• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[MAITREYA] Renungan Hari Ini

Orang yang selalu mencari-cari alasan bagi pembenaran dirinya, tidak akan memperoleh kemajuan untuk selamanya.


Keberhasilan besar dalam kehidupan adalah kebangkitan kembali dari suatu kegagalan.


Manusia tidak bisa terhindar dari perbuatan salah, yang dikhawatirkan adalah tidak berkeinginan untuk memperbaikinnya, memperbaiki kesalahan bukanlah hal yang sulit.


Kosongkan Cawan .... bila ingin memahami kebenaran sejati (Dhamma), lalu isi kembali setetes demi setetes .....
 
Thien itulah kebenaran....
Thien itulah kesadaran....
Thien itulah kesucian...
Thien itulah kesempurnaan...
Thien itulah Maha segalanya.....
Thien juga bersemayam di dalam diri semua makhluk hidup....
Hanya dengan Thien orang2 baru bisa mencapai kebebasan tertinggi.....
 
So many of us spend so much time complaining bitterly about the things we need but do not have,
that we forget we are really here to see to the needs of others less fortunate than ourselves.
Only then can we see how truly blessed with abundance we are.



Banyak di antara kita yang terus menerus mengeluh tentang apa yang kita butuhkan tapi tidak miliki,
sampai membuat kita lupa bahwa keberadaan Kita disini adalah untuk "memperhatikan" (re: menjaga) apa yang dibutuhkan oleh mereka yang lebih tidak beruntung dari pada kita.
Hanya dengan demikian, akan dapat disadari bahwa betapa berkelimpahan kita sebenarnya dikaruniai.


..


If your ideas aren’t working, look within yourself;
If you are kind to people and they don’t reciprocate, take a look at your kindness.
If you give people orders and they don’t follow them, take a look at your orders.
If you pay respect to people and they don’t return it, take a look at your manners.​



Jika berbagai pemikiranmu tidak berhasil, maka lihatlah ke dalam diri sendiri
Jika Anda telah ramah terhadap yang lain dan tetap diabaikan, maka periksalah kembali 'keramahanmu'
Jika Anda memberi petunjuk kepada yang lain namun mereka tidak mengikutinya, maka periksalah kembali 'petunjukmu".
Jika Anda telah memberi hormat kepada yang lain tetapi mereka tidak membalasnya, maka periksalah kembali perilaku-mu.



.
 
In material matters, one who is “satisfied with his lot” has attained a very high level.
But in spiritual matters, to be satisfied with one’s lot is the worst deficiency, and leads to decline.



Dalam urusan duniawi, mereka yang "puas akan pencapaian" telah mencapai tingkat yang tinggi.
Tetapi dalam urusan spiritual, "puas akan pencapaian" adalah kekurangan yang sangat parah, dan mengarah menuju kejatuhan.



***
 
Master Hsuan Hua:
The ancient sages always blamed themselves.
Modern people, however, look for faults in others instead of acknowledging their own faults
.


Para suci dahulu, senantiasa menyalahkan diri sendiri.
Manusia modern, sebaliknya, mencari kesalahan orang lain dan tidak mengakui/berusaha menyadari kesalahan diri sendiri.



***
 
batin yang cerah itu apa adanya. ia tidak berusaha menjadi baik, tidak berusaha menampilkan sesuatu kebajikan agar dapat dihargai dan dipuji.

batin yang cerah itu tidak ada rasa takut, tidak mengagungkan sesuatu, tidak mengkultuskan seseorang/ individu.

batin yang cerah itu tidak menuntut diakui, tidak berdebat, tidak mempermasalahkan hal2 yang sepele< duniawi>.

batin yang cerah itu tidak cinta kasih , apalagi kasih semesta.....ia tidak dapat disebut memiliki apa2...tapi apapun yang keluar dari dirinya adalah kasih tiada tara, kasih tanpa pamrih. dan itupun orang2 yg menilainya. Bagi nya, batin yang cerah , semua hanyalah sebuah kewajaran. Seharusnya kembali pada semula jadi , yakni kekosongan.
 
