• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Ketika Kematian Itu Datang

singthung

IndoForum Junior E
No. Urut
7164
Sejak
21 Sep 2006
Pesan
1.634
Nilai reaksi
27
Poin
48
Ketika Kematian Itu Datang
Judul Asli : The Buddhist View of Death.
Interview dengan Bhante Gunaratana oleh Shramaneri Sudhamma dan Margot Born.



img004.jpg


Ketika api kehidupan dan kesadaran tidak lagi eksis, maka itulah yang dinamakan kematian. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

1. Ketika karma seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
2. Ketika masa hidup seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
3. Ketika keduanya, yaitu karma dan masa hidup seseorang telah selesain pada kehidupan ini.
4. Ketika kehidupan berakhir karena kecelakaan dan penyebab yang tidak normal.

Kematian bukanlah akhir dari suatu keberadaan, namun kematian hanyalah menutup satu bab dan membuka bab berikutnya seketika. Kematian dan kelahiran kembali, keduanya selalu terjadi pada saat yang bersamaan.

Terdapat dua macam kematian, yaitu kematian yang bersifat konvensional dan kematian akhir. Kematian konvensional sendiri mempunyai dua sisi yaitu kematian dari waktu ke waktu dan kematian yang sesungguhnya.

Kematian Waktu Ke Waktu Dan Kematian “Sesungguhnya”

Pada kematian dari waktu ke waktu, anda seakan-akan tetap ada, namun pada kenyataan pikiran dan jasmani seperti sel-sel dalam tubuh anda mati setiap saat, dan semua itu diperbaharui – terlahir kembali. Memahami kebenaran ini adalah langkah penting dalam mempersiapkan diri dari kematian sesungguhnya. Bila kita telah memahaminya, kita akan mengerti bahwa ‘kematian sesungguhnya’ hanyalah tahap berikutnya.

Kita maju selangkah untuk mempersiapkan kematian sesungguhnya dengan memandangnya secara logika. Anda hanya perlu membuka mata dan melihat sekeliling anda. Anda akan melihat pohon-pohon, tumbuhan, dan serangga mati setiap saat. Jika anda hidup selama 40 tahun misalnya dan menghitung jumlah teman, relasi, dan sanak famili yang telah meninggal, seharusnya suatu hari anda duduk dan merenung “Teman-teman saya satu persatu telah meninggal, berikutnya adalah giliran saya.” Jadi itulah cara lain dalam memandang kematian.”

Cara lain dalam memandang kematian secara logika adalah memahami bahwa kiat semua terbentuk dari unsur-unsur yang tidak kekal. Kita terbentuk dari tanah, air, api dan udara. Semua elemen-elemen yang membentuk jasmani kita merupakan objek dari ketidakkekalan dan kematian. Jadi apa yang dihasilkan dari elemen-elemen itu akan menjadi tidak kekal juga. Tidak ada yang dapat menghentikannya.

Mempersiapkan kematian yang penuh damai.

Saat kita memahami kematian sesungguhnya, kita seharusnya berpikir, “Saya akan meninggal, lalu apa yang harus saya banggakan? Saya telah berintimidasi akan kematian, saya tak mempunyai alasan apapun untuk bangga terhadap apapun. Saya tak punya alasan untuk menyimpan dendam terhadap siapapun. Cepat atau lambat saya akan mati. Saya tak punya alasan apapun untuk menggengam atau mempertahankan sesuatu. Sekuat apapun saya menggengamnya, semuanya akan terlepas juga pada waktunya. Jadi saya pun tidak perlu serakah. Dengan tidak menggengam keserakahan, kematian saya akan lebih damai.”

Langkah berikutnya adalah berpikir, “Saya sadar saya akan mati, saya pikir akan lebih baik bagi saya untuk mati dalam kedamaian, jadi biarlah saya coba mempersiapkannya. Biarkan saya merasakan damai setiap saat.” Namun bukan berarti Anda berbaring di tengah jalan dan menanti truk menggilas Anda, atau meneguk racun atau memutuskan untuk bunuh diri. Bukan itu caranya mendapatkan kedamaian. Kita harus hidup selama mungkin. Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.

