singthung
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 7164
- Sejak
- 21 Sep 2006
- Pesan
- 1.634
- Nilai reaksi
- 27
- Poin
- 48
KEHANCURAN ALAM SEMESTA
menurut pandangan Buddhis
menurut pandangan Buddhis
Inilah kutipan dari Visuddhi magga (Bab XIII, 28-65) mengenai apa yang akan terjadi di akhir jaman, di masa yang akan datang, lama sekali setelah kemunculan Buddha terakhir pada siklus bumi sekarang ini yaitu Buddha Metteyya, ada suatu masa muncullah awan tebal yang menyirami seratus milyar tata surya (Kotisatasahassa cakkavalesu). Manusia bergembira, mereka mengeluarkan benih simpanan mereka, dan menanamnya, tetapi ketika kecambah mulai tumbuh cukup tinggi bagi anak sapi untuk merumput, tiada lagi hujan yang turun setetespun sejak saat itu. Inilah yang dikatakan oleh Sang Buddha, ketika beliau mengatakan “para bhikkhu pada suatu kesempatan yang akan datang setelah banyak tahun, banyak ratusan tahun, banyak ribuan tahun, banyak ratusan ribu tahun tidak turun hujan” (Anguttara Nikaya IV, 100) Para mahluk yang hidupnya bergantung dari air hujan menjadi mati dan terlahir kembali di alam Brahma, begitu juga para dewa yang hidupnya tergantung pada buah-buahan dan bunga.
Setelah melewati periode yang sangat panjang dalam kekeringan seperti ini, air mulai mengering disana sini, selanjutnya ikan dan kura-kura jenis tertentu mati dan terlahir kembali di alam Brahma, dan demikian juga para mahluk penghuni neraka, ada juga yang mengatakan para mahluk penghuni neraka mati dengan kemunculan matahari ketujuh (mati dan terlahir lagi di alam brahma).
Dikatakan bahwa tak ada kelahiran di alam Brahma tanpa memiliki Jhana (tingkat konsentrasi dalam meditasi), dan beberapa diantara mereka karena terobsesi makanan (kelaparan), tak mampu mencapai Jhana. Bagaimana mungkin mereka dapat terlahir disana? Yaitu dengan Jhana yang mereka dapatkan sesudah terlahir di alam dewa dan melatih meditasi disana.
Sebenarnya seratus ribu tahun sebelum kiamat dewa dari alam sugati yang disebut Loka Byuha (world marshall) telah mengetahui bahwa seratus ribu tahun yang akan datang akan muncul akhir masa dunia (akhir kappa). Kemudian mereka berkeliling di alam manusia, dengan rambut dicukur, kepala tanpa penutup, dengan muka yang memelas, menghapus air mata yang bercucuran, memakai pakaian warna celupan, dengan keadaan pakaian semrawut mereka mengumumkan kepada manusia , “ Tuan-tuan yang baik, Seratus ribu tahun dari sekarang akan tiba pada akhir dunia (akhir kappa), dunia ini akan hancur, bahkan samudra pun akan mengering. Bumi ini dan sineru raja semua gunung, akan terbakar habis dan musnah, kehancuran bumi akan merambat sampai ke alam brahma, kembangkanlah metta bhavana (meditasi cinta kasih) dengan baik, kembangkanlah karuna (belas kasihan), mudita (empathi) dan juga upekkha (keseimbangan batin, yaitu tidak marah bila dicela dan tidak besar kepala bila dipuji) rawatlah ibumu, rawatlah ayahmu, hormatilah sesepuh kerabatmu”.
Setelah para dewa dan manusia mendengar kata-kata ini mereka pada umumnya merasa bahwa suatu hal yang penting harus segera dilakukan, mereka menjadi baik terhadap sesama, dan membuat pahala (kusalakamma), melatih cinta kasih dan sebagainya, akibatnya mereka terlahir kembali di alam dewa, di sana mereka mendapatkan makanan dewa, kemudian melatih meditasi kasina dengan obyek udara lalu mencapai jhana.