" Selanjutnya " Moggalana, engkau seharusnya melatih diri dengan cara ini :
'Saya tidak akan menyampaikan percakapan yang menyebabkan pertengkaran.'
Demikianlah seharusnya engkau melatih diri.
Jika ada percakapan yang menyebabkan pertengkaran, berarti kata-katanya terlalu banyak, kalau terlalu banyak kata-kata, pasti ada ketidak-tenangan,
dia yang tidak tenang akan kehilangan pengendalian diri, dan jika dia tidak terkendali, pikirannya akan jauh dari konsentrasi.'



(Pacala Sutta, Anguttara Nukaya 7.58)
 
Bumi adalah sekolah bagi jiwa agar dapat kembali ke semula jadi.

Karma bukan hadiah maupun hukuman, karma adalah bagian dari pelajaran.

Peristiwa dan semua kejadian adalah mata pelajaran.

Jika ia timbul karena sebab, selesaikan dengan perdamaian.

Hidup tidak harus selaras, tapi hidup bisa ada harmonis.

Yang tidak selaras akan berselisih, sehingga masing2 jadi sadar bahwa tidak ada keselarasan secara global. Dengan demikian bisa tercipta harmonis.
Jika masih belum sadar akan ketidak selarasan global , maka masih diperlukan perselisihan. Sampai masing2 sadar . Itulah pembelajaran dan sekolah bagi jiwa.
 
"Para Bhikkhu, bilamana orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya, Dhamma, Sangha, janganlah karena hal ini kamu membenci, dendam atau memusuhinya.
Bilamana karena hal tersebut kalian marah atau merasa tersinggung, maka hal itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian, dan mengakibatkan kalian marah dan tidak senang.
"Tetapi bilamana ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan
Saya, Dhamma, Sangha, maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan
menunjukkan kesalahannya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar, atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami, dan bukan kami".



(Brahmajala Sutta; Digha Nikaya 1.1)

"Sesungguhnya Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia,
baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yg akan datang."


(Angganna Sutta; Digha Nikaya 3.4)
 
Sebagaimana ia mengajari orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat. Setelah
ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, hendaklah ia melatih orang lain.
Sesungguhnya amat sukar untuk mengendalikan diri sendiri.


(DHAMMAPADA, syair 159)



Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi
suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seorangpun yang
dapat mensucikan orang lain. (DHAMMAPADA, syair 165)
 
Batin Yang dewasa adalah batin yg sederhana. tidak ada rasa takut dan menutup diri. ia telah kehilangan minat hal2 duniawi, yakni nama baik, keuntungan, dan kemenangan.

Batin yang mulai jujur dan hidup apa adanya....batin ini baru bisa mengerti apa itu kebenaran. Batin ini baru bisa memasuki pintu kerohanian dan mencapai kebenaran mutlak .

Selain itu ada batin2 yang dikategori sebagai batin simpatisan, batin yang ikut ikutan dan batin yang memiliki hobi spiritual saja. Batin yg demikian masih bermain2 di halaman luar gerbang kerohanian. ibarat wisatawan kerohaniawan.
 
BERJUANGLAH ... (SAMMA-SAMADHI) [Puisi Dharma]

Kelahiran ku telah lama terjadi
Masa kanak-kana sudah kulewati
Masa remaja yang berkesan indah
Penuh canda-ria juga telah ku lalui

Kedewasaan ku yang penuh sukha dukkha
Banyak Rintangan Godaan dan Hambatan
Semua sudah berlalu meski berat kurasakan
Aku pernah merasa bahagia secara duniawi

Sekarang aku memasuki usia tua
Aku sering sakit hingga ingin mati saja
Tapi semua yang kujalani tak banyak berarti
Dibandingkan Dharma ajaran Buddha

Kini sisa hidup ku tinggal sedikit lagi
Aku baru ingat Sabda Buddha terakhir kali
Berjuanglah! Berjuanglah! Jangan Lengah..
Dan saat ini aku baru sadari arti kata-kata itu

Bahwa aku harus ber Samadhi dengan benar
Agar aku dapat mengatasi usia tua sakit dan mati
Tak ada kata yang lebih baik dan indah
Selain Berjuanglah! Berjuanglah! Jangan Lengah!

Dibuat di Pa Au Pusat Meditasi, Myanmar.
Minggu, 18 November 1996, jam 12.00.
 