Untuk dapat meninggal dengan tenang kita harus mempersiapkan kedamaian pikiran kita. Kematian yang damai adalah kematian yang tanpa rasa sakit. Di saat kita bermeditasi, kita mengalami sakit pada fisik, contohnya sakit pada lutut. Kita dapat menggunakan sakit ini untuk mempersiapkan diri dari rasa sakit di akhir hidup kita. Sakit pada lutut seperti rasa sakit akibat kanker. Saya rasa bila kanker menggerogoti sistem syaraf kita, kita akan selalu dalam kesakitan. Tak peduli apa yang kita coba lakukan, rasa sakit itu tetap ada.

Karena itulah kita harus mempersiapkan pikiran kita dengan melatih meditasi pada perasaan-perasaan yang muncul dan mengendalikannya. Kita harus memperhatikan apa yang kita rasakan, perasaan apapun seperti sakit gigi, sakit pada leher, dan lainnya. Jika kita merasakan rasa sakit itu, kita berkonsentrasi pada rasa sakit tersebut. Ketika rasa sakit itu datang kita fokuskan pada rasa sakit itu. Kita amati ketika rasa sakit itu muncul, memuncak, dan akhirnya berlalu.

Jadi sebelum kematian itu terjadi, kita belajar untuk menerimanya dan bertahan dalam rasa sakit, mengamati dan tidak marah pada rasa sakit itu. Semakin kita kesal pada rasa sakit itu, semakin kita merasakan sakit itu. Semakin kita rileks, rasa sakit tersebut akan semakin berkurang. Saya mengenal beberapa teman yang meninggal dengan kondisi fisik yang sangat menderita, dengan rasa sakit yang mematikan. Mereka menolak segala macam pengobatan, mereka bahkan menjelaskan penyakitnya pada para pengunjung yang datang untuk memberikan kekuatan, simpati dan belas kasih.

Namun ketika sang pasien dapat mengatasi rasa sakit itu, yang terjadi adalah sebaliknya, sang pasienlah yang akhirnya memberikan pengunjung itu simpati, belas kasih dan kekuatan. Jadi rasa sakit bukanlah penghalang buat seseorang untuk dapat meninggal dengan damai.

Namun pada orang-orang yang tidak dapat mengatasi rasa sakitnya, obat-obatan diperlukan. Namun kita sebaiknya terlebih dahulu meningatkan toleransi terhadap rasa sakit itu dengan mengkondisikan pikiran dan mempersiapkannya menerima rasa sakit fisik tersebut. Kita dapat mengkondisikan pikiran dengan baik dan secara halus mencoba menyarankan orang tersebut bermeditasi. Kita dapat melantunkan sesuatu yang damai untuk mencoba membantu mereka menenangkan pikiran. Memberi mereka instruksi dalam melakukan meditasi.

Anda ingat seorang ibu yang hendak melahirkan yang sedang merasakan kesakitan, mereka diajarkan untuk berkonsentrasi pada nafas. Mereka mempertahankan irama nafas. Saat mereka mendorong bayi untuk keluar, mereka fokus pada nafas, pada tubuh dan pada dorongan. Kita dapat menggunakan hal tersebut untuk membantu orang yang sekarang karena kesakitan. Ibu-ibu tersebut melahirkan bayinya dengan sedikit rasa sakit karena mereka telah terlatih untuk itu. Jadi kita dapat melatih pikiran untuk menerima rasa sakit itu.

