• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hukum Karma

goesdun

IndoForum Junior A
No. Urut
32661
Sejak
7 Feb 2008
Pesan
3.022
Nilai reaksi
66
Poin
48
JALAN KARMA ITU MISTERIUS SIFATNYA

Sri Krishna sendiri di dalam ajaran Bhagawat-Gita telah menyiratkan betapa rumitnya bagi seseorang untuk memahami sifat-sifat Karma (Aksi) ini, karena sedemikian kompleks dan misteriusnya jalan ini, penuh dengan liku-liku dan jebakan yang sulit untuk diterka, diduga maupun untuk difahami. Mengenai hal itu Sri Sudama yang sederhana, yang merupakan sahabat karib Sri Krishna semenjak kecil pernah berkata :

Jalan karma terkesan sedemikian rumitnya,

Kami berdua (Krishna dan Sudama) adalah murid dari guru yang sama,

Namun Sri Krishna menjadi raja di dunia ini,

Dan aku tidak memiliki apapun untuk disantap,

Krishna gemar bercanda-ria dengan para wanara di Gokula, gemar mengumpulkan kekayuan kering untuk sang guru, Saat ini Beliau duduk di atas singgasana,

Sedangkan aku hanya memiliki sebuah cawan pengemis dan sebatang kayu di genggaman tangan-tanganku.



***naskah asli "Theory of Karma" : http://www.hirabhaithakkar.net/karma1.htm
 
Hukum berlaku di mana saja, baik di rumah tangga maupun di sebuah negara, bahkan di jalan raya sekalipun. Tidak ada fenomena kehidupan tanpa landasan hukum, kalau tidak maka tatanan masyarakat akan kacau balau. Demikian juga alam semesta dan segala isinya, ternyata dilandasi dan diliputi oleh kaidah-kaidah hukum universal yang sistematis. Seluruh tata-surya dan bintang-bintang dan sebagainya harus mematuhi hukum-hukum orbit, rotasi, gravitasi, dan seterusnya sesuai dengan kaidah yang dirancang Arsitek Yang Maha Kuasa, Sang Perancang Jagat-Raya ini. Yang lahir harus mati, yang mati harus lahir kembali. Demikian juga dengan siklus musiman yang silih berganti dan datang dan pergi, lagi dan lagi. Secara misterius kita semua berevolusi dan hidup berdasarkan hukum-hukum alam yang disebut Hukum Karma ini. Hukum ini dijelaskan oleh Sri Goswami Tulsidas di Ramayana sebagai :

KARMA PRADHAN WISHWA RACI RAKHA,

JO JAS KARAI SO TAS FAL CHAKHA.

(Seisi semesta diliputi oleh hukum karma,apapun

yang anda tanam, maka hal yang sama juga

akan anda cicipi (dapatkan).

Dengan demikian hukum karma ini terdiri dari :

1. Aksi dan reaksinya.

2. Sebab dan akibatnya.

3. Usaha (upaya) dan hasilnya (nasibnya).

Kesemua fenomena di atas bersifat sama rata dan saling bertentangan pada saat yang sama.
 
PARADOX HUKUM KARMA

Walaupun banyak yang berusaha agar dunia ini menjadi sebuah tempat yang penuh dengan kedamaian, kesentosaan dan kebahagiaan, namun coba simak betapa banyaknya perbuatan manusia-manusia yang zalim di sekitar kita. Terkesan dunia ini dipenuhi dengan kesemena-menaan, korupsi, kelaliman dan manusia-manusia yang serba destruktif, yang tidak punya malu, yang tidak henti-hentinya merusak lingkungan alam dan berbagai ciptaan alam ini, padahal mereka tidak dapat menciptakan apalagi melestarikannya. Anehnya para perusak ini selalu terkesan bahagia dan dikelilingi oleh berbagai kemewahan dan harta-benda, sebaliknya mereka yang hidup jujur dan bajik malahan menderita berkepanjangan.

Fenomena ini membuat kita sering kehilangan kepercayaan, sering kita menyangsikan keadilan Tuhan YME, bahkan melecehkan hukum karma yang kita anggap tidak adil dan semena-mena. Akhirnya kita lalu frustrasi. Semua perihal ini sebenarnya timbul akibat awidya yang menyelimuti kita, padahal sebenarnya Tuhan dan hukum karma yang merupakan adi-karya ciptaan-Nya bersifat Maha Adil.
 
HUKUM YANG BERLAKU DI DUNIA INI

Setiap negara dan daerah mempunyai hukum dan berbagai peraturannya masing-masing. Di Indonesia transportasi darat bergerak di lajur sebelah kiri, namun di U.S.A. sebaliknya. Kita tidak dapat melanggar aturan tersebut di Amerika mentang-mentang kita berasal dari Indonesia. Jadi seandainya anda ingin menjadi warga dunia yang baik, sebaiknya ikuti pepatah yang berlaku di ranah Minang yaitu, di mana tanah diinjak di situ langit dijunjung.

Pepatah ini berasal dari Shastra-Widhi Hindhu kuno. Demikian juga secara niskala, jika ingin menjadi insan yang baik dan satvik, maka hargai dan patuhilah hukum karma selama anda singgah hidup di planet bumi Pertiwi ini.
 
APAKAH KARMA ITU SEBENARNYA?

Definisi karma adalah seperti berikut ini :
“Apapun yang anda lakukan baik itu secara ragawi maupun melalui jalan pikiran, dari pagi hingga malam, sepanjang hari, bulan, tahun dan seumur hidup anda, semenjak anda lahir sampai mati disebut KARMA.”