Dhammatha Vagga

XIX. ORANG ADIL

  1. Seseorang yang mengadili suatu kasus dengan gegabah [prasangka sepihak] tidaklah dapat dikatakan sebagai orang adil. Orang bijak menyidik secara sakmana baik yang benar maupun yang salah.
  2. Orang yang mengadili suatu kasus dengan takgegabah, adil, dan memegang hukum sebagai patokan; ia yang bijak ini patut digelari sebagai orang adil.
  3. Bukanlah karena banyak berbicara seseorang dianggap sebagai orang bijak. Orang yang tentram, tanpa rasa benci dan takut itulah yang dapat disebut sebagai orang bijak.
  4. Bukanlah karena banyak berbicara seseorang dianggap sebagai pakar Dhamma. Orang yang walaupun belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya itulah yang [lebih] patut disebut sebagai pakar Dhamma.
  5. Bukanlah karena rambutnya beruban seseorang disebut sebagai Sesepuh (Thera). Orang yang hanya tua usianya itu disebut sebagai tua renta yang melompong [tanpa arti].
  6. Barangsiapa menembus kebenaran dan mencapai Dhamma [adiduniawi], tidak bersifat kejam, berpenguasaan diri, terkendali; orang arif yang terbebas dari noda batin inilah yang patut disebut Sesepuh.
  7. Bukanlah karena fasih berbicara dan berparas cemerlang seseorang dapat menjadi orang baik apabila masih memiliki keirihatian, kekikiran dan keculasan.
  8. Barangsiapa dapat mencabut prilaku buruk semacam itu hingga ke akar-akarnya; orang arif yang terbebas dari noda batin inilah yang layak disebut orang baik.
  9. Meskipun berkepala gundul, seseorang yang tak bersusila dan suka berdusta tidaklah dapat disebut sebagai pertapa. Bagaimana mungkin orang yang penuh keirihatian dan keserakahan itu menjadi pertapa?
  10. Barangsiapa dapat menghentikan segala kejahatan, besar atau kecil, ia patut disebut pertapa karena telah mengalahkan segala kejahatan.
  11. Bukan hanya karena meminta-minta makanan dari orang lain, seseorang disebut sebagai bhikkhu. Apabila masih berprilaku seperti perumah-tangga, ia tidaklah pantas disebut sebagai bhikkhu.
  12. Siapa pun dalam agama ini, yang telah menanggalkan kebajikan maupun kejahatan, menempuh kehidupan suci, yang dengan pengetahuan menembus hakikat dunia [khandha] ini; dialah yang disebut sebagai bhikkhu.
  13. Bukanlah karena berdiam diri, orang dungu yang taktahu apa pun dianggap sebagai orang suci. Orang bijak yang bagaikan memegang neraca dapat menimbang serta memilih hal-hal yang baik, dan menanggalkan yang buruk itulah yang disebut orang suci. Selain itu, ia yang memahami hakikat kedua dunia [khandha] juga disebut orang suci.
  14. Bukanlah karena berdiam diri, orang dungu yang taktahu apa pun dianggap sebagai orang suci. Orang bijak yang bagaikan memegang neraca dapat menimbang serta memilih hal-hal yang baik, dan menanggalkan yang buruk itulah yang disebut orang suci. Selain itu, ia yang memahami hakikat kedua dunia juga disebut orang suci.
  15. Apabila masih menganiaya makhluk lain, seseorang tidak disebut sebagai orang suci. Karena tidak lagi menganiaya segala jenis makhluk lain, seseorang disebut sebagai orang suci.
  16. Duhai para bhikkhu, apabila belum terbebas dari noda batin, janganlah Engkau merasa puas [dan berpangku-tangan] hanya karena telah melaksanakan sila dan nadar, banyak belajar, mencapai pemusatan, bertinggal di tempat sunyi.atau hanya karena berpikir "Saya telah merasakan kebahagiaan penglepasan yang tidak dinikmati orang awan"
 
Kosongkan dulu cangkir Anda ........

