• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hukum Karma

DAPATKAH KITA MENGENDALIKAN ATAU
MENGHENTIKAN BERBAGAI KRIYAMAN KARMA ITU?

Semasa hidup kita, sulit untuk menghentikan berbagai Kriyaman-Karma kita sehari-hari. Kalau seluruh kegiatan kehidupan ini dihentikan maka kita akan hancur dan cacat, karena manusia memerlukan aktivitas untuk menunjang kehidupannya seperti tidur, buang air, makan, bergerak, bekerja, dsb. Demi kesehatan dan kesejahteraan sehari-hari, untuk keluarga, masyarakat, dharma dan moksha itu sendiri.
Kalau kita bekerja penuh pamrih, maka akan timbul keterikatan kepada dunia materi dan segala ekses-eksesnya. Setiap Kriyaman Karma yang suci maupun sebaliknya akan menimbulkan keterikatan. Kalau begitu bukankah fenomena tersebut membuat merasa terjebak dalam situasi yang serba kacau dan paradoks, lalu jalan keluarnya bagaimana ?

Jawabnya seperti yang telah diterangkan sebelumnya, yaitu teruskanlah bekerja sehari-hari, baik itu jenisnya karma yoga, bhakti yoga, jnana yoga mapun raja yoga, namun hilangkan ego pribadi dan pamrih sebanyak mungkin. Itulah satu-satunya jalan mencapai kebebasan dari berbagai keterikatan materi duniawi yang fana dan ilusif ini.
 
KRIYAMAN KARMA APA SAJA YANG TIDAK
TERAKUMULASI SEBAGAI SANCHIT KARMA

Menurut Shastra-Widhi ada sejumlah pelaksanaan karma yang dimulai dan matang sekaligus di dalam kehidupan masa kini. Semua karma-karma ini tuntas pada saat kematian kita dan tidak terbawa ke kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Karma-karma ini adalah :
1.Berbagai pelaksanaan yang dilakukan tanpa sengaja dan secara lugu, pada saat balita maupun anak-anak (di bawah usia lima atau enam tahun).
2.Berbagai pelaksanaan yang dilakukan seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar, gila, trance (mabuk/kemasukan roh atau syaitan), dan pada saat pikiran sedang kacau.
3.Pelaksanaan oleh fauna-flora (bukan tubuh manusia).
4.Sesuatu yang dilakukan tanpa pamrih maupun motif pribadi, tanpa landasan sifat-sifat baik maupun buruk (oleh insan dwi jati).
5.Sesuatu yang dilaksanakan tanpa ego, ahankara dan keserakahan.
6.Sesuatu yang dilaksanakan demi keselamatan masyarakat banyak berdasarkan pertimbangan positif.
7.Sesuatu yang dilaksanakan demi Tuhan semata-mata (nishkama-karma).
 
PELAKSANAAN PADA MASA KANAK-KANAK
Di dalam Shastra-Widhi sering disebutkan bahwasanya sesuatu tindakan yang berdampak negatif, yang dilakukan oleh seorang anak yang masih di bawah usia lima tahun, tidak dapat menghasilkan karma yang negatif. Demikian juga secara duniawi hukum berlaku demikian kepada anak-anak, karena dianggap belum dewasa dan belum matang jalan pikirannya. Anak-anak yang masih kecil dianggap belum memiliki suka-benci, senang-tidak senang, ego dan keterikatan maupun memiliki motif-motif tertentu. Bahkan ajing, kambing, kucing, tikus, gajah, dsb. dikategorikan sebagai “manusia kecil”. Di dalam Hindhu Dharma tidak boleh dibunuh semena-mena karena tidak terikat oleh dosa dan noda, sekiranya mereka melaksanakan sesuatu yang merugikan dirinya, sesamanya maupun manusia. Semua kelakuan mereka dimaafkan seperti memaafkan anak-anak kecil. Seandainya usia anak yang destruktif ini lebih dari 5 atau 6 tahun, namun di bawah 12 tahun, maka mereka harus dididik di gurukula, panti-panti dsb.
 
PELAKSANAAN OLEH SEORANG TIDAK
WARAS JALAN PIKIRAN
Mereka yang gila, yang terganggu jiwanya karena berbagai sebab membayarnya secara duniawi, yaitu dengan bergelandangan di jalan-jalan, dipasung, diasingkan atau di panti rehabilitasi. Orang-orang semacam ini lepas dari berbagai Kriyaman Karma mereka. Demikian juga orang-orang yang berada dalam trance (mabuk/kemasukan roh atau syaitan), secara tidak sadar, atau akibat olah orang lain. Dalam hal ini, mereka yang membuat orang lain trance-lah yang harus membayar karmanya.
 
PELAKSANAAN FAUNA DAN FLORA
Dengan menjelma sebagai fauna dan flora, sebenarnya makhluk-makhluk ini telah membayar karma-karma buruk masa lalu mereka. Apapun yang dilakukan oleh berbagai makhluk. Tuhan ini bersifat instinktif dan sesuai dengan intuisi alami dan hewani mereka, akibatnya dalam bentuk flora dan fauna mereka tidak terimbas oleh Sanchit-Karma, walaupun misalnya seekor ular mematuk seseorang sampai mati. Reinkarnasi dalam berbagai bentuk makhluk ini disebut Bhog-yonis (membayar melalui penderitaan). Makhluk ini bisa saja lahir sebagai seekor sapi pembajak, kuda beban seumur hidupnya atau sebagai hewan peliharaan dibalik kerangkeng seperti orang-utan, harimau, burung, dsb. Setelah selesai masa penderitaan mereka, maka mereka akan lahir kembali sebagai manusia.
Ada juga jenis Bhog-yonis yang super spesial, yaitu yang disebut Dewa-yonis, mereka ini adalah manusia pada masa lalunya, dan berkat karma baik mereka kemudian menjelma menjadi dewata dan menikmati berbagai kenikmatan di swargaloka. Namun setelah selesai dengan berbagai pahala ini mereka akan kembali menjelma sebagai manusia lagi.
 
