• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

KOKALIKA SUTTA -> Akibat mengerikan dari ucapan yang tidak baik

ThirdEye

IndoForum Beginner E
No. Urut
44603
Sejak
27 Mei 2008
Pesan
478
Nilai reaksi
4
Poin
18
Saya tidak tahu ini double post atau tidak..
saya dapat dari miling list
semoga bermanfaat..

KOKALIKA SUTTA

Akibat mengerikan dari ucapan yang tidak baik


Suatu ketika Sang Buddha berdiam di Vihara Jetavana di Savatthi. Seorang bhikkhu bernama Kokalika menghampiri Beliau dan berkata:
'Bhante, Sariputta dan Moggallana penuh dengan nafsu-nafsu yang tidak bermanfaat. Mereka telah dikuasai oleh nafsu-nafsu yang tidak bermanfaat.'
Sang Buddha menjawab:

'Kokalika, janganlah engkau berkata demikian! Mengenai mereka, harus ada keyakinan di pikiranmu bahwa Sariputta dan Moggallana berperilaku baik.'

Namun Kokalika kembali melancarkan tuduhan ini terhadap Sariputta dan Moggallana. Sang Buddha menjawab seperti sebelumnya, tetapi bhikkhu itu lagi-lagi menghina kedua siswa itu dengan cara yang sama. Untuk ketiga kalinya Sang Buddha menasehatinya agar tidak menuduh mereka. Kemudian Kokalika, setelah memberi hormat kepada Sang Buddha, bangkit dan pergi.

Belum jauh dia berjalan, tiba-tiba dia merasa sakit. Seluruh tubuhnya sekonyong-konyong penuh bisul sebesar biji mostar. Bisul-bisul ini lalu membengkak, terus tumbuh sedikit demi sedikit sampai sebesar kacang hijau. Kemudian menjadi sebesar buncis, sebesar telur, sampai sebesar apel. Pada titik ini bisul-bisul itu mulai menganga, mengeluarkan nanah dan darah. Karena penyakit ini Kokalika meninggal dunia. Dan sebagai akibat dari niat jahat yang telah ditunjukkannya, dia dilahirkan lagi di salah satu alam yang menderita, yang dikenal sebagai alam Paduma atau Lotus.

Menjelang akhir malam itu, Brahma Sahampati menghadap Sang Buddha untuk memberitahukan bagaimana Kokalika meninggal; dan bagaimana keinginan jahatnya telah menyebabkan tumimbal lahir di alam Paduma. Pagi berikutnya, Sang Buddha memanggil semua bhikkhu untuk menjelaskan apa yang telah dewa itu beritahukan tentang kematian Kokalika: 'Wahai para bhikkhu, kehidupan makhluk di alam Paduma berlangsung amat sangat lama sehingga hampir tidak bisa dihitung jangka waktunya. Kokalika telah lahir di sana karena niat jahat yang dimilikinya terhadap Sariputta dan Moggallana.'

Dan, sebagai Guru, Sang Buddha melanjutkan dengan berkata demikian:
1. Seorang manusia terlahir dengan kapak di mulutnya. Dia yang berbicara tidak bajik berarti memotong dirinya sendiri dengan kapak ini. (657)

2. Bilamana seseorang memuji orang yang seharusnya disalahkan, atau menyerang orang yang pantas menerima pujian, berarti dia mengumpulkan kejahatan lewat mulutnya dan kejahatan ini tidak akan membawa kebahagiaan. (658)

3. Jika orang kehilangan uang karena berjudi dengan dadu, atau bahkan kehilangan segalanya --termasuk dirinya sendiri-- ini hanyalah kerugian kecil. Namun jika orang menyimpan niat jahat terhadap orang-orang yang berperilaku baik, ini merupakan kerugian yang jauh lebih besar. (659)

4. Menghina orang yang mulia, menyimpan niat jahat di dalam pikiran dan pembicaraan, akan membawanya menuju ke alam-alam penderitaan selama berkalpa-kalpa. (660)

5. Perbuatan berbohong membawa menuju ke alam-alam ini. Melakukan sesuatu dan kemudian mengatakan, 'Saya tidak melakukannya. ' -- ini sama saja berbohong. Dalam hubungannya dengan kematian dan tumimbal lahir, kedua tindakan itu sebanding: pada saat kematian, engkau harus menghadapi akibat-akibat dari tindakan-tindakan yang tidak bajik. (661)

6. Jika seseorang menyerang orang yang damai, yang suci, yang tidak kotor, maka serangan itu akan berbalik pada diri orang dungu yang memulai, bagaikan debu yang dilemparkan melawan arah angin. (662)

7. Orang yang wataknya cenderung serakah akan menghina orang lain lewat kata-kata. Dia tidak memiliki keyakinan; dia tamak, kikir, dan suka memfitnah. (663)