Nan-In , Guru Zen pada era Meiji (1868-1912) menerima kunjungan seorang Professor yang ingin memahami mengenai Zen. Nan-In menyuguhkan teh. Ia menuangkan air teh ke cangkir sang tamu hingga penuh, lalu tetap menuangkan air ke dalamnya. Sang Professor yang mengamati air meluber dari cangkir, kaget dan berkata ” Ini sudah penuh. Tak akan dapat masuk lagi !”. “Seperti cangkir ini,” kata Nan-In, “Anda penuh oleh pendapat dan perkiraan. Bagaimana saya dapat menunjukkan kepada Anda mengenai Zen sebelum Anda terlebih dahulu mengosongkan cangkir Anda”
 
...........
A life without love is like a hearth without fire—only cold ashes remain.
.........​
 
Pertapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.
Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya.
Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal.
Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh
arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan.
Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya.
Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda.
Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai.
Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama.
Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi.
Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda,
"Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda.
Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih.
Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain,
walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting.
Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai.
Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.
"Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan.
Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan ?"

Seketika itu, si pemuda tersadar.
"Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu.
Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan.
Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan."

Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia,
entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.

Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang.
Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.

Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak.

Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan
pula bagi kita yang membantu.

:)
 
245. Apabila terdapat pertentangan pendapat dalam pembicaraan, dapat diduga akan banyak perdebatan, apabila terdapat banyak perdebatan, seseorang akan timbul emosinya, dengan timbulnya emosi, seseorang tidak akan dapat mengendalikan diri, dan bila seseorang tidak dapat mengendalikan diri, pikirannya jauh dari konsentrasi.

Anguttara Nikaya Jilid IV Halaman 87


246. Terdapat enam bahaya dari ketagihan terhadap minuman keras: kehilangan kekayaan, meningkatnya perselisihan, kesehatan yang memburuk, kehilangan nama baik, melakukan hal-hal yang tidak senonoh, dan kecerdasan yang melemah.


248. Dengan memiliki dua hal dalam kehidupan saat ini, seseorang akan hidup dalam banyak kemudahan dan kebahagiaan, secara pasti mengarah kepada berakhirnya kekotoran batin. Apakah kedua hal tersebut? Bersemangat membara dan melakukan usaha dengan gigih.

249. Apakah persahabatan dengan kebajikan itu? Persahabatan dengan kebajikan adalah mengikuti, memperbanyak sahabat dan pergaulan dengan orang-orang yang memiliki kenyakinan, berbudi luhur, terpelajar, murah hati dan bijaksana; berjalan dan bergaul dengan mereka, menyayangi mereka, memiliki semangat tentang mereka, bersatu dengan mereka.

:)
 
“If you want others to be happy, practice compassion.
If you want to be happy, practice compassion.”




@@@​
 
We need to learn from suffering.
Because only after we have understood the nature of suffering can we understand true happiness.
''Happiness and safety can't be individual matters.
If you have peace on your side, only then can you promote peace in the world.
Individual happiness is impossible, as is individual suffering.
Because we are not one but a collective.''

Thay, dalam sebuah wawancara oleh Times of India,
menanggapi ledakan yang terjadi di Agartala, Tripura.
2 Oct'08

@@
 
Sebuah senyuman tidak bernilai tetapi dapat memberi banyak. Ia memperkaya mereka yang menerimanya, tanpa membuat lebih miskin bagi mereka yang memberi. Hanya dibutuhkan sekejap untuk melakukannya, tetapi ingatan akannya terkadang berlangsung selamanya. Tidak ada orang yang sudah terlalu kaya atau terlalu kuat sehingga tidak lagi membutuhkannya, dan tidak ada yang terlalu miskin hingga tidak dapat lagi terbantu olehnya.

Sebuah senyuman membawa keceriaan ke dalam rumah, memperkuat rasa saling percaya dalam bisnis dan materai bagi persahabatan. Ia menyejukkan mereka yang kelelahan, sumber keceriaan bagi mereka yang patah semangat, dan membawa kehangatan bagi mereka yang diterpa kesedihan, pada dasarnya adalah antidot bagi berbagai kesulitan.

Namun tetap saja ia tidak dapat dibeli, dengan memohon sekalipun, tidak dapat dipinjam, apalagi dicuri; Karena ia ada sesuatu yang tidak berarti apa-apa bagi siapapun sampai ia dipersembahkan dari dalam hati.

Banyak orang yang telah terlalu letih untuk memberi senyuman. Bagi mereka, berikan satu milikmu, karena tidak ada yang lebih membutuhkannya daripada mereka yang tidak lagi memilikinya
.



Dalam Maitri, ...

.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.