• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Labuan Bajo: Jejak Perkembangan Kota yg Lekat dengan Tradisi Multikultur

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.370
Nilai reaksi
23
Poin
0
.



Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air & Kampung Baru, Labuan Bajo.

Oleh:Agni Malagina

Oo aa ee ii dee, Si li nan ga mbom badjo to e be ti toe ka ge toe ka gee!

Toe ka toe ka goo, aa ee aa be ti, ma lon tee kaa gee

(Dalam perjalanan keLabuan Bajo, perutku tak pernah kurasa sesakit ini. Aduh perutku, aduh perutku)

Intisari-Online.com -Penggalan syair lagu rakyatManggarai Baratdi atas didokumentasikan oleh seorang Pastor SVD yg bernama Piet Heerkens dalam bukunya yg berjudulFloresManggarai yg terbit pada 1930.

Keseluruhan syair lagu tersebut menceritakan mengenai Rado Sawi Ndao yg ditelan Mpo atau buaya & masuk ke perut buaya itu. Dengan mengpakai pisaunya, Rado Sawi Ndao menggelitiki perut buaya akbar yg berenang di laut ke beberapa daerah seperti Mborong, Reok, danLabuan Bajohingga akhirnya Rado Sawi Ndao keluar dari perut buaya.

Sepotong syair itu merekam penggunaan mengatakan Labuan Bajo pada tahun 1930. Melacak sejarah penggunaan mengatakan Labuan Bajo tak akan lepas dari menelisik sejarah kotaLabuan Bajo, KabupatenManggarai BaratsekaligusFlores sebuah pulau yg dinamai Cabo deFlores. NamaFloresberasal dari bahasa Portugis yaitu Cabo deFloresyang berarti Tanjung Bunga.

Nama tersebut semula diberikan oleh S.M. Cabot untuk menyebut wilayah timur dari PulauFlores. Akhirnya di pakai secara resmi sejak 1636 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Sebuah studi yg cukup mendalam oleh Orinbao pada 1969, mengungkapkan bahwa nama asli sebenarnya pulauFloresadalah Nusa Nipa (pulau ular) yg dari sudut antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna filosofis, kultural, & tradisi ritual masyarakatFlores. Sejarah mencatatFlores-Sumba-Timor sebagai penghasil cendana wangi terbaik di dunia khususnya pada zaman ke-3 hingga zaman ke-18.

Sejauh ini, namaLabuan Bajotercatat dalam laporan Jacques Nicolas Vosmaer dalam laporan Koloniale Jaarboeken Maandschrift tot Verspreiding van Kennis der Nederlandsche en Buitenlandsche Overzeesche Bezittingen pada 1862 yg menyebutkan bahwa dalam artikel tahun 1833 dilaporkan sebuah perjalanan laut menuju 'Laboean Badjo'. Belum ditemukan catatan Belanda yg lebih tua dari karya tersebut yg mencantumkan mengatakan Laboean Badjo atauLabuan Bajo.

Labuan Bajomemiliki makna tempat berlabuhnya suku Bajo begitu menurut sejumlah warga & tokoh masyarakat diLabuan Bajo. Haji Sahamad salah satunya.

Tempat pendaratan orang-orang Bajo di wilayah Manggarai ini,ujar sosok keturunan Bajo yg dituakan oleh masyarakat suku Bajo Bugis Bima di Kampung Cempa (Kampung Ujung), Kampung Tengah & Kampung Air,Labuan Bajo.

Yang saya ingat dulu ada punggawa atau bangsawan Bajo di sini, karena itu kakek & leluhur saya, jelas Sahamad.

Dia pernah menerbitkan kamus empat bahasa yaitu: Bajo, Bugis, Bima, & Inggris sebagai buah kerja samanya dengan salah satu pastor Katolik dari Belanda beberapa belas tahun silam.

PenyebutanLabuan Bajosemakin intensif terekam dalam catatan Belanda pada akhir zaman ke-19 & awal zaman ke-20, terlebih lagi sejak masa misionaris Katolik mulai bergiat diFlores. Namun, terdapat penyebutan Laboean Badjak pada petaFloreskuna bertarikh 1874 dibuat oleh J.G. Veth & diterbitkan di Amsterdam. Mengapa?

Hal ini dapat kita kaitkan dengan sejarah panjang keberadaan Kerajaan Gowa Tallo di Sulawesi Selatan & Suku Bajo. Kerajaan Gowa berdiri pada tahun 1300, sejak awal kerajaan tersebut melebarkan pengaruhnya dengan mengpakai punggawa armada laut. Hubungan Kerajaan Gowa meliputi Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Sumbawa,Flores, Timor, Maluku, Papua, & Australia bagian utara.

Hubungan tersebut semakin intensif dipererat pada masa Raja Tunibatta (Gowa) mengirim utusan untuk menjalin hubungan dengan Sumbawa, Sumba, Timor,Flores, Maluku pada tahun 1565. Pada tahun 1626, Kerajaan Gowa menguasai pulauFlores, khususnyaFloresBarat, Solor, & Alor. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan usaha Portugis & VOC memperluas wilayah kekuasaan di Nusantara.