PELAKSANAAN YANG DILAKUKAN TANPA BIAS
Seorang hakim yang arif dan adil menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang teroris atau pemerkosa agar masyarakat dapat hidup tenteram. Karena sang hakim melakukan hal ini bukan demi ego atau kemauan pribadinya, maka ia tidak akan menambah karma buruknya. Sebaliknya hakim, pengacara, jaksa, polisi dan pejabat akan terkena imbas seandainya mereka berlaku korup dan tidak adil secara sengaja.
Pada masa lalu hadir banyak resi yang telah Dwijati. Mereka ini dianggap melakukan hal-hal yang terkesan kejam, cabul dan jahat. Padahal mereka ini hanya melakukan tugas-tugas mereka secara sadar. Peran mereka yang jahat dan kejam mereka lakukan demi turunnya para awatara dan tentramnya jagat raya sesuai dengan rekayasa-Nya. Bhisma, Dronacharya, Sri Rama, Sri Krishna, Sri Narasingha adalah sedikit dari jajaran insan Dwijati ini. Dewasa ini insan-insan agung semacam ini hampir-hampir sudah tidak ada, walaupun mereka menyandang berbagai titel resi, berjubah dan bergelung ibarat orang suci. Termasuk yang tidak terimbas oleh karma buruk adalah tentara yang membela negaranya, para dokter, pemimpin negara, dsb. yang berjuang demi masyarakat dan negara. Mahabrata penuh dengan adegan-adegan dharma ini.
 
PELAKSANAAN TANPA EGO, DEMI BHAKTI
KE YANG MAHA ESA (NISHKAMA-KARMA)

Ada insan-insan tertentu yang secara sadar berbhakti kepada YME melalui panggilan nurani mereka. Ada yang menjadi peneliti, pengajar spiritual, pendeta, sukarelawan, dsb. Mereka ini terpanggil untuk bekerja demi perikemanusiaan. Jalan ini mereka anggap sebagai bhakti mereka kepada-Nya, tanpa dilandasi ego maupun kepentingan pribadi, ibarat Sang Surya, Bayu, Agni, dsb. yang bekerja secara alami untuk YME.
Mahatma-Gandhi, Yesus Kristus, Nabi Muhammad, Swami Rama Krishna, Swami Vivekananda, dsb. merupakan contoh dari insan-insan yang agung ini, mereka mendedikasikan diri mereka demi bahkti tulus mereka ke Tuhan. Mereka merasa cukup dengan apapun yang diberikan oleh-Nya tanpa protes. Dipercayai dalam Hindhu Dharma, insan-insan agung ini lepas dari berbagai Kriyaman-Karma, Sanchit-Karma dan Prarabdha-Karma mereka. Mari kita simak di bawah ini, bagaimana cara mengendalikan Prarabdha Karma saat ini.
Kaum intelektual mengikuti aksi-aksi masa lalu mereka.
Seorang manusia sebenarnya tidak berdaya melawan segala Prarabdha Karmanya. Bahkan seorang intelektual sekalipun tidak akan mampu lepas dari fenomena ini, dan akan selalu melaju ke nasib yang telah menunggunya. Sering kita menjumpai orang-orang ternama, suci dan sangat intelektual perilakunya, namun tetap saja mereka ini terjebak juga dalam penderitaan, skandal, gossip, dsb. Mereka atau kita ini tidak berdaya untuk keluar dari kemelut tersebut. Contoh Stephen Hawking yang teramat jenius namun tidak dapat lepas dari kursi roda dan penderitaannya. Semua penderitaan ini adalah hasil dari Prarabdhanya di masa lalu.
Resi Goswami Tulsidas pernah berkata : “Apapun yang telah digariskan untuk anda, maka anda akan dikejar oleh Prarabdha anda, walaupun dikau bersembunyi di sebuah tempat yang paling sulit untuk ditemukan. Sebelum semua hutang terbayar tuntas, maka anda tidak mungkin akan dapat lepas dari cengkeraman Prarabdha.” Bahkan Ramayana, Mahabrata, Puranas, dsb. bertaburan dengan contoh-contoh sejenis itu.

SETIAP MANUSIA HARUS MENGHADAPI PRARABDHANYA SENDIRI
Konon dikatakan apapun dosa yang pernah dilakukan seseorang sambil tertawa, akan disandang deritanya sambil menangis. Jadi tidak ada seorangpun yang akan lolos dari karma baik dan buruknya. Untuk melunasi dan memperbaiki karma buruk, maka satu-satunya jalan adalah dengan mendekatkan diri ke Tuhan YME, melalui sembahyang, puja, bhakti, meditasi, serta karma yang positif dan non-pamrih.
Ada empat jenis Prarabdha :
1. Prarabdha yang amat akut.
2. Prarabdha akut
3. Prarabdha ringan.
4. Prarabdha yang amat ringan.

1. Prarabdha yang amat akut, sulit dirubah dengan apapun juga. Anda misalnya dapat saja dilahirkan sebagai kembar bayi siam, cacat permanen, banci, idiot dsb. Atau dalam perjalanan hidup tiba-tiba anda berubah menjadi gila, impoten, sakit parah yang tak tersembuhkan, kehilangan organ tubuh dsb. Jenis suku, ras, cacat genetik, dsb. termasuk dalam golongan karma akut ini.

