• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Dr. Samuele Bacchiocchi "Dari Hari Sabat (Sabtu, Hari VII) ke Hari Minggu" Part 3/3

tyven

IndoForum Newbie D
No. Urut
59878
Sejak
24 Des 2008
Pesan
101
Nilai reaksi
0
Poin
16
Apakah wajar bila Ignatius mempercayakan pengawasan dan pendampingan gereja Antiokia kepada gereja Roma yang berada jauh secara fisik dan mungkin anggota anggotanya tidak saling mengenal? Mungkin lebih baik Ignatius mempercayakan tugas pendampingan ini kepada salah satu gereja di Asia, yang lebih dekat lokasinya dengan Antiokia. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Ignatius melekatkan gereja Roma sebagai memiliki fungsi penting untuk kepemimpinan pastoral. Irenaeus, bishop dari Lyons, dalam bukunya Melawan Penyimpangan (ditulis sekitar thn 175 – 189) menghimbau orang orang yang menyimpang untuk memperhatikan tradisi kerasulan yang dijaga khusus oleh gereja Roma. Dia menyebut gereja Roma sebagai ‘gereja yang terbesar, tertua, dan dikenal secara luas sebagai gereja yang didirikan dan diorganisir oleh dua rasul yang paling terkenal, yaitu Petrus dan Paulus…sehingga semua gereja harus sejalan dengan gereja ini, karena kuasanya yang hebat, dan terpercaya dimana saja, seperti halnya dengan tradisi kerasulan yang dijaga terus menerus oleh orang orang di seluruh dunia”. Tulisan Irenaeus ini banyak mengandung kesalahan fatal. Jelas bahwa gereja Roma bukanlah gereja tertua karena didirikan setelah gereja di Jerusalem. Juga, bukanlah Paulus yang mendirikan gereja Roma. Dalam suratnya kepada orang Roma, Paulus jelas menyebutkan bahwa dia bukanlah pendiri gereja ini (Roma 15:20-24). Oleh karena itu, pengakuan ini membuktikan adanya sebuah metode untuk mensahkan pendapat yang dipaksakan bahwa gereja Roma adalah gereja yang tertua.

Satu contoh lain tentang otoritas gereja Roma adalah peraturan yang dibuat oleh bishop Victor untuk memaksakan pemeliharaan Paskah hari Minggu. Bishop ini, seperti sudah dicatat terdahulu, meminta kerja sama dari semua konsili di banyak propinsi untuk melaksanakan pemeliharaan Paskah hari Minggu (sekitar tahun 196). Patut dicatat bahwa bahkan bishop bishop yang membenci Roma patuh kepada permintaan Victor ini. Misalnya, Polycrates, bishop Epesus, yang berbicara atas nama himpunan bishop dalam masalah permintaan Victor.

Apakah kepatuhan ini hanya karena sekedar menyenangkan Victor, seperti diargumentasikan oleh Kenneth Strand? Nada bicara Polycrates yang menolak, lebih menyiratkan adanya tekanan yang dibuat oleh Victor kepada para bishop untuk melaksanakan kebiasaan Roma. Hal ini juga didukung oleh tindakan Victor yang drastis ketika dia diberitahukan tentang penolakan bishop bishop di Asia terhadap Paskah hari Minggu: Dia (Victor) menulis surat dan mengumumkan bahwa semua bishop bishop tersebut akan dikucilkan. Jean Colson dengan tepat menulis: “perhatikanlah kekuatan universal dari pengucilan yang dilancarkan oleh bishop Roma ini. Pengucilan ini juga berarti pengucilan dari seluruh gereja di dunia”.