Sejak saat itu, pengaruh budaya & pergerakan manusia dari Sulawesi keFloresterutamaFloresBarat terjadi semakin intensif. Selain Gowa Tallo, Kerajaan Makassar di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin, Makassar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan & memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa & sebagianFlores).

Pada 1661, Manggarai takluk pada Kerajaan Bima. Berselang enam tahun, kekuasaan Gowa di Mangagrai berakhir karena Gowa kalah perang menghadapi Belanda (VOC) sehingga harus menandatangani perjanjian Bongaya & orang Makassar dilarang mengirimkan bahtera ke Bima, Solor, & Timor. Hampir seabad berselang, tahun 1795 bajak laut suku Bajo ternama dari Halmahera beroperasi di sekitar LautFloreshingga ke kawasanManggarai BaratFlores.



Penelitian Adrian B. Lapian dalam bukunya Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX yg terbit pada 2009 pun menyebutkan bahwa kawasan ini jadi kawasan favorit bajak laut beroperasi. Pada 1823 terdapat Bajak lau Illano, Sulu, Bajo, & Tobelo yg mulai menyerbu ke pesisir Manggarai bagian utara. Para bajak laut mendirikan pangkalan di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Kawasan ini merupakan kawasan strategis untuk mencegat pelayaran di bagian selatan Selatan Makasar.

Pangkalan Pulau Laut ini jadi tempat bertolak untuk menjelajah LautFloresdan Laut Jawa. Pulau Laut juga jadi pangkalan tempat transit perdagangan budak. Kawasan LautFlorespun terdapat pangkalan bajak laut seprti di Tanah Jampe, Kalao(toa), & Bonerate. Juga Pulau Riung di lepas pantai utaraFloresBarat (Manggarai), merupakan pusat perompak Mangindano, balangingi, & Tobelo. Maka tak heran, terdapat sebutan Laboean Badjak Labuan Bajak, alias tempat berlabuhnya bajak laut.

Tak berhenti hingga di situ,Labuan Bajopada awal zaman 20 ternyata memiliki beberapa keistimewaan sebagai salah satu daerah penghasil teripang terbaik di wilayah Timor seperti yg tercatat dalam Gids voor den Bezoeken van de Indische Tentoonstelling in het Stedilijk Museum te Amsterdam 1901. Kabarnya, pada masa itu suku Bajo banyak berburu teripang hingga pantai utara Australia. Pada 1902 muncul kampung muslim (Islam) dengan beberapa rumah diduga terletak di wilayah yg sekarang disebut Kampung Ujung (dahulu bernama Cempah). Kampung Cempah merupakan toponimi yg berarti kampung (dengan) pohon asam (cempah dalam Bahasa Bajo).



Selain itu,Labuan Bajopada antara 1902 hingga 1920 jadi sentra produksi alami mutiara laut. Perusahaan perhiasan Moreaux dari Perancis bahkan mulai memanen mutiara lautLabuan Bajosejak 1910. Namun sejatinya pengambilan mutiara diLabuan Bajotelah marak sejak zaman ke-19, bahkan Sultan Bima pun mendapat royalti dari penjualan mutiara masa itu hingga 1929 ketika Sultan Bima melepaskan kekuasaannya atas Manggarai.

Pada 1904 terbentuklah komunitas penganut agama Katolik diLabuan Bajoyang berjumlah 99 orang, 70 orang berasal dari Larantuka berprofesi sebagai mengambil mutiara laut.Labuan Bajosemakin ramai, hubungan laut Makassar Labuan Bajopun semakin lancar dengan adanya jadwal kapal akbar pengangkut penumpang sebanyak 4 kali dalam satu pekan mulai tahun 1905.

Tahun 1907,Floresbagian barat secara administratif dikuasai oleh pemerintah Belanda. Semenjak itu kegiatan pemerintah Hindia Belanda & misionaris pun berkembang di Manggarai. Sampai pada 1910, Letnan Steyn van Hens Broek yg mencoba membuktikan laporan punggawa Belanda tentang adanya hewan akbar menyerupai naga di pulau tersebut.

Pasca pencaplokan Jepang, catatan kisah tentangLabuan Bajoseolah terhenti. Ingatan warga seniorlah yg kemudian muncul dalam bentuk mozaik narasi sejarah kota di pesisir baratFlores. Haji Syuting salah satu warga Kampung Air yg bercerita tentang perkembangan kampung pesisirLabuan Bajoyaitu Kampung Ujung, Kampung Tengah, Kampung Air.