Yang lainnya terlahir di alam dewa sugati (sense sphere) melalui kamma yang dipupuk dalam kehidupan sebelumnya (Aparapariya vedaniyena kammena), yaitu kamma yang akan berbuah dimasa mendatang. Sebab tidak ada makhluk hidup yang menjelajahi lingkaran kelahiran kembali tanpa memiliki simpanan kamma (baik maupun buruk) masa lampau yang akan berbuah di masa mendatang. Mereka pun mencapai jhana dengan cara yang sama. Pada akhirnya semuanya akan terlahir kembali di alam brahma diantaranya melalui pencapaian jhana di alam dewa yang menyenangkan dengan cara ini. Setelah waktu yang lama sekali hujan tidak turun, matahari kedua muncul. Dan ini diterangkan oleh sang Bhagava dengan diawali kata-kata, “Para Bhikkhu, ada masanya dimana... (Angguttara Nikaya IV, 100). Dan selanjutnya ada di dalam Satta Suriya Sutta.
Ketika matahari kedua telah muncul, tak bisa lagi dibedakan antara siang dan malam. Setelah matahari yang satu tenggelam yang lain terbit, dunia merasakan terik matahari tanpa henti, tetapi tidak ada dewa yang mengatur matahari pada waktu kehancuran kappa berlangsung seperti pada matahari yang biasa, (karena dewa matahari pun mencapai jhana dan terlahir kembali di alam brahma). Pada waktu matahari yang biasa bersinar awan kilat dan uap air berbentuk gelap memanjang melintasi angkasa, tetapi pada kehadiran matahari penghancur kappa angkasa sama kosongnya dengan cakram kaca jendela tanpa kehadiran awan dan uap air. Dimulai dengan anak sungai, air di semua sungai kecuali lima sungai terbesar menguap. Setelah waktu yang panjang berlalu matahari ketiga muncul, setelah muncul matahari ketiga air dari semua sungai juga menguap, kemudian setelah lama berlalu demikian matahari keempat muncul dan tujuh danau besar yang menjadi sumber sungai-sungai terbesar yaitu Sihappapatta, Hamsapatana, Khannamundaka, Rathakhara, Anotata, Chaddanta dan Kunala juga ikut menguap.
Lama berlalu demikian, muncullah matahari kelima setelah muncul matahari kelima air yang tersisa di samudera tidak cukup tinggi untuk membasahi satu ruas jari tangan. Kemudian di akhir periode itu munculah matahari keenam yang membuat seluruh dunia menjadi gas, semua kelembabannya telah menguap, seratus milyar tata surya yang ada disekeliling tatasurya kita sama nasibnya seperti tatasurya kita. Setelah lama berlalu, akhimya matahari ketujuh muncul. Setelah munculnya matahari ketujuh, seluruh dunia (tatasurya kita) bersama dengan seratus milyar tatasurya yang lain terbakar. Walaupun puncak Sineru yang tingginya lebih dari seratus yojana juga ikut hancur berantakan dan lenyap di angkasa.
Kebakaran bertambah besar dan menyerang alam dewa Catumaharajika, setelah membakar istana emas, istana permata dan istana kristal yang berada di sana, kebakaran merambat terus ke alam surga tavatimsa dan naik terus ke alam brahma jhana pertama. Setelah membumi-hanguskan alam brahma jhana kedua yang lebih rendah, api itu berhenti sebelum mencapai alam Brahma Abhassara. Selama masih ada bentuk walaupun seukuran atom?, api itu tidak lenyap, api itu hanya lenyap setelah semua yang berbentuk musnah terbakar, seperti api yang membakar ghee (lemak yang berasal dari susu) dan minyak, tidak meninggalkan debu.
Angkasa yang di atas dan di bawah sekarang menjadi satu dalam kegelapan yang mencekam yang meliputi alam semesta. Setelah suatu masa yang lama sekali berlalu, munculah awan yang sangat besar, pada mulanya hujan turun perlahan-lahan kemudian bagai bah turun tetesan yang lebih besar seperti tangkai teratai, seperti pipa, seperti antan, seperti tangkai palem, terus bertambah besar dam menyirami semua tempat yang bekas terbakar pada seratus milyar tata surya sampai menjadi terendam. Kemudian angin (energi) yang berada di bawah dan sekelilingnya muncul dan menekan serta membulatkannya, seperti butir air di daun teratai, bagaimana mengkompres air yang berjumlah luar biasa banyaknya? Dengan membuat celah. Sebab angin membuat celah di sana-sini.
