• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Para Pelajar Ini Pergi ke Sekolah Melewati Hutan, Seberangi Sungai, dan Harus Dikawal

yan raditya

IndoForum Addict E
No. Urut
163658
Sejak
31 Jan 2012
Pesan
24.461
Nilai reaksi
72
Poin
48
BELASAN pelajar tingkat SD/Madrasah Ibtidaiyah (MI) asal Desa Kertasari dan Desa Cipeundeuy Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta ini tidak hidup di perkotaan. Mereka tinggal di wilayah permukiman terisolir, 30 kilometer dari pusat kota.
Namun mereka punya cita-cita setinggi langit, sama halnya seperti yang dicita-citakan para pelajar di wilayah perkotaan.
Mereka tidak disibukkan dengan gadget sebagaimana pelajar di daerah yang lebih maju.
Setiap harinya, 15 pelajar fokus belajar di MI Awalul Huda di Desa Pondok Bungur, yang lokasinya berjarak sekitar 6 kilometer dari rumah mereka.
Menuju sekolah, mental survival mereka terlatih.
Itu karena perjalanan menuju sekolah dilalui dengan melintasi jalan setapak pematang sawah, melintasi hutan bambu dan semak hingga menyebrangi sungai dengan jembatan bambu.

Tidak banyak persiapan yang dilakukan pelajar cilik itu saat hendak berangkat sekolah dengan melintasi medan seperti itu.
Jika pelajar di perkotaan memulai dengan sarapan, lain halnya dengan pelajar di kampung terisolir itu.
Namun yang pasti, pelajar cilik itu sudah terbiasa bangun lebih awal, sebelum adzan Shubuh berkumandang.
"Bangun pas mau salat Shubuh lalu sebelum berangkat, kadang suka sarapan kadang juga tidak. Tapi seringnya makan dulu, seadanya, paling sama sayur," ujar Adi Abdul Azis, pelajar kelas 4 MI Awalul Huda asal Kampung Tegal Panjang Desa Cipeundeuy Kecamatan Bojong, satu diantara 15 pelajar yang sudah terbiasa mengenal pematang sawah, hutan bambu dan air jernih Sungai Cikao yang memisahkan desa tempat tinggal mereka dengan sekolah tempat dia belajar.
Di tengah segala keterbatasan dan kemauan mereka untuk belajar itulah, 15 orang pelajar cilik yang rata-rata anak petani ini tak terpisahkan saat hendak pergi dan pulang ke sekolah.
Mereka rata-rata duduk di kelas 6 hingga kelas 3.
"Jadi berangkatnya pukul 06.00, barengan sama yang lain. Pergi bareng pulang pun bareng. Lalu nanti di jalan ada guru yang menjemput," ujar Adi.
Dia bercita-cita jadi seorang dokter. Itu kenapa dia tetap semangat menjalani sekolah, meski dengan segala keterbatasan.
"Cita-cita mau jadi dokter, biar bisa ngobatin orang tua makanya sekolah," ujar Adi.
Dengan kondisi itu ia mengaku sudah terbiasa dan tentunya, sudah lebih terlatih menaklukan keterbatasan menuju sekolah dengan kondisi infrastruktur yang tidak sebaik di perkotaan.
"Sudah biasa, sudah enggak takut. Kan mau sekolah," ujar Adi.
Bukannya pemerintah setempat tidak mau membangun infrastruktur jalan atau jembatan, itu karena dari jalan desa menuju kampung mereka terbatas lahan milik warga.
"Sejauh ini belum mengajukan bantuan pada pemerintah karena untuk perjalanan pelajar dari rumah ke sekolah selalu dikawal oleh guru-guru. Warga di kampung itu sendiri bergotong royong membuat jembatan penghubung di sungai, " ujar Mansur (45), guru di MI Awalul Huda, Selasa (15/12/2015).
Sejauh ini, kata Mansur, para pelajar itu tidak mengeluhkan perjuangan menuju sekolah. "Tapi mungkin sedikit risau kalau sudah datang hujan, soalnya jalannya licin,tapi mereka tetap ingin belajar," kata Mansur.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dirundung masalah pelik terkait keterbatasan infrastruktur di Purwakarta.
Terakhir, kasus keterbatasan infrastruktur di Desa Tajur Sindang Kecamatan Sukatani dan Kampung Karang Layung Desa Cibinong Kecamatan Jatiluhur.
Dua desa itu dipisahkan Sungai Cilalawi sedangkan tidak ada jembatang penghubung di dua desa itu. Mendengar aktifitas warga di dua desa itu menyebrangi sungai tanpa jembatan, ia pun langsung membuatkan jembatan.
"Mulai pekan ini kami sudah akan membenahi jembatan di kampung itu berbarengan dengan pembuatan jembatan di Desa Tajur Sundang," ujar Dedi.
Ia mengatakan, menangani keterbatasan infrastruktur di wilayah terisolir adalah dengan merelokasi kampung terisolir itu sendiri.
"Disana ada 124 kepala keluarga dan di Tajur Sindang ada 82 kepala keluarga. Merelokasi mereka ke tempat yang dekat dengan pusat pelayanan publik seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membuat infrastruktur," ujar Dedi.
Ia mencontohkan pembangunan jembatan dan jalan di Tajur Sindang yang membutuhkan biaya Rp 5 miliar.

"Padahal biaya untuk merelokasi warga perhitungan saya kurang dari Rp 3 miliar," kata dia.
Meski begitu, ia mengaku akan tetap berusaha merelokasi daerah terisolir dengan merelokasi warga.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.