Jadi demikianlah, mengapa kita harus melatih pikiran kita. Daripada mengatasi sakit pada fisik terlebih dahulu, sebaiknya kita belajar bagaimana memperlakukan pikiran kita terlebih dahulu. Saat jasmani tenang, pikiran pun tenang, demikian pula sebaliknya. Kedua hal tersebut selalu saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Meditasi ditemukan jauh sebelum obat-obatan ditemukan. Namun kini orang-orang tidak lagi memperhatikan cara cara spiritual, mereka langsung memilih narkotika dan obat-obat penahan sakit yang kemungkinan besar mempunyai efek samping yang sangat berbahaya pada penderita terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Cara-cara spiritual tidak akan menimbulkan efek samping, kalaupun ada yaitu akan meningkatkan kualitas hidup Anda, memberikan citarasa yang berbeda bagi hidup Anda. Ketika Anda melewati rasa sakit itu, semua itu akan membawa efek kedamaian.

Ketika seseorang mendekati kematian, mereka seringkali merasa sangat menyesal dan bersalah. Itulah alasan lain bagi seseorang merasa takut akan kematian. Ketika ia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, ketika ia sadar bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan, semua yang telah ia perbuat selama ini datang bagaikan kilatan-kilatan cahaya. Untuk itulah bagi orang yang penuh cinta kasih, ketika seseorang menjelang kematian, bantulah mereka agar meninggal dengan tenang dengan mengingatkan mereka akan hal-hal yang baik yang pernah mereka lakukan. Contohnya bagi mereka yang mempunyai anak, kita dapat mengingatkan dia betapa mereka telah berbuat banyak buat sang anak dan juga hal-hal baik lainnya yang mereka lakukan untuk orang lain. Apapun yang ia lakukan, menanam pohon, membersihkan jalan dan lainnya.

Kedua kita dapat meminta mereka untuk membayangkan objek yang penuh damai, seperti sosok Buddha. Cobalah untuk menghalangi semua pikiran-pikiran negatif. Ketiga, bila Anda mengenal para Bhikkhu atu pendeta, minta mereka datang dan memberikan ceramah. Walaupun selama ini orang tersebut benci akan ceramah tersebut, namun pada saat ini mereka akan mendengarkannya, bahkan dengan sungguh-sungguh, karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.

Kematian Akhir

Anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akan semua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.

Kematian akan mengakibatkan kelahiran karena adanya suatu keinginan atau hasrat untuk terlahir kembali. Selama anda memiliki hasrat tersebut, Anda akan terlahir kembali. Bila hasrat tersebut musnah, anda tidak akan terlahir kembali.

Itulah yang akan membawa kita pada tahap akhir pencerahan.

Kematian akhir adalah kematian dari orang yang telah mencapai pencerahan. Mereka mempunyai pemikiran seperti ini, “Baiklah, saya telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan”. Dengan pikiran seperti ini mereka dapat meninggal kapan saja. Apa yang saya lakukan sekarang mungkin sebagai pekerjaan ekstra sebagai tambahan dari pekerjaan utama saya. Pekerjaan tambahan itu adalah pelayanan kepada dunia ini.

Dalam beberapa kasus, seseorang masih berhasrat untuk terlahir kembali. Mungkin mereka ingin terlahir di tempat yang lebih baik, jika dia hidup dalam ketentraman, mempunyai seorang istri yang ideal, mungkin dia akan berpikir, “Saya ingin bersama dengan istri saya bahkan dalam kehidupan berikutnya. Saya ingin terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang sama seperti yang saya lalui, memiliki kesamaan emosinal, kepuasan spiritual yang membuat hidup ini sangat damai. Jadi, biarkan saya memiliki hidup seperti ini lagi.” Dengan demikian tak peduli betapa mulia orang tersebut, Ia akan memiliki kehidupan yang sama lagi, karena ia masih memiliki hasrat untuk terlahir kembali.

Bagi orang yang telah tercerahkan, mereka bahkan tidak memiliki hasrat. Mereka menyadari bahwa walaupun tercipta secara mental, semua itu adalah Sankhara (Corak-corak mental, terkondisi dan tidak kekal). Apapun jenis sankhara itu, tak peduli begitu sempurnanya itu muncul, tetap adalah tidak kekal. Lebih dari itu, seorang yang telah tercerahkan menyadari bahwa kematian mereka telah berakhir, mereka tidak akan mengalami kematian lagi. Jadi inilah kematian terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak ada lagi kematian. Tiada ada apapun yang melampaui hal ini. Jadi itulah yang dimaksud “Kematian Akhir”.