8. Jika engkau adalah orang seperti ini: tidak tulus dan rendah, suka memfitnah, jahat dan berperilaku buruk, dengki, jelek, maka engkau lebih baik tidak terlalu banyak bicara. Kalau tidak begitu, engkau akan pergi ke alam penderitaan ! (664)

9. Jika engkau seperti itu, berarti engkau menyebarkan kekotoran. Ini merupakan penghinaan bagi orang-orang yang melakukan kebaikan, dan perbuatan itu sendiri sudah merupakan tindakan kotor. Jika engkau mengumpulkan tindakan-tindakan seperti ini, engkau akan jatuh ke kolam penderitaan. (665)

10. Mengapa demikian? Karena hal-hal yang dilakukan manusia tidak begitu saja lenyap ke masa lalu. Tindakan-tindakan itu akan kembali kepada kita. Tindakan-tindakan itu akan kembali kepada si pelaku. Orang yang kotor tindakan-tindakanny a adalah orang dungu: pada saatnya nanti dia akan merasakan penderitaan dari tindakannya sendiri. (666)

11. Rasa sakitnya terasa bagaikan dilecut batang-batang besi dan ditusuk besi-besi runcing. Dalam keadaan seperti itu, apa pun yang dimakannya terasa bagaikan bola-bola besi yang panas menganga. (667)

12. Apa pun yang dikatakan, tak ada sesuatu pun yang tidak keras
dan menyakitkan. Tidak ada kata-kata penghiburan yang menyenangkan. Tak ada sesuatu pun yang menawarkan jalan keluar bagi si penderita dalam keadaan ini, keadaan di mana dunia ini merupakan dapur api; bahkan ranjang pun merupakan abu yang merah membara. (668)

13. Terperangkap di dalam jaring, didera pukulan-pukulan palu, mereka diselubungi kegelapan pekat yang menyelimuti semua sisi. (669)

14. Kemudian mereka mendapati diri mereka berada di suatu kawah, terbakar dan mendidih, bergolak naik turun bersama panasnya perapian yang mendorong tubuh mereka ke sana sini. (670)

15. Orang yang memiliki tindakan-tindakan tidak bajik berada di alam ini, mendidih dan direbus dalam darah dan daging busuk. Kemana pun bergerak, dia membusuk karena sentuhan bubur busuk ini. (671)

16. Kemudian orang yang memiliki tindakan yang tidak bajik ini mendidih dalam air yang penuh cacing. Dia tidak dapat bertahan diam --bejana yang mendidih, yang bundar dan licin bagaikan mangkok, tidak memiliki permukaan yang dapat dijadikan pegangan. (672)

17. Kemudian dia berada di belantara yang penuh pedang, kaki tangannya terkoyak-koyak dan terluka, lidahnya ditarik mata kail, tubuhnya dipukuli dan dicambuk. (673)

18. Kemudian dia berada di dalam Vetarani, alam penuh air yang sulit dilalui, karena kedua arusnya bertemu dan saling berpotongan bagaikan pisau. Makhluk-makhluk malang ini jatuh ke dalamnya, menjalani kehidupan akibat tindakan-tindakan tidak bajik mereka di masa lalu. (674)

19. Digerogoti oleh serigala yang lapar, burung dan anjing hitam, gagak dan burung nasar yang berbintik-bintik, si penderita mengerang dan meraung. (675)

20. Alam semacam ini dialami oleh orang yang tindakannya tidak bajik. Ini adalah alam penderitaan mutlak. Karena itu, orang yang memiliki akal sehat di dunia ini sebisa-bisanya akan bersemangat dan selalu waspada. (676)

21. Alam Paduma berlangsung lama sekali. Para ahli berusaha menghitung panjangnya waktu dengan perbandingan gerobak-gerobak berisi biji wijen yang akan dikosongkan, dan setiap biji diambil setiap seratus tahun sekali. Dikatakan bahwa ada lima ribu seratus dua puluh juta kereta. (677)

22. Dan selama alam-alam penderitaan disebut sebagai penderitaan oleh orang-orang di dunia ini, selama itu pula orang harus terus hidup melewati alam-alam itu.
Oleh karenanya, berhati-hatilah. Dengan sifat-sifat yang bajik dan murni, teruslah mengamati gerak-gerik pikiran dan gerak-gerik ucapan. (678)
 
Kisah Bhikkhu Kokalika


Bhikkhu Kokalika telah berkata kasar dan kejam kepada dua murid utama Sang Buddha, Sariputta dan Maha Mogallana. Oleh karena perbuatan buruknya itu Kokalika terkena musibah dan meninggal dunia, lahir kembali di alam Neraka Paduma. Mengetahui kejadian itu, para bhikkhu mengatakan bahwa Kokalika telah mengalami penderitaan di alam neraka karena ia tidak bia mengendalikan lidahnya.