Pentingnya kebijakan Victor ini dengan gamblang dianalisa oleh George La Piana dalam essaynya yang begitu menerobos yang diterbitkan pada Harvard Theological Review. La Piana menerangkan bahwa “Ketika Victor ingin melarang sebuah tradisi yang merujuk kepada kebiasaan kerasulan, yang menjadi penghalang untuk persatuan komunitasnya dan kejayaan kepausan, Victor memasukkan sebuah doktrin yang mengatakan bahwa tradisi tidak perlu menjadi penghalang kemajuan sebuah institusi yang hidup…ini adalah sebuah awal dari proses sejarah yang memimpin gereja Roma untuk mengidentifikasi tradisi Kristen dengan doktrin dan organisasi dirinya sendiri.”
Pentingnya peraturan disiplin yang dibuat oleh gereja Roma untuk memaksakan praktek prakteknya terhadap orang Kristen di seluruh dunia diperhatikan oleh hanya sedikit pihak. Seperti yang diterangkan oleh La Piana, peraturan peraturan ini menyumbang pada pertambahan dan terkonsolidasinya kekuatan gereja Roma lebih dari “debat teologis dan spekulasi filosofis”. Selanjutnya La Piana menyimpulkan bahwa “adalah dibawah pengendalian Victor sehingga proses ekspansi pengaruh Roma mulai mengambil bentuknya yang jelas dan juga mulai bangkitnya sebuah tradisi yang akan memainkan peranan penting dalam sejarah Kekristenan”. Bukti bukti sejarah yang diambil secara sampling diatas adalah indikasi bahwa pada abad kedua gereja Roma telah menikmati kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi sebagian besar Kekristenan untuk menerima kebiasaan kebiasaan baru seperti Paskah hari Minggu dan hari Minggu mingguan. Alasan dibalik penerimaan hari hari perayaan baru ini adalah, di satu pihak, kebijakan anti Yahudi yang dijalankan secara politis, sosial, budaya, dan militer yang mempercepat kalangan Kristen untuk memutuskan hubungan dengan Yahudi, dan di lain pihak, konflik yang sudah ada diantara orang Yahudi dan orang Kristen.

Gereja Roma, yang para anggotanya sudah lebih dahulu memutuskan hubungan dengan orang Yahudi dibanding anggota gereja di bagian timur, dan yang gerejanya memiliki kekuasaan yang diketahui luas, memainkan peran yang penting dalam memperkenalkan pemeliharaan hari Minggu dan Paskah hari Minggu. Hari hari raya ini kelihatannya pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke dua, pada saat peraturan anti Yahudi yang keras dari Hadrian (sekitar thn 135) menyebabkan orang orang Kristen membedakan diri mereka dari orang Yahudi dengan meninggalkan perayaan perayaan khas Yahudi seperti Paskah dan hari Sabat. Untuk menjauhkan orang Kristen dari pemeliharaan hari Sabat kami menemukan bahwa gereja Roma menggunakan cara cara teologis dan praktis. Hari Sabat diartikan kembali sebagai institusi mosaic (kuno) yang diwajibkan bagi orang Yahudi sebagai tandai kemurtadan mereka, dan orang Kristen dianjurkan berpuasa dan menghindar dari perkumpulan keagamaan pada hari Sabat untuk menunjukkan jarak mereka dengan orang Yahudi.

Kebaktian Menyembah Matahari dan Asal usul Pemeliharaan hari Minggu.

Kondisi kondisi sosial, politik, dan keagamaan yang telah dibahas diatas menerangkan mengapa sebuah hari kebaktian baru telah menggantikan hari Sabat, tetapi pembahasan itu tidak menerangkan mengapa hari Minggu telah dipilih, bukannya hari lain, misalnya hari Jumat, dimana Yesus disalibkan. Pembauran antara pemujaan hari Minggu dan perubahan yang terjadi pada Hari Matahari, dari hari yang menempati posisi ke dua meningkat ke posisi pertama akan menyediakan jawaban yang memuaskan.
Penyebaran Pemujaan Matahari.

Penyelidikan penyelidikan yang baru baru ini dilakukan telah menemukan bahwa “dari awal abad ke dua penyembahan matahari telah dominan di Roma dan bagian bagian lain dari kekaisaran Roma”. Sampai pada akhir abad ke satu, orang orang Roma menyembah matahari – Sol Indiges – nama yang tertera pada beberapa karangan Roma kuno. Tetapi pada abad kedua para penyembah matahari dari timur “Sol invictus – matahari yang tak kelihatan” masuk ke Roma dalam dua mode : pertama, secara individu melalui Sol Invictus Mithra dan secara umum melalui Sol Invictus Elagabal.
Tertullian melaporkan bahwa pada jamannya (150-230) Circus Maximus di Roma difocuskan pada Matahari, yang kuilnya berada di tengah tengah kota, dan yang simbolnya ditempatkan pada puncak kuil, karena orang orang itu berpikir bahwa penyembahan harus dilakukan bukan dibawah atap, tetapi diluar, untuk lebih mencocokkan dengan matahari. Kaisar Hadrian (117 –138 ) mengidentifikasi dirinya dengan matahari dalam mata uang logamnya dan mendedikasikan Colossus Neronus hanya untuk matahari. Colossus Neronus ini dibangun oleh Kaisar Nero yang menggambarkan dirinya sebagai tuhan matahari dengan tujuh gelombang cahaya disekitar kepalanya. Belakangan Hadrian menghapus citra Nero dari bangunan yang besar itu.