 
Hidup itu tak pasti. yang pasti justru mati. Tetapi lebih bijaksana memikirkan yang hidup daripada mengkhawatirkan yang sudah mati
 
"Yo ca vassasatam jive
apassam udayabbayam
ekaham jivitam seyyo
passato udayabbayam."

Walaupun seseorang hidup seratus tahun,
tetapi tidak dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi,
sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.

 
Kadang kalo gw lagi sombong atau merasa hebat, saya sering berpikir kematian yang akan datang kapan saja dan itu yang menjadi alasan saya hidup sederhana dan saling berbagi dengan sesama.

Dan kalo saatnya tiba, kita harus pasrah dan merelakan semuanya :((
 
Belajar mati sama pentingnya dengan belajar hidup...
 
hmm...
emg manusia ini..
kalo gk dgr mati, gk tobat2..
kalo sudah mau mati, baru tobat..
ckckckckck..
makanya, bertobatlah dari sekarang..
lebih cepat lebih bagus..
ahahhahaha..
 
2 post(quote) diatas ini, mohon sumber2 referensi nya donk.....
biar dapat dibuktikan ^^

Hasil pemikiran pribadi.... pendapat pribadi dan hasil dari perenungan pribadi.... hanya sekedar sharing.... jangan dibawa ke hati.... sabar dan coba saja renungi. Kalau setuju silahkan utarakan, kalau tidak setuju silahkan sanggah dengan bahasa yang baik tentunya.
 
My life, you electrify my life
let's conspire to re-ignite
all the souls that would die to feel alive


yah, lirik starlight dari muse aja cukup buat gw,,
kurang lebih merefleksikan apa yang disebutin TS:
Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.

dalam hal ini mengisi hidup dengan hal yang berarti,
dan kalau berhasil ngisi hidup dengan hal2 yang baik,,
pasti
Anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akan semua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.

dan pasti gak ada seorangpun yang mau menjadi "souls that would die to feel alive"

yah...
'perenungan' gw sendiri sih./hmm
 
orang yg berpikir seperti diatas karena dia tidak ada misi. Tidak ada target yang ingin dilakukan. Hidupnya tidak berarti apa buat siapa pun. Jadi berpikir seperti diatas ya, wajar2 saja. Karena dia itu tidak bermanfaat buat siapapun. Lebih baik cepat2 Nibanna saja ...hehheheh.

Peringatan:
Jangan menyerang member lain.... sanggah dengan pemikiran anda. Saya tidak tolerir post yang menyerang member. Bukan pada apa yang dia utarakan. Semuanya silahkan berkomentar.... tapi bukan komentar mengenai orangnya.... sekali lagi... pada apa yang dia pikirkan.... apa pendapatnya....
 
ada sebuah ungkapan yang pernah kudengar.

"apa yang ku-beri menjadi milik-ku,
apa yang ku-simpan,semuanya menjadi kosong"

kamma baik walau mati tetap saja mengikuti kita,seperti bayangan yang mengikuti roda pedati...
tetapi apa yang di simpan di tabungan,depositu,uang saku,emas,dsb-nya...semua tidak bisa di bawa mati.
 
orang yg berpikir seperti diatas karena dia tidak ada misi. Tidak ada target yang ingin dilakukan. Hidupnya tidak berarti apa buat siapa pun. Jadi berpikir seperti diatas ya, wajar2 saja. Karena dia itu tidak bermanfaat buat siapapun. Lebih baik cepat2 Nibanna saja ...hehheheh.

ya,,bisa dijelaskan bagaimana gw yang ingin berbuat sesuatu sebelum ke alam berikutnya "hidupnya tidak berarti"...?

mm~
 
by the way itu foto kuburan di atas kok mirip kuburan di medan yah?? jadi ingat tradisi cengbeng-an... heheh2...
 
