dimana kesalahannya itu,
khan bikinan manusia seperti yang bli bilang.....:)

REVISI TAFSIRNYA!
Yang bagaimana bli.....:-/
Inilah salah satu cara saya dengan ikut di forum ini selain mendikusikannya dengan para Pinandhita yang berkompeten dalam hal ini.....;)
apa menurut bli, harus ada satu aturan baku dan tidak boleh menyimpang?????

Mas @bcak agama itu adalah paksaan dari Tuhan kpd umat manusia agar bertindak sesuai aturan2 yg dibuat Tuhan,kalo melanggar ya pasti ada akibatnya..kalo anda gak nurut ya itu urusan anda lagipula yg menanggung akibatnya khan anda..
Weik......:-O
Paksaan ya bli trus bagaimana dengan ini:

"samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham"

(Bhagavad Gītā, IX. 29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula

"Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham"

(Bhagavad Gītā, 7.21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

Nah apakah sloka ini memiliki pemahaman yang keliru atau Sri Krishna yang keliru dalam menyampaikan ini, atau penulisan Kitab Bhagawadgita ini yang keliru dalam mencatat.....:-/
Sebetulnya menurut saya adalah Tuhan tidak pernah meminta unutk disembah ataupun harus pake jalan Panturan untuk mencapai Jakarta jika dari Surabaya akan tetapi membebaskan jalan yang mau dipilih apa mo ambil jalur Nagrek, kek, jalur selatan kek terserah atau mo pake pesawat terbang jika ingin ke Jakarta nah itu akan memiliki konsekuensi masing-masing (akan menerima phala/buah) akibat dari melakukan karma yang merupakan akibat memilih jalan.
 
Satu lagi tentang Hindu dan Hindu Bali,

Ada dua pertanyaan penting yang dikaji doktor lulusan Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales itu. Pertama, bagaimana hubungan agama dan adat, bagaimana memisahkan fungsi keduanya. Kedua, bagaimana hubungan antara agama yang dipeluk orang Bali dan Hinduisme. Untuk menjawab kedua pertanyaan itu, Michel Picard membagi periode kajiannya menjadi tiga, masa kolonialisme, masa ketika Bali bergabung ke NKRI, dan masa ketika agama Hindu mendapat pengakuan sebagai agama resmi.
http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=1096
menyebutkan:
Hindu bukan hanya Bali
DALAM pandangan sejarawan Nyoman Wijaya, kajian yang dilakukan Michel Picard merupakan studi mendalam tentang perdebatan panjang yang dilakukan kaum intelektual Bali. ”Ini studi yang menarik. Kita harus bisa memahami kekeliruan kita selama ini dengan memahami perdebatan itu,” ungkap dosen sejarah Unud itu. ”K ita tidak bisa membedakan, beragama Hindu Bali atau Hindu Dharma,” jelas Wijaya. Ketidakjelasan itulah, menurut Wijaya, yang sedang dikaji Michel Picard.
Selama ini, katanya, masyarakat Bali mengklaim diri memeluk agama Hindu Dharma, padahal praktik kesehariannya lebih dekat pada Hindu Bali. ”Hindu Dharma itu lebih universal. Acuannya Weda. Hindu Bali lebih banyak dilandasi adat dan tradisi,” tambahnya. Kalau benar masyarakat Bali beragama Hindu Dharma, hendaknya unsur adat Bali dikurangi dan universalitas agama Hindu-lah yang lebih ditonjolkan,” tutur Wijaya kepada Tokoh di sela-sela Seminar Seri Sastra Sosial Budaya di Fak Sastra Unud, Jumat (2/6).
 
haha saya Balitheism
and i'm proud of it :x
 
^^ rasa bangga yang sama....

Sebenarnya kesadaran bahwa Agama Hindu Bukan Di Bali saja, sudah terjadi pada 1988, saat itu telah terjadi untuk mengusulkan Peradilan Agama Hindu, Penegerian IHD.

Ini maknanya telah terjadi wadah / wahana refleksi diri agama Hindu Dharma yaitu dapat menjawab:
  • Sistem Hukum Hindu?
  • Apa beda adat, agama?
  • Petugas?
  • Prosedur?
 