Kampung Ujung itu dulu namanya Kampung Cempah. Cempah itu Bahasa Bajo, artinya pohon asam. Dulu warga di Kampung Air ini pindahan dari sana. Tahun 1973 disuruh bongkar semua. Itu masa Gubernur Ben Boi, mau dibangun dermaga pelabuhan. Kami bakar itu rumah-rumah kayu, pindah ke sini,ujar Haji Muhammad Syuting

Lelaki itu pernah jadi kepala lingkungan kampungnya pada 1978-1999. Pria berdarah Bugis ini lahir di Bone tahun 1950. Dia mengaku tiba diLabuan Bajodengan kapal bersama keluarga pada usianya yg ketujuh. Pada era tersebut banyak warga Makassar Wajo Bone migrasi keLabuan Bajoakibat terjadinya Pemberontakan DI/TII yg dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar antara 1950-1965.

Dulu tahun 1950-an yan pantai ini kosong. 1970-an saja cuma beberapa puluh rumah lah. Orang Bajo & orang Bugis banyak di sini. Orang Bima ya ada juga. Dulu kami nelayan & pelaut. Orang Bajo dulu tangkap ikan ya cuma pakai bubu. Orang Bugis yg buat bagan serong & lainnya, kenang Haji Syuting.

Dia juga pernah berprofesi sebagai koki di sebuah kapal ikan yg hilir mudikLabuan Bajo-Surabaya. Wah itu jadi koki paling berkuasa, paling menentukan porsi makanan untuk awak hingga nahkoda,ujarnya terkekeh. Ia mengaku masih mengingat beberapa upacara adat sebelum berangkat melaut, membaca bintang bulan mentari sebagai alat navigasi di laut.

Dulu kami banyak yg dapat membaca arah pakai bintang. Apalagi nahkoda kapal. Harus tahu musim bagus, bintang timur bintang barat bintang babi. Kompas dulu itu pakai silet, diletakkan di atas piring yg ada airnya. Itu untuk arah barat & timur, tetapi ya pakai bintang saja cukup. Kalau jam tiga malam, muncul lihat bulan di mana bintang di mana, nanti dapat tahu di sana ada daratan. Ilmu itu, dari nenek-nenek kami, jelasnya.

Haji Syuting yg juga mahir menciptakan kemudi kapal berbagai ukuran. Ia pun fasih menjelaskan adat tradisi orang Bugis termasuk menjelaskan rumah adat Bajo & Bugis yg kini cuma tersisa bebeberapa saja.

Di sini pastinya masih banyak yg dapat silat, pantun. Ada pakar gendang juga itu seperti Pak Dahlah. Haji Latuo itu pakar silat. Tradisi kimpoian seperti mapaci diiringi bersanji juga masih ada. Yah memang jarang-jarang. Tapi masih ada, ujarnya.

Kemudian dia menjelaskan makna di balik nama-nama orang Bugis & Bajo. Nama orang Bajo & Bugis jaman dulu lucu-lucu. Misal Latuo artinya hidup, Rape tersangkut, Intang itu candik, Sape Wali itu malaikat, Pak Todo itu peniti, Pak Pacok itu patok. Banyak aneh-aneh. Kalau makanan ya pesisir ya, kuah asam, ada kue-kue itu banyak. Onde-onde, bepalaya, kacipo, tarajo, gogos, buras, ujarnya.

Dia berkisah dengan mata yg berbinar-binar & ingatan yg kuat.

Banyak tradisi di sini, perlahan berkurang. Pengerasan pantai, kami tidak punya halaman laut lagi. Dulu halaman kami ya laut. Dulu ada tetua semacam sesepuh di laut itu. Kami sering doa sebelum berangkat melaut supaya selamat ada Karang Tua, tuturnya.

Beberapa tahun belakangan,Labuan Bajokota kecil di wilayah paling barat PulauFloresini semakin populer. Mendengar kataLabuan Bajoakan berkelabat bayangan binatangkomodo(Varanus komodoensis), pulau-pulau yg cantik, pantai-pantai berpasir putih & pink, & alam bawah laut yg memesona.Labuan Bajotelah jadi destinasi wisata populer & unggulan, bukan cuma nasional namun internasional. Tak cuma keistimewaan alam, kelindan warisan budaya pesisir & pedalaman pun jadi untaian mutu manikam bukti diri KabupatenManggarai Barat. Namun, dibalik itu semua, kawasanLabuan Bajomerupakan kawasan yg rentan & harus dilindungi.

Sesungguhnya,Labuan Bajoadalah kota yg jadi pintu masuk untuk mengakses Taman NasionalKomodo. Taman nasional ini sudah dinobatkan jadi Situs Warisan Budaya UNESCO pada 1991, bersama Candi Borobudur.

Selain pesonaKomodo, pantai berpasir putih & pink, & alam bawah laut,Labuan Bajoternyata memiliki kisah sejarah kebudayaan yg layak dibanggakan. Lapisan-lapisan budaya di kota pesisir cagar biosfer Indonesia itu belumlah lengkap tersingkap.Labuan Bajomasih membutuhkan narasi-narasi sebagai kota multikultur tempat berlabuhnya aneka suku & bangsa.

Artikel ini sudah tayang di nationalgeographic.co.id dengan judul "Singkap Labuan Bajo: Jejak Perkembangan Kota & Tradisi Multikultur".





Hari ini 18:07
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.