Kepada para bhikkhu tersebut, Sang Buddha berkata : "Para bhikkhu, seorang bhikkhu hendaknya berusaha mengendalikan lidahnya; tingkah-lakunya harus baik; pikirannya harus tenang, bisa dikendalikan, dan tidak mengejar objek-objek yang menyenangkan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 363 berikut :

"Yo mukhasamyato bhikkhu
mantabhani anuddhato
attham dhammanca dipeti
madhuram tassa bhasitam."

Seorang bhikkhu yang mengendalikan lidahnya,
yang berbicara dengan bijaksana dan tidak sombong,
yang dapat menerangkan Dhamma beserta artinya,
maka akan kedengaran indah ucapannya.

 
Apa tidak ada yang baca dan coba renungkan thread ini? disini banyak sekali tentang 'cara' menyampaikan sesuatu....
 
Apa tidak ada yang baca dan coba renungkan thread ini? disini banyak sekali tentang 'cara' menyampaikan sesuatu....

hix tersungging gw :P

oiya maw nanya nih..
konon katanya... perbedaan agama buddha dgn agama pewahyuan lainnya...
dlm agama buddha tidak ada hal2 yang bersifat mengancam/menakut2i ttg hal2 seram akan kejam nya alam neraka...
dan tidak ada iming2 yang menggiurkan tentang indah dan nikmatnya alam surga..

tapi... knapa sutta diatas koq nadanya seolah2 menakut2i kita agar berbicara baik dan benar ??
memang sih nda ada salahnya berbicara baik dan benar... tapi... koq ada 'itu...'
(aduh gmn sih ngomongnya, bingung gw.....)
 
hix tersungging gw :P

oiya maw nanya nih..
konon katanya... perbedaan agama buddha dgn agama pewahyuan lainnya...
dlm agama buddha tidak ada hal2 yang bersifat mengancam/menakut2i ttg hal2 seram akan kejam nya alam neraka...
dan tidak ada iming2 yang menggiurkan tentang indah dan nikmatnya alam surga..

tapi... knapa sutta diatas koq nadanya seolah2 menakut2i kita agar berbicara baik dan benar ??
memang sih nda ada salahnya berbicara baik dan benar... tapi... koq ada 'itu...'
(aduh gmn sih ngomongnya, bingung gw.....)


yup, dalam agama Buddha tidak ada yang bersifat mengancam atau menakut-nakuti karena toh kita boleh aja tidak pecaya, sah2 aja kok salama hal itu tidak bisa kita buktikan

Dan saya rasa tidak ada unsur ancaman dalam cerita ini. hanya menceritakan akibat bila kita berkata tidak benar.

Sebagai Umat Buddhis, kita berusaha menjalankan Pancasila Buddhis. Jika sang Buddha tidak pernah menceritakan akibat yang akan kita terima, akankah kita tetap menjalankannya atau kita malah bertanya2 mengapa sang Buddha menganjurkan Pancasila Buddhis dijalankan.

Bahkan bila kita amati dalam Pancasila Buddhis, disana tidak memakai kata2 "dilarang", tapi "menghindari". nah dari sini aja udah jelas tidak ada unsur ancaman dan tentu saja kita harus tau juga mengapa kita menghindari perbuatan2 yang tersebut dan apa akibatnya bila kita tetap melakukan hal itu.

Satu lagi, Sang Buddha juga menuntut kita untuk membuktikan Dhamma yang diajarkannya (EHIPASIKO) dan tidak meminta kita percaya begitu saja tanpa membuktikannya terlebih dahulu. nah ini salah satu bukti lagi bahwa agama Buddha tidak ada unsur paksaan dan ancaman

Sang Buddha tidak hanya menceritakan/menjelaskan hal2 seperti cerita diatas saja. tapi banyak juga cerita tentang akibat2 dari perbuatan2 baik yang sebaiknya kita lakukan. apakah ini merupakan janji dari seorang Buddha agar kita menganut ajarannya? tidak. Karena sang Buddha sendiri mengatakan seseorang tidak harus menjadi pengikutnya untuk mencapai Nibanna (Maha Parinibanna Sutta), yang terpenting adalah menjalankan hal2 yang terdapat pada Jalan Tengah beruas 8 yang mungkin bisa ditemukan oleh seseorang (terutama setelah ajaran Buddha Gautama dilupakan). Bila harus menjadi pengikut Buddha dulu baru bisa mencapai Nibanna, maka dari mana sang Buddha bisa memgetahui jalan menuju Nibanna? karena Dhamma "ditemukan" bukan "diciptakan".

NB: susah juga ngejelasin hal ini, jadi kalo agak2 membingungkan sorry aja. :D
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.