Contohnya : bangun, duduk, mandi, mencuci, berjalan, berdagang, memakan, berolah raga, bersanggama, bekerja, bersembahyang, bernafas, dst. dst.

“Kesemua tindakan dan aksi yang dilakukan melalui berbagai indriyas (organ-organ tubuh penting), baik secara instinktif maupun melalui jalur pikiran yang dipengaruhi oleh rasa senang maupun tidak senang, suka-duka, dsb., disebut KARMA”.


Menurut para resi dan Shastra-Widhi kita, kesemua karma ini terbagi di dalam tiga kategori sesuai dengan tahap-tahap yang hadir, seperti berikut ini :
1. KRIYAMANA KARMA, yang berarti sebuah tindakan dilakukan pada saat ini secara instan kemudian menghasilkan pahala dan akibat pada saat ini juga.
2. SANCHIT KARMA, yaitu karma komulatif, yaitu karma atau tindakan yang pernah dilaksanakan pada saat atau waktu-waktu yang lalu, namun belum matang pahalanya, jadi tertunda sampai saatnya kelak, sampai pada suatu saat tertentu yang tepat. Selama belum tiba saatnya, maka karma ini bersifat balans dan terkumpul terus (ibarat deposito dan bunganya).
3. PRARABDHA KARMA, berarti hasil dari semua tindakan Sanchit Karma yang telah matang, akan menghasilkan pahala. Biasanya fenomena ini oleh manusia awam disebut kebetulan, nasib, keberuntungan, takdir, kodrat, dsb. Mari kita pelajari ketiga bentuk karma ini secara teliti.

KETERANGAN :


KRIYAMANA KARMA.

Contohnya anda meminum air yang dingin di saat yang panas. Maka rasa haus anda akan langsung terpuaskan. Atau anda menampar seseorang dan pada saat itu juga anda dihajar kembali. Satu lagi contoh, anda menenggak racun, dan anda mati seketika.

SANCHIT KARMA.

Contohnya : Berbagai karma di atas tidak langsung berakibat, jadi tertunda dan masuk ke daftar tunggu, untuk kemudian dimatangkan yang pada saatnya nanti akan matang dikemudian hari. Karma-karma ini terkumpul secara misterius dan akan berakibat pada saat yang telah ditentukan-Nya.
Contoh : Anda melaksanakan ujian sekolah pada hari ini, namun hasilnya akan ditentukan setelah satu bulan.
Kemudian ada contoh lain : Anda meminum obat saat ini, namun baru sembuh setelah sekian waktu berlalu.
Ada contoh lain : Anda menyusahkan orang tua pada saat ini, anda dibalas oleh putra-putri anda setelah bertahun-tahun kemudian.
Ada contoh yang lebih unik, anda berusaha menjadi artis sepanjang hidup anda, namun anda mati terlalu cepat. Pada kehidupan selanjutnya anda menjadi tenar bahkan di saat muda tanpa banyak bersusah-payah.
Ini semua bukanlah kebetulan belaka. Karena setiap aksi akan menimbulkan reaksi, setiap sebab menimbulkan akibat, dan setiap upaya menghasilkan sesuatu pada saat yang tepat, tanpa pengecualian.
Ada jenis padi yang siap dipanen setelah 90 hari, namun ada juga yang memiliki durasi petik setelah 120 hari. Demikian juga ada pohon nangka yang berbuah setelah 10 tahun, dan ada pohon jambu yang siap petik setelah 3 tahun, dst. Tentu semua ini harus ada penyebab-penyebabnya seperti kwalitas benih, masa pertumbuhan, pupuk, perawatan, cuaca, dsb.

Contoh dari Epik Ramayana : Ayahnda Sri Rama Wijaya yang disebut Sri Dastaratha, di masa mudanya pernah membunuh putra seorang brahmana yang tidak berdosa yang bernama Srawana. Kedua orangtua Srawana yang buta matanya mengutuk Dastaratha yang saat itu masih belum menikah, bahwa iapun akan terpisah dari putra-putranya secara menyedihkan suatu saat kelak. Bagi para penggemar Ramayana tentunya faham bagaimana menderitanya raja tersebut saat harus berpisah dengan putra-putranya Rama dan Lakshmana. Epik ini sarat dengan adegan-adegan yang berlatar belakang hukum karma. Walaupun Sri Rama adalah wujud Awatara Bhagawatam (Ilahi), namun sebagai seorang manusia yang dilahirkan di bumi ini, Beliau ternyata tunduk pada hukum-hukum karma yang berlaku secara universal dan alami, dan tidak mau merubahnya sama sekali.


Contoh lain hadir di Mahabrata, Raja Dhristaratha yang buta kehilangan 100 putra-putranya dalam perang Bratayudha. Suatu saat ia memohon petunjuk Sri Krishna. Melalui daya sakti Krishna, maka Raja Dhristaratha mampu menyaksikan masa lalunya. Pada masa tersebut (Lima puluh kelahiran sebelumnya), ia sebagai seorang pemburu membunuh anak-anak burung di sebuah hutan, dan juga membutakan mata burung-burung dewasa dengan asap bara apinya. Akibat yang harus ditanggungnya pada saat Mahabrata berlangsung adalah ia lahir buta dan harus kehilangan seluruh putra-putranya. Jadi tidak ada yang gratis di dunia ini, tidak ada juga kebetulan, nasib atau kodrat, semua berlangsung secara misterius namun sistematis.