ketika kematian itu datang
judul asli : The buddhist view of death.
Interview dengan bhante gunaratana oleh shramaneri sudhamma dan margot born.



img004.jpg


ketika api kehidupan dan kesadaran tidak lagi eksis, maka itulah yang dinamakan kematian. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

1. Ketika karma seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
2. Ketika masa hidup seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
3. Ketika keduanya, yaitu karma dan masa hidup seseorang telah selesain pada kehidupan ini.
4. Ketika kehidupan berakhir karena kecelakaan dan penyebab yang tidak normal.

Kematian bukanlah akhir dari suatu keberadaan, namun kematian hanyalah menutup satu bab dan membuka bab berikutnya seketika. Kematian dan kelahiran kembali, keduanya selalu terjadi pada saat yang bersamaan.

Terdapat dua macam kematian, yaitu kematian yang bersifat konvensional dan kematian akhir. Kematian konvensional sendiri mempunyai dua sisi yaitu kematian dari waktu ke waktu dan kematian yang sesungguhnya.

kematian waktu ke waktu dan kematian “sesungguhnya”

pada kematian dari waktu ke waktu, anda seakan-akan tetap ada, namun pada kenyataan pikiran dan jasmani seperti sel-sel dalam tubuh anda mati setiap saat, dan semua itu diperbaharui – terlahir kembali. Memahami kebenaran ini adalah langkah penting dalam mempersiapkan diri dari kematian sesungguhnya. Bila kita telah memahaminya, kita akan mengerti bahwa ‘kematian sesungguhnya’ hanyalah tahap berikutnya.

Kita maju selangkah untuk mempersiapkan kematian sesungguhnya dengan memandangnya secara logika. Anda hanya perlu membuka mata dan melihat sekeliling anda. Anda akan melihat pohon-pohon, tumbuhan, dan serangga mati setiap saat. Jika anda hidup selama 40 tahun misalnya dan menghitung jumlah teman, relasi, dan sanak famili yang telah meninggal, seharusnya suatu hari anda duduk dan merenung “teman-teman saya satu persatu telah meninggal, berikutnya adalah giliran saya.” jadi itulah cara lain dalam memandang kematian.”

cara lain dalam memandang kematian secara logika adalah memahami bahwa kiat semua terbentuk dari unsur-unsur yang tidak kekal. Kita terbentuk dari tanah, air, api dan udara. Semua elemen-elemen yang membentuk jasmani kita merupakan objek dari ketidakkekalan dan kematian. Jadi apa yang dihasilkan dari elemen-elemen itu akan menjadi tidak kekal juga. Tidak ada yang dapat menghentikannya.

mempersiapkan kematian yang penuh damai.

saat kita memahami kematian sesungguhnya, kita seharusnya berpikir, “saya akan meninggal, lalu apa yang harus saya banggakan? Saya telah berintimidasi akan kematian, saya tak mempunyai alasan apapun untuk bangga terhadap apapun. Saya tak punya alasan untuk menyimpan dendam terhadap siapapun. Cepat atau lambat saya akan mati. Saya tak punya alasan apapun untuk menggengam atau mempertahankan sesuatu. Sekuat apapun saya menggengamnya, semuanya akan terlepas juga pada waktunya. Jadi saya pun tidak perlu serakah. Dengan tidak menggengam keserakahan, kematian saya akan lebih damai.”

langkah berikutnya adalah berpikir, “saya sadar saya akan mati, saya pikir akan lebih baik bagi saya untuk mati dalam kedamaian, jadi biarlah saya coba mempersiapkannya. Biarkan saya merasakan damai setiap saat.” namun bukan berarti anda berbaring di tengah jalan dan menanti truk menggilas anda, atau meneguk racun atau memutuskan untuk bunuh diri. Bukan itu caranya mendapatkan kedamaian. Kita harus hidup selama mungkin. Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.

