• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Kesaksian biksu myanmar, you fang... karya fiksi yang spiritual.

akiong

IndoForum Junior A
No. Urut
41745
Sejak
25 Apr 2008
Pesan
2.971
Nilai reaksi
47
Poin
48
(1) - perjalanan spiritual mencari kebenaran​

Nama saya Youfang, 46 tahun, berasal dari propinsi Yun Nan, Tiongkok, diangkat menjadi biksu di sebuah kuil di Mengla, Myanmar. Sudah 20 tahun lebih saya menjalani hidup sebagai biksu.

Agama Buddha merupakan agama utama, hampir setiap keluarga, setiap dusun dan desa menganut agama Buddha. Mereka akan sangat bangga jika salah satu dari anggota keluarga atau kerabat mereka menjadi biksu. Ibu saya pernah bercerita ketika saya baru berusia 1 bulan, saya sudah menjadi vegetarian dan menjadi murid sang Buddha. Saya resmi menjadi biksu pada usia 25 tahun, 1990, dan ketika itu putra saya berusia 8 tahun.

Ketika mereka mencukur habis rambut saya, semua orang di desa turut mengucapkan selamat, termasuk istri saya. Adat kebiasaan di sini adalah apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang menjadi biksu, maka anak dan istri orang tersebut akan mendapatkan perlakuan yang baik.

Kuil ketika saya menjadi biksu sangat kecil, jumlah biksu termasuk saya tidak sampai 10 orang. Guru saya adalah seorang biksu tua yang jarang berbicara. Penduduk desa di sekitar kuil sangat menghormatinya. Di bawah bimbingan guru, saya mulai menjalani kehidupan kultivasi saya. Kuil kami termasuk agama Buddha aliran Theravada yang hanya memuja Buddha Sakyamuni sebagai Buddha Leluhur dan tidak mengakui Buddha atau Bodhisatva lainnya.

Kegiatan di kuil pada dasarnya bercocok tanam, makan, bermeditasi dan membaca sutera, selain itu tidak ada yang lainnya. Namun hal-hal tersebut bagi saya tidaklah mudah, karena saya buta huruf dan tidak bisa membaca sutera, maka saya tidak bisa melaksanakan pembacaan sutera dengan baik. Akan tetapi guru tidak memaksa saya belajar membaca, ia bahkan mengatakan buta huruf malah baik, tidak memahami sutera Buddha barangkali bukanlah hal buruk, ia hanya meminta saya agar berpantang dengan ketat dan bermeditasi, membaca sutera bisa dibebaskan. Tentu di kemudian hari saya akhirnya dapat membaca, tetapi hal itu lantaran oleh peluang dan jodoh yang sudah tiba.

Kami dari aliran agama Buddha Theravada ialah melalui berpantang (melaksanakan vegetarian) dan berpuasa hati (hawa nafsu), dari berpuasa hati untuk kemudian memasuki kondisi Ding (baca: Ting. Suatu taraf hening pada saat bermeditasi), dari Ding terbukalah kecerdasan spiritual. Dan tak tahu kenapa, kakak dan adik seperguruan, bahkan guru saya pun sulit memasuki kondisi Ding. Dalam kurun waktu 1 tahun, untuk betul-betul bisa Ding beberapa kali saja cukup sulit. Namun saya berbeda, setelah berkultivasi selama 3 bulan, saya sering kali bisa memasuki kondisi Ding ketika bermeditasi.

Saya tahu, banyak pengikut Budhhis yang awam pada saat bermeditasi di rumah juga belum tentu mampu memasuki kondisi Ding. Sebetulnya memasuki kondisi Ding adalah seperti ini, Anda mengambil posisi duduk bersila ganda, ketika pikiran carut marut secara bertahap lenyap, Anda bisa memasuki semacam kondisi sunyi-sepi di mana pikiran sekilas pun sama sekali sudah tidak eksis lagi. Dalam taraf keheningan seperti ini, daya penginderaan tubuh manusia seluruhnya lenyap, Anda merasa seolah hanya berlalu beberapa menit saja, bahkan beberapa detik, namun setelah keluar dari kondisi Ding, ternyata beberapa jam telah berlalu. Guru mengatakan bahwa saya mampu dengan cepat masuk kondisi Ding, sesungguhnya adalah berkat buta huruf.

Suatu ketika pada musim kemarau 1991, saya sudah menjadi biksu selama 1 tahun lebih. Malam itu, di bawah pimpinan guru, seluruh biksu di kuil membentuk formasi lingkaran duduk bersila bermeditasi di hadapan patung Buddha Sakyamuni, tak terasa sayapun memasuki Ding lagi. Namun Ding saya kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Saat itu saya sendiri merasakan mestinya baru Ding sekitar 1 jam. Akan tetapi, ketika keluar dari Ding, teman-teman mengatakan kepada saya bahwa saya sudah genap memasuki Ding selama 7 hari di depan patung. Dalam waktu 7 hari tersebut, di atas ubun-ubun saya senantiasa terdapat pusaran cahaya aneka warna yang terus bersinar. Meskipun orang awam pun dapat melihatnya dengan mata telanjang, namun dari mana datangnya cahaya itu, tak seorang pun yang sanggup mengatakannya.

Beberapa hari setelah kejadian memasuki Ding tersebut, secara kebetulan saya menemukan, dalam keadaan memejamkan mata ternyata saya dapat melihat benda, bahkan melihat dengan lebih jelas dibandingkan dengan menggunakan mata. Saya bertanya kepada guru mengenai apa yang telah terjadi. Ia mengatakan saya telah mengalami terbukanya Supranatural Mata Surgawi, itu merupakan hal baik. Sejak saat itu, saya ‘berolah jiwa’ dengan lebih giat.

Hingga pada awal 1992, pada suatu pagi hari ketika berdoa, saya tiba-tiba menemukan patung Sakyamuni memancarkan sinar cemerlang, sekaligus saya merasakan terdapat sebuah aliran panas bagaikan api mengalir dari ubun-ubun menggerojok ke dalam tubuh, dan secara perlahan menyebar ke seluruh tubuh, saya pun secara utuh telah memasuki semacam kondisi tercerahkan, seolah sang waktu telah berhenti berjalan. Perasaan itu begitu indah dan ajaib, bagaikan bermandi-ria dengan air panas di alam mimpi. Ketika keseluruhan proses itu berakhir, saya sekonyong-konyong merasakan diri saya ada sesuatu yang lain, saya bagaikan merasa semacam tercerahkan dan tersadarkan, sekaligus kemampuan supranatural mata surgawi saya mengalami kemajuan berarti. Dalam sekejap, saya dapat melihat Fa Shen (tubuh duplikasi) Buddha Sakyamuni dari patung tersebut. Tidak hanya sebatas itu saja, memori ingatan saya tentang kehidupan kali ini dan masa-masa kehidupan sebelumnya juga telah terbuka.