Raja ini kemudian bertanya lagi ke Sri Krishna, mengapa harus menunggu 50 kelahiran baru karma-karmanya terbalas. Jawaban Sri Krishna karena untuk mendapatkan 100 orang putra harus menjalani berbagai kehidupan dan karma-karma yang baik dahulu, dan itu memerlukan masa yang amat lama, namun semua itu harus binasa sesuai dengan rekayasa YME melalui berbagai karma-karma yang tertunda. Jadi sebenarnya tidak seorangpun yang dapat melarikan diri dari hukum karma yang serba kompleks namun sesuai kehendak Tuhan YME, Yang Maha Adil, Abadi dan Pasti.


PRARABDHA KARMA.

Dikenali sebagai nasib, kodrat, keberuntungan, kesialan, kebetulan, dsb. Setiap manusia pasti mempunyai stok Sanchit Karma yang menumpuk dalam kurun waktu yang lama. Sebagian dari Sanchit Karma ini mungkin akan berakibat pada saat-saat tertentu, dan biasanya dianggap kebetulan, hal ini disebut Prarabdha. Misalnya anda lahir dengan kulit yang hitam, atau cacat, atau banci, anak miskin, anak orang kaya, dsb. Semua ini bukan kebetulan atau salah siapa, tetapi merupakan pembayaran untuk karma-karma buruk masa lalu. Setelah melalui berbagai fase-fase penderitaan dan kebahagiaan, maka anda akan bergulir ke kehidupan yang berikutnya.

Sementara itu, dalam kehidupan masa kini, kita senantiasa melahirkan berbagai aksi dan karma yang baru, yang lagi-lagi akan berdampak seterusnya sesuai kaidah-kaidah hukum karma universal yang berlaku. Dengan demikian stok-stok karma kita senantiasa berakumulasi dari suatu kelahiran ke kelahiran berikutnya. Stok Sanchit Karma bertambah terus dan tidak akan punah atau pernah ada habis-habisnya. Siklus kelahiran akan bertambah secara berkesinambungan, terkesan tidak ada moksha.

Setelah memahami fenomena ini, maka seorang filsuf agung yang pernah hidup di tanah Barata ini, yaitu Sri Shankaracharya (Bapak Hindu Modern), memohon dengan tulus kepada Tuhan YME, seperti berikut ini :
“Tidak terhitung jumlah kelahiran dan kematian ini, tidak terhitung jumlah kelahiran di dalam rahim ibu, samudera Samsara ini ternyata sulit untuk dilalui, wahai Tuhan, sudilah berbaik hati, menyelamatkan dan menyeberangkan (aku) dari samudera ini.”
 
JEBAKAN KARMA YANG SULIT DIHINDARKAN

Selama anda tidak melakukan suatu aksi, maka tidak akan ada reaksi. Tidak ada akibat tanpa sebab. Namun begitu anda melakukan sesuatu, maka anda akan menghadapi berbagai efek-efeknya. Jadi berfikirlah secara matang sebelum anda melakukan suatu tindakan apapun juga, fahamilah bahwasanya akan timbul reaksi dan akibat jangka pendek dan jangka panjang karena tidak ada sesuatu apapun yang luput dari penglihatan-Nya.

Di dalam kehidupan ini, anda bebas untuk menjadi manusia yang baik dan suci, ataupun menjadi jahat dan destruktif. Namun semua itu ada konskuensinya, sebaiknya anda bertanggung jawab untuk setiap tindakan anda, dan tidak mencari-cari kesalahan orang lain ataupun mencari kambing hitam untuk kesalahan yang anda lakukan sendiri. Jangan juga sekali-kali menyalahkan Tuhan YME, karena Beliau sebenarnya telah menganugerahkan otak dan nurani kepada anda. Padahal hewan dan tumbuh-tumbuhan yang tidak memiliki intelegensia yang tinggi malahan secara naluri amat bertanggung jawab, mengapa manusia yang merasa lebih beradab merusak diri dan lingkungannya secara bodoh?

Sebuah contoh, anjing mencium dahulu makanannya secara instinktif, kalau busuk atau basi, maka ia tidak akan menyantapnya. Jadi secara alami hewan dapat terhindar dari berbagai penyakit. Sebaliknya seorang manusia dengan mudah mengambil dan merampas hak orang lain, tanpa berfikir panjang bahwasanya semua itu harus dibayar kembali secara berlipat ganda dalam bentuk penyakit, pengobatan, penderitaan, dsb. (Penulis merasa swarga dan neraka itu sebenarnya tidak jauh dari bumi ini, alias memang di bumi ini juga adanya.)

Ada sebuah contoh yang aneh, ada seorang pria yang membunuh dua kali. Namun dibantu oleh seorang pengacara yang amat handal, maka iapun terbebas dari jeratan hukum karena tidak terbukti bersalah. Kemudian ada seorang pembunuh lain yang secara brutal menghabisi nyawa orang lain. Namun yang ditangkap polisi malahan pembunuh pertama yang telah bebas karena banyak bukti mengarah kepadanya, walaupun untuk pembunuhan yang ketiga ini ia tidak bersalah sama sekali, toh sang hakim menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Mengapa hal ini dapat terjadi ?

Jawabnya : di dua pembunuhan yang pertama, pria ini masih memiliki stok punya karma (karma yang baik) dari masa lalunya, namun pada saat-saat berikutnya stok karma baik ini habis, dan iapun harus menghadapi stok karma-karma buruknya, jadi apapun dapat terjadi. Berbagai Sanchit Karmanya lalu matang dan berubah menjadi nasib, kebetulan dst. Ia mungkin saja lolos dengan mudah dari pengadilan dunia, namun sulit untuk lolos dari pengadilan Tuhan YME.