2. Prarabdha akut, dapat dikompensasi melalui Purushartha yang akut juga. Misalnya anda luka parah, namun kalau diusahakan dengan baik maka anda akan sembuh, namun tetap cacat di sana-sini. Kalau anda tidak naik kelas tahun ini, maka dengan belajar lebih giat anda akan lulus tahun depan, dengan catatan anda tetap kehilangan satu tahun.

3. Dipercayai bahwasanya Prarabdha yang ringan, dapat dihapus atau dikurangi melalui Purushartha (upaya-upaya positif) yang akut (intensif). Ibarat membersihkan noda kotor di baju dengan membilasnya secara keras dan dengan menggunakan sabun yang baik kwalitasnya.


4. Sedangkan Prarabdha yang amat ringan, dapat dihapus melalui Purushartha yang ringan juga, ibarat menghapus makanan yang menempel di bibir. Semua usaha di atas tentunya, berdasarkan pikiran positif anda sendiri (atau sugesti).


APAKAH ASTROLOGI DAN PARA DEWA DAPAT MENGURANGI PRARABDHA SESEORANG ?
Menurut Shastra-Widhi, konon Tuhan menugaskan para dewata, sistem tata-surya dan seisi alam ini untuk menunjang dan menolong sesama makhluk ciptaan-ciptaan-Nya. Umat lain menyebutnya sebagai malaikat penolong.
Dengan mempersembahkan puja kepada para dewa-dewi yang merupakan leluhur kita, maka jalan ke YME akan segera dipercepat, dan manusia yang berdosa, yang menderita akan dituntun ke arah yang benar, namun tidak benar kalau dikatakan bahwasanya para dewa-dewi ini dapat menghapus dosa dan karma buruk kita secara total.
Contoh ada di dunia ini sebagai berikut : Anda bersalah, polisi menangkap anda. Hakim menjatuhkan vonis. Kalau selama di penjara anda berkelakuan baik maka pemerintah akan memberikan remisi, tetapi bukan pembebasan total dari hukuman anda. Demikian juga cara kerja astrologi anda, sekedar sebagai penunjang, namun semuanya kemudian kembali terletak pada inisiatif anda sendiri, mau ke jalan yang benar atau ke jalan yang salah.
Ada sepasang suami-istri yang belum dikaruniai anak, walau telah lima tahun berumah tangga. Merekapun memaksakan diri bersembahyang ke dewata tertentu secara terus menerus. Akhirnya mereka dikaruniai seorang bayi yang buta dan lumpuh, bukannya berterima kasih malahan sang dewata dihujat habis-habisan. Ini adalah cara berfikir salah, “semau gua” saja. Bukan kita yang mengatur para dewata ataupun Tuhan, namun kita harus faham bahwasanya kita yang diatur oleh alam ini, sesuai dengan karma-karma kita.
Ada contoh lain, teman pribadi saya, sudah lima belas tahun menikah, namun segala upaya mereka sia-sia saja, bahkan akhirnya sang suami terkena diabetes melitus (kencing manis), oleh dokter bahkan diminta melupakan saja untuk berketurunan. Namun upaya dan kepasrahan mereka ke Tuhan sungguh pantas dipuji. Suatu hari, seseorang mengantar tiga anak laki-laki yang kehilangan kedua orang tua mereka dalam suatu musibah. Anehnya ketiga anak-anak ini mirip sekali dengan pasangan ini baik secara lahiriah maupun sifat-sifat mereka. Anak-anak ini saat ini telah mencapai usia belasan tahun dalam asuhan orang tua angkat ini, mereka hidup sangat satvik, damai dan seperti keluarga biasa saja. Nah, siapakah yang dapat menjelaskan fenomena Prarabdha ini, sistemnya Tuhan serba misterius. Kita harus dapat menghayati, bersyukur dengan semua pemberian-Nya bukan malahan balik menghujat Tuhan, dewata, guru ataupun dengan berganti-ganti agama, yang akan menambah karma buruk saja.
 
ASTROLOGI DAN PRARABDHA
Astrologi atau yang disebut Jyotish-Shastra dipercaya oleh umat dharmais sebagai suatu bentuk sains berdasarkan perhitungan matematika yang amat rumit dan sulit. Shastra ini adalah bagian dari Weda, itulah sebabnya disebut Upaweda. Seorang astrologi yang handal dapat menerangkan dengan tepat berbagai episode kehidupan seseorang pada saat dilahirkan dengan menghitung posisi berbagai planet dan orbitnya. Sang astrolog dapat memberikan saran dan masukan untuk mengurangi beban penderitaan sang anak yang baru dilahirkan ini untuk kehidupannya dikemudian hari. Kaum Hindhu dan Buddis dan Tibet senantiasa menggunakan jasa kaum astrolog ini baik untuk kelahiran, perkawinan dan kematian seseorang. Hal tersebut masih berlaku di Jawa dan Bali. Di Cina dan Asia Tenggara, sistem Shio sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari.
Para astrolog tidak mampu merubah Prarabdha anda, namun dapat memperingatkan apa saja yang akan terjadi dalam kehidupan seseorang.
Contohya adalah kelahiran Sidharta Gautama Buddha yang telah diprediksi akan menuntun umat manusia ke arah dharma. Demikian juga halnya dengan kelahiran Yesua Kristus yang dihadiri oleh tiga orang Majus (Orang/Resi dari India, dari arah Timur) yang juga memprediksi bahwasanya Beliau akan menjadi seorang Nabi yang agung. Pada saat ini astrologi yang murni sulit didapat, namun yang komersiil dan asal bunyi bisa dibeli dimana-mana. Sebaiknya seseorang yang percaya astrologi mempelajarinya dari berbagai sumber primbon di Jawa, Bali, India, Cina, Jepang, dsb. Di tangan seorang ahli yang handal dan non-pamrih, maka kebesaran Tuhan ini dapat dilacak melalui astrologi. Berbagai kejadian di sesuatu negara dapat dihindari kalau saja kita bersifat “Positive Thinking”. Konon Presiden Ronald Reagan dari U.S.A. sangat percaya akan perhitungan astrologi ini.
 