Ternyata, dalam 2 kali masa kehidupan saya sebelumnya, saya selalu dilahirkan sebagai biksu yang berkultivasi (olah jiwa). Tetapi oleh karena dosa yang terakumulasi sepanjang kehidupan bermasa-masa sebelumnya terlalu berat, segala halangan datang merintangi jalan saya, sehingga akhirnya tidak berhasil memperoleh buah sejati (kesempurnaan). Namun, setiap kali sebelum meninggal, saya selalu berikrar untuk melanjutkan kultivasi saya pada kehidupan selanjutnya. Itulah mengapa pada kehidupan kali ini lagi-lagi telah memasuki pintu aliran Buddha dalam rangka melanjutkan takdir pertemuan sebelumnya. Oleh karena hasil kultivasi pada 2 masa kehidupan sebelumnya, dosa saya yang berat telah terlunasi dan telah mengakumulasi pahala, maka itu kultivasi pada kehidupan kali ini terasa begitu mudah dan sama sekali tak dapat dibandingkan dengan manusia awam pada umumnya.

Sesuai dengan bakat dasar dan ikrar akbar dalam 3 masa kehidupan, asalkan tetap teguh dalam tekad, mencapai kesempurnaan pada masa kehidupan kali ini adalah pasti. Namun yang menyedihkan ialah, saya baru saja dapat mengingat memori masa kehidupan yang lalu. Fa Shen Shakyamuni menyadarkan saya. Sang Buddha mengatakan hukum yang beliau ajarkan sudah tidak mampu lagi menyelamatkan umat manusia dan tidak mampu lagi menghasilkan buah sejati bagi umat-Nya, selain itu sang Buddha akan segera tidak mengurusi lagi dunia manusia serta tidak lagi peduli terhadap urusan dunia fana.

Mendengar kabar buruk itu, saya sangat pedih, saat itu juga saya menitikkan air mata. Saya bertanya, “Jika sang Buddha tidak lagi mengurusi dunia manusia, siapa yang akan melidungi dan menyelamatkan murid-murid yang percaya terhadap Anda?” Fa Shen Sakyamuni mengatakan, “Ada yang pergi, tentu ada pula yang datang. Dalam 84.000 aliran agama Buddha, tentu saja ada yang mampu menyelamatkan kalian menuju jalur nirwana.” selesai berbicara Fa Shen itu lenyap seketika. Saya menceritakan apa yang disampaikan Buddha leluhur kepada guru dan teman-teman seperguruan. Guru bertanya apa yang akan saya lakukan, saya merenung cukup lama dan berkata kepada guru bahwa saya akan berkelana, mencari hukum, dan mencari jalan penyelamatan menuju nirwana itu.

Pada Maret 1992, saya berpamitan kepada guru dan kakak seperguruan dan saya meninggalkan kuil sendirian. Saya tidak membawa bekal apapun, hanya membawa sebuah cawan untuk memohon sedekah, dan menapaki jalan pengembaraan. Pada serial selanjutnya baru akan saya kisahkan mengenai hikmah yang saya peroleh dari pengalaman kultivasi serta pengembaraan tersebut. (Biksu You Fang / The Epoch Times / whs)

bersambung
 
(2) - perjalanan spiritual mencari kebenaran


Pada artikel minggu lalu telah saya bahas mengenai mata surgawi. Saya tahu ada banyak orang tertarik dengan topik ini, tak ada salahnya saya sampaikan di sini. Yang disebut mata surgawi sesungguhnya adalah Pineal Body dalam tubuh manusia, atau disebut Istana Ni Wan dalam aliran Tao. Setiap orang memiliki Pineal Body. Asalkan tekun berkultivasi dan melalui penambahan energi kultivasi, mata dewa pasti bisa terbuka, ini bukanlah hal yang terlalu misterius.

Menggunakan mata surgawi dalam memandang dunia, sama sekali bukan sebuah konsep yang sama dengan penggunaan mata fisik kita, hal ini tak bisa Anda bayangkan begitu saja. Dalam melihat benda, Anda hanya mampu melihat satu arah, satu lapis saja. Dengan menggunakan mata surgawi, tercakup seluruh arah, tiga dimensi dan dengan informasi penuh. Boleh dikatakan, begitu memandang, empat penjuru delapan arah, kiri-kanan atas-bawah dan dari dalam ke luar, keseluruhan informasi tidak ada yang terlewatkan.

Misalkan saja memandang seseorang, dengan menggunakan mata fisik Anda yang terlihat hanya satu sisi saja dan hanya bisa melihat permukaannya saja. Sedangkan dengan menggunakan mata surgawi, setiap sel dari orang tersebut terpampang dengan jelas, bahkan di saat ia sedang memikirkan sesuatu, saya dapat melihatnya dengan jelas.

Pasca terbukanya mata surgawi, terutama setelah memori saya tentang perihal kehidupan masa lampau, saya lantas mengenali aksara, namun hanya aksara Fan Ti (baca: fan di, aksara mandarin orisinil sebelum diubah oleh rezim PKT Tiongkok). Akan tetapi aksara Jian Ti (baca: cien di) zaman sekarang juga tidak sampai menyulitkan saya. Bahkan mengambil sebuah kamus atau buku lainnya, tidak perlu membolak-balik, dengan sekilas pandang saya sudah memahami isinya. Apa yang disebut teknologi canggih, di hadapan saya, hanyalah mainan anak-anak, dengan sekilas pandang semuanya terlihat tembus.

Mata surgawi dari aliran Buddha terdiri dari lima tingkatan: Penglihatan mata fisik, penglihatan mata surga, penglihatan mata bijak, penglihatan mata Fa (hukum), dan penglihatan mata Buddha. Tatkala mata surgawi saya baru saja terbuka, adalah tingkatan penglihatan mata fisik, ketika mulai dengan berkelana, meningkat ke penglihatan mata Fa. Sampai pada tingkat penglihatan mata Fa itu, saya tidak hanya mampu melihat manusia dan benda secara lengkap, tapi juga mampu melihat apa yang dialami jiwa tersebut pada kehidupan masa lampau, masa sekarang dan masa depan (disebut Tiga Masa Kehidupan), mampu melihat jodoh ketiga masa. Yang disayangkan, saya tak dapat melihat arah masa depan sebuah kehidupan dan kesudahannya, karena itu masih dibutuhkan kemampuan yang lebih mendalam.

Sebetulnya mengenai mata surgawi ini, sedikitpun bukanlah takhyul. Ia dapat dijelaskan tuntas dengan prinsip ilmu pengetahuan. Misalkan saja, mata fisik manusia hanya bisa melihat cahaya saja, padahal sinar X, sinar gamma dan lainnya juga ada, tetapi tak dapat terdeteksi oleh mata manusia. Sedangkan cahaya dengan daya tembus lebih kuat dibandingkan dengan sinar gamma masih sangat banyak, tidak terhingga bahkan ada di mana-mana. Pineal Body dapat melihat dan merasakan sinar-sinar tersebut. Maka ia dapat melihat tembus tubuh manusia, dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat mata fisik. Pineal Body orang awam tertutup rapat, tapi melalui berkultivasi, secara bertahap dapat membuka penutup semacam itu sehingga ia mampu melihat tembus benda.

Lantas bagaimana penjelasan bahwa saya mampu mengetahui apa yang sedang dipikirkan seseorang? Juga bagaimana mengetahui jodoh tiga masa orang lain? Ini malah lebih mudah. Banyak orang tahu, otak manusia, sekitar 90% di antaranya adalah disegel, sama sekali tak dapat digunakan. Yang ditutup pada orang bodoh sedikit lebih banyak, kemungkinan mencapai 95%, sedangkan pada orang jenius, yang ditutup lebih sedikit, kemungkinan otaknya hanya ditutup sebanyak 85%. Ada juga manusia yang otaknya tinggal separuh karena dioperasi, akan tetapi IQ-nya sama sekali tidak terpengaruh dan dapat hidup normal.

Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, apakah kegunaan dari otak? Saya beritahu Anda, itu dipergunakan untuk menyimpan data ingatan. Seluruh memori dari kehidupan bermasa-masa yang lampau tersimpan di sana, bahkan segenap informasi alam semesta secara utuh ada di dalam sana, hanya saja Anda tak mampu menggunakannya karena masih disegel. Informasi-informasi tersebut jika dilihat dengan mata surgawi, terlihat utuh dan jernih, berwarna, bak pemutaran film mini lengkap dengan suara. Anda memikirkan apa, visualisasinya dapat terefleksi di dalam otak. Maka dari itu Anda memikirkan apa dan pengalaman masa lampau Anda, terlihat sekali saja langsung gamblang.

Setelah mata surgawi terbuka, selain mampu melihat apa yang tak dapat dilihat oleh awam, saya dapat melihat sejumlah dewa atau malaikat, roh halus dan lainnya, serta dapat berkomunikasi dengan mereka. Namun pada umumnya saya tidak memedulikan mereka, karena saya merupakan manusia yang pernah mendengarkan ajaran Buddha, tidak baik terlalu peduli dengan roh-roh yang tingkatnya agak rendah tersebut. Anda pasti ingin tahu, seperti apakah cara eksis para malaikat dan setan? Bentuknya sangat banyak, dengan cara eksis yang sangat bervariasi. Namun makhluk-makhluk tersebut jika dibandingkan dengan Buddha Sakyamuni masih terpaut jauh, sama sekali tak dapat dibandingkan.

Mengapa hewan tidak diperkenankan mendengarkan hukum Buddha maupun berkultivasi? Karena hewan tidak dilengkapi dengan unsur yang harus ada untuk melakukan kultivasi, yakni tubuh manusia. Maka di manakah letak perbedaan mendasar antara sifat pokok manusia dan binatang? Ada 2 hal, pertama adalah “Dan Tian” (baca: tan dien. Titik Cakra di dalam tubuh yang letaknya di permukaan berjarak 2 jari di bawah pusar), ke dua adalah “Istana Ni Wan” alias Pineal Body. Di dalam Dan Tian tersimpan Qi-pra kelahiran (baca: jhi. Energi kosmik yang eksis di ruang lain) dari dalam alam semesta. Qi seperti ini adalah melampaui Qi dari Yin dan Yang (feminin dan maskulin), juga disebut Qi-muasal yang amat sangat bernilai.

Sedangkan Pineal Body, ia merupakan miniatur alam semesta. Roh Anda tersegel di sana, di dalam sana terdapat segel sebelum Anda menjadi manusia, yang ditinggalkan oleh Sang Pencipta kepada Anda. Dengan adanya segel tersebut, setiap orang memiliki jiwa Buddha, yang merupakan keberadaan sifat pokok kebajikan Anda. Dengan memiliki kedua hal tersebut, manusia baru dapat berkultivasi, dan pantas mendengarkan hukum Buddha. Di situlah berharganya tubuh manusia. Dikatakan bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna di antara segenap makhluk, justru disebabkan karena di dalam tubuh manusia terdapat segel yang ditinggalkan oleh Sang Pencipta.

Hewan tidak memiliki Pineal Body juga tidak memiliki Dan Tian, dengan kata lain ia tidak memiliki sifat pokok yang bajik, itulah mengapa mereka tidak diperkenankan mendengar hukum Buddha. Jika tidak percaya, bedahlah tubuh hewan, tak peduli hewan apapun, dijamin tidak memiliki Pineal Body, benda ini hanya dimiliki manusia. Sampai di sini, saya teringat teori Evolusi Darwin, dikatakan manusia berasal dari kera yang berubah secara bertahap, ini sama sekali tidak masuk akal. Ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan zaman sekarang, menjelaskan Pineal Body sebagai mata ketiga umat manusia yang telah terdegradasi. Mengapa hewan primata seperti kera, gorilla, lutung, orang utan dan sejenisnya hanya memiliki sepasang mata? Kenapa tidak memiliki tiga mata? Setelah Anda membedah hewan, mereka semua tidak memiliki Pineal Body, bagaimanakah ilmu pengetahuan menjelaskan hal ini?

Dengan penglihatan surgawi, saya dapat melihat bahwa Darwin adalah reinkarnasi dari raja iblis untuk mengacau dunia. Ia menebar teori evolusi untuk menghantam kepercayaan manusia terhadap Sang Pencipta, agar manusia percaya bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera.

Dan ternyata manusia sungguh-sungguh telah mempercayai ajaran melenceng milik Darwin itu. Bagi saya hal itu benar-benar menggelikan dan memalukan. Menurut saya, ini adalah salah satu penyebab sebagian besar manusia (secara sadar ataupun tidak) tidak lagi mempercayai eksistensi Tuhan. Dengan timbulnya kepercayaan melenceng seperti itu, maka Dharma yang diajarkan oleh sang Buddha tidak lagi dapat menyelamatkan manusia.

Tuhan maha bijaksana dan belas kasih. Namun ada permasalahan yang di luar kuasa Tuhan yaitu hati manusia itu sendiri. Jika manusia tidak mau insyaf dari dasar lubuk hati, Tuhan pun tak berdaya. Manusia zaman sekarang tidak mempercayai Tuhan, juga tidak ingin mempelajari hukum alam semesta. Hewan tidak memiliki Pineal Body, jiwa dan otak besarnya pun tidak tersegel, kebijaksanaannya terbuka lebar. Manusia merasa lebih pintar daripada binatang, sebenarnya manusia kalah jauh, mereka memahami banyak hal, maka itu binatang berupaya keras memperoleh tubuh manusia agar dapat berkultivasi (berolah jiwa). Inilah keadaaan sesungguhnya.

Di dunia ini terdapat begitu banyak manusia, Anda jangan terkecoh oleh tampak luar dan berbicara dalam bahasa manusia. Namun ia sudah lama bukan manusia lagi, ia merupakan tubuh manusia yang jiwanya telah dikuasai oleh roh hewan.

Sekarang di Tiongkok terdapat banyak sekali perempuan yang berprofesi sebagai wanita tuna susila. Rata-rata karena terdesak oleh beratnya kehidupan. Sebenarnya itu adalah karma akibat perbuatan tercela yang telah mereka lakukan pada kehidupan lampau sehingga pada kehidupan kali ini mereka harus menjalani profesi semacam itu. Namun, juga tidak sedikit perempuan yang sengaja menjalankan profesi tersebut atas inisiatif sendiri. Menurut penglihatan saya, 99% jiwa mereka semua telah ditempeli oleh roh siluman rubah. Para roh hewan semacam itu memang menggunakan metode itu untuk merampas sari pati manusia.