Sebaliknya, ada saja manusia yang benar jalan hidupnya, namun selalu dirundung derita dan duka nestapa tanpa habis-habisnya. Bukan Tuhan yang salah dalam hal ini, namun karena karma-karma masa lalunya yang telah matang datang berkunjung kepadanya pada saat-saat yang tepat untuk membersihkannya dari berbagai dosa-dosa yang disandangnya. Kalau ia berhasil menerima semua karma ini dengan rasa syukur dan bijak, maka akan menghasilkan pembersihan jiwa raganya dan terciptalah karma-karma yang baik untuknya demi masa-masa yang akan datang.

Tiada aksi yang hilang tanpa reaksi, tidak sebab yang sirna tanpa akibat, dan tiada dosa yang lolos tanpa hukuman dari sistem yang berlaku di hukum karma ini.

Sebuah contoh lagi : Raja Parikesit yang teramat adil dan bijaksana, toh harus membayar secara mahal kehidupannya karena secara emosional melecehkan seorang resi yang sedang bertapa. Namun raja ini segera sadar dan mempersiapkan hukuman bagi dirinya sendiri. Beliau tidak memohon pengampunan kepada Tuhan, walaupun sang resi telah memaafkannya. Dengan gagah berani dan penuh tanggung jawab Beliau lalu menghadapi kematiannya. Akibatnya ia dipatuk ular naga Taksaka, namun dari kejadian itu lahirlah karya adi luhung Srimad Bhagawatham yang menjadi tulang punggung dharma yang amat dominan.

Inilah cara yang benar demi menghadapi Prarabdha. Hadapilah seluruh karma anda dengan berani, benar, tegar, jujur, bahagia, dan penuh tanggung-jawab dan kesadaran. Jangan sekali-kali meminta penundaan karma buruk anda atau orang lain, jangan juga minta dihapuskan, tetapi mohonlah agar diberikan kekuatan dan kesadaran untuk menghadapi segala karma baik dan buruk secara tulus.
 
PARA PENJAHAT DIPERSILAHKAN
BERGEMBIRA SAAT INI

Tidak ada satu punya-karma (karma baik) yang tidak akan menghasilkan pahala baik dan tidak satupun papa-karma (karma buruk) yang tidak akan menghasilkan pahala buruk (hukuman, penderitaan, dsb.).

Demikianlah intisari hukum karma ini, yang amat tegas dan sempurna. Sang Pencipta hukum inipun sangat tegas, sempurna dan sekaligus Maha Adil untuk semuanya. Para pelaksana (akan dijelaskan kemudian) hukum-hukum inipun bersifat tegas, penuh disiplin, adil dan tanpa kompromi.

Cobalah simak dunia di sekeliling kita, yang sedemikian kacaunya saat ini.
Yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Di antara kita lebih banyak penjahat, perampok, teroris, penipu, koruptor dan manusia-manusia yang imoral perilakunya. Mereka ini malahan terkesan “diproteksi”, amat berlimpahan, mempunyai posisi dan kedudukan yang baik dalam masyarakat dan pemerintahan. Akibatnya manusia yang berjalan di jalan dharma jadi frustrasi berat. Kemudian sebagian dari mereka ini lalu mengikuti arus demi keselamatan semu mereka. Kalau saja kita mampu bersabar dan merasa cukup, menerima semua ini dengan tulus hati dan kesadaran, maka lambat laun semua akan ternetralisir kembali.


Berbagai Punya-Karma masa lalu, para penjahat ini akan kembali secara alami pada saa-saat kejahatan mereka memuncak, demikian juga dengan insan-insan yang dharmais. Namun begitu saat Sanchit-Karma yang berakumulasi ini habis dan pupus sedikit demi sedikit, maka stok dosa yang mereka miliki akan bereaksi pada masa-masa selanjutnya. Jangan kaget seorang lahir cacat, karena berbagai penyakit yang mengerikan, dsb. Semua dosa di masa lalu harus dibayar, dan bayaran tersebut sangat mengerikan. Bukankah anda sering juga menyaksikannya di berbagai mass media sehari-hari ? Oleh sebab itu insan dharmais itu harus selalu hati-hati dengan apapun yang dilaksanakan sehari-hari, apalagi saat ini, karena hukum karma akan senantiasa mengintai, mengejar dan mengganjar kita setiap detik.

Tidak akan pernah ada kebahagiaan tanpa Punya-Karma di masa-masa lalu, demikian juga sebaliknya tidak akan hadir penderitaan tanpa Papa-Karma masa lalu. Semua ini ibaratnya tempat penyimpanan beras. Beras yang mengalir keluar dari lubang yang di bawah adalah simpanan masa lalu, masukan beras yang baru dari atas akan menjadi stok masa kini untuk masa kemudian. Demikian juga alur jalannya hukum karma ini. Selama stok karma anda bagus maka hasilnya juga akan bagus, demikian juga sebaliknya.
 
Karena itulah yang percaya hukum karma harus percaya kepada reinkarnasi(punarbhawa)..kalo percaya hukum karma tp gak percaya reinkarnasi itu aneh..bisa2 orang2 yg gak percaya reinkarnasi waktu kena musibah malah nyalahin Tuhan..bayangkan seorang anak balita berusia 3 tahun harus menderita kanker dan terlahir di keluarga miskin..apa dosa2 anak ini?bahkan ia belum menghujat ibunya, ia belum mencuri duit bapaknya, ia belum mencuri mangga tetangganya, belum merusak mainan temannya!mengapa ia harus mengalami semua ini!?Jawabannya sangat mudah..inilah yg harus ia alami karena perbuatan2nya di kehidupannya yg lalu..karena itulah agama kita menegaskannya dlm ajaran Panca Sradha..agar kita tidak bingung mencari penyebab2 dari kejadian yg kita alami..Hindu adalah agama yg brilian!
 
pada saat keadaan sempurna maka yang terjadi adl reinkarnasi n moksa tidak berlaku lagi........ kenapa kita masih terbelenggu karma padahal seharusnya kitalah yang mengatur karma bukan karma mengatur kita........?
 
memang kita yang mengatur karma, tapi buah karma tersebut akan menentukan hidup kita. jika karma baik yang kita lakukan, maka kebaikan yang akan kita dapatkan. jika karma buruk yang kita lakukan, maka keburukanlah yang akan kita terima. ketika kita mencapai moksa, reinkarnasi tidak akan terjadi lagi. mari kita belajar untuk melakukan karma baik...
 