SEJAUH APAKAH TUHAN MEMBANTU
MENGHADAPI FENOMENA PRARABDHA INI?
Sering manusia berkata bahwasanya Tuhan itu Maha Adil, namun mereka sering tidak mau mengakui bahwa Tuhanpun dapat bertindak Maha Kejam, kepada mereka-mereka yang bersifat destruktif di dunia ini. Ibarat mentari yang dapat bersinar terang dan mampu mematikan kuman-kuman di sekitar kita, atau memantulkan panas yang luar biasa di dataran gurun pasir yang gersang. Surya sendiri sama saja intensitas cahayanya, namun manusia yang merusak ozon, hutan dan lingkungan tidak sadar bahwasanya mereka dan anak cucu dan manusia lain akan terkena imbasnya.
Namun jalan bhakti-yoga yang tulus, yang berdasarkan iman yang suci, bersih dan murni ke YME akan banyak membantu menghadapi Prarabdha, daripada memakai jubah-jubah suci, rotasi ganatri, maupun japa-mantram yang palsu. Jalan bhakti di Bhagawat-Gita bab XII membuka horizon kita ke cakrawala bhakti yang benar. Sri Krishna bersabda :
“Bahkan seorang penyandang dosa yang paling hinapun, sekiranya ia memuja penuh bhakti ke arah-Ku tanpa pikirannya terpecah-pecah, maka ia harus difahami telah melaksanakan hal yang benar.”
Seseorang yang mencegah terjadinya perbuatan buruk melalui daya batinnya, sekiranya ia menyesal dan memperbaiki dosa-dosanya maka ia akan terlepas dari akibat-akibat dosa tersebut, dan lambat laun akan berubah menjadi suci dan murni. Dengan selalu berdyana (meditasi) minimum dua kali sehari, dan berdialog dengan-Nya yang hadir di dalam diri kita sendiri, memohon pengampunan akan dosa dan karma-karma buruk kita, maka lambat laun kitapun akan mampu menyeberangi samudra penderitaan yang maha luas ini. Di seberang sana YME akan menjulurkan tangan-tangan-Nya menyambut mereka-mereka yang telah mengalahkan diri mereka, bukan mereka yang menyombongkan agama, puja-puji dan kebesaran mereka.
Mengapa orang baik harus mati muda ?
Resi Takaram pernah berkata : “Aku adalah yang terendah dari yang terendah, dan terjatuh ke dalam lubang yang paling dalam, namun Dikau mengangkatku melalui kekuatan-Mu jua. Aku tidak memiliki kemurnian hati apalagi beriman teguh. Aku lahir melalui dosa. Berapa kali aku harus berteriak bahwa aku ini bodoh, dan lebih buruk daripada seseorang yang membutuhkan sesuatu ? Aku tidak dapat mengendalikan jalan pikiran dan perilakuku. Aku lelah dengan segala upaya ini, rasa damai dan istirahat telah jauh dariku. Sekarang aku berpasrah diri kepada-Mu. Aku bersandar ke kaki-Mu. Ampunilah aku, yang menyandang dosa ini, wahai Tuhan.
“Seorang resi sekaliber ini masih merasa dirinya hina-dina di mata Tuhan. Bukankah kita seyogyanya harus lebih waspada lagi.
Tidak ada dosa yang tidak terampuni oleh-Nya.
Beliau akan berkenan memaafkan begitu kita bersandar secara sadar kepada-Nya.
Sri Rama pernah bersabda :
“Barangsiapa mencariku agar dilindungi, walaupun sekali saja ia mencari-Ku. Ia akan kubebaskan dari rasa khawatir dan rasa ketakutan dari apapun juga.
“Puja-puji kita seharusnya tulus dan penuh bhakti, dan bukan jenis retorika ritual yang serba “wah-wah” dan gemerlapan. Tuhan pasti tidak akan terkesan dengan upacara semacam itu, tidak juga dengan betapa indah, panjang, banyaknya puja-puji, sesajen, ornamen-ornamen, dsb. Beliau akan terkesan seandainya puja-puji itu datang dari bhakti dan hati yang tulus, damai dan suci. Jadi kalau ada yang bertanya apa berguna kita melakukan ritual pembacaan doa mantram Gayatri selama dua puluh empat jam, jawabannya sudah jelas hadir di atas.
 