@bcak

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
@bcak
Yg harus ditaati bukan "destar/udeng" tapi "nyujur akasa" dan "nyujur pertiwi",kalo orang Jawa silahkan pakai blangkon yg ada "nyujur akasanya" kalo gak maw ya gapapa, yg pasti penilaian Sesuhunan pasti akan berkurang hehehe..
hehehehhhhhh juga bli.....
baru tau nih ada penilaian dari 'Sesuhunan' padahal yang saya tau selama ini adalah apapun karma maka akan berbuat pahala dan juga mungkin nantinya 'Sesuhunan' akan menilai juga siapa yang cantik ataupun tampan trus pake baju bagus dan siapa yang pake baju agak jelek padahal pemahaman saya yang di'lihat' adalah sikap walaupun mau pake udeng kek atau apa kek sepertinya ngak ngaruh karena itu adalah makna simbolik dimana jika memahami artinya maka akan berguna sedangkan jika tidak.......

Memakai "pakaian yg sesuai kehendak Sesuhunan" adl karma baik,hehe gitu aja koq repot.."nilai" yg digunakan utk menentukan "karma baik ataupun buruk" adl penilaian dari Sesuhunan kkkkkkkkk...

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Siapa bilang mereka melestarikan??itu hanya sebagian kecil saja..orang Jawa itu harusnya 100% Hindu Buddha!Kalo memang mereka melestarikan mengapa Sesuhunan malah memilih Bali sebagai tempat diturunkan wahyu?jangan lupa kutukan Dang Hyang Dwijendra akan tetap melekat sampai akhir zaman kpd orang Jawa sebelum mereka sadar dan kembali kpd Hindu Buddha!
Weik,......
100% ya bli apa ngak kekecilan tuh??????.....
Jika memang Tuhan itu Maha Kuasa atas segala yang ada dialam semesta ini maka apa susahnya jika hanya menjeadikan mereka semuanya jadi Hindu Buddha bli.....
Mungkin maksud Tuhan adalah biar mereka belajar dahulu jika ingin mencari air yang sejati dan bukannya langsung main tembak begitu harus 100%?????
saya yakin dengan berjalannya waktu maka semua itu akan kembali lagi ke arah yang benar dan ini sesuai dengan Tuhan dalam Hindu yang Maha Penyayang kepada seluruh ciptaanNya dan bukannya Maha Pendendam dimana ketika tidak dipuja maka akan marah?????
"Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang di setiap sisi adalah jalanKu juga, oh Arjuna!"
(BG, 4.11)

Hehehe,..kalo Tuhan sich Ok2 aja kalo manusia maw meluk agama apapun selama itu merupakan agama yg diturunkan Tuhan,tapi harus anda sadari yg mempengaruhi kehidupan manusia di dunia ini bukan hanya Tuhan tapi juga Leluhur dan para Dewa,Leluhur dan para Dewa gak terima kalo orang Jawa meluk agama selain Hindu Buddha..Tuhan lebih mendengar Leluhur dan para Dewa dibandingkan manusia!Bayangkan saja jika suatu bangsa udah diberi agama yg baik kemudian pindah agama apa gak konyol?

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Baca buku?saya sudah muak dengan buku yg entah pengarangnya siapa?orangnya kayak gimana?Apa anda pikir seorang Yogi bisa melihat niskala?belum tentu!paling banter mereka hanya merasakan pengalaman2 aneh..soal sai baba,anda belum pernah melihat kesaksiannya yg mengatakan bahwa dia adl Buddha,Khrisna,Yesus!konyol!Orang India banyak yg mencapai tahap yogi..yogi itu siapapun bisa mencapai tapi panugrahan gak bisa!panugrahan sesuai kehendak Tuhan bukan dicari!
Lho jika ada orang yang telah mencapai tahap yogi itu bukan atas kehendak Tuhan?????
Apa ini berarti "Sesuhunan" bli bukanlah Yang Maha Kuasa karena ada sebuah 'kehendak' yang bukan dari Beliau dan juga mungkin diluar jangkauanNya????