Berbagai faktor mendorong penyebaran pemujaan matahari. Salah satunya yang terpenting adalah identifikasi dan penyembahan kaisar sebagai tuhan matahari, yang didukung oleh teologi timur mengenai raja matahari, dan oleh pertimbangan politik. Tentara tentara Roma yang mempunyai kontak dengan Sol Invictus Elagabal dan Mithraism dari Timur, juga berfungsi sebagai penganjur pemujaan matahari di dunia bagian barat. Faktor penting lainnya adalah suasana sindikat pada masa itu.
Marcel Simon dalam suatu studi perseptivnya menunjukkan bagaimana dewa utama dihubungkan dengan ketuhanan matahari. Contoh yang sangat tepat mengenai proses asimilasi adalah dua karangan yang diukir pada sebuah tiang dari mithraeum untuk thermae di Caracalla (211-217). Karangan yang pertama menerangkan bahwa “Dewa dewa utama seperti Zeus, Serapis, Helios (dewa allah), master yang tidak kelihatan dari alam semesta). Setelah kematian Caracalla, yang merupakan pendukung dewa dewa Mesir, nama Serapis dicabut dan digantikan oleh nama Mithra. Karangan kedua berisi pemujaan kepada Zeus, Helios, Serapis yang Besar, Penyelamat, yang memberikan kekayaan, yang dengan sabar mendengar, Mithra yang tidak kelihatan”. Patut dicatat bahwa Mithra tidak hanya dihubungkan dengan Serapis, Helius, dan Zeus, tetapi juga disebut sebut terakhir kali sebagai penyatuan dari dewa dewa ini. Marcel Simon menerangkan bahwa dewa matahari (Helios) adalah “unsur sentral dan penting yang menghubungkan dewa dewa yang berbeda beda”.

Penyebaran dan kepopuleran pemujaan matahari ini menyebabkan perubahan yang besar dalam urutan hari hari dalam pekan. Pekan tujuh hari pertama kali diperkenalkan oleh kerajaan Roma pada abad pertama. Pada saat itu nama nama hari diambil dari nama planet. Hari Saturnus (Saturday) mula mula adalah hari pertama dalam pekan dan Hari Matahari (Minggu) mula mula adalah hari kedua. Dibawah pengaruh pemujaan matahari, perubahan terjadi pada abad kedua. Hari matahari berubah menjadi hari pertama, dan setiap hari lain juga maju selangkah sehingga Saturday mundur kebelakang menjadi hari ketujuh. Sulit untuk menentukan waktu yang tepat kapan hari Saturn (Saturday) bertukar tempat dengan hari matahari (Sunday). Ahli astrologi terkenal Vettius Valens menyebutkan bahwa perubahan ini terjadi, atau paling sedikit sedang terjadi, pada pertengahan abad kedua.

Dalam tulisannya berjudul Antologi yang ditulis sekitar tahun 154 dan 174, Vettius dengan eksplisit menyatakan “Dan inilah urutan bintang bintang planet dalam hubungannya dengan hari hari dalam pekan: Matahari, Bulan, Mars, Mercury, Jupiter, Venus, dan Saturn” Urutan yang sama terdapat pada sebuah tablet yang ditemukan tahun 1633 di Wettingen dekat Baden, bersama dengan uang logam (coin) yang bertanggal pada saat Hadrian berkuasa sampai Constantine II (mati tahun 340). Informasi tambahan sehubungan dengan tempat tempat yang didominasi pemujaan matahari yang menyebutkan urutan urutan hari disediakan oleh pernyataan dari Justin Martyr dan Tertullian, dan beberapa Mithraea, seperti dua undang undang yang dibuat oleh Constantine (3 Maret dan 3 July, 321).
Karena adanya hari matahari yang menyaingi hari Saturnus (Saturday) yang terjadi pada awal abad kedua itu adalah sejalan dengan penerapan pemeliharaan hari Minggu oleh orang orang Kristen menggantikan hari Sabat, sebuah pertanyaan timbul: Apakah peningkatan posisi hari matahari menjadi hari pertama dalam pekan mungkin mempengaruhi orang Kristen yang ingin membedakan diri mereka dari hari Sabatnya orang Yahudi, dengan memelihara hari yang sama ini untuk kebaktian mingguan? Ada beberapa indikasi yang menyokong dugaan ini. Secara tidak langsung, dukungan ada dari pimpinan agama terhadap pemujaan orang Kristen terhadap matahari, dengan mengadopsi lambang matahari dari literatur Kristen untuk melambangkan Kristus. Juga dengan adanya perubahan orientasi doa dari Jerusalem ke Timur, dan dengan penetapan hari Natal yang berasal dari pesta kafir. Indikasi yang lebih jelas ialah seringnya lambang matahari digunakan untuk mensahkan pemeliharaan hari Minggu.
Justin Martyr (sekitar thn 100-165) menekankan supaya orang Kristen berkumpul “pada hari Matahari…karena inilah hari pertama ketika Allah, merubah kegelapan dan ketiadaan, menciptakan dunia”. Hubungan yang dibuat Justin diantara hari Matahari dan penciptaan terang pada hari pertama bukanlah kebetulan, karena beberapa pemimpin agama yang kemudian menyatakan hubungan yang sama. Eusebius (sekitar thn 260-340), contohnya, beberapa kali merujuk terang terangan kepada motif dari terang dan hari Matahari untuk mensahkan kebaktian hari Minggu.