MENGAKUI DOSA DI DEPAN PUBLIK
Konon menurut salah satu Shastra-Widhi di Mahabrata, seorang raja bernama Yayati pada masa hidupnya telah melaksanakan berbagai hal yang sedemikian baiknya sehingga Yang Maha Kuasa memutuskan, bahwa pada saat sang raja meninggal dunia, ia langsung dapat bertahta di singgasana Hyang Indra di Indraloka. Pada saatnya ia diterima dengan kehormatan dan kebesaran di Indraloka dan Hyang Indra secara pribadi mempersilahkannya duduk di singgasananya. Kemudian kepada khalayak yang hadir, Hyang Indra menerangkan secara panjang-lebar segala karma-karma baik sang raja, sehingga akhirnya ia dapat duduk di singgasana Indraloka. Selama Hyang Indra bercerita, sang raja penuh rasa bangga mengangguk-angguk dan membenarkan semua ucapan-ucapan Hyang indra. Tanpa disadarinya kebanggaan semu ini menghapus seluruh karma baik sang raja ini. Tiba-tiba Hyang Indra berkata : “Wahai raja, semua karmamu telah impas begitu dikau tersanjung oleh penyambutanku. Oleh sebab itu masa bertahtapun telah usai, silahkan segera meninggalkan tahta Indraloka ini.
“Pesan dari kisah ini adalah :
Jangan sekali-kali merasa bangga dan tersanjung oleh hasil karma baik anda. Sedikit saja kebanggaan dan ego semu akan segera menghapus karma-karma tersebut.
Ada hal lain yang harus diperhatikan, seandainya kita pernah menyandang dosa, sebaiknya hal tersebut diungkapkan saja agar dikemudian hari, kita tidak terperangkap dalam jerat Prarabdha kita sendiri. Mahatma-Gandhi secara jujur dan utuh menulis biografinya. Ia membeberkan segala keburukan yang pernah dilakukannya. Demikian juga Bhiku Akhandanand Sri Thakkar Bapa (murid Mahatma Gandhi). Bahkan Resi Wyasa dan resi Narada juga mengungkapkan bahwasanya mereka dilahirkan oleh ibu-ibu yang non-satvika. Mungkin kita akan dilecehkan seandainya kita berterus-terang akan dosa-dosa kita. Namun Sri Krishna bersabda bahwasanya Ia tidak menyukai kemunafikan, dan lebih sayang pada mereka yang jujur, murni dan lugu (baca kisah Sudama).
 
SANCHIT KARMA
Di bab-bab yang lalu kita telah banyak membahas bagaimana mengendalikan Kriyaman-Karma melalui karma-yoga dan mengendalikan Prarbdha-Karma melalui bhakti-yoga selama menjalani kehidupan ini.
Sekarang mari kita bahas bagaimana caranya mengakhiri berbagai akumulasi Sanchit-Karma kita sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, agar kita mendapatkan pembebasan yang abadi. Harap diingat sekali busur direntang dan anak panah dilepas, maka anak panah tersebut tidak dapat ditarik kembali. Demikian juga dengan berbagai Sanchit-Karma kita yang telah kita laksanakan pada masa-masa lalu kita akan selalu datang secara silih-berganti melalui berbagai kelahiran kita dari masa ke masa. Kita tidak mungkin sanggup menghitung jumlah dan kadar karma-karma masa lalu ini, karena ini semua berada di luar kemampuan akal dan nalar manusia.
Terkesan kita tenggelam di dalam kegelapan Sanchit-Karma kita. Namun Tuhan Yang Maha Penguasa ternyata memberikan jalan keluar melalui “Api Pengetahuan” (Jnanagni). Apakah Jnana (pengetahuan) itu dan apakah Jnanagni ini ? Jnana berarti pengetahuan hakiki mengenai realisasi Jati Diri seseorang itu sendiri. Pengetahuan akan Jati Diri akan berakhir pada tujuan akhir dari realitas kehidupan ini. Semua ilmu pengetahuan, sains, teknologi, geologi, biologi, dsb. adalah “jalan dan informasi”, dan bukan pengetahuan hakiki. Informasi dan jalan dapat berubah setiap saat, namun ilmu mengenai jati Diri yang Hakiki bersifat abadi.
Kata Jnani berarti seseorang yang telah memiliki ilmu akan Jati Dirinya sendiri yang bersifat absolut dan hakiki. Manusia ini akan sadar tentang masa lalu dan masa kininya. Insan semacam ini disebut Prabuddha (Jiwa yang telah sadar). Seluruh Sanchit-Karma insan agung ini konon dipercayai telah habis terbakar oleh api pengetahuan (realisasi-dirinya), begitu beliau sadar dari ilusi duniawinya.
Bagi kaum awam dalam berbagai agama, maka status seorang jnani amat sulit difahami. Dunia insan ini berbeda stratanya dibandingkan dengan manusia awam, walaupun kita hidup bersama di bawah satu atap. Bagi yang masih awam, di bawah ini ada sebuah ilustrasi penuh makna filosofis yang amat sarat.
Konon pada suatu masa, kata Shastra-Widhi, seekor bayi singa yang baru dilahirkan ditinggal mati oleh induknya. Namun sang bayi singa ini diselamatkan oleh seorang pengembala kambing. Seumur hidupnya anak singa ini besar dan hidup diantara kambing-kambing. Iapun merasakan dirinya sebagai seekor kambing. Suatu hari, seekor singa jantan dewasa datang menyerang kawanan kambing ini, akibatnya semua kambing lari ketakutan dan tercerai berai, termasuk anak singa ini. Singa jantan dewasa tercengang melihat kejadian ini. Dengan penuh kasih sayang ia mendekati anak singa dan bertanya mengapa singa kecil harus ikut takut kepada singa yang sejenis dengannya. Anak singa menjawab bahwa ia adalah seekor kambing, dan kawanan kambing amat takut dimangsa oleh singa. Singa dewasa mengajaknya ke tepi sebuah danau, lalu anak singa diminta untuk berkaca. Lambat laun anak singa sadar bahwa ia adalah seekor singa yang tersesat di antara para kambing. Ilusi duniawi telah merubahnya menjadi kambing padahal, hakikatnya ia adalah seekor singa. Tiba-tiba ia dapat mengaum dan berlari segagah singa-singa lainnya.
Pesan cerita ini adalah:
Bahwasanya kita semua ini sebenarnya memerlukan guru penuntun di dalam kehidupan spiritual kita. Seandainya Tuhan berkenan, maka pastilah kita akan bertemu dengan guru spiritual ini (yang bersifat Sat Guru). Dengan bantuannya yang tanpa pamrih, maka jalan kesadaran dan jalan spiritual kita akan terbuka, dan terungkaplah Sang Jati Diri yang sebenarnya hadir di dalam diri kita sendiri, yang merupakan Padmasana yang paling suci. Ilusi kita akan dunia materi ini akan segera sirna, dan masuklah kita ke jalan pengetahuan yang lebih hakiki. Di strata ini seluruh Sanchit-Karma konon akan habis terbakar oleh api pengetahuan Sang Jati Diri ini.
Seperti halnya berbagai jenis kayu, baik yang basah maupun yang kering, yang bulat maupun yang panjang, seandainya dibakar akan berubah menjadi arang. Demikian juga halnya dengan berbagai karma-karma kita ini, apapun namanya, akan terbakar oleh api pengetahuan ini. Manusia yang agung ini kemudian akan mencapai tujuannya yang benar, melalui jiwa-raga ini, ke pangkuan Tuhan YME.
Swami Vivekananda mengatakan :
“Bangun, dan sadarlah, jangan berhenti sebelum
tujuan hidup ini tercapai.”

