CHAPTER TWO : BAOJUAN* IN CHINESE RELIGIOUS HISTORY
BAB DUA: GULUNGAN BERHARGA* DALAM SEJARAH KEAGAMAAN CHINA
Istilah baojuan 寶卷 [Pao Ciien]/precious scroll/gulungan berharga ini tak lain adalah amanat suci Laomu/para Buddha yang diperoleh dari ritual tulisan pasir.
Page 18
Seiwert traces the beginnings of baojuan 寶卷 to Luo Qing 羅清[1443 – 1527], a sectarian teacher in the mid-Ming whose works were first published in 1503. Whether or not he composed the first baojuan 寶卷 , Luo Qing 羅清, also known as Luo Menghong羅夢鴻, was certainly the first sectarian author about whom we have firm biographical information.43)
Seiwert melacak awal mula baojuan 寶卷 ke Luo Qing 羅清[1443 – 1527], seorang guru sektarian pada masa pertengahan Dinasti Ming yang karyanya diterbitkan pertama kali tahun 1503. Luo Qing 羅清, yang juga dikenal sebagai Luo Menghong羅夢鴻, adalah penulis sektarian pertama yang informasi riwayat hidupnya kita ketahui dengan pasti walau kita tidak tahu apakah dia orang yang pertama kali menulis baojuan 寶卷.
Born in Shandong, and spending most of his life teaching northwest of Beijing, he attracted a large following drawn from all levels of society during his teaching career, and his writings also influenced later religious teachers and authors.44)
Lahir di Shandong [Shantung] dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai guru di Beijing barat laut, dia memikat banyak pengikut dari semua tingkat sosial selama karirnya sebagai guru, dan tulisan-tulisannya kelak mempengaruhi banyak guru agama dan banyak penulis keagamaan di kemudian hari.
A former soldier, Luo's teachings drew on the texts mentioned above and established many foundations for later baojuan 寶卷 , although he was certainly not the only source of inspiration for later teachers. Significantly, he used the term 'baojuan' 寶卷 to refer to two of his five major works: “The Precious Volume of Self-Determination, Needing Neither Cultivation nor Verification, Which Rectifies Belief and Dispels Doubt” (Zhengxin Chuyi Wuxiu Zhengzizai Baojuan 正信除疑無修證自在寶卷)
Sebagai seorang mantan tentara, ajaran-ajaran Luo diambil dari teks yang disebutkan di atas (yaitu mengenai Wu Sheng Lao Mu dan akhir zaman) dan menjadi dasar bagi baojuan 寶卷 berikut-berikutnya, walaupun Luo Qing bukan satu-satunya sumber inspirasi bagi guru-guru berikutnya. Secara signifikan, dia menggunakan istilah 'baojuan' 寶卷 untuk dua dari lima karya utamanya: “Gulungan Berharga” 寶卷 Keteguhan Diri 自在, yang tidak 無 memerlukan Pembinaan 修 ataupun Verifikasi 證, yang Membetulkan Kepercayaan 正信 dan Mengusir Keraguan 除疑(Zhengxin Chuyi Wuxiu Zhengzizai Baojuan 正信除疑無修證自在寶卷)
43) Seiwert gives his personal name as Menghong, and provides three examples of homonymic characters used to write it: 夢鴻;孟洪;孟鴻. Hubert Seiwert and Ma Xisha, Popular Religious Movements and Heterodox Sects in Chinese History (Leiden: Brill, 2003), 217; 228.
44) For a look at some later texts directly influenced by Luo's teachings, see Overmyer, Precious Volumes, 124-135
Page 20
While most baojuan 寶卷 were copied by hand, many were printed, although the texts themselves may have existed in manuscript form before being published. Most of the texts that still exist today were printed between the Zhengde 正德[1506 – 1521] era of the Ming and the Kangxi 康熙[1662 – 1722] era of the Qing, in a style imitating that of Buddhist scriptures.
Walaupun ada baojuan 寶卷 yang diperbanyak dengan cara disalin secara manual, banyak baojuan yang dicetak oleh percetakan, meskipun teks itu sudah eksis dalam bentuk manuscript sebelum dipublikasikan. Kebanyakan teks yang masih eksis hingga kini, dengan sebuah gaya yang meniru kitab suci Buddhis, dicetak antara masa pemerintahan Dinasti Ming di bawah kaisar Ming Wuzong 明武宗 alias Zhu Houzhao 朱厚照 era Zhengde 正德[1506 – 1521] dan masa pemerintahan Dinasti Qing di bawah Kaisar Qing Shengzu 清聖祖 alias Aisin Giorro Xuanye 愛新覺羅玄燁 era Kangxi 康熙[1662 – 1722].