Dikarenakan tertekan oleh udara, menyatu dan berkurang, maka bentulnya mengecil pada waktu alam brahma yang lebih rendah muncul pada tempatnya dan tempat alam dewa yang lebih tinggi muncul lebih dahulu pada tempatnya setelah turun sampai batas tinggi sebelumnya (alam-alam dewa Catumaharajika dan Tavatimsa muncul bersamaan dengan munculnya bumi karena kedua alam tersebut terkait dengan bumi), angin yang kencang muncul dan menghentikan proses tersebut serta menahannya tetap pada posisi itu, seperti air pada teko yang di tutup lubangnya. Setelah proses itu selesai, humus yang penting muncul di atas permukaannya, yang memiliki warna, bau dan rasa seperti lapisan yang berada di atas permukaan tajin (berasal dari cucian beras). Kemudian para makhluk yang lebih awal terlahir di alam Brahma Abhassara turun dari sana oleh karena habisnya usia atau ketika kamma baik mereka (yang menopang kehidupan di sana) telah habis maka mereka terlahir kembali di sini, tubuh mereka bercahaya dan melayang layang di angkasa. Setelah memakan humus, mereka dikuasai oleh kemelekatan seperti yang di uraikan dalam Aganna Sutta (Digha Nikaya III 85).
Periode waktu munculnya awan yang mengawali kehancuran kappa sampai apinya padam disebut satu Asankheyya, dan disebut masa penyusutan (contraction/pali: samvatto). Setelah padamnya api sampai timbulnya awan besar pemulihan yang menyirami seratus milyar tata-surya merupakan Asankheyya kedua, dan disebut masa setelah penyusutan (samvattathayi).
Periode setelah pemulihan sampai munculnya bulan dan matahari merupakan asankheyya ketiga dan disebut pengembangan (expansion/vivatto). Periode setelah munculnya bulan matahari sampai munculnya awan yang mengawali kehancuran merupakan asankheyya keempat dan disebut masa setelah ekspansi (vivatthayi). Empat asankheyya ini disebut satu maha kappa. Inilah pengertian mengenai kehancuran dan pembentukan kembali alam semesta oleh karena api.
Ada tiga macam kiamat dalam agama Buddha seperti yang tertulis di awal judul, yaitu kiamat yang disebabkan oleh api, air dan angin. Awal dari kehancurannya adalah sama, yaitu dengan munculnya awan besar yang menjadi awal. Perbedaannya adalah jika pada kehancuran karena api matahari kedua muncul maka pada kehancuran karena air muncullah awan kaustik yang maha besar (kharudaka).
Pada awalnya hujan muncul perlahan-lahan, kemudian sedikit demi sedikit bertambah besar sampai menyirami seratus milyar tata surya, setelah tersentuh air kaustik, bumi gunung dan sebagainya mencair dan semua air yang timbul ditunjang oleh angin (energi). Air merendam semua yang ada di bumi sampai alam jhana kedua terus naik hingga ke alam jhana ketiga yang lebih rendah dan berhenti sebelum sampai di alam subhakinha. Air itu tak akan surut apabila ada benda yang bersisa walaupun hanya sebesar atom, dan hanya akan surut apabila semua benda yang berbentuk telah larut.
Awal dari semuanya yaitu: angkasa yang di atas dan angkasa yang di bawah bersatu diselimuti kegelapan semesta yang mencekam, telah diterangkan perbedaannya yaitu pada kehancuran karena api alam maha brahma lebih dahulu muncul dan makhluk-makhluk terlahir dari alam Brahma Abhassara sedangkan pada kehancuran karena air para makhluk turun dari alam subhakinha ke alam Brahma yang lebih rendah dan ke alam-alam yang berada dibawahnya. Periode munculnya awan besar yang mengawali kehancuran sampai surutnya air kaustik disebut satu asankheyya, periode surutnya air sampai munculnya awan pemulihan disebut satu asankheyya, periode munculnya awan pemulihan sampai... dan seterusnya, keempat asankheyya ini disebut satu maha kappa, inilah bentuk penghancuran kappa dengan air (zat cair)’
Kehancuran alam semesta yang disebabkan oleh angin mirip dengan air dan api, yaitu pertama munculah awan yang mengawali kehancuran kappa, tetapi ada perbedaannya, bila penghancuran karena api muncul matahari kedua, maka pada kehancuran yang disebabkan oleh angin muncullah angin (unsur gerak) yang menghancurkan kappa itu, pertama muncullah angin yang menerbangkan debu (flue) kasar kemudian flue halus lalu pasir halus, pasir kasar, kerikil, batu dan seterusnya kemudian sampai mengangkat batu sebesar batu nisan dan pohon-pohon besar yang tumbuh ditempat yang tak rata semua tertiup dari bumi ke angkasa luar dan tidak jatuh kembali ke bumi tetapi hancur berkeping-keping dan musnah.