Untuk dapat meninggal dengan tenang kita harus mempersiapkan kedamaian pikiran kita. Kematian yang damai adalah kematian yang tanpa rasa sakit. Di saat kita bermeditasi, kita mengalami sakit pada fisik, contohnya sakit pada lutut. Kita dapat menggunakan sakit ini untuk mempersiapkan diri dari rasa sakit di akhir hidup kita. Sakit pada lutut seperti rasa sakit akibat kanker. Saya rasa bila kanker menggerogoti sistem syaraf kita, kita akan selalu dalam kesakitan. Tak peduli apa yang kita coba lakukan, rasa sakit itu tetap ada.

Karena itulah kita harus mempersiapkan pikiran kita dengan melatih meditasi pada perasaan-perasaan yang muncul dan mengendalikannya. Kita harus memperhatikan apa yang kita rasakan, perasaan apapun seperti sakit gigi, sakit pada leher, dan lainnya. Jika kita merasakan rasa sakit itu, kita berkonsentrasi pada rasa sakit tersebut. Ketika rasa sakit itu datang kita fokuskan pada rasa sakit itu. Kita amati ketika rasa sakit itu muncul, memuncak, dan akhirnya berlalu.

Jadi sebelum kematian itu terjadi, kita belajar untuk menerimanya dan bertahan dalam rasa sakit, mengamati dan tidak marah pada rasa sakit itu. Semakin kita kesal pada rasa sakit itu, semakin kita merasakan sakit itu. Semakin kita rileks, rasa sakit tersebut akan semakin berkurang. Saya mengenal beberapa teman yang meninggal dengan kondisi fisik yang sangat menderita, dengan rasa sakit yang mematikan. Mereka menolak segala macam pengobatan, mereka bahkan menjelaskan penyakitnya pada para pengunjung yang datang untuk memberikan kekuatan, simpati dan belas kasih.

Namun ketika sang pasien dapat mengatasi rasa sakit itu, yang terjadi adalah sebaliknya, sang pasienlah yang akhirnya memberikan pengunjung itu simpati, belas kasih dan kekuatan. Jadi rasa sakit bukanlah penghalang buat seseorang untuk dapat meninggal dengan damai.

Namun pada orang-orang yang tidak dapat mengatasi rasa sakitnya, obat-obatan diperlukan. Namun kita sebaiknya terlebih dahulu meningatkan toleransi terhadap rasa sakit itu dengan mengkondisikan pikiran dan mempersiapkannya menerima rasa sakit fisik tersebut. Kita dapat mengkondisikan pikiran dengan baik dan secara halus mencoba menyarankan orang tersebut bermeditasi. Kita dapat melantunkan sesuatu yang damai untuk mencoba membantu mereka menenangkan pikiran. Memberi mereka instruksi dalam melakukan meditasi.

Anda ingat seorang ibu yang hendak melahirkan yang sedang merasakan kesakitan, mereka diajarkan untuk berkonsentrasi pada nafas. Mereka mempertahankan irama nafas. Saat mereka mendorong bayi untuk keluar, mereka fokus pada nafas, pada tubuh dan pada dorongan. Kita dapat menggunakan hal tersebut untuk membantu orang yang sekarang karena kesakitan. Ibu-ibu tersebut melahirkan bayinya dengan sedikit rasa sakit karena mereka telah terlatih untuk itu. Jadi kita dapat melatih pikiran untuk menerima rasa sakit itu.

Jadi demikianlah, mengapa kita harus melatih pikiran kita. Daripada mengatasi sakit pada fisik terlebih dahulu, sebaiknya kita belajar bagaimana memperlakukan pikiran kita terlebih dahulu. Saat jasmani tenang, pikiran pun tenang, demikian pula sebaliknya. Kedua hal tersebut selalu saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Meditasi ditemukan jauh sebelum obat-obatan ditemukan. Namun kini orang-orang tidak lagi memperhatikan cara cara spiritual, mereka langsung memilih narkotika dan obat-obat penahan sakit yang kemungkinan besar mempunyai efek samping yang sangat berbahaya pada penderita terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Cara-cara spiritual tidak akan menimbulkan efek samping, kalaupun ada yaitu akan meningkatkan kualitas hidup anda, memberikan citarasa yang berbeda bagi hidup anda. Ketika anda melewati rasa sakit itu, semua itu akan membawa efek kedamaian.