PRARABDHA (NASIB) YANG TIDAK DAPAT
DIRUBAH ATAU DIHINDARI

Ada tiga jenis manusia di dunia ini :
1. Manusia yang bersifat satvika (suci dan bersih).
2. Manusia yang bersifat rajasika (serakah, dinamis, dsb.).
3. Manusia yang bersifat tamasika (jahat, malas, kotor, destruktif, dsb.).

Prarabdha (nasib, kodrat) selalu hadir pada ketiga jenis manusia ini, tanpa dapat diganggu gugat keberadaannya, tanpa dapat dihindari atau dihapus.


Sebuah contoh, Bapak A pernah berbuat dosa pada suatu saat di masa lalu. Pada saat ini prarabdhanya mengakibatkan ia tidak mendapatkan makanan selama satu hari penuh alias kelaparan, karena satu dan lain hal maka semua ini dianggap kebetulan, demikian juga kalau ada seseorang yang mendapatkan musibah tertabrak mobil misalnya, lalu anggota keluarganya lupa makan karena panik, dsb. Namun menurut hukum karma tidak ada yang kebetulan, yang ada adalah sejenis hukuman terselubung, akibat perbuatan masa lalu yang hadir secara “kebetulan”.



  1. Seandainya A ini bersifat satvika, maka ia secara sukarela akan berpuasa pada hari-hari tertentu demi netralnya dosa-dosa yang pernah disandangnya. Puasa yang tulus demi bhakti dan disiplin juga menghasilkan karma-karma baik untuk waktu-waktu yang akan datang.
  2. Namun misalnya A bersifat rajasika, maka mungkin saja pada suatu hari ia sibuk sedemikian rupa sehingga tidak menyantap apapun juga karena terpaksa oleh keadaan yang serba darurat.
  3. Dan misalnya A ini bersifat tamasika, maka suatu hari ia melakukan boikot makan sepanjang hari demi menteror istrinya, maka iapun menderita akibat prarabdhanya.
Semua contoh di atas menghasilkan karma-karma yang baru. Dan pada saat yang bersamaan semuanya mengalami juga prarabdha masing-masing sesuai kadar karma masing-masing.
 
UPAYA UNTUK MELAKSANAKAN KRIYAMAN KARMA

Kriyaman Karma adalah karma (pelaksanaan) sehari-hari demi jalannya kehidupan sebagai manusia awam. Namun pelaksanaannya maupun motif pekerjaan dapat berbeda-beda sesuai gunas masing-masing. Misalnya :
1. Seorang satvika melaksanakan berbagai kegiatan sehari-hari penuh kesadaran dan niat-niat suci, pikiran yang bersih tanpa disertai pamrih. Ia tidak perduli akan pahala, semuanya dipasrahkan kembali ke Yang Maha Esa.
2. Sedangkan seorang rajasika, melaksanakan berbagai tindakan sehari-hari dengan mengharapkan keuntungan bahkan doa-doanya penuh pamrih. Tidak henti-hentinya ia berusaha demi memenuhi segala hasrat-hasratnya.
3. Sedang seorang tamasika tidak akan bekerja tanpa ada imbalan terlebih dahulu. Kalaupun ia bekerja, sudah pasti motifnya buruk. Tanpa sadar ia merusak dan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Keterangan :

1. Untuk kasus pertama di atas, ada sebuah contoh seorang dokter yang merawat pasien-pasiennya dengan baik walaupun imbalannya amat sedikit. Sang dokter ini lebih bahagia kalau pasiennya lebih cepat sembuh tanpa malpraktek.
2. Untuk kasus kedua di atas, contohnya adalah seorang dokter rajasik yang tidak mau kompromi soal tarif. Ia memiliki harga mati, tidak perduli pasien mampu atau tidak karena motif pekerjaannya tidak dilandasi oleh perikemanusiaan. Ia lebih bersifat komersil dan hanya mencari untung belaka.
3. Sedangkan dokter yang tamasika tidak akan memeriksa pasiennya sebelum ada jaminan dibayar dulu. Iapun tidak segan-segan melakukan malpraktek demi pemuasan nafsu duniawinya.

Semua dokter di atas mendapatkan bayarannya masing-masing namun dari Kriyaman Karmanya akan berbeda-beda. Demikian juga berbagai sifat-sifat ini biasanya hadir pada berbagai profesi lainnya seperti pedagang, guru, karyawan, pejabat negara, pendeta dsb.
 