Kemudian angin muncul dari bawah permukaan bumi dan membalikkan bumi melemparnya ke angkasa. Bumi hancur menjadi pecahan kecil-kecil berukuran seratus yojana, dua, tiga, empat, lima ratus yojana dan terlempar ke angkasa juga, hancur berkeping-keping lalu musnah. Gunung-gunung di tatasurya dan gunung Sineru tercabut ke luar angkasa, disana gunung-gunung ini saling bertumbukan hingga berkeping-keping lalu lenyap.
Dengan cara ini angin menghancurkan alam para dewa yang dibangun di bumi (di gunung Sineru) dan yang dibangun di angkasa, kekuatan angin itu meningkat terus dan menghancurkan keenam alam dewa yang penuh kebahagiaan indera kamasugati (dari alam catumaharajika sampai ke alam paranimitavasavati), seratus milyar (lit: seratus ribu juta) tatasurya ikut hancur juga. Tata-surya bertumbukan dengan tata surya, Gunung Himalaya dengan Gunung Himalaya, Sineru dengan Sineru sampai hancur berkeping-keping dan musnah.
Angin menghancurkan dari bumi sampai alam brahma Jhana ketiga dan berhenti sebelum mencapai alam vehapphala yang berada pada alam jhana keempat. Setelah menghancurkan semuanya angin kembali mereda, kemudian semuanya kembali seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, ‘angkasa yang di atas menjadi satu dengan angkasa yang di bawah dalam kegelapan yang mencekam dan alam yang kembali muncul pertama kali adalah alam brahma subhakinha.
Periode waktu awan besar awal kehancuran muncul sampai surutnya angin yang menghancurkan adalah satu asankheyya kappa, periode surutnya angin sampai munculnya awan pemulihan adalah satu asankheyya kappa juga dan seterusnya. Empat asankheyya kappa ini membentuk satu mahakappa, beginilah cara kehancuran yang disebabkan oleh angin.
Apakah yang menyebabkan kehancuran dunia seperti ini? Tiga akar akusala kamma (perbuatan buruk) adalah penyebabnya, apabila salah satu akar akusala kamma lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh sebab itu, contohnya bila lobha (keserakahan materi) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh api, bila dosa (kebencian) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh air, dan jika moha yaitu kegelapan batin yang disebabkan oleh ketidak mampuan seseorang membedakan yang baik dan yang buruk (bukan kebodohan dikarenakan tidak bersekolah) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh angin, ada juga yang beranggapan bila kebencian lebih menonjol dunia akan hancur oleh api, dan bila lobha yang lebih menonjol dunia akan hancur oleh air.
Sekuen penghancurannya yaitu,
1 sampai 7 oleh api, 8 oleh air,
9 hingga 15 oleh api, 16 oleh air,
17 hingga 23 oleh api dstnya ,
setelah kehancuran ke
56 oleh air, lalu 57 hingga 63 oleh api
dan yang ke 64 oleh angin,
setelah itu mulai lagi hitungan satu
tujuh kali hancur oleh api, yang kedelapan hancur oleh air. setelah tujuh kali hancur olch air tujuh kali lagi hancur oleh api, enam puluh tiga maha kappa telah berlalu dan pada kappa keenam puluh empat maka giliran angin yang menghancurkan sehingga alam Subhakhina juga ikut hancur di mana usia maksimumnya adalah tepat enam puluh empat kappa.
Untuk lebih jelasnya demikian, sesuai dengan bunyi sutta pada awal tulisan ini, alam bereaksi sesuai dengan keadaan yang ada, “Dunia ini akan hancur oleh angin, air dan api …’ dan berlangsung sejak masa yang tak terhitung dan akan terus berlangsung tanpa dapat diketahui kapan akan berakhir.