Page 21
She [Catherine Bell] argues that the later texts of the 'spirit-writing' genre, where scripture is produced by a medium and transcribed into an intelligible text, may be seen as the result of this process.
Catherine Bell berpendapat bahwa naskah-naskah berikutnya dengan gaya ‘penulisan-roh’, dimana sebuah naskah diproduksi melalui sebuah medium dan ditulis dalam teks yang dapat dimengerti, mungkin bisa dilihat sebagai hasil dari proses ini.
Page 22
Luo's teachings were directed to soldiers and officials, not to monks and nuns immersed in the traditions of the Buddhist canon. One result of this is that many baojuan 寶卷 tend to be critical of priests, whereas the earlier sutra commentaries and sujiang support the monastic order.56)
Ajaran-ajaran Luo ditujukan untuk tentara dan aparat pemerintah, bukan kepada biarawan dan biarawati yang terbenam dalam tradisi kanon Buddhis. Salah satu dampak dari hal ini adalah banyak baojuan 寶卷 yang cenderung kritis kepada para biarawan, yang mana komentar sutra sebelumnya biasanya mendukung ordo biarawan.
Lay life does not appear as secondary or less important then monasticism, but as the natural setting for religious activity.57) This no doubt enhanced the appeal of sectarian teachings to laypeople.
Kehidupan awam tidak nampak sebagai kehidupan kelas dua atau kehidupan tidak penting dibandingkan kehidupan membiara, namun nampak sebagai kehidupan alamiah untuk aktivitas keagamaan. 57) Hal ini tak diragukan lagi meningkatkan daya tarik ajaran sektarian ini bagi orang awam.
Baojuan 寶卷 preach a universal message, a description of the world and the cosmos which applies to all types of people, and yet in formulating such a message religious groups dismissed the teachings of competing sects as heterodox. Texts usually open with a description of the creation of the world, often leading into the central mythologies of the Eternal Mother and Maitreya.58)
Baojuan 寶卷 mengkhotbahkan sebuah pesan universal, sebuah gambaran mengenai dunia dan semesta yang dapat diterapkan ke semua jenis orang, dan dalam memformulasikan sebuah pesan itu kelompok keagaaman itu tak segan menganggap ajaran dari sekte-sekte yang bersaing dengannya sebagai ajaran heterodoks/menyimpang. Teks-teks biasanya dibuka dengan sebuah gambaran mengenai penciptaan dunia, yang seringkali berpusat pada mitologi Lao Mu dan Maitreya. 58)
Most baojuan 寶卷 also included a description of a future apocalypse which would result in the destruction of the world, and thus in their teachings encapsulated the entire history of the universe. Followers of the sectarian teaching were taught that they were part of an elect few who would be spared from the sufferings and disasters of this coming calamity. As Richard Shek observes, while the opportunity of salvation was open to all, only those who joined the sect would be saved.59)
Kebanyakan baojuan 寶卷 juga mencakup sebuah gambaran kiamat masa depan yang akan menghancurkan dunia, dan karena itu ajaran mereka seolah meringkas seluruh sejarah semesta. Pengikut dari ajaran sektarian ini diajarkan bahwa mereka adalah orang-orang terpilih, yang jumlahnya sedikit, yang akan tersisa/terselamatkan dari penderitaan dan bencana dari kiamat yang menjelang datang itu. Sebagaimana yang Richard Shek amati, walaupun kesempatan penyelamatan terbuka untuk semua orang, namun hanya mereka yang bergabung sekte itu yang akan diselamatkan. 59)
56) Overmyer, Precious Volumes, 11-12. See appendix A for criticism of monks.
57) Overmyer, Precious Volumes, 275-276.