Bukan begitu maksud saya,..menjadi seorang yogi perlu usaha terlebih dahulu utk mencapainya sedangkan panugrahan itu kita gak tahu apa2 tapi diberi panugrahan oleh Sesuhunan yg diakibatkan oleh karma baik di kehidupan sebelumnya,yogi itu gak berkutik di depan panugrahan,ada sebuah siddhi yg gak bisa dimiliki oleh seorang yogi yaitu "Siddhi ucap-ucapan"..perlu anda ketahui Mpu Kuturan,Dang Hyang Dwijendra,dll mereka adl seorang yogi yg juga sekaligus panugrahan!

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Mas @bcak agama itu adalah paksaan dari Tuhan kpd umat manusia agar bertindak sesuai aturan2 yg dibuat Tuhan,kalo melanggar ya pasti ada akibatnya..kalo anda gak nurut ya itu urusan anda lagipula yg menanggung akibatnya khan anda..
Weik......
Paksaan ya bli trus bagaimana dengan ini:

"samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham"
(Bhagavad Gītā, IX. 29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula

"Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham"
(Bhagavad Gītā, 7.21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

Nah apakah sloka ini memiliki pemahaman yang keliru atau Sri Krishna yang keliru dalam menyampaikan ini, atau penulisan Kitab Bhagawadgita ini yang keliru dalam mencatat.....
Sebetulnya menurut saya adalah Tuhan tidak pernah meminta unutk disembah ataupun harus pake jalan Panturan untuk mencapai Jakarta jika dari Surabaya akan tetapi membebaskan jalan yang mau dipilih apa mo ambil jalur Nagrek, kek, jalur selatan kek terserah atau mo pake pesawat terbang jika ingin ke Jakarta nah itu akan memiliki konsekuensi masing-masing (akan menerima phala/buah) akibat dari melakukan karma yang merupakan akibat memilih jalan.

Bukan Khrsna yg keliru tapi anda,apakah anda paham yg namanya berbakti kpd Tuhan?
berbakti kpd Tuhan adl melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya..bagaimana mungkin anda disebut berbakti kpd Tuhan jika ternyata anda malahan mendekati laranganNya apalagi dengan sengaja!

Satu lagi tentang Hindu dan Hindu Bali,

Ada dua pertanyaan penting yang dikaji doktor lulusan Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales itu. Pertama, bagaimana hubungan agama dan adat, bagaimana memisahkan fungsi keduanya. Kedua, bagaimana hubungan antara agama yang dipeluk orang Bali dan Hinduisme. Untuk menjawab kedua pertanyaan itu, Michel Picard membagi periode kajiannya menjadi tiga, masa kolonialisme, masa ketika Bali bergabung ke NKRI, dan masa ketika agama Hindu mendapat pengakuan sebagai agama resmi.
http://www.cybertokoh.com/mod.php?mo...cle&artid=1096
menyebutkan:
Hindu bukan hanya Bali
DALAM pandangan sejarawan Nyoman Wijaya, kajian yang dilakukan Michel Picard merupakan studi mendalam tentang perdebatan panjang yang dilakukan kaum intelektual Bali. ”Ini studi yang menarik. Kita harus bisa memahami kekeliruan kita selama ini dengan memahami perdebatan itu,” ungkap dosen sejarah Unud itu. ”K ita tidak bisa membedakan, beragama Hindu Bali atau Hindu Dharma,” jelas Wijaya. Ketidakjelasan itulah, menurut Wijaya, yang sedang dikaji Michel Picard.
Selama ini, katanya, masyarakat Bali mengklaim diri memeluk agama Hindu Dharma, padahal praktik kesehariannya lebih dekat pada Hindu Bali. ”Hindu Dharma itu lebih universal. Acuannya Weda. Hindu Bali lebih banyak dilandasi adat dan tradisi,” tambahnya. Kalau benar masyarakat Bali beragama Hindu Dharma, hendaknya unsur adat Bali dikurangi dan universalitas agama Hindu-lah yang lebih ditonjolkan,” tutur Wijaya kepada Tokoh di sela-sela Seminar Seri Sastra Sosial Budaya di Fak Sastra Unud, Jumat (2/6).

