• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Patriat VI ( HuiNeng )

GloryFrench

IndoForum Newbie A
No. Urut
2045
Sejak
10 Jun 2006
Pesan
380
Nilai reaksi
7
Poin
18
Patriat VI ( HuiNeng )
( 638-713 )

Masa Kecil

Huineng lahir pada tahun 638 dalam keluarga Lu. Ayahnya adalah pegawai tinggi yang dipecat dan diasingkan, dan wafat ketika Huineng masih kecil. Sejak itulah Huineng hidup dalam kemiskinan dengan ibunya yang tua. Satu-satunya mata pencahariannya adalah menjual kayu bakar.

Huineng tak pernah berkesempatan untuk belajar menulis dan membaca. Suatu hari ketika hendak mencari kayu bakar, Ia berpapasan dengan seorang murid yang sedang melafalkan Sutra Intan (karya Patriat-I-Bodhidharma). Seketika rasa ingin tahu Beliau meluap-luap. Lalu si murid menjelaskan, bahwa ia mendapatkannya dari Partiat-V - Hongren. di Gunung Huangmei. Saat itu juga Huineng memutuskan untuk pergi mendalami Dharma . Lalu ia mengatur agar ada orang yang merawat ibunya.


Pertemuan dengan Sesepuh

Setelah melakukan perjalanan selama 30 hari, sampailah Ia di hadapan Patriat Hongren. Huineng menyatakan hormat, dan menjelaskan bahwa kedatangannya adalah demi mencapai Kebuddhaan. Patriat Hongren memberinya tugas menggiling padi, dan itu berlangsung selama 8 bulan.

Tiba saatnya Patriat Hongren menurunkan garis Kepatriatan. Lalu Beliau meminta kepada semua muridnya untuk menuliskan pengalaman Dharma masing-masing. Barang siapa yang menembus keinsafan tertinggi, dialah yang akan mewarisi jubah kepatriatan. Saat itu semua murid berpendapat bahwa Shenciu-lah yang akan mewarisinya. Disebuah tembok Shenciu menulis,

"Tubuh adalah pohon pencerahan.
Pikiran adalah tempat berdirinya cermin bersih berkilau.
Usaplah setiap hari dengan penuh perhatian, tanpa henti,
agar tetap bersih dari debu duniawi"

Semua murid terpesona dengan gatha ini. Namun setelah membacanya, Sesepuh Hongren mengatakan bahwa gatha ini belum mencerminkan keinsafan tertinggi. Demikian pula Huineng berpendapat bahwa Shenciu belum mengerti sepenuhnya. Sebagian besar murid menertawai Huineng, karena Ia yang buta huruf dianggap bodoh. Huineng meminta seorang temannya untuk menuliskan pengalaman Dharma-Nya sementara Ia membaca,

" Pada hakikatnya tiada pohon pencerahan.
Tidak juga ada cermin bersih kemilau dan tempat berdirinya.
Karena sejak semula semuanya kosong,
di mana pula debu bisa melekat?"

Murid-murid yang berada disana tercengang akan Dharma hati Huineng yang sangat mendalam. Setelah Patriat Hongren membacanya, Beliau sadar bahwa Huineng-lah yang kelak akan meneruskan garis kepatriatan. Namun khawatir bahwa hal ini dapat menimbulkan rasa iri dan benci di antara murid, Hongren pun berkata, "Ini juga belum mencerminkan keinsafan sejati, Hapus!!"

Keesokan harinya Hongren secara diam-diam mendekati Huineng yang sedang menumbuk padi. Huineng diperintahkan untuk datang ke kamarnya pada tengah malam. Di malam itulah, Patriat-V menurunkan Transmisi Sejati Kuasa Firman Tuhan kepada Huineng. Ini juga menandakan diturunkannya garis kepatriatan kepada Huineng sebagai Patriat-VI. Sebagai tradisi, secara simbolis jubah dan patra kepatriatan diserahkan Huineng.

Sesepuh Hongren berpesan, " Keputusanku ini akan mendatangkan ketidakpuasan diantara murid-murid. Engkau harus segera meninggalkan tempat ini." Lalu Sang Guru mengantar kepergian Huineng, menyebrangi sungai menuju Selatan. Lanjutnya, "Jangan mengajarkan Dharma terlalu dini. Tunggulah hingga saat yang tepat." Setelah itu, mereka pun berpisah.

Hidup dalam Persembunyian

Beberapa hari kemudia Sesepuh Hongren menjelaskan kepada murid-muridnya perihal pengangakatan Huineng sebagai Patriat penerus. Ratusan murid merasa gusar dan bermaksud merebut kembali jubah dan patra kepatriatan dari Patriat Huineng. ini dikarenakan dalam kesehariannya Huineng tampak seperti orang lugu yang bodoh, bahkan buta huruf, sehingga dianggap tidak layak meneruskan garis kepatriatan.