ANDA HANYA MENDAPATKAN YANG SUDAH
MENJADI JATAH ANDA
Mengapa demikian ? Karena berbagai Kriyaman Karma anda yang telah berubah menjadi Sanchit Karma (kumpulan karma dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya), akan menjadi Prarabdha pada saat ini yang kemudian menentukan seperti apa kelahiran anda saat ini termasuk rejeki, dan lain sebagainya. Kalau saja kita dapat bernegosiasi dengan Sang Pencipta bagaimana kita harus dilahirkan sesuai dengan keinginan kita, maka kita tentu saja akan memilih hal yang baik-baik saja. Ternyata kontrak hidup dengan Tuhan itu tidak ada. Sebaliknya yang hadir dari waktu ke waktu adalah hukum karma, yang sifatnya abadi, Tuhan ternyata tidak dapat disogok apalagi bernegosiasi. Sesuai dengan prarabdha kita, maka lahirlah kita pada saat ini mungkin sebagai seorang yang jenius, yang kaya raya, sebagai seorang barat, sebagai lelaki atau perempuan atau bahkan banci, miskin dan hina-dina atau cacat, sakit-sakitan dst. tanpa dapat diatur bagaimana dan seperti apakah jalan kehidupan kelak. Semua ini tergantung akan hutang-hutang karma yang harus dibayar oleh kita atau dikaruniakan kepada kita oleh-Nya. Secara alami dan sistematis semua akan didapatkan atau menghilang dari kita. Ada saatnya kita telah berjuang mati-matian untuk sesuatu namun akhirnya semua itu sia-sia saja, adakalanya kita pasrah total dan berhenti berjuang, bahkan tidak berusaha sedikitpun, namun pahala baik berdatangan bertubi-tubi.
Semua ini adalah jatah atau bagian dari kumpulan berbagai karma-karma kita di masa-masa yang lalu. Yang datang ke kita dalam bentuk apapun juga adalah hak kita, sebaliknya yang tidak kita dapatkan atau hilang dari kita bukanlah hak kita, walaupun secara duniawi adalah milik kita secara resmi.
Telitilah diri anda dan kehidupan insan lain di sekitar kita, apa betul demikian adanya ataukah Tuhan itu tidak adil pada kita ? Kepercayaan di dalam masyarakat Hindhu Dharma menyatakan bahwasanya, pada hari keenam kelahiran seorang bayi, maka dewi suratan nasib (disebut Dewi Widhata atau Widharta) akan datang mengunjungi sang bayi di malam hari tersebut. Biasanya orang tua bayi ini akan meletakkan masing-masing selembar kertas merah, putih dan kuning di samping sang bayi agar Dewi Widharta sudi menulis nasib dan peruntungan sang jabang bayi ini. Tidak seorangpun yang mampu melihat sang dewi ini apalagi membaca siratannya, namun semua orang percaya yang akan dialami sang bayi kelak tidak akan lebih maupun kurang dari yang tersurat, sang dewi ternyata tidak dapat dipengaruhi maupun disuap.
Ada sebuah lelucon yang pantas kita pelajari. Pada suatu hari seorang pejabat kaya raya melahirkan seorang putra. Iapun mengundang seorang astrolog yang amat piawai untuk meramal nasib anaknya. Menurut sang astrolog putra tersebut pada saat menjadi dewasa akan dikelilingi oleh mobil-mobil sepanjang hari. Tentu saja sang ayah memberikan berbagai sumbangan yang mewah kepada sang astrolog dan selanjutnya memanjakan anaknya selama hidupnya, namun prarabdha ternyata berdampak lain. Sewaktu dewasa anak ini ternyata menjadi juru parkir di sebuah kota besar. Jadi banyak sekali mobil-mobil di sekitarnya, namun bukan miliknya.
 
LALU UNTUK APA BERUPAYA (PURUSHARTA)
DALAM KEHIDUPAN INI?
Kata purusharta berarti upaya-upaya baru. Banyak manusia lalu berfikir, kalau hidup sudah diatur oleh prarabdha lalu untuk apa lagi kita harus bekerja dan berkarya dalam kehidupan ini ? Kaum pesimis merasa tidak diperlukan upaya-upaya yang baru. Rupanya mereka belum faham akan makna prarabdha dan purusharta yang sebenarnya. Mereka lupa bahwasanya hidup ini harus dijalani dan direalisasikan hakekatnya. Kalau mereka malas bekerja maka tidak akan ada honor dari kehidupan ini. Berapa honor yang akan diraihnya, atau posisi apa yang didapatkannya terbentuk melalui upaya-upaya yang terangkai dari masa ke masa, dari masa lalu ke masa kini, melalui prarabdha yang berdasarkan kehendak-Nya. Bahkan Sri Krishna menegaskan bahwasanya manusia itu sebenarnya tidak berdaya sama sekali melawan prarabdhanya, manusia akan senantiasa bekerja ibarat dihela oleh gerobak sapi, tanpa daya akibat karma-karma masa lalunya.
Kita harus bekerja, namun landasannya harus berupa kesadaran, kejujuran, ketulusan dan kesucian. Biarlah Sang Pencipta menentukan pahalanya untuk masa ke masa, sebagian demi sebagian sesuai dengan rekayasa-Nya yang penuh dengan kearifan yang teramat maha sifatnya. Dengan demikian dari satu kehidupan ke kehidupan menjadi lebih baik. Bersifat pasif maupun diam juga adalah sebuah bentuk perilaku yang juga akan menghasilkan karma, dapat berakibat fatal atau amat menderitakan. Yang diperlukan adalah sebuah bentuk tanggung jawab bukan penyesalan, ke lingkungan dan ke masyarakat, lalu ke YME penuh dengan rasa syukur karena kita dilahirkan sebagai seorang manusia yang memiliki budi pekerti dan intelegensia, sebaliknya malas bekerja akan bersifat amat destruktif.
 