Orang2 kayak Nyoman Wijaya kebanyakan baca buku,udah dech buat anda kaum intelektual Hindu jangan baca buku doank,dekatkan diri melalui spiritualitas!sekali-sekali Nyoman Wijaya ini perlu tangkil ke Pura Dalem sendirian pas Kajeng Kliwon dan rasakan spiritualitas tingkat tinggi..itu kalo dia bisa bertahan dan kabur terbirit-birit!Kebanyakan teori prakteknya nadir!Umat Hindu Bali kurang memanfaatkan Kahyangan Tiga utk kegiatan spiritual tingkat tinggi,coba aja beberapa kali melakukan ritual di sana anda akan mudah mendapat panugrahan2 seperti besi kuning,mirah,keris,dll. Pemahaman2 seperti Nyoman Wijaya ini hanya akan mengarahkan Hindu seperti Islam dan Kristen yg formalitas kelembagaan agamanya hebat tapi spiritualitas umatnya kelas teri!Sorry gak maksud nge-flame..
 
@bcak
Memakai "pakaian yg sesuai kehendak Sesuhunan" adl karma baik,hehe gitu aja koq repot.."nilai" yg digunakan utk menentukan "karma baik ataupun buruk" adl penilaian dari Sesuhunan kkkkkkkkk...
Karma baik ya bli.....:D

Hehehe,..kalo Tuhan sich Ok2 aja kalo manusia maw meluk agama apapun selama itu merupakan agama yg diturunkan Tuhan,tapi harus anda sadari yg mempengaruhi kehidupan manusia di dunia ini bukan hanya Tuhan tapi juga Leluhur dan para Dewa,Leluhur dan para Dewa gak terima kalo orang Jawa meluk agama selain Hindu Buddha..Tuhan lebih mendengar Leluhur dan para Dewa dibandingkan manusia!Bayangkan saja jika suatu bangsa udah diberi agama yg baik kemudian pindah agama apa gak konyol?
HinduBuddha ya bli...:)
Jika sebelum dikenal namanya Hindu maka yang dikenal adalah SiwaBuddha dan inilah agama yang dipake oleh Madjapahit, jadi Hindu itu baru dikenal tahun 69-an dan kemudian baru diakui oleh pemerintah tahun 71-an (ini klo tidak salah...:D).
Jika menurut keturunan langsung dari "trah" Madjapahit sih tidak ada istilah yang namanya HInduBuddha tapi yang ada sih SiwaBuddha dan itu berbeda dengan nama Hindu.....:)
coba bli cek di link ini:
http://madjapahitmasakini.blogspot.com/

Bukan begitu maksud saya,..menjadi seorang yogi perlu usaha terlebih dahulu utk mencapainya sedangkan panugrahan itu kita gak tahu apa2 tapi diberi panugrahan oleh Sesuhunan yg diakibatkan oleh karma baik di kehidupan sebelumnya, yogi itu gak berkutik di depan panugrahan, ada sebuah siddhi yg gak bisa dimiliki oleh seorang yogi yaitu "Siddhi ucap-ucapan".. perlu anda ketahui Mpu Kuturan,Dang Hyang Dwijendra,dll mereka adl seorang yogi yg juga sekaligus panugrahan!
Ada informasi baru lagee neh.....:D