Mungkin diantara Anda sekalian pernah mendengar istilah ‘Manusia Sayur’. Manusia Sayur adalah manusia yang masih memiliki tubuh fisik utuh dengan semua organ yang berfungsi normal tetapi tidak memiliki kesadaran layaknya manusia. Mereka tidak memiliki kesadaran karena jiwanya sudah tidak ada di tubuhnya, jiwanya telah memasuki jalur reinkarnasi. Manusia sayur banyak yang tersadarkan kembali setelah beberapa tahun berselang, mereka mengalami amnesia sebagian, disertai dengan IQ yang menurun drastis.

Sebagian hewan masih baru berkultivasi dan tidak menyadari konsekwensi yang telah ia perbuat. Mereka tidak mengetahui apabila setelah menempel di tubuh manusia sulit untuk melepaskan diri. Akan tetapi ada juga hewan yang telah berlatih selama ribuan tahun dan telah memiliki kemampuan supranatural cukup tinggi. Roh hewan yang telah berkemampuan tinggi ini, jika mereka merasuk ke dalam tubuh fisik manusia sayur, maka manusia sayur ini akan segera tersadar.

Setelah tersadarkan, segalanya seolah berjalan dengan normal-normal saja, orang awam tidak akan tahu jika manusia tadi bukanlah manusia yang seutuhnya, mereka juga tidak dapat mendeteksi kehadiran Futi (baca: fu di, yang artinya adalah makhluk yang menempel dalam bahasa Mandarin) tersebut.
 
Setelah itu saya pun memutuskan untuk berkelana memasuki wilayah Tiongkok. Ketika saya hendak meninggalkan kota Danjiang Kou, saya bertemu dengan sepasang anak muda di jalan raya, usia mereka sekitar 25 tahun, berparas cakap dan dandanan modis.

Namun begitu melihat mereka, saya mengetahui bahwa mereka bukanlah manusia sejati, ada Futi (mahkluk yang merasuk) yang menempel pada tubuh mereka, dan Futi itu juga bukan hewan. Keduanya sungguh berwujud layaknya manusia, tetapi sesungguhnya bukanlah manusia. Saya merasa amat heran dengan Futi yang menempel di tubuh mereka. Tanpa ragu saya memperhatikan mereka, ingin mengamati secara lebih mendalam. Melihat informasi yang tersimpan di dalam benak mereka berdua, saya pun menyadari bahwa mereka ternyata adalah Alien, dan mereka sama sekali bukan seketika warga bumi!

Kedua Alien tersebut dengan sekejap berubah menjadi ketakutan setelah menyadari bahwa saya dapat menglihat wujud asli mereka. Mereka berlari berlutut ke hadapan saya, dan memohon agar saya tidak membongkar rahasia mereka dan sudi melepaskan mereka. Saya katakan bahwa saya tidak tertarik untuk mencampuri urusan mereka. Mendengar hal itu mereka sangat gembira dan sangat berterima kasih. Setelah itu, saya sudah tidak ingin mengetahui lebih lanjut dan juga tidak menghiraukan lagi kedua Alien tersebut. Saya segera mempersiapkan diri untuk berkelana ke tempat lain. Tidak disangka, kedua Alien tersebut menguntit saya terus, mereka bahkan merengek agar saya bersedia menerima mereka menjadi murid.

Menurut saya, Alien tergolong sebagai binatang. Mereka juga tidak memiliki Pineal body dan Dan Tian, (lokasi energi yang terletak di bagian perut bawah) tidak memiliki sifat pokok yang bajik, serta tidak layak untuk mendengarkan Dharma sang Buddha. Namun ketika berkelana saya sering merasa kesepian dan terkucilkan, sebenarnya bukanlah hal yang buruk jika 2 Alien tadi turut menemani perjalanan saya. Meskipun saya tidak menerima mereka sebagai murid, saya mengijinkan mereka untuk mengikuti saya berkelana. Dari merekalah saya mengetahui lebih banyak mengenai dunia internal Alien.

Menurut penuturan kedua Alien itu, masih tedapat banyak sekali peradaban Alien di luar bumi sana. Bahkan ada sejarah peradaban Alien yang jauh melampaui imajinasi manusia bumi, dan sesuai pengetahuan mereka, dengan perhitungan konversi waktu bumi, peradaban Alien yang paling kuno berusia 3 miliar tahun lebih! Taraf ilmu pengetahuan milik Alien juga jauh melampaui umat manusia dan telah mencapai tingkatan yang sulit dibayangkan. Namun perkembangan teknologi mereka tetap memiliki batasan. Tidak peduli betapa majunya teknologi mereka, mereka juga tidak mampu memperpanjang usia suatu kehidupan, mereka tetap harus mengalami kematian.

Alien merupakan hewan hasil perkembangan tingkat tinggi dari kecerdasan dan teknologi. Namun di dalam masyarakat mereka, hanya ada ilmu pengetahuan tanpa kebudayaan. Anda pasti tidak dapat membayangkan bahwa ternyata di dunia Alien tidak ada orang yang paham tentang ilmu estetika, musik, ilmu kesusasteraan dan ilmu filsafat, apa lagi kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan dan spesifikasi moralitas. Kemudian Alien menemukan bumi, dan mereka menemukan kepercayaan manusia terhadap Tuhan adalah betul dan jauh melampaui teknik ilmu pengetahuan mereka.

Banyak orang bertanya-tanya tentang apa tujuan sebenarnya dari kedatangan Alien, yang telah memiliki ilmu pengetahuan yang sangat maju itu ke bumi. Sungguh sulit dipahami. Izinkan saya untuk menguraikan jawaban yang saya percayai betul. Menurut saya, Alien sebenarnya mengincar kebudayaan dan kesenian manusia bumi. Mereka juga ingin mempelajari kepercayaan manusia kepada Tuhan.

Sekarang telah terdapat sejumlah besar Alien di tengah masyarakat manusia modern. Mereka berasal dari peradaban berbeda dan dari planet berbeda, taraf kemajuan iptek peradaban tersebut dan jalur ilmu pengetahuan yang mereka tempuh sama sekali berbeda. Namun tujuan mereka berdatangan ke bumi adalah sama, yaitu i-ngin mempelajari seni-budaya, mempelajari spesifikasi moralitas dan mempelajari kepercayaan manusia terhadap Tuhan. Namun para Alien itu secara disengaja ataupun tidak telah membocorkan teknologi mereka kepa-da umat manusia.

Sekarang ini yang disebut sebagai teknologi canggih, seperti bom nuklir, komputer, kloning manusia dan lainnya, 99% adalah milik para Alien tersebut. Beberapa orang percaya bahwa Amerika memperoleh inspirasi dari pesawat ulang alik milik Alien, dan itulah alasan mengapa Amerika memiliki teknologi yang maju.

Walaupun telah berupaya keras untuk mempercayai keberadaan sang Pencipta, mulai dari menjiplak wujud manusia bumi, membangun gereja, kuil, dan patung dewata di planet mereka, tetap saja Alien adalah hewan, dan hewan tidak diperkenankan mendengarkan ajaran Dharma, sehingga tidak ada siapapun yang mampu menyelamatkan mereka. Karena merasa tidak ada jalan lain maka Alien secara berduyun-duyun datang ke bumi dan menjelma menjadi manusia, mereka berupaya mempelajari bagaimana menjadi manusia agar dapat terselamatkan. Ironis memang, Alien yang berteknologi canggih mati-matian hendak mempercayai Tuhan, sedangkan manusia yang asalnya sudah beriman, malah menganggap teknologi yang berasal dari Alien sebagai kepercayaan.