Ketika seseorang mendekati kematian, mereka seringkali merasa sangat menyesal dan bersalah. Itulah alasan lain bagi seseorang merasa takut akan kematian. Ketika ia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, ketika ia sadar bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan, semua yang telah ia perbuat selama ini datang bagaikan kilatan-kilatan cahaya. Untuk itulah bagi orang yang penuh cinta kasih, ketika seseorang menjelang kematian, bantulah mereka agar meninggal dengan tenang dengan mengingatkan mereka akan hal-hal yang baik yang pernah mereka lakukan. Contohnya bagi mereka yang mempunyai anak, kita dapat mengingatkan dia betapa mereka telah berbuat banyak buat sang anak dan juga hal-hal baik lainnya yang mereka lakukan untuk orang lain. Apapun yang ia lakukan, menanam pohon, membersihkan jalan dan lainnya.

Kedua kita dapat meminta mereka untuk membayangkan objek yang penuh damai, seperti sosok buddha. Cobalah untuk menghalangi semua pikiran-pikiran negatif. Ketiga, bila anda mengenal para bhikkhu atu pendeta, minta mereka datang dan memberikan ceramah. Walaupun selama ini orang tersebut benci akan ceramah tersebut, namun pada saat ini mereka akan mendengarkannya, bahkan dengan sungguh-sungguh, karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.

kematian akhir

anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akan semua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.

Kematian akan mengakibatkan kelahiran karena adanya suatu keinginan atau hasrat untuk terlahir kembali. Selama anda memiliki hasrat tersebut, anda akan terlahir kembali. Bila hasrat tersebut musnah, anda tidak akan terlahir kembali.

Itulah yang akan membawa kita pada tahap akhir pencerahan.

Kematian akhir adalah kematian dari orang yang telah mencapai pencerahan. Mereka mempunyai pemikiran seperti ini, “baiklah, saya telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan”. Dengan pikiran seperti ini mereka dapat meninggal kapan saja. Apa yang saya lakukan sekarang mungkin sebagai pekerjaan ekstra sebagai tambahan dari pekerjaan utama saya. Pekerjaan tambahan itu adalah pelayanan kepada dunia ini.

Dalam beberapa kasus, seseorang masih berhasrat untuk terlahir kembali. Mungkin mereka ingin terlahir di tempat yang lebih baik, jika dia hidup dalam ketentraman, mempunyai seorang istri yang ideal, mungkin dia akan berpikir, “saya ingin bersama dengan istri saya bahkan dalam kehidupan berikutnya. Saya ingin terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang sama seperti yang saya lalui, memiliki kesamaan emosinal, kepuasan spiritual yang membuat hidup ini sangat damai. Jadi, biarkan saya memiliki hidup seperti ini lagi.” dengan demikian tak peduli betapa mulia orang tersebut, ia akan memiliki kehidupan yang sama lagi, karena ia masih memiliki hasrat untuk terlahir kembali.

Bagi orang yang telah tercerahkan, mereka bahkan tidak memiliki hasrat. Mereka menyadari bahwa walaupun tercipta secara mental, semua itu adalah sankhara (corak-corak mental, terkondisi dan tidak kekal). Apapun jenis sankhara itu, tak peduli begitu sempurnanya itu muncul, tetap adalah tidak kekal. Lebih dari itu, seorang yang telah tercerahkan menyadari bahwa kematian mereka telah berakhir, mereka tidak akan mengalami kematian lagi. Jadi inilah kematian terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak ada lagi kematian. Tiada ada apapun yang melampaui hal ini. Jadi itulah yang dimaksud “kematian akhir”.

-----------.......:):):)......------------------
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.