Bukan Khrsna yg keliru tapi anda, apakah anda paham yg namanya berbakti kpd Tuhan?
berbakti kpd Tuhan adl melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya..bagaimana mungkin anda disebut berbakti kpd Tuhan jika ternyata anda malahan mendekati laranganNya apalagi dengan sengaja!
Lho.......:-O
jika pake pengandaian saya ya.... semua jalan yang ada khan akan nyampe ke tujuan, nah yang berbeda adalah apakah ketika dalam melalui jalan tsb akan menemui rintangan seperti terjebak macet, ada kecelakaan, motor/mobil rusak yang semua itu merupakan halangan sehingga akan memperlambat waktu tempuh ke Jakarta dimana yang jika pake jalan lain akan menghabiskan 30 jam (sebagai contoh) sedangkan akibat ada halangan maka akan bisa sampai 80 jam, nah itu yang saya maksud dengan cobaan dan rintangan dan bukannya larangan.
Tuhan memberikan larangan.....?
Sebetulnya telah ada penunjuk jalan seperti Veda sebagai rujukan peta dan bukannya mencoba menbuka lahan untuk jalan baru yang pasti tersesat dan akan ketemu jalan buntu, jadi tidak ada larangan ya bli.....:)
sepertinya yang saya dapatkan adalah anjuran dan bukan larangan makanya saya pake itu sloka dimana Tuhan tidak pernah mengatakan jalan yang diambil oleh umatNya adalah keliru tapi hanya waktu dalam mencapainya akan lama.
Sama halnya jika senang mabuk-mabukan maka itu bukanlah larangan tapi lebih karena seseorang itu yang mengambil jalan yang mungkin paling jauh waktu tempunya untuk sampai di tujuan (Moksa) makanya apa yang saya pahami di Hindu (ajaran yang menghilangkan/meniadakan kebodohan) adalah anjuran dan bukan larangan.

Orang2 kayak Nyoman Wijaya kebanyakan baca buku, udah dech buat anda kaum intelektual Hindu jangan baca buku doank, dekatkan diri melalui spiritualitas!sekali-sekali Nyoman Wijaya ini perlu tangkil ke Pura Dalem sendirian pas Kajeng Kliwon dan rasakan spiritualitas tingkat tinggi..itu kalo dia bisa bertahan dan kabur terbirit-birit!Kebanyakan teori prakteknya nadir! Umat Hindu Bali kurang memanfaatkan Kahyangan Tiga utk kegiatan spiritual tingkat tinggi, coba aja beberapa kali melakukan ritual di sana anda akan mudah mendapat panugrahan2 seperti besi kuning, mirah, keris, dll. Pemahaman2 seperti Nyoman Wijaya ini hanya akan mengarahkan Hindu seperti Islam dan Kristen yg formalitas kelembagaan agamanya hebat tapi spiritualitas umatnya kelas teri! Sorry gak maksud nge-flame..
Maaf juga Bli dimana memang perlu pemikiran kritis untuk dapat membangun Hindu agar lebih baik (disini maksud saya lebih pada pemahaman akan tattwa dalam upakara),
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-tattwa.htm
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1344&Itemid=71
sehingga umat itu lebih memahami apa yang dikerjakan/dilakukan dan bukannya hanya bertumbu pada kata "nak mula keto".
Dan juga apa menurut bli jika ke Pura itu harus mendapatkan panugrahan????
Bagi saya (coba lihat Pura diluar Bali) maka Pura itu adalah tempat untuk belajar akan agama yang baik, baik itu belajar akan sastra Veda, lontar, ataupun membahas maslah yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan saya kurang setuju jika ke Pura dengan tujuan menerima Panugrahan macam besi kuning ataupun yang lainnya.
Jika memang "berjodoh" dengan hal tsb maka tidak harus ke Pura bli karena berdasarkan pengalaman beberapa keluarga saya maka tidak mesti di Pura yang bisa saja akan nemu di suatu tempat tanpa sengaja.
Jika harus ke Pura khan ini berarti perlu usaha trus apa bedanya dengan para yogi yang juga perlu usaha???????
 