58) See for example Huang Yupian's discussion of the Gufo Tianzhen Kaozheng Longhua Baojing, which opens with “From the unbeginning, [there was] neither heaven nor earth, neither sun nor moon, neither people nor animals; from within the true emptiness, transformed forth the honoured one, the Ancient Buddha of the True Heaven Without Limit.” Sawada Mizuho, Kochu Haja Shoben (Corrected and Annotated A Detailed Refutation of Heresy) (Tokyo: Dai'ichi Shobo, 1972), 19. Also see the
opening chapter of the Chuxi Baojuan 出西寶卷. Zhang Xishun, ed. Baojuan Chuji ('Precious Volumes', First Collection) Vol. 19, ([Taiyuan?]: Shanxi Renmin Chubanshe, 1994), 301-311.
59) Richard Shek, “Sectarian Eschatology and Violence” in Violence in China: Essays in Culture and Counterculture eds. Jonathan N. Lipman and Stevan Harrel (Albany: State University of New York Press, 1990), 98-102.
Page 23
The central deities of most baojuan 寶卷 were the Eternal Venerable Mother / Wu Sheng Lao Mu 無生老母 and Maitreya. As mentioned above, from the time of Luo Qing羅清 the Eternal Venerable Mother had assumed paramount importance in the mythologies of sectarian teachings. While the roots of this deity extend possibly as far back as the 13th century, Luo's inclusion of the Eternal Mother myth in his writings seems to have been the major inspiration for her incorporation and development by later sectarian writers.60)
Makhluk surgawi yang menjadi pusat pembahasan baojuan 寶卷 adalah Wu Sheng Lao Mu 無生老母 dan Maitreya. Seperti yang disebutkan sebelumnya, sejak era Luo Qing 羅清(1443-1527), Laomu 老母 telah menjadi mitologi yang paling penting bagi ajaran sektarian ini. Akar dari mitos Lao Mu 老母 ini dapat dilacak hingga ke abad 13, kebiasaan Luo Qing 羅清memasukkan mitos Laomu ke dalam tulisannya nampaknya menjadi inspirasi utama bagi penulis-penulis berikutnya untuk memasukkan Lao Mu ke dalam tulisan mereka dan mengembangkannya lebih lanjut.
However, even he was building upon an earlier tradition, as evidenced by the appearance of mother-goddesses in the Huangji Baojuan 皇極寶卷 mentioned above, some of which are referred to as “Venerable Mother” / Lao Mu老母. 61)
Bagaimanapun juga, walaupun Luo Qing 羅清membangun ajarannya berdasarkan tradisi sebelumnya, seperti yang dibuktikan dengan munculnya Tuhan Mama dalam Huangji Baojuan 皇極寶卷 yang disebutkan sebelumnya, beberapa di antaranya jelas-jelas disebut sebagai Lao Mu 老母. 61)
While the creation of the world and the establishment of the original religious doctrine was the work of the Ancient Buddha / Gu Fo 古佛, the Eternal Mother / Wu Sheng Lao Mu 無生老母 functions as the spiritual mother of all humankind, a personal deity full of compassion.62) She is described as residing in a heavenly palace, saddened at the low state to which humanity has fallen.
Bila penciptaan dunia dan penetapan ajaran keagamaan yang asli sebagai karya dari Buddha Purba / Gu Fo 古佛, maka Wu Sheng Lao Mu 無生老母 berfungsi sebagai bunda spiritual bagi seluruh umat manusia, sejenis tuhan personal yang penuh welas asih. 62) Laomu 老母 digambarkan tinggal di sebuah istana surgawi, bersedih hati melihat umat manusia yang terjatuh dalam tingkat yang rendah.