Bagaimanakah sebetulnya wujud Alien itu? Bagaimana pula mereka bersembunyi di dalam masyarakat manusia? Wujud Alien pada umumnya sangat buruk, baik lelaki maupun perempuan, sangat buruk. Mereka juga tidak memiliki kriteria bahwa sesuatu itu indah dan buruk seperti milik manusia. Namun bentuk Alien bukanlah seperti yang dilukiskan di dalam film, berkepala besar, bermata besar, dan berleher kurus. Tubuh Alien agak mirip dengan gurita dan bunglon, bentuk dan warna tubuh mereka dapat berubah mengikuti lingkungan.

Oleh karena itu setelah tiba di bumi, mereka dapat meniru wujud manusia, berubah sesuai dengan wujud manusia untuk memperdayai Anda. Mengandalkan tubuh fisik, Anda tidak akan dapat mendeteksi dirinya. Tentu di antara Alien itu terdapat pula yang baik yang dengan sungguh hati mempelajari seni budaya kuno umat manusia. Tetapi itu hanya minoritas saja, dua orang yang saya temui, termasuk yang baik. Mengenai Alien, sementara cukup sekian dahulu. (Biksu You Fang - Kuil x Mengla - Myanmar / The Epoch Times / whs)

bersambung
 
Setelah meninggalkan gunung Butong (mandarin: Wu Dang), saya merenungkan sebuah pertanyaan, kemanakah gerangan mencari Fa (hukum alam semesta)?

Fa yang saya kenal dan temui sepertinya tidak bertuah lagi, entah bagaimanakah dengan Fa dari agama Buddha Mahayana? Menurut konsepsi agama yang saya pelajari selama ini, agama Buddha Mahayana dianggap sebagai “Aliran pseudo buddhis dari luar”.

Misalnya aliran Tanah Suci, mereka melafal mantra Amitabha, setelah meninggal diyakini bisa terlahir kembali di dunia Sukhavati. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan prinsip Berpantang – Samadhi – Kebijakan yang diajarkan Buddha Sakyamuni, sesuatu yang bukan diajarkan oleh sang Buddha leluhur.

Misalnya lagi aliran Esotherik, yang mereka kultivasi adalah Badan – mulut dan hati, juga tentang kultivasi ganda pria dan perempuan dan yang disembah ialah Tatagatha.., bukankah ini juga tidak identik dengan Berpantang – Samadhi – Kebijakan? Saya yakin hal ini juga termasuk “Aliran pseudo buddhis dari luar”. ………

Aliran Zen tak usah dikatakan lagi, Buddha Sakyamuni mengkhotbahkan Fa selama 49 tahun, selamanya tidak pernah mengajari ilmu seni bela diri kepada para pendetanya. Selain itu ketika Bodhidharma mendirikan aliran Zen di kuil Shaolin, Buddha Sakyamuni sudah moksa 1.000 tahun sebelumnya, maka itu aliran Zen betul-betul “Aliran pseudo buddhis dari luar”.

Akan tetapi, Buddha leluhur selamanya tidak pernah berkata “Aliran pseudo buddhis dari luar” bukanlah Fa Buddha dan bahkan tidak pernah mengatakan bahwa “Aliran pseudo buddhis dari luar” merupakan ajaran sesat! Saya tiba-tiba tercerahkan, Berpantang – Samadhi – Kebijakan yang diajarkan Buddha leluhur hanyalah salah satu dari 84.000 aliran seperti yang beliau khotbahkan.

Aliran yang dikultivasikan di dalam agama Buddha Mahayana juga merupakan Fa Buddha, seharusnya juga ada di dalam 84.000 aliran tersebut, hanya saja bukan disiarkan oleh Buddha Sakyamuni sendiri. Apalagi pada masa akhir dharma seperti sekarang ini, jutaan iblis mengacau dunia, siluman kuntilanak merajalela dan Alien memenuhi jalanan, asalkan dapat membuat orang berkultivasi sampai berhasil memperoleh buah sejati (kesempurnaan), apakah itu “Aliran pseudo buddhis dari luar”, saya tak peduli lagi. Nah, dari pencerahan itu saya mempersiapkan diri melakukan ziarah ke empat lokasi wihara agama Buddha Mahayana.

Saya tahu, ada banyak pembaca menertawai, bahkan mencaci saya, mereka sama sekali tidak percaya, ini adalah wajar. Kalau zaman dahulu ada peribahasa: “Jika tidak ditertawai ia bukanlah Tao”, yang berlaku sekarang ialah: “Jika tidak dicaci ia bukanlah Tao”. Namun saya beritahu Anda, Fa Buddha adalah riil dan bukan khayalan. Saya ajukan 2 contoh: perihal Sarira dan biksu / pendeta berbadan bodhisatwa (setelah meninggal jasad pendeta / biksu tersebut tetap utuh dan tidak membusuk).

Anda jangan mengatakan sarira adalah batu endapan, mengapa hanya biksu tingkat tinggi atau pemeluk Buddha setelah dikremasi baru ditemukan sariranya? Kenapa sarira tersebut tidak terbakar habis? Para ilmuwan yang telah meneliti sarira sekian lama, mengapa tidak kunjung mengetahui jawabannya? Sekian banyak manusia biasa yang telah dikremasi, mengapa tidak ada seorangpun yang muncul sariranya? Sedangkan bhiksu tingkat tinggi dari suatu aliran setelah moksha mengapa jazadnya utuh dan tidak membusuk, bagaimana pula penjelasannya?

Sayapun tahu, yang membaca artikel ini tak sedikit dari kalangan budhis, berhati bajik dan jiwa Buddhanya kuat serta imannya pun tak tergoyahkan. Di sini, saya tidak berani menjelaskan Fa Buddha, terlebih lagi tidak berani mendefinisikan Fa Buddha. Mohon diingat bahwa saya sebagai manusia biasa, jika di bawah dorongan mentalitas pamer, dengan sembarangan menjelaskan sutera Buddha dan dengan seenak sendiri mentafsirkan Fa Buddha, dosanya bisa tak terampuni. Namun, di sini, perbolehkan saya merangkum pengalaman yang benar-benar telah saya alami sendiri dan membicarakan pembuktian serta pencerahan pribadi saya terhadap Fa Buddha, mudah-mudahan dapat menginspirasi Anda.

Pada pertengahan April 1993, saya membawa kedua Alien itu berkelana ke gunung Wu Tai di propinsi Shanxi. Gunung Wu Tai merupakan kuil pemujaan Bodhisatwa Manjusri, namun, ada banyak sekali kuil di atas gunung, dengan aneka ragam aliran: Zen, Esotherik, Tian Tai, Hua Yan semuanya ada. Tujuan saya ke Tian Tai adalah untuk mempelajari kuil Qing Liang milik aliran Zen. Di pagi hari itu saya berangkat dari kota kabupaten Fan Zhi, dengan berjalan kaki menuju ke gunung Wu Tai. Dengan kecepatan langkah saya, jangkauan 100 li (sekitar 50 km) mestinya bisa ditempuh sebelum hari mulai gelap, akan tetapi, kami menjumpai sebuah kasus, yang telah menghambat waktu perjalanan saya.