OM SHANTI SHANTI SHANTI
OM TAT SAT
\
 
HUKUM KARMA vs HUKUM NEWTON

HUKUM NEWTON I
[FONT=helvetica,geneva,arial]Every object in a state of uniform motion tends to remain in that state of motion unless an external force is applied to it.[/FONT]
Hukum Newton I: Setiap benda akan tetap bergerak lurus beraturan atau tetap dalam keadaan diam jika tidak ada resultan gaya (F) yang bekerja pada benda itu.
Hukum Karma: Nasib sebagai akumulasi karma masa lalu bersifat tetap tanpa adanya resultan perbuatan (didasari kehendak bebas selama kehidupan) tindakan didasari cetana (keinginan).Yang akan terjadi pasti terjadi.

HUKUM NEWTON II
[FONT=helvetica,geneva,arial]The relationship between an object's mass m, its acceleration a, and the applied force F is F = ma. Acceleration and force are vectors (as indicated by their symbols being displayed in slant bold font); in this law the direction of the force vector is the same as the direction of the acceleration vector. [/FONT]
Hukum Newton II: Setiap benda akan tetap bergerak lurus berubah beraturan diberikan resultan gaya (F) pada benda itu. Percepatan akan berubah mengikuti banyaknya gaya yang diberikan pada benda.
Hukum Karma : Nasib akan berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk mengikuti banyaknya perbuatan (didasari kehendak bebas selama kehidupan). semakin banyak perbuatan baik semakin banyak potensi karma penghancur penderitaan, semakin banyak potensi karma buruk sebaliknya dapat menyebabkan terakumulasiinya potensi karma yang merusak nasib.

HUKUM NEWTON III
[FONT=helvetica,geneva,arial]For every action there is an equal and opposite reaction. [/FONT]
Hukum Newton III: Jika suatu benda mengerjakan gaya pada benda lain (benda kedua) maka benda kedua tersebut mengerjakan juga gaya pada benda pertama, yang besar gayanya = gaya yang diterima tetapi berlawanan arah. (Gaya aksi = Gaya reaksi).
Hukum Karma : Setiap akibat pasti memiliki sebab. Segala fenomena mengikuti hukum sebab akibat yang saling bergatungan.
 
Tujuan dari hidup adalah pengungkapan secara perlahan dari yang abadi dalam diri kita, dari eksistensi kemanusiaan kita. Kemajuan umum diatur oleh karma atau hukum sebab akibat moral.

Agama Hindu tidak percaya akan satu Tuhan yang dari kursi-pengadilannya menimbang tiap kasus secara terpisah dan menetapkan balasannya.

Dia tidak melalukan keadilan dari luar, menambah atau mengurangi hukuman berdasarkan kehendakNya sediri.

Tuhan ada "dalam" manusia, dan demikian juga karma hukum adalah merupakan bagian organik dari kakekat manusia.

Setiap saat ada pada pengadilannya sendiri, dalam setiap usaha yang jujur akan memberikan dia kebaikan dalam upaya internalnya.

Karakter yang kita bangun akan berlanjut ke masa depan sampai kita menyadari kesatuan kita dengan Tuhan.

Anak-anak Tuhan, yang dalam pandangannya satu tahun adalah seperti satu hari, tidaklah merasa perlu kecil hati bila tujuan kesempurnaan itu tidak tercapai dalam suatu kehidupan.

Kelahiran kembali diterima oleh semua penganut Hindu.
 
Don't ask to much

Live in the present right here right know, not in the past not in the future >:D<

love and light
 
Om swastiastu,,

Salam,

Indah sekali rasanya berada disini,
tiang hanya ingin berbagi dan berkonsultasi dengan para saudara2ku yang sudah pintar dengan ajaran2 kita HINDU
tetapi ada kejanggalan dalam hati saya mendengar " kita manusia di haruskan berbuat kebaikan agar kita mendapatkan KARMA yang baik pula...."
menurut saya, itu hanya mendatangkan PAMRIH dan harapan.
tetapi menurut saya, apabila manusia telah sadar akan jati dirinya dan rumah ASAL sesungguhnya, mereka akan melakukan itu atas dasar KEBUTUHAN.... bukan KEWAJIBAN

suksma
mohon maaf apabila ada kata2 tiang yang kurang berkenan..mohon bimbingannya dari saudara2 tiang yang maha arif dan bijaksana...
OM SHANTI..SHANTI..SHANTI
 