@bcak

Lho.......
jika pake pengandaian saya ya.... semua jalan yang ada khan akan nyampe ke tujuan, nah yang berbeda adalah apakah ketika dalam melalui jalan tsb akan menemui rintangan seperti terjebak macet, ada kecelakaan, motor/mobil rusak yang semua itu merupakan halangan sehingga akan memperlambat waktu tempuh ke Jakarta dimana yang jika pake jalan lain akan menghabiskan 30 jam (sebagai contoh) sedangkan akibat ada halangan maka akan bisa sampai 80 jam, nah itu yang saya maksud dengan cobaan dan rintangan dan bukannya larangan.
Tuhan memberikan larangan.....?
Sebetulnya telah ada penunjuk jalan seperti Veda sebagai rujukan peta dan bukannya mencoba menbuka lahan untuk jalan baru yang pasti tersesat dan akan ketemu jalan buntu, jadi tidak ada larangan ya bli.....
sepertinya yang saya dapatkan adalah anjuran dan bukan larangan makanya saya pake itu sloka dimana Tuhan tidak pernah mengatakan jalan yang diambil oleh umatNya adalah keliru tapi hanya waktu dalam mencapainya akan lama.
Sama halnya jika senang mabuk-mabukan maka itu bukanlah larangan tapi lebih karena seseorang itu yang mengambil jalan yang mungkin paling jauh waktu tempunya untuk sampai di tujuan (Moksa) makanya apa yang saya pahami di Hindu (ajaran yang menghilangkan/meniadakan kebodohan) adalah anjuran dan bukan larangan.

mendekati laranganNya adl HAMBATAN dlm mencapai TUJUAN,menjauhi laranganNya berarti menghindari HAMBATAN.
Larangan itu jelas ada bagi mereka yg benar2 BERAGAMA Hindu,misalnya larangan utk memati-mati(membunuh tanpa alasan yg benar),memitra(berzinah/selingkuh),mepisuna(memfitnah),memaling(mencuri).
Umat Hindu sebenarnya DILARANG makan daging sapi,tapi karena iman-nya lemah maka LARANGAN itu dikerdilkan artinya menjadi ANJURAN!

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Orang2 kayak Nyoman Wijaya kebanyakan baca buku, udah dech buat anda kaum intelektual Hindu jangan baca buku doank, dekatkan diri melalui spiritualitas!sekali-sekali Nyoman Wijaya ini perlu tangkil ke Pura Dalem sendirian pas Kajeng Kliwon dan rasakan spiritualitas tingkat tinggi..itu kalo dia bisa bertahan dan kabur terbirit-birit!Kebanyakan teori prakteknya nadir! Umat Hindu Bali kurang memanfaatkan Kahyangan Tiga utk kegiatan spiritual tingkat tinggi, coba aja beberapa kali melakukan ritual di sana anda akan mudah mendapat panugrahan2 seperti besi kuning, mirah, keris, dll. Pemahaman2 seperti Nyoman Wijaya ini hanya akan mengarahkan Hindu seperti Islam dan Kristen yg formalitas kelembagaan agamanya hebat tapi spiritualitas umatnya kelas teri! Sorry gak maksud nge-flame..
Maaf juga Bli dimana memang perlu pemikiran kritis untuk dapat membangun Hindu agar lebih baik (disini maksud saya lebih pada pemahaman akan tattwa dalam upakara),
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-tattwa.htm
http://www.parisada.org/index.php?op...1344&Itemid=71
sehingga umat itu lebih memahami apa yang dikerjakan/dilakukan dan bukannya hanya bertumbu pada kata "nak mula keto".
Dan juga apa menurut bli jika ke Pura itu harus mendapatkan panugrahan????
Bagi saya (coba lihat Pura diluar Bali) maka Pura itu adalah tempat untuk belajar akan agama yang baik, baik itu belajar akan sastra Veda, lontar, ataupun membahas maslah yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan saya kurang setuju jika ke Pura dengan tujuan menerima Panugrahan macam besi kuning ataupun yang lainnya.
Jika memang "berjodoh" dengan hal tsb maka tidak harus ke Pura bli karena berdasarkan pengalaman beberapa keluarga saya maka tidak mesti di Pura yang bisa saja akan nemu di suatu tempat tanpa sengaja.
Jika harus ke Pura khan ini berarti perlu usaha trus apa bedanya dengan para yogi yang juga perlu usaha???????