Kala itu mendekati siang hari, saya tiba di sebuah dusun, sewaktu menyiapkan diri untuk meminta sedekah, kebetulan kami menjumpai seseorang hendak menyembelih seekor anjing. Itu adalah seekor anjing kampung berwarna kuning. Ia diikat di sebuah batang pohon, kondisinya sangat mengibakan, bobotnya sekitar 15 kg, calon algojonya seorang lelaki kekar berusia sekitar 40-an.

Saya melihat dengan mata-surgawi, kehidupan sebelumnya lelaki tersebut adalah seekor anjing liar, sedangkan anjing kuning yang menanti ajalnya itu, justru adalah orang yang menyembelih dia pada masa kehidupan sebelumnya. Hal yang sangat gamblang, orang tersebut berbuat jahat pada kehidupan yang lalu, maka pada kehidupan kali ini bereinkarnasi menjadi anjing kuning yang menjadi korban sembelih itu untuk dapat menyelesaikan dendam permusuhan tersebut. Pada permasalahan seperti ini biasanya saya tidak akan mencampuri, bukan saya tidak berbelas kasih, karena ini adalah akibat dari dendam lalu, memang seharusnya berjalan sesuai takdirnya.

Saya tidak hirau, tetapi bukan berarti orang lain mengacuhkannya. Ketika lelaki kekar itu menggantung si anjing dan siap menenggelamkannya ke dalam bak air sampai mati, muncul seorang nenek tua. Sang nenek ini menyatakan rela membayar 100 Yuan menebus nyawa anjing kuning. Siapa sangka, lelaki kekar mati-matian menolak, tetap ingin membunuh anjing kuning itu. Si nenek tidak menyerah, ia menambah penawarannya dan ditingkatkan menjadi 200 Yuan. Tetap saja si lelaki bergeming dan menyatakan bukan masalah uang, ia justru hendak menyembelih anjing itu karena ingin makan dagingnya, jika tidak hatinya terasa tidak nyaman.

Si nenek tidak pandai berargumentasi, ia terus saja menaikkan tawarannya, dengan harapan dapat memunculkan belas kasih si lelaki kekar. Hingga akhirnya penawaran si nenek mencapai 1.000 Yuan, si lelaki baru setuju melepas si anjing, namun ia minta si nenek membayar tunai. Tanpa berkata apapun si nenek pulang mengambil uang. Pada 1993, penduduk pedesaan di Shanxi pada umumnya tidak kaya, 1.000 Yuan bukanlah jumlah yang sedikit. Dalam seluruh proses menyelamatkan si anjing kuning, saya melihat hati si nenek tua yang begitu penuh belas kasih, betul-betul bagaikan emas yang berkemilau. (Bhiksu You Fang - kuil x Mengla - Myanmar / The Epoch Times / whs)

bersambung
 
Setelah menyelamatkan si anjing kuning, nenek tua menuntun anjing itu ke luar dusun dengan maksud melepasnya ke alam bebas agar si anjing menjalani sendiri hidup-matinya.

Saat itu juga saya mencegah si nenek, saya mengatakan kepadanya agar jangan berbuat demikian dan berharap nenek tua membawa si anjing malang itu pulang dan memelihara hingga akhir hayatnya. Mengapa saya menasehati si nenek seperti itu?

Karena ajal si anjing kuning itu mestinya sudah tiba, maka ia harus mati, demikianlah perjalanan takdirnya. Akan tetapi, lantaran campur tangan nenek tua, anjing kuning itu tidak jadi mati, maka, nenek tua harus memikul penuh tanggung jawab atas sisa usia yang masih harus ditempuh anjing tersebut. Jika tidak, segala dosa yang kelak dilakukan si anjing, akan diperhitungkan kepada nenek tua sendiri. Misalnya, anjing kuning menggigit orang dan mencuri makanan milik orang lain serta telah mencederai jiwa binatang lain, dosa (karma) tersebut akan tercatat pada diri si nenek tua.

Ada peribahasa: “Menjadi orang baik jalanilah hingga saat terakhir, bertugas mengantarkan bhiksu harus diantar sampai ke barat (tujuan).” Pada umumnya orang tidak memahami makna sesungguhnya peri bahasa tersebut, sebetulnya ia bermakna, Anda melakukan perbuatan bajik, harus bertanggung jawab sampai akhir, ada awal ada akhir, harus dilaksanakan sampai tuntas, Jika tidak, perbuatan bajik itu hanya Anda lakukan separuh lantas tidak mau tahu lagi, sangat mungkin berakhir secara buruk, hal ini malah akan menambah dosa Anda.

Zaman sekarang terdapat orang yang disebut mempercayai sang Buddha, setiap tahun melakukan Fang Sheng (melepaskan hewan ke alam bebas), itu dikatakan adalah untuk menambah pahala dan memperoleh imbalan rejeki, justru saya lihat hal yang sulit terkabul. Mengapa demikian? Misalnya saja seseorang melepas seekor ikan besar ke dalam sebuah empang dengan tujuan untuk Fang Sheng, ia beranggapan telah memupuk pahala. Saya katakan kemungkinan ia dapat mengumpulkan sedikit pahala saja, namun akibat ulahnya itu malah barangkali membawa dosa yang lebih besar.

Coba Anda pikir, bukankah ikan besar tersebut akan mengganyang habis ikan-ikan kecil di dalam empang tersebut, tidakkah ini sama dengan melepaskan harimau ke dalam sarangnya? Berbuat kebaikan, harus dilakukan juga dengan rasio dan kebijaksanaan, harus mempertimbangkan dampak dan kemampuan diri sendiri. Jika di dalam berbuat kebaikan melulu demi berbuat kebaikan, tak ada bedanya dengan membohongi diri sendiri.

Barangkali ada yang mempertanyakan, toh si anjing kuning sudah mendekati ajalnya, kenapa nenek tua setelah menolongnya, ia tidak lantas mati? Jawabnya ialah setiap menjumpai kasus seperti ini, demi memupuk niat bajik manusia, sang Pencipta akan memperpanjang usia anjing kuning tersebut, namun tidak terlalu lama. Siapakah yang sudi berbuat kebaikan lagi kelak, jika baru saja menolong seutas nyawa dari ancaman pisau jagal, lantas yang tertolong itu langsung mati?

Kemudian si nenek menuruti usulan saya dan membawa anjing kuning itu pulang untuk dipelihara. Tindakan nenek tua ini boleh dibilang telah membawa pahala besar, melalui upaya dan pengorbanannya, telah melumerkan sebuah takdir pembalasan dendam dan telah mengurangi sebuah pembantaian. Inilah sifat kebudhaan yang muncul sekejap dan merupakan sisi paling mulia dari seorang manusia. Jika saja semua orang memiliki hati seperti si nenek tua, maka dunia akan sangat tertib dan tenteram para malaikatpun pasti tidak berpangku tangan lagi terhadap umat manusia.

Berpamitan dengan nenek tua, saya melanjutkan perjalanan ke gunung Wu Tai, akhirnya tiba juga di kaki gunung Wu Tai yang berdiameter 250 km ketika hari telah gelap, kami tidak mengetahui dengan persis letak kuil Qing Liang, itulah mengapa kami menuju sebuah dusun dan siap menanyai penduduk dusun jalan menuju kuil Qing Liang.