Om swastiastu,,

Salam,

Indah sekali rasanya berada disini,
tiang hanya ingin berbagi dan berkonsultasi dengan para saudara2ku yang sudah pintar dengan ajaran2 kita HINDU
tetapi ada kejanggalan dalam hati saya mendengar " kita manusia di haruskan berbuat kebaikan agar kita mendapatkan KARMA yang baik pula...."
menurut saya, itu hanya mendatangkan PAMRIH dan harapan.
tetapi menurut saya, apabila manusia telah sadar akan jati dirinya dan rumah ASAL sesungguhnya, mereka akan melakukan itu atas dasar KEBUTUHAN.... bukan KEWAJIBAN

suksma
mohon maaf apabila ada kata2 tiang yang kurang berkenan..mohon bimbingannya dari saudara2 tiang yang maha arif dan bijaksana...
OM SHANTI..SHANTI..SHANTI

Untuk memulai berbuat baik harus dimulai dengan "PAMRIH" dan "HARAPAN" akan "PAHALA" yg baik pula...setelah terbiasa dengan kebaikan maka kebaikan pun akan menjadi "KEBUTUHAN" bukan lagi "KEWAJIBAN"...perlu fondasi dan proses...mari kita majukan Hindu karena Hindu adl jalan kebenaran menuju Tuhan...
 
mantap2..:D
thx buat penjelasannya..:)
 
..penggalan Bhagavad Gita

Arjuna:
Bila Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
merupakan tujuan hidup,
maka untuk apa melibatkan diri dengan dunia?
Aku sungguh tambah bingung.

Krishna:
Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
memang merupakan tujuan tertinggi.
Namun, kau harus berkarya untuk mencapainya.
Dan, berkarya sesuai dengan kodratmu.

Bila kau seorang Pemikir,
kau dapat menggapai Kesempurnaan Diri
dengan cara mengasah
kesadaranmu saja.

Bila kau seorang Pekerja,
kau harus menggapainya lewat Karya Nyata,
dengan menunaikan kewajibanmu,
serta melaksanakan tugasmu.

Dan, kau seorang Pekerja,
kau hanya dapat mencapai Kesempurnaan Hidup
lewat Kerja Nyata.
Itulah sifat-dasarmu, kodratmu.

Sesungguhnya tak seorang pun dapat
menghindari perkerjaan.
Seorang Pemikir pun sesungguhnya bekerja.
Pengendalian Pikiran – itulah pekerjaannya.

Bila pikiran masih melayang ke segala arah,
apa gunanya duduk diam dan menipu diri?
Lebih baik berkarya dengan pikiran terkendali.
Bekerjalah tanpa pamrih!

Hukum Sebab Akibat menentukan hasil
perbuatan setiap makhluk hidup.
Tak seorang pun luput darinya,
kecuali ia berkarya dengan semangat menyembah.

Alam Semesta tercipta “dalam”
semangat Persembahan.
Dan, “lewat” Persembahan pula
segala kebutuhan manusia terpenuhi.

Bila kau menjaga kelestarian lingkungan,
lingkungan pun pasti menjaga kelestarianmu.
Raihlah kebahagiaan tak terhingga dengan
saling “menyembah” – membantu dan melindungi.

Bila kau hanya berkarya demi kepentingan pribadi,
tak pernah berbagi dan tak peduli
terhadap alam yang senantiasa memberi;
maka seseungguhnya kau seorang maling.

Berkaryalah dengan semangat “menyembah”.
Persembahkan hasil pekerjaanmu pada Yang Maha Kuasa.
Dan, nikmati segala apa yang kau peroleh
dari-Nya sebagai Tanda Kasih-Nya!

Apa yang kau makan, menentukan kesehatan dirimu.
Dan, makanan berasal dari alam sekitarmu.
Bila kau menjaga kelestarian alam,
kesehatanmu pun akan terjaga – inilah Kesadaran.

Waspadai setiap tindakanmu.
Bertindaklah dengan penuh kesadaran.
Inilah Persembahan,
yang dapat mengantarmu pada Kepuasan Diri.

Bila kau puas dengan diri sendiri,
dan tidak lagi mencari kepuasaan
dari sesuatu di luar diri,
maka kau akan berkarya tanpa pamrih.

Sesungguhnya seorang Pekerja tanpa Pamrih
sudah tak terbelenggu oleh dunia.
Jiwanya bebas, namun ia tetap bekerja,
supaya orang laind apat mencontohinya.

Sesungguhnya tak ada sesuatu yang harus “Ku”-lakukan.
Namun, “Aku” tetap bekerja demi Keselarasan Alam.
Bila “Aku” berhenti bekerja, banyak yang akan mencontohi tindakan-“Ku”,
dan “Aku” akan menjadi sebab bagi kacaunya tatanan masyarakat.

Ketahuilah bahwa segala sesuatu terjadi atas Kehendak-Nya.
Tak seorang pun dapat menghindari pekerjaan,
kau akan didorong untuk menunaikan kewajibanmu.
Maka, janganlah berkeras kepala – bekerjalah!

Terpicu oleh hal-hal di luar,
panca-indera pun bekerja sesuai dengan kodrat mereka.
Janganlah kau terlibat dalam permainan itu.
Jadilah saksi, kau bukan panca-indera.

Berkat pengendalian diri bila inderamu
tak terpicu lagi oleh hal-hal luaran,
hendaknya kau tidak membingungkan mereka
yang belum dapat melakukan hal itu.
Biarlah mereka menghindari
pemicu di luar untuk mengendalikan diri.

