• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Diwajibkan Memeluk Agama di KTP, WNI Penghayat Kepercayaan Merasa Dijajah

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.710
Nilai reaksi
23
Poin
0
Diwajibkan Memeluk Agama di KTP, WNI Penghayat Kepercayaan Merasa Dijajah

Kamis, 31 Oktober 2013 | 10:26 WIB
Oleh: Markus Junianto Sihaloho /FMB

Diwajibkan Memeluk Agama di KTP, WNI Penghayat Kepercayaan Merasa Dijajah


Ilustrasi lintas agama (Foto: Istimewa)

Jakarta- Komisi III DPR mendapatkan keluhan dari warga masyarakat penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yg merasa dijajah di tanah air sendiri karena dipaksa menganut agama tertentu.

Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, bercerita, pihaknya mendapat keluhan dari masyarakat demikian. Misalnya Ibu Tenry Bibi dari Tolotang, Sidrap, Sulawesi Selatan, yg secara terbuka mengungkapkan perasaan 'sedang dijajah di tanah air sendiri' itu.

"Bentuk 'penjajahan' itu terlembaga & bermula dari pencantuman bukti diri agama di KTP. Walau MK sudah menciptakan putusan bahwa negara tidak berhak membatasi enam agama resmi, tetapi dalam pembuatan KTP & E-KTP, agama-agama lokal tidak diakomodasi alias disetrip," beber Eva dalam keterangannya yg diperoleh di Jakarta, Kamis (30/10).

Pemasalahan bermunculan karena tanda 'strip' dianggap bermakna jamak. Perasaan sejenis juga pernah dihinggakan Ibu Dian Jeani dari Sapto Darmo, Surabaya, yg menceritakan bagaimana anak-anak Penghayat diolok-olok sebagai kafir ketika menjelaskan identitasnya sebagai Penganut Penghayat.

"Karena sekolah tidak menyediakan pelajaran agama penghayat, maka anak-anak penghayat dipaksa ikut pelajaran agama Islam termasuk menjalankan praktek shalat," jelas Eva.

"Akibatnya, anak-anak itu stress walau dalam UU Sisdiknas mewajibkan sekolah menyediakan mata pelajaran agama bagi semua siswa sesuai keyakinan masing-masing."

Posisi para penghayat jadi semakin rawan tidak terlindungi secara hukum ketika dihadapkan dengan ormas-ormas agama yg antipluralitas.

Di Jambi, mengatakan Eva, para penganut agama lokal disebut 'penghayat sesat' oleh ormas agama setempat & rawan jadi target kekerasan baik simbolik maupun fisik. Hal senada sudah terjadi di Jawa Barat.

Karena itu juga, mengatakan Eva, dia mendapat laporan bahwa para ibu-ibu tersebut mengeluhkan ketika Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan supaya pemda-pemda merangkul ormas seperti FPI.

"Mereka merasa seperti diumpankan ke ormas-ormas pelaku kekerasan yg dalam strateginya mempolitisasi agama," imbuhnya.

Pada 29 Oktober lalu, 15 ibu-ibu dari 12 kelompok Penghayat Kepercayaan di bawah koordinasi Aliansi Bhinneka Tunggal Ika, mengadu ke Fraksi PDI Perjuangan. Mereka menuntut supaya pencantuman agama dihilangkan dari KTP karena jadi sumber diskriminasi. Selain itu, mereka merasa perlu penegasan negara atas eksistensi agama-agama lokal di Nusantara.


Hari ini 07:21
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.