PRARABDAH DAN PURUSHARTA TIDAK
BERTENTANGAN SATU DENGAN YANG LAIN

Purusharta (upaya plus Kriyaman Karma) masa lalu adalah prarabdha (nasib, takdir) masa kini. Dan purusharta (upaya plus Kriyaman Karma) hari ini adalah prarabdha masa yang akan datang.
Berbagai upaya-upaya pada masa-masa yang lalu setelah matang waktunya berubah menjadi prarabdha masa kini dan selanjutnya, demikian juga berbagai upaya-upaya masa kini akan menjelma menjadi prarabdha masa-masa yang akan datang. Upaya dan nasib, sebab dan akibat, aksi dan reaksi bersifat sama dan saling bertolak, namun tidak beroposisi atau berkonflik satu dengan yang lain. Purusharta (upaya) dan prarabdha (nasib) lebih bersifat saling menunjang (suplementer) dan melengkapi (komplementer), satu dengan yang lainnya. Purusharta yang matang berubah menjadi prarabdha, jadi tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya pada saat yang bersamaan. Area operasi mereka berbeda. Prarabdha menyediakan berbagai kenikmatan dan penderitaan pada masa kini, sedangkan purusharta menyediakan dasar kerja untuk masa-masa yang akan datang, yang juga penuh dengan penderitaan dan kenikmatan, yang hadir dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya. Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya purusharta adalah arsitek dari prarabdha kita masing-masing.
 
APLIKASI PURUSHARTA DAN KEPASRAHAN
TERHADAP PRARABDHA
Tentu saja seseorang di dalam kehidupan masa kininya hanya akan mendapatkan apa yang telah tersurat di prarabdhanya saja.
Contoh Si A bernasib menjadi seorang presiden, itu adalah hasil prarabdhanya. Namun mempertahankan pekerjaannya (posisi) tersebut memerlukan purushartanya yang baik, efisien, kejujuran dan ketulusan hati. Tentu saja hasil pendapatan anda (plus harta benda) juga telah tersurat, namun penggunaannya adalah upaya-upaya masa kini. Seseorang di dalam hidupnya memerlukan sedemikian banyak keperluan seperti :
1. Seseorang memerlukan rumah yang mewah, harta benda serba lengkap, kehidupan yang gemerlapan dan sebagainya. Semua ini dikenal sebagai sebutan ARTHA.
2. Iapun memerlukan keluarga, anak istri, teman, kesehatan yang prima, indriyas yang lengkap dan segar, agar ia dapat menikmati harta bendanya ini. Hal ini disebut KAMA (hasrat untuk menikmati atau kenikmatan).
3. Namun setelah menikmati kedua faktor tersebut di atas, ia masih saja merasa fakum (kosong). Iapun kemudian melakukan berbagai upacara dan prosedur agama (yadnya, yagna) seperti tapa brata, dana punya, pengorbanan, tirta yatra, yoga, dyana, dst.) kesemuanya ini disebut DHARMA.
4. Toh ia masih belum puas dengan semua yang telah dicapainya itu. Kekosongan ternyata masih meliputinya juga. Ia bahkan haus dan dahaga akan nilai-nilai spiritual dan kehidupan yang lebih tinggi, iapun kemudian mengarahkan dirinya ke arah kebebasan, yang disebut MOKSHA.

Demikianlah Shastra-Widhi ( kitab-kitab suci) mendefinisikan keempat kategori kehidupan setiap manusia ini yaitu Artha-Kama-Dharma-Moksha, juga menyangkut upaya dan pelaksanaannya seperti di bawah ini :
Ø Untuk tujuan dharma dan moksha, seseorang harus senantiasa berupaya secara berkesinambungan (purusharta) dan jangan sekali-kali bersandar ke prarabdha.
Ø Untuk tujuan artha dan kama, seseorang harus menyerahkan segala-galanya ke prarabdha, karena ia hanya akan mendapatkan jatah kebahagiaan dan penderitaan sesuai suratan nasibnya, apapun upaya-upayanya di masa kini.

Namun hampir sebagian umat manusia, yang terlanda oleh awidya menuju ke arah yang salah, dan kemudian tersesat dan kehilangan semuanya pada akhir kehidupannya. Bukannya berusaha demi dharma dan moksha, ia bahkan hanya bersandar pada prarabdhanya saja. Sehari-hari ia hanya mengumbar nafsu dan hasrat belaka (kama), dan mengejar harta duniawi yang amat nikmat. Ia lupa mengumpulkan harta dalam bentuk dharma dan moksha. Padahal raga manusia dirancang untuk keempat fasilitas di atas (dua bentuk duniawi dan dua bentuk spiritual).
Hindhu Dharma dengan berbagai Shastra-Widhinya tidak menentang kehadiran artha dan kama dalam kehidupan seseorang. Yang ditentang adalah harta yang dikumpulkan secara haram, penuh tipu daya. Demikian juga hasrat dan nafsu harus dilaksanakan secara dharmais bukan dengan menyengsarakan diri sendiri maupun orang lain. Yang utama dalam kehidupan ini adalah unsur dharma bukan artha. Artha sebagai sarana penunjang, berdasarkan dharma akan menjurus ke pemujaan yang tulus dan kebijakan yang dipenuhi rasa kesadaran akan hakekat kehidupan dan pendekatan ke Sang Pencipta, sebaliknya malahan akan menjurus ke arah kebatilan.
Dalam rambu-rambu dharma, seseorang diperkenankan untuk menikmati artha dan kamanya secara wajar dan tidak kebablasan. Kendali pada jalan pikiran dan indriyasnya akan mengarahkan insan ini ke moksha, sebaliknya akan terjerumus ke lembah dosa, papah dan kehinaan.
 