Begitu saya memasuki dusun, terlihat seorang penduduk menanyai saya apakah kami sedang mencari seseorang yang disebut Buddha-hidup yang tinggal di dusun tersebut. Saya merasa heran, saya katakan hendak mencari kuil Qing Liang, bukan mencari Buddha-hidup.

Orang itu berkata Buddha-hidup akan segera naik ke langit, banyak Lama (pandita di dalam aliran Tantrayana) dan biksu datang untuk mengantar. Dia mengira kedatangan saya juga dalam rangka mengantar “kepergian” Sang Buddha-hidup. Mendengar pernyataan penduduk dusun, hati saya tergerak juga, saya jadi tertarik ingin menyaksikan Sang Buddha-hidup dengan cara apa naik ke langit, maka memohon kepada penduduk untuk menunjukkan alamat sang biksu.

Sang Buddha-hidup tinggal di dalam kuil kecil di pinggiran dusun, sewaktu saya tiba, di sekeliling kuil telah berkumpul 100 lebih Lama dan biksu. Kala itu Buddha-hidup duduk dengan kaki bersila lotus di atas sebuah batu di depan kuil, ia mengenakan jubah kasaya merah, memejamkan mata dan tangannya memegang tasbih, usianya sekitar 70-80-an. Saat saya tiba dan hendak masuk, Buddha-hidup tiba-tiba saja membelalakkan matanya, saya terkejut, karena sorot matanya tertuju ke saya. Untuk menjaga tata krama, saya membalasnya dengan anjali (kedua telapak tangan yang ditangkupkan di depan dada).

Sambil mengangguk, Buddha hidup membalas dengan anjali satu tangan dan mengirim informasi melalui telepati dipancarkan ke arah saya. Selain itu ia juga mengetahui bahwa saya mengunjungi gunung Wu Dai untuk menuntut Fa, namun ia mengatakan gunung Wu Tai sudah tidak lagi memiliki “Fa (hukum alam semesta)” yang dapat dipelajari.

Saya kemudian bertanya lagi tentang ajaran Mahayana apakah masih mampu menyelamatkan manusia?

Buddha-hidup mengatakan, bukan hanya Mahayana, semenjak penciptaan langit dan bumi, seluruh ajaran dan aliran kultivasi rahasia yang tersebar di dalam masyarakat sudah memasuki zaman akhir dharma, tiada lagi Fa yang bisa diwariskan, apalagi menyelamatkan manusia? Saya sangat kecewa, saya mengatakan di mana saya bisa menemukan Fa? Bagaimana dengan mahluk hidup?

Buddha-hidup mengatakan, di masa akhir dharma, siluman dan iblis gentayangan menghadang ajaran ortodoks, membuat manusia terpikat dan tersesat oleh keduniawian, sehingga pada dasarnya sudah tidak ada obatnya. Namun, berkat jiwa welas asih penguasa alam semesta, telah turun sang juru selamat ke dunia untuk memberikan penerangan dan penyelamatan kepada mahluk hidup. Bagi manusia yang memiliki takdir pertemuan dan orang-orang bijak yang masih memiliki nurani, tentu saja dapat memperoleh Fa dan memperoleh penyelamatan.

Sampai di sini, Buddha-hidup menghentikan telepatinya kepada saya. Selanjutnya, ia mulai melakukan aneka gerakan shou yin (gerakan isyarat tangan) yang sangat indah, sepertinya itu adalah maha shou yin warisan rahasia dari aliran Esoterik yang tidak saya pahami. Akan tetapi melalui mata surgawi saya menyaksikan, seiring dengan gerak shou yin Sang Buddha-hidup, banyak sekali bunga lotus keemasan turun betebaran dari langit dan bertaburan di sekeliling kuil. Shou yin tersebut dilakukan 10 menit lebih.

Saat berhenti, sekitar tubuh Buddha-hidup mulai memancarkan sinar merah yang menyilaukan mata, kekuatan cahaya tersebut menembus langit. Sinar menyilaukan berlangsung 5 - 6 menit, kemudian Buddha-hidup berubah menjadi seberkas pelangi dan melesat ke angkasa. Pada bekas tempat duduk Buddha-hidup terlihat sejumlah sarira, jumlahnya tak kurang dari 100 butir, kebanyakan berwarna merah, kuning dan putih. Yang besar seukuran buah persik, yang kecil seukuran butiran beras.

Rupanya tidak sia-sia saya menempuh perjalanan ribuan kilometer mengunjungi gunung Wu Tai. Meski belum berhasil memperoleh Fa, namun saya bersyukur telah menyaksikan dengan mata-kepala sendiri “tubuh duplikasi berupa cahaya pelangi” dari seorang Lama besar aliran Esoterik, yang menunjukkan bahwa takdir pertemuan saya dengannya sangat dekat.

Di dalam tahun-tahun pasca pendakian gunung Wu Tai, saya telah menjelajah seluruh gunung, danau dan sungai terkenal Tiongkok, telah berjumpa dengan banyak orang dari kalangan pertapa dan kultivator, juga berjumpa dengan orang-orang seperti saya yang mengembara demi mencari Fa. Banyak kota-kota besar juga saya singgahi seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, Shenyang, Wuhan, Nanjing dan lainnya.

Dalam kurun waktu itu dan arus hilir mudik manusia yang bergegas, kemungkinan Anda pun bisa saja berpapasan dengan saya, hanya saja Anda tidak memperhatikannya. (Bhiksu You Fang - Kuil x Mengla - Myanmar / The Epoch Times / whs)

Bersambung
 
Sang waktu berlalu dengan cepat dan setelah melalui puluhan ribu kilometer perjalanan, saya berkesimpulan bahwa dalam kehidupan ini terlalu banyak godaan, iblis dan siluman berada di mana-mana, jangan lagi ditanya perihal kepercayaan dan spiritual, manusia zaman sekarang sudah tidak bisa membedakan hal-hal paling mendasar seperti baik dan buruk, bajik dan jahat, jelek dan jelita.

Namun saya memperhatikan, masih ada banyak orang yang meronta kuat meski di dalam kabut keduniawian tak mampu menemukan arah dan tidak melihat ada harapan, namun mereka belum melepas pencarian jalan menuju pulang.

Misalnya, ada orang meski tidak mengerti yang tertera di dalam kitab suci, tetapi ia masih suka membolak-balik kitab tersebut. Meski banyak orang mengaku dirinya lebih mempercayai ilmu pengetahuan, tetapi mereka lebih suka menyandang atribut keagamaan di tubuhnya. Juga banyak orang yang mengaku suka bersembahyang di tempat ibadah, meski mereka sedang memohon kepada sang Pencipta demi kepentingan mereka sendiri.

Namun, di dalam lubuk hati mereka masih terdapat kebajikan. Akar kebajikan dari pikiran sekilas manusia belum pernah padam. Di lubuk hati terdalam, mereka secara samar masih mengetahui mengapa mereka harus terlahir kembali di dunia manusia yang penuh dengan mara dan kejahatan ini.