Di tengah persembunyian Sang Patriat-VI, seorang murid bernama Huiming berhasil mengejarnya. Lalu Patriat Huineng bersembunyi di semak-semak dan meletakan jubahnya di atas batu, Beliau tahu, benda itulah yang dikejar-kejar oleh mereka. Namun sungguh gaib, bagaimana pun Huiming berusaha mengambil, jubah tersebut tak bisa lepas dari tempatnya. Kesadaran Huiming tersentak, dan ia pun memangil sang Patriat untuk memohon petunjuk. Patriat membimbingnya hingga saat itu Huiming mencapai pencerahan. Setelah berterimakasih dan memberi hormat, Huiming kembali mengajak teman-temannya meninggalkan daerah itu untuk mencari Huineng ditempat lain.

Bersambung...
 
karena permintaan temen2 saya akan sambung ceritanya sampai -sampai houxie dapat bad Rep Power dari darkmarket

Suatu hari, sampailah Patriat-VI di sebuah ladang luas penuh ilalang yang tinggi. Dalam keadaan panik dan letih, Beliau bertemu dengan seorang pemuda bajik bernama Pai Ie Can. Melihat kondisi Patriat, pemuda ini mengajaknya untuk tinggal di rumahnya demi menghindari kejaran orang-orang. Disana pula Patriat bertemu dengan sahabat Pai, yakni Ma Tuan Yang.

Walaupun hidup sebagai pemuda rumah tangga, kedua orang ini memiliki kebijaksanaan yang tinggi dan senantiasa mengamalkan Pancasila Buddhis. Saat itu patriat melalui waktu dengan menguraikan Dharma kepada mereka berdua. Hingga pada saat yang tepat, Patriat Huineng mentransmisikan Insiasi Sejati Firmani, menujuk kedua orang ini sebagai Patriat-VII.

Sebagaian orang mengangap bahwa silsilah kepatriatan berhenti pada Patriat-VI. sebab setelah Beliau, tidak pernah ada lagi tradisi pewarisan jubah dan patra kepatriatan. Namun seperti yang kita ketahui, jubah hanyalah sebuah simbol kepatriatan, sedangkan Transmisi Sejati yang agung adalah sesuatu yang tidak berwujud rupa. Dari Patriat-VII, garis ketuhanan terus diturunkan hinga ke Shecun dan Shemu sebagai Partriat ke-XVIII.

Keluar dari Persembunyian

Setelah mewarisi kepatriatan, Patriat Huineng meneruskan perjalanan dan pada akhirnya hidup dengan sekelompok pemburu. Setelah melewati masa persembunyian 15 tahun, Beliau menuju Vihara Fa Shing (Kanton).

Setibanya disana, Guru Yin Chung tengah menguraikan Mahaparinirvana Sutta. Di antara murid-murid terdapat dua orang yang sedang berdebat mengenai bendera Biara. Murid yang satu berpendapat bahwa benderalah yang bergerak, sedangkan murid satunya berkata bahwa anginlah yang bergerak. Di tengah perdebatan ini, Patriat Huineng menengahi, "Bukan angin ataupun bendera yang bergerak, namun pikiran kalianlah yang bergerak!". Mendegar penjelasan ini Guru Yin Chung terkejut seraya berkata , "Penjelasan yang baru saja kuberikan tak berharga. Namun penjelasanmu laksana emas! Aku mendengar bahwa jubah kepatriatan telah diturunkan oleh Hongren dan sedang menuju ke selatan. Engkaukah orangnya?"

Dengan penuh kerendahan hati Patriat Huineng mengiyakan. Atas permintaan Yin Chung, Beliau memperlihatkan jubahnya. Tak lama setelah itu Yin Chung mencukur rambut Huineng, dan menasbihkan Patriat Huineng sebagai Bhikku. Yin Chung berkata , "sejak saat ini, Huineng - Sang Patriatlah yang menjadi Guru kalian." Bahkan Yin Chung sendiri menjadi murid Sang Patriat.

Di Vihara Fa Shing. Sang Patriat memulai tugasnya sebagai Guru Zen. Di bawah kepemimpinan Beliau, Zen berkembang sanggat luas. Setahun kemudian Beliau membabarkan Dharma dan menetap di Vihara Pao Lin. Beliau memiliki 5 murid utama.

Mencapai Kesempurnaan

Pada awal musim gugur di tahun 713, Patriat mengumumkan bahwa Beliau akan wafat pada bulan berikutnya, dan pada tanggal 3 bulan 8, Beliau benar-benar wafat. Namun terjadi sebuah mukjizat, di mana sampai saat ini Jasad Beliau masih utuh.

Demikianlah riwayat hidup Patriat-VI - Huineng, yang ditulis kembali oleh murid-muridnya dalam Sutra Altar. Inilah satu-satunya karya Buddhis di Tiongkok yang diakui sebagai Sutra Buddhis. Orang mengenalnya sebagai salah satu tokoh utama dalam Buddhisme Zen, dan umat Ketuhanan menghormati sebagai Patriat akhir yang ke 6 di Bumi Timur (sebagai salah satu dari 64 Patriat Ketuhanan).

xie xie che bei, semoga semua mahkluk berbahagia
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.