Buddha Maitreya (Mile Fo 彌勒佛), a figure from the Buddhist tradition, also appears in many baojuan 寶卷, including the Chuxi Baojuan 出西寶卷 translated in appendix A. He operates as a messenger for the Eternal Mother, bringing the true teachings down to earth where those who hear and believe in them will be saved. In other contexts he takes on a more political role, appearing as a future leader of the world.63)
Buddha Maitreya (Mile Fo 彌勒佛), sebuah tokoh dari tradisi Buddhis, juga muncul dalam banyak baojuan 寶卷, termasuk Chuxi Baojuan 出西寶卷 (yang diterjemahkan dalam Appendix A tesis ini). Buddha Maitreya berperan sebagai utusan Laomu 老母 , membawa ajaran sejati turun ke bumi dimana mereka yang mendengar dan percaya dengan ajarannya akan diselamatkan. Dalam konteks yang lain Buddha Maitreya mengambil peran yang lebih politis, muncul sebagai pemimpin dunia di masa depan. 63)
This political nature of Maitreya is not always present in all the texts; he may simply be delivering religious teachings which do not require political or social change except within the religious community itself, much like Shakyamuni Buddha.64)
Sifat politis Maitreya ini tidak selalu nampak dalam semua baojuan, biasanya Buddha Maitreya hanya menyampaikan ajaran religius yang tidak mensyaratkan perubahan politik dan sosial kecuali dalam komunitas religius yang bersangkutan, seperti Buddha Sakyamuni. 64)
By the late-Imperial period, Maitreya (Mile 彌勒) was still an important figure in orthodox Buddhism, although since the Song dynasty his image had largely been supplanted by that of the Budai Monk (Budai Heshang 布袋和尚), the fat laughing figure which greets visitors at Chinese temples even today.65)
Pada periode akhir kekaisaran China (Ming & Qing), Maitreya (Mile 彌勒)tetap merupakan sebuah tokoh penting dalam Buddhisme orthodox (=sejati), yang sejak Dinasti Song, citra Buddha Maitreya telah disamakan dengan citra Bhiksu Berkantong / Budai Heshang 布袋和尚,tokoh yang gemuk yang tertawa, menyambut para pengunjung di bio/miao/kelenteng orang-orang Chinese bahkan hingga hari ini. 65)
It is clear however that in baojuan 寶卷 texts Maitreya (Mile 彌勒)was often linked to discussions about social and political topics. The Dragon Flower Assemblies (Longhua Hui 龍華會) of the Dragon Flower Sutra were said to be modeled on religious assemblies presided over by Maitreya (Mile 彌勒); this in turn served as a model or inspiration for religious groups forming their own communities.66)
Jelas sekali bagaimanapun juga dalam teks baojuan 寶卷, Maitreya (Mile 彌勒) sering terkait dengan diskusi yang membicarakan topik sosial dan politik. Persamuan Bunga Naga (Longhua Hui 龍華會) ** yang berpedoman pada sutra Bunga Naga / Longhua 龍華 disebut sebagai sebuah model dari persamuan/perkumpulan keagamaan yang dipimpin oleh Maitreya (Mile 彌勒); yang pada gilirannya memberikan sebuah model atau inspirasi bagi berbagai kelompok keagamaan yang juga mengagungkan Maitreya untuk membentuk komunitas sendiri.
**[catatan penerjemah : saya pribadi kadang menerjemahkan 華 bukan sebagai ‘Bunga’ tapi ‘(Tiong)hua’. Suku Hua華, suku nenek moyang orang China/Tionghoa oleh sebagian sejarawan disebut juga sebagai Suku Bunga karena memang bila dianalisis dari simbol tulisannya, Hua(華) memang menggambarkan ‘Bunga’ yang sedang mekar].
Maitreya (Mile 彌勒) was also said to descend one day to earth to “take control” (zhangshi 掌世), a phrase with clear political intentions and one which Huang Yupian 黃育楩 was to argue against in his Poxie Xiangbian 破邪詳辯 (A Detailed Refutation of Heresy).67)
Maitreya (Mile 彌勒)juga dikatakan akan turun ke dunia suatu hari untuk “mengambil kendali” (zhangshi 掌世)
63 Daniel L. Overmyer, “"Messenger, Savior, and Revolutionary: Maitreya in Chinese Popular Religious Literature of the Sixteenth and Seventeenth Centuries" in Maitreya, the future Buddha, eds. Alan Sponberg and Helen Hardacre (Cambridge University Press, 1988), 110-115.
64 Seiwert and Ma, 358.
65 Zhao Chao, "Lüetan Fojiao Zaoxiangzhong Mile Xingxiang de Yanbian (A Brief Discussion of the Evolution of the Form of Maitreya in Buddhist Statues)" in Budai Heshang Yu Mile Wenhua (The Budai Monk and Maitreyian Culture) ed. He Jingsong (Beijing: Zongjiao Wenhua Chubanshe, 2003),48.
66 Daniel L. Overmyer, “Values in Chinese Sectarian Literature: Ming and Ch'ing Pao-chüan” in Popular Culture in Late Imperial China eds. David Johnson, Andrew J. Nathan and Evelyn S. Rawski (Berkeley: University of California Press, 1985), 241; 221.
67 See below, pp. 65-96.