Saya pernah pula menjumpai penganut Buddha yang suka menanyakan bagaimana cara berkultivasi dengan konsisten. Misalnya, ada yang menyukai bermeditasi, akan tetapi begitu ia duduk bersila di sana, benaknya sepenuhnya dikuasai pikiran kalut, betul-betul bagaikan langit dan bumi yang gonjang-ganjing, sama sekali tidak terkendali. Mereka merasa heran mengapa bisa demikian? Bagaimana hati ini bisa benar-benar memasuki kondisi hening? Ada pula yang telah mengeluarkan biaya besar dengan membangun tempat ibadah di dalam rumahnya, menatanya sesuai standar relijius, dan setiap hari tak pernah absen bersembahyang.

Namun, di saat mereka mengalami suatu musibah, sepertinya Sang Pencipta tidak menunjukkan kehadirannya dengan tidak memberikan petunjuk maupun pertanda, orang seperti mereka ini juga bertanya kepada saya mengapa walaupun telah bersembahyang namun tidak terjadi keajaiban? Di sini, perkenankan saya mengatakan apa yang telah saya saksikan di saat menggunakan mata surgawi, dengan harapan agar Anda dapat memahami mengapa sang Pencipta tidak lagi peduli dengan para umatnya (di Tiongkok).

Selama setengah abad, 99% penduduk di daratan Tiongkok, sejak SD diwajibkan memasuki barisan taruna, pada sekolah menengah diwajibkan mengikuti organisasi kepemudaan, dan setelah terjun ke masyarakat, berhasrat mengejar keuntungan materi, mereka mengajukan permohonan menjadi anggota partai. Dalam proses menjadi anggota, mereka dituntut mengucapkan sumpah beracun dan mempersembahkan jiwa raganya kepada organisasi.

Maka pertanyaan saya ialah, kepercayaan apakah yang dianut oleh para organisasi tersebut di atas? Saya pikir Anda mestinya tahu, yakni atheisme! Sebuah doktrin yang tidak mengakui eksistensi Tuhan! Tahukah Anda tentang gerakan ”Mendobrak 4 usang” yang didengungkan pada masa Revolusi Kebudayaan, bukankah Partai Komunis Tiongkok (PKT) tersebut yang menyutradarainya? Sebagian besar kuil, wihara, gereja maupun masjid, waktu itu tidak luput dari pembongkaran, patung-patung dihancurkan, dibakar, para biksu-biksuni, para pandita semuanya diusir dari dalam tempat ibadah mereka dengan kekerasan. Barangkali Anda tidak mengetahui hal ini dengan jelas, namun coba Anda tanyakan kepada para sesepuh di kampung Anda, mereka pasti dapat menceritakan apa yang terjadi pada zaman itu, sesungguhnya apa yang telah diperbuat PKT?

Coba Anda pikirkan, orang yang telah bersumpah untuk menyumbangkan jiwa dan raganya kepada organisasi atheisme ini, kemudian pada saat bersembahyang, juga memohon perlindungan sang Pencipta, tindakan semacam apakah ini? Ini adalah suatu kemunafikan! Sang Pencipta yang Maha Agung, apakah akan memedulikan seseorang munafik? Tentu saja tidak.

Padahal di dalam masyarakat saja, menjadi seorang bermuka dua merupakan tindakan rendah dan hina, bukankah begitu? Karena 99% orang Tiongkok daratan, telah ditipu untuk memasuki organisasi-organisasi semacam itu, oleh karena itulah para dewata (malaikat) tidak lagi mencampuri urusan manusia. Inilah penyebab paling utama yang mengakibatkan datangnya akhir zaman, juga merupakan makna sesungguhnya mengapa setan dan siluman menghadang, serta jutaan iblis memporak-porandakan dunia.

Apakah iblis itu? Tindakan yang menghalalkan segala cara seperti ”propaganda media ala cuci otak” dan ”sistem pendidikan metode multiple choice”, ditambah dengan ”ancaman kekerasan” dan ”tipu muslihat demi kepentingan dan keuntungan”, dengan menggunakan cara-cara seperti itu untuk menghancurkan nilai-nilai kebajikan manusia, dan menjungkir-balikkan fakta kebenaran, juga menyebarluaskan ”ilmu filsafat konflik dengan menggunakan kekerasan”dan menyebarluaskan ajaran atheisme, tidak tepatkah jika hal ini disebut iblis? Renungkanlah dengan tenang dan jernih apa yang telah saya sampaikan ini.

Karena sang Pencipta tidak lagi mengurusi manusia, maka iblislah yang tidak segan-segan mengurus. Melalui mata surgawi saya menyaksikan setiap orang yang memasuki ketiga organisasi tersebut, Dan Tian (ladang pengolahan energi spiritual yang terletak sedikit di bawah pusar) dan pineal body (organ mata batin)-nya telah disegel oleh iblis. Ilmu spiritual apapun yang Anda tekuni, maupun agama apapun yang Anda percayai, tidak akan lagi berdaya guna. Karena Anda sudah bersumpah menyerahkan jiwa raga kepada mahluk lain! Bahkan jika Sang Sadar memaksa mengurusi Anda, itu tidak dibenarkan! Lagi pula, seseorang yang sudah menyandang stempel dari sang iblis, setelah ajal tiba mau ke mana? Selain neraka, tiada tempat lain yang bersedia menerima Anda!

Lalu bagaimanakah cara agar dapat mengurai segel di dalam Dan Tian dan pineal body? Sangat mudah, asalkan dengan sungguh hati bersedia menyatakan keluar dari ketiga organisasi tersebut sudah cukup. Seperti yang telah saya sampaikan terdahulu, jika hati manusia tidak tergerak, Sang Sadar pun tidak berdaya! Namun begitu hati tergerak, begitu pikiran sekilas yang berwujud kebajikan terbentuk, hal itu dapat menggetarkan seluruh penjuru alam semesta! Sang Buddha sesungguhnya adalah Dewa yang maha belas kasih dan maha bijaksana, Fa Buddha (Fa = hukum alam semesta) merupakan prinsip sejati yang ampuh, maka Dewa dapat memutus mata rantai karma (dosa), dapat menghapus segel yang memblokir Dan Tian beserta pineal body! Bagaimanapun sulitnya, Dewa pasti akan dapat melakukannya!

Sampai di sini saya tahu pasti ada pihak-pihak yang bereaksi dengan menuduh dan mengecam saya sedang berpolitik. Padahal saya justru sedang member nasehat untuk keluar dari ranah politik, saya sedang mengarahkan orang-orang yang masih memiliki jiwa bajik dan berhati nurani, serta orang yang masih berharap untuk pulang ke rumah asalnya yang sejati untuk keluar dari politik. Agar mereka dengan tubuh yang bersih, hatinya dapat tertambat ke ajaran yang luhur. Saya pribadi tidak memiliki pamrih apapun, kekuasaan duniawi tak berpengaruh apapun bagi saya, dan saya tidak memiliki ambisi politik apapun.
 
fiksi
karena di Myanmar biksunya gak bercocok tanam
Biksu bercocok tanam itu di China, jadi pengarangnya adalah orang China yg ga tau keadaan di Myanmar
 
NOVEL yaaa...udah best seller ??/kalo udah ada ebooknya.....mohon di infokan yaaaa....trims
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.