Berkayalah demi “Aku” dengan
kesadaranmu terpusatkan pada-”Ku”,
bebas dari harapan dan ketamakan -
itulah Persembahan, Pengabdian.

Para bijak berkarya sesuai dengan sifat mereka,
kodrat serta kemampuan mereka.
Demikian mereka terbebaskan dari rasa gelisah,
dan mencapai kesempurnaan hidup.

Berkaryalah sesuai dengan kemampuan serta kewajibanmu.
Janganlah engkau sekadar ikut-ikutan memilih
suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat dasarmu,
tidak sesuai dengan kemampuanmu.
 
Proses Reinkarnasi

Perputaran roda reinkarnasi ini dipengaruhi oleh hukum karma yang dibawa oleh Atman yang disinari dengan Brahman melalui Triloka (tiga tempat), yaitu Bhur, Buvah dan Svah.

Maka dalam Gayatri Mantram, Tri loka sangat penting diketahui sebagai tempat terjadinya proses reinkarnasi.

Om Bhur Bvah Svah
Tat sawitur varenyam
Bhargo dewasya dhimahi
Dhiyo yo nah praco dayat

Gayatri Mantram mempunyai kesucian yang luar biasa bagi yang mengucapkan sebagai wujud kebesaran Brahman yang selalu kita puja sehingga kita dapat sinarnya dengan melalui meditasi.

Bhur artinya Bhurloka alam fisik, bahwa tubuh kita terbuat dari lima unsur yang disebut Panca Maha Buta yaitu tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether (akasa) dan kelima unsur ini membentuk Prakriti (alam).

Bhuvah artinya Bhuvahloka alam pertengahan, bhuvah juga merupakan Prama Sakti. Meski pun demikian Prama Sakti hanya dapat menghidupkan tubuh karena adanya Prajnanam. Kitab suci Weda mengatakan Prajnanam Brahman artinya Tuhan adalah kesadaran yang selalu utuh dan menyeluruh selamanya.

Svah artinya Swargaloka, surga tempat para dewa.

Proses reinkarnasi mulai dari Svahloka, di mana Atman mendapat sinar dari Brahman dan Atman yang dibungkus dengan Triguna maka lahir dan menjelma di Bhurloka yaitu sebagai manusia di mana pembentukannya terdiri dari 5 unsur yaitu Panca Maha Buta. Setelah manusia meninggal maka Atman lahir di Bhuvahloka.

Demikian reinkarnasi tidak pernah berhenti, lahir terus menerus mengikuti suatu garis yang melintang dalam Tri Bhuwana. Dalam proses reinkarnasi Atman terus berputar di antara Tri Bhuana, lamanya setiap loka tidak pasti sesuai dengan karmanya dan ini ditentukan oleh Brahman.

Adanya perbedaan satu loka (dunia) yang satu dengan lainnya ditentukan oleh prosentase dari unsur Panca Maha Butha dari loka itu sendiri.

  • Bumi kita termasuh Bhur Loka yang terdiri dari Panca Maha Buta tetapi yang terbanyak adalah unsur Prthiwi (zat padat) dan unsur apah (zat cair).
  • Buah Loka (Pitra Loka) atau dunia roh banyak dikuasai oleh unsur apah (zat cair) dan teja (sinar).
  • Swah Loka (Swarga atau Dewa loka) banyak dikuasai oleh unsur teja (sinar) dan bayu (hawa).

Karma pala selalu akan mengikuti Atman mengarungi Tri Loka, apabila karmanya baik pada saat hidup sebagai manusia, maka karmanya akan dibawa saat reinkarnasi menjadi manusia kembali.

Demikian pula sebaliknya. Baik buruk kehidupan dan lamanya kehidupan pada suatu loka dapat pula menentukan jenis penjelmaannnya apakah jadi manusia atau binatang pada kelahiran mendatang.

Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman dan bekas-bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam-macam.

Jika bekas-bekas itu hanya bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal keduniawiaan sehingga jiwatman itu lahir kembali.

Misalnya jiwa pada waktu mati ada bekas-bekas hidup mewah pada jiwatman, di akhirat jiwatman itu masih ada hubungannya dengan kemewahan hidup, sehingga gampang jiwatman itu ditarik kembali kedunia.

Apabila seseorang telah benar-benar sempurna perbuatannya di dunia ini, maka Atman akan keluar dari perputaran Tri Bhuana dan menyatu dengan Brahman yang disebut dengan Moksa.

Adapun sifat-sifat hukum karma adalah:

  • Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat besar).
  • Hukum Karma bersifat universal, berlaku bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makhluk-makhuk serta seluruh isi alam semesta.
  • Hukum Karma tetap sejak zaman pertama penciptaannya, zaman sekarang dan juga untuk zaman yang akan datang.
  • Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang menghindarinya.
  • Hukum Karma berlaku untuk semua makhluk tidak ada pengecualian terhadap siapapun.

Tuhan tidak melalukan keadilan dari luar, menambah atau mengurangi hukuman berdasarkan kehendakNya sediri.

Tuhan ada "dalam" manusia, dan demikian juga Hukum Karma adalah merupakan bagian organik dari kakekat manusia.

Setiap saat ada pada pengadilannya sendiri, dalam setiap usaha yang jujur akan memberikan dia kebaikan dalam upaya internalnya.

Karakter yang kita bangun akan berlanjut ke masa depan sampai kita menyadari kesatuan kita dengan Tuhan.

Anak-anak Tuhan, yang dalam pandangannya satu tahun adalah seperti satu hari, tidaklah merasa perlu kecil hati bila tujuan kesempurnaan itu tidak tercapai dalam suatu kehidupan.

Kelahiran kembali diterima oleh semua penganut Hindu.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.