Betapa Ida Sesuhunan mengasihi orang2 Bali,mereka tangkil ke pura bukan utk ngelungsur panugrahan misalnya besi kuning tapi semata-mata utk berbakti kpd Hyang Widhi,namun karena begitu kasihnya Hyang Widhi dan pura di Bali yg bukan "tempat suci biasa" tanpa meminta pun Hyang Widhi akan "menawarkan" panugrahan kpd umatNya.
 
mengenai penampilan ke pura atau tempat ibadah bagaimana bila kita memakai saput berwarna kuning, atau merah atau baju berwarna warni bagaimana nilainya dihadapan Ida Sesuhunan;saya malu dinilai beda bila berpakaian serba putih saput putih, kamben putih, baju putih, destar putih kalo dirumah sih ga apa apa kalau di tempat umum tentu tanggapan masayarakat lain
 
mengenai penampilan ke pura atau tempat ibadah bagaimana bila kita memakai saput berwarna kuning, atau merah atau baju berwarna warni bagaimana nilainya dihadapan Ida Sesuhunan;saya malu dinilai beda bila berpakaian serba putih saput putih, kamben putih, baju putih, destar putih kalo dirumah sih ga apa apa kalau di tempat umum tentu tanggapan masayarakat lain

Tidak apa2, anda diwajibkan memakai busana serba putih jika anda sudah Dwijati atau Ekajati, yg penting bersih dan sopan, jika anda seorang pria dan anda orang Bali anda diwajibkan memakai destar, jika anda wanita diwajibkan utk mengikat rambut jika rambut anda panjang,kancinglah seluruh pakaian anda,jgn pamer dada walaupun dada anda berotot,jika anda pria dan memakai anting2 atau tindikan yg lain maka lepaskan anting2 anda sejenak ketika sembahyang..

Yang dilarang ketika sembahyang adalah memakai busana yg bermotif hitam-putih (poleng)

Ingat, berpakaian dan tata krama ketika sembahyang ini seperti Ujian Nasional...penilaiannya sangat2 menentukan,walaupun nilai rapor anda bagus tapi nilai Ujian Nasional anda buruk anda tetap tidak lulus, jd maksimalkanlah cara berpakaian dan tata krama anda ketika menghadap Ida Sesuhunan
 
Tidak apa2, anda diwajibkan memakai busana serba putih jika anda sudah Dwijati atau Ekajati, yg penting bersih dan sopan, jika anda seorang pria dan anda orang Bali anda diwajibkan memakai destar, jika anda wanita diwajibkan utk mengikat rambut jika rambut anda panjang,kancinglah seluruh pakaian anda,jgn pamer dada walaupun dada anda berotot,jika anda pria dan memakai anting2 atau tindikan yg lain maka lepaskan anting2 anda sejenak ketika sembahyang..
nah yang mau gw tanyakan pada kata jangan pamer dada waupun berotot, kalau tidak berotot gimana broo ? apa boleh pamer dada ? kalau garuda didada ku gimana juga brooo

mohon pencerahannya
matur nuhuuuuuun
 
@kupu2barong

nah yang mau gw tanyakan pada kata jangan pamer dada waupun berotot, kalau tidak berotot gimana broo ? apa boleh pamer dada ? kalau garuda didada ku gimana juga brooo

mohon pencerahannya
matur nuhuuuuuun

Kata "walaupun" itu sebenarnya sudah menjelaskan, berotot gak berotot jgn dipamerin, emank klo gak berotot situ maw pamerin tulang pindang? :D just kidding

Kemudian mungkin anda bertanya-tanya "lalu mengapa di zaman dahulu orang2 Bali sembahyang ke Pura semuanya pamer dada bahkan kaum wanita sekalipun payudaranya kelihatan?", lalu apakah mereka salah?
Mereka tidak salah. Sesuatu yg hari ini benar belum tentu esok hari benar, kebenaran itu harus melihat Desa(tempat),Kala(waktu),Patra(situasi kondisi)..orang zaman dulu tidak salah karena memang zamannya belum se-edan sekarang,pikiran orang zaman dulu masih bersih,dulu kain sangat susah dicari,tp yg paling penting mereka tidak telanjang bulat ketika tangkil ke Pura..berbeda dengan sekarang,zaman sudah edan,ngeliat yg bening dikit aj birahi naik turun gak karuan,kain(pakaian) mudah didapat, jadi gak ada alasan untuk pamer dada lagi..

Garuda di dadaku maksudnya apa? sembahyang ke Pura pake baju timnas?? /omg
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.