KEBEBASAN BERTINDAK (AKSI)
DAN BELENGGU REAKSI
Di Bhagawat-Gita Sri Krishna bersabda : “Karmanye Wadhikaraste Ma Falishu Kadachana “. Yang berarti “Dikau seyogyanya bekerja tanpa pamrih”, namun banyak yang salah mengartikan sloka ini. Mereka merasa boleh bekerja dan bertindak apapun juga tanpa suatu inisiatif, harapan maupun hasrat untuk menghasilkan apapun juga (Contoh : imbalan, gaji, honor, hadiah, dst.). Interpretasi semacam ini salah besar. Secara duniawi siapa yang mau bekerja, berdagang, dsb. tanpa mendapatkan imbalan ? Hanya pencuri dan perampok yang mau demikian, yaitu tanpa diganjar hukuman untuk pekerjaan yang mereka lakukan.
Manusia berhak untuk mendapatkan imbalan dari berbagai pekerjaan jujur yang dilakukannya demi lestarinya kehidupan ini. Yang disebut sikap non-pamrih adalah merasa cukup dengan apa adanya tanpa melakukan upaya-upaya yang jahat, destruktif dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sewaktu sesorang puas akan status, posisi, pekerjaan dan jumlah harta benda dan keluarga yang dimilikinya tanpa protes ke Hyang Maha Esa, ia disebut sebagai seorang manusia non-pamrih, bukan ia yang mengemis terus menerus ke Tuhan untuk ini dan itu tanpa habis-habisnya. Bhagawat-Gita mengajarkan kita agar mengendalikan jiwa raga dan pikiran kita, bukan menghentikan setiap kegiatan kita sehari-hari, karena menghentikan semua tindakan kita berarti mati total.
Pengendalian diri secara bijak dan non-pamrih akan menghasilkan jalan ke arah kesadaran Bhagawatham (Ilahi), terus melaju ke arah moksha (bebas dari segala ikatan duniawi), yang dapat terjadi bahkan pada saat kita masih hidup di dunia ini, masih bernafas dan berkarya.
 
TIDAK ADA PENGURANGAN DOSA
DARI KEBAJIKAN SESEORANG
Banyak yang berfikir bahwasanya kalau seseorang melakukan seratus kebajikan dan tiga puluh perbuatan dosa, maka ia masih memiliki surplus 70 pahala baik. Ternyata Shastra-Widhi tidak menyatakan demikian. Sesuai dengan hukum karma, maka ia akan mendapatkan 100 pahala baik dan 30 pahala buruk sesuai hukum alam.
 
RAGA INI MERUPAKAN ALAT UNTUK
BERBAHAGIA DAN JUGA UNTUK MENDERITA

Siapakah yang mampu memecahkan misteri permainan karma ini ?
Kebahagiaan seseorang adalah hasil dari perbuatannya yang baik, sebaliknya penderitaan seseorang adalah hasil dari perbuatannya yang buruk. Untuk itu diperlukan raga-duniawi (badan) ini, untuk menikmati maupun untuk menderita. Kemudian sesuai dengan karma-karma anda, maka anda ataupun kita semua akan dilahirkan lagi dan lagi. Prosedur untuk mendapatkan raga yang baru disebut kelahiran, dan prosedur untuk meninggalkan raga ini disebut kematian, proses lahir dan mati merupakan fenomena abadi yang berjalan terus, seakan-akan tidak ada harapan lagi untuk mendapatkan moksha.
Lalu kapan kita akan mendapatkan moksha ? Sebenarnya seperti yang telah dikatakan di atas, maka raga ini juga dirancang untuk moksha, jalannya adalah dharma.
Jadi berdharmalah secara sadar, hati-hati, penuh ketulusan, kejujuran, tanggung jawab dan kesucian pada kehidupan ini, agar jalan ke moksha terbuka lebar di masa yang akan datang.
Melalui dharma yang dilaksanakan dengan benar, serta diiringi sifat-sifat non-pamrih, maka segala Kriyaman-Karma, Sanchit-Karma dan Prarabdha-Karma akan ternetralisir secara lambat laun, dan keluarlah manusia tersebut dari siklus kehidupan dan kematian ini, dan bersatu dengan Yang Maha Esa.
Ini disebut yoga yang hakiki. Bhagawat-Gita merupakan pedoman yang rinci dalam hal ini.
 
YOGAH KARMASU KAUSHALAM
(Yoga adalah seni melihat dengan jelas dan kebijakan yang hadir dalam keterlibatan kegiatan sehari-hari).

Karya untuk mengurangi karma-karma Kriyaman, Sanchit dan Prarabdha diterangkan di bawah ini :
1. Pertama-tama kendalikan sebanyak mungkin Kriyaman-Karma masa kini yang anda laksanakan sehari-hari. Laksanakan berbagai kegiatan yang bersifat tanpa pamrih, tanpa ego dan tanpa ikatan-ikatan duniawi secara wajar-wajar saja, dengan demikian Sanchit-Karma anda akan berkurang stoknya.
2. Kemudian Sanchit-Karma yang terakumulasi semenjak masa-masa yang lalu dicoba dihapus dalam Api Pengetahuan (Jnanagni), yaitu melalui kesadaran akan Sang Jati Diri (Sang Atman).
3. Secara sadar nikmatilah semua suka dan duka masa kini, dengan demikian Prarabdha-Karma masa lalu akan terbakar habis (tuntas) secara sadar (kata orang Jawa : NRIMO).

Demikianlah petunjuk di atas, yang amat mudah untuk diajarkan, namun sangat sulit untuk dihayati, apalagi dilaksanakan oleh manusia awam saat kini. Namun sedikit saja upaya yang positif pasti akan menghasilkan pahala yang positif apalagi kalau dilakukan dengan penuh penghayatan non-pamrih dan dihaturkan sesuai dengan dharma masing-masing.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.