Pada komentar Eusebius atas kitab Mazmur, dia menulis: “Pada hari yang terang ini, hari pertama dan hari sesungguhnya dari matahari, bilamana kita berkumpul setelah enam hari bekerja, kita merayakan hari Sabat yang suci …kenyataannya, pada hari pertama penciptaan dunia inilah Allah mengatakan: “Jadilah terang and terangpun jadilah. Pada hari ini jugalah Matahari Keadilan telah naik untuk jiwa kita”. Hal ini dan tulisan tulisan yang sejenis menunjukkan bahwa pilihan hari Minggu dimotivasi oleh waktu yang tepat dan lambang yang efektif yang hari Minggu telah sediakan untuk memperingati dua kejadian penting dalam sejarah keselamatan: penciptaan dan kebangkitan. Jerome (sekitar thn 342-420) menyebutkan dua alasan ini dengan jelas : Hari yang disebut sebagai hari Matahari oleh orang kafir, kita akan mengakuinya, karena pada hari ini terang dunia telah muncul dan pada hari ini juga Matahari Keadilan telah terbit”.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari investigasi kami adalah bahwa penetapan pemeliharaan hari Minggu menggantikan hari Sabat telah terjadi, bukan di Gereja Jerusalem oleh otoritas kerasulan untuk memperingati kebangkitan Yesus, tetapi telah terjadi di gereja Roma selama awal abad ke dua, didukung oleh hal hal eksternal. Intrik politik, sosial, agama kafir, dan faktor Kristen – sama dengan masalah tanggal 25 Desember sebagai hari lahirnya Kristus – mendorong dipeliharanya hari Minggu sebagai hari kebaktian yang baru.

Adanya fakta bahwa pemeliharaan hari Minggu berdasar pada kriteria yang meragukan dan bukan merupakan perintah Alkitab menyebabkan kesulitan yang besar dialami oleh para pemimpin agama untuk menjelaskan alasan teologis yang kuat yang tidak dapat dibantah demi menganjurkan pemeliharaan hari Suci Allah dengan baik. Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan untuk mendidik dan memotivasi orang Kristen untuk memelihara hari Suci Allah bukan hanya datang di gereja pada jam kebaktian tetapi sebagai hari yang utuh untuk beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani? Proposal dari studi kami adalah untuk memimpin manusia menemukan kembali dan mengalami arti, fungsi, dan berkat berkat dari hari Sabat Alkitabiah: hari yang diciptakan bukan untuk jam kebaktian saja untuk menunjukkan perbedaan atau penghinaan terhadap orang lain, tetapi sebagai pilihan Khalik yang jelas untuk 24 jam sehari penuh beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani keperluan orang orang yang kekurangan.

Studi kami telah menemukan bahwa perhatian utama hari Sabat untuk orang orang percaya adalah untuk berhenti dari pekerjaan harian supaya dapat beristirahat dalam Tuhan. Dengan membebaskan diri kita dari pekerjaan mencari nafkah setiap hari, hari Sabat membebaskan kita dan kita menyediakan diri untuk Tuhan, untuk diri kita sendiri, dan untuk orang lain, sehingga menyanggupkan kita mengalami kehadiran Khalik dan persekutuan dengan sesama manusia. Perbedaan hari Sabat dan hari Minggu bukanlah hanya perbedaan nama dan nomor, tetapi adalah perbedaan otoritas, arti, dan pengalaman. Hal ini adalah perbedaan diantara hari libur ciptaan manusia dan hari Suci yang ditetapkan oleh Allah. Perbedaan diantara sebuah hari yang dihabiskan untuk memuaskan diri sendiri dan sebuah hari yang disediakan untuk melayani Allah dan manusia. Ini adalah perbedaan diantara pengalaman sebuah hari tanpa istirahat dan sebuah hari Istirahat Khalik untuk Manusia yang tidak mempunyai istirahat .

Tamat.
(Divine Rest for Human Restlessness). Catatan penerjemah: Ringkasan disertasi ini adalah lampiran dari buku yang berjudul Sabbath, Divine Rest for Human Restlessness.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.