yophi
IndoForum Beginner E
- No. Urut
- 45381
- Sejak
- 5 Jun 2008
- Pesan
- 512
- Nilai reaksi
- 15
- Poin
- 18
PERTANYAAN di atas sering dilontarkan balita jika kedatangan adik kecilnya. Agar tidak bingung, selain memberikan pendidikan seks, mengenalkan organ tubuh pada balita menjadi solusi terbaik.
Gelagapan, itulah yang dirasakan seorang ibu muda Kustantri, 28, ketika putra pertamanya Ade, 3, bertanya bagaimana adik bayi yang kecil bisa datang ke rumahnya. Perasaan gelagapan itu, mungkin bukan hanya dialami Tantri seorang.
Sebab, setiap anak berusia bawah lima tahun (balita) akan mengalami fase-fase bertanya tentang dari mana dan bagaimana bayi kecil bisa ada di rumah.
Sebagai orangtua yang bijak, Anda tidak perlu merasa kaget atau bahkan gelagapan menghadapi pertanyaan balita yang seperti itu. Bisa saja orangtua memberikan jawaban bahwa bayi kecil itu diberikan Tuhan, atau dikirimkan seekor bangau layaknya cerita dalam dongeng-dongeng mereka ketika menjelang tidur.
Selain itu sebagai orangtua, seharusnya kita mulai berpikir untuk mengenalkan pendidikan seks dan pengenalan organ tubuh kepada si kecil bila pertanyaan seperti itu muncul. Hal penting yang harus dipahami orangtua adalah membedakan antara pendidikan seks dan pengetahuan reproduksi. Pasalnya, pendidikan seks sering diartikan dengan arti yang sama dengan pengetahuan tentang reproduksi. Padahal keduanya tersebut merupakan pengertian yang berbeda.
Pendidikan seks bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan atau kebersihan, maupun keamanan dan keselamatannya. Sedangkan pengetahuan reproduksi sangat berkaitan dengan proses perkembangbiakan makhluk hidup.
Pendidikan seks sebenarnya sudah bisa mulai diberikan pada anak berusia di bawah dua tahun, atau ketika si kecil sudah bisa berjalan. "Dengan mengajarkan anak bagaimana cara buang air yang baik, misalnya anak perempuan, membuang air dengan cara jongkok atau duduk di kloset duduk. Namun, bagi anak laki-laki diajarkan untuk buang air sambil berdiri, baik di kloset jongkok maupun duduk," kata psikolog anak dari Universitas Indonesia (UI), dr Setiawan Adjidharma.
Pendidikan seks, Setiawan menyebutkan, bukan saja dilakukan dengan membedakan jenis kelamin anak. Namun, bisa pula diajarkan dari perilaku keseharian dan dijalankan setiap hari. "Misalnya dengan memberikan baju yang sesuai, anak lakilaki dengan baju laki-laki, begitu pun anak perempuan. Maka pada saat itu secara tidak disadari orangtua mengajarkan anak berperilaku sebagai laki-laki atau sebagai perempuan yang berbeda jenis kelamin," sebutnya.
Dari pembelajaran yang dilakukan bertahap dan berangsur-angsur, maka anak akan memiliki kemampuan untuk menyimpulkan bahwa anak laki-laki seperti ayahnya dan anak perempuan lebih mirip seperti ibu. "Normalnya memasuki usia TK, anak sudah dapat membedakan bahwa di dunia ini ada laki-laki dan perempuan, yang keduanya harus berperilaku sesuai kodratnya," sebutnya.
Lalu bagaimana dengan pengetahuan reproduksi? Pengetahuan ini berkaitan dengan spermatogenesis dan fertilisasi atau pembuahan. Maka hal yang berkaitan dengan reproduksi dapat diajarkan pada anak dengan mengamati perbedaan anggota tubuh yang tampak secara kasat mata. "Terangkan pada anak bahwa laki-laki memiliki jakun dan suara yang besar, ajarkan pula tentang perut yang membesar karena hamil. Itu akan sangat mudah dimengerti anak," ujar dokter berkacamata minus tersebut.
Proses mengajarkan balita tentang seks dan reproduksi juga menjadi tantangan tersendiri bagi pengajar TK Kasih Bunda, Jakarta Utara, Agus Prambudi. Menurut Agus, selain mengajarkan anak tentang seks dengan cara memberikan gambar-gambar, mengajarkan tentang reproduksi juga bisa dilakukan dengan gambar. Misalnya dengan memperlihatkan gambar binatang dengan bulu mata lentik sebagai perempuan dan binatang dengan taring dan jenggot untuk binatang jantan.
"Dengan gambar-gambar seperti itu, anak lebih mudah mengenal dan mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan peran yang dibawa mereka dengan status sebagai laki-laki atau perempuan," papar Agus. Tahap paling rawan dalam mengajarkan pendidikan seks atau reproduksi kepada anak, Agus menyebutkan, adalah saat anak berusia dua dan tiga tahun.
Gelagapan, itulah yang dirasakan seorang ibu muda Kustantri, 28, ketika putra pertamanya Ade, 3, bertanya bagaimana adik bayi yang kecil bisa datang ke rumahnya. Perasaan gelagapan itu, mungkin bukan hanya dialami Tantri seorang.
Sebab, setiap anak berusia bawah lima tahun (balita) akan mengalami fase-fase bertanya tentang dari mana dan bagaimana bayi kecil bisa ada di rumah.
Sebagai orangtua yang bijak, Anda tidak perlu merasa kaget atau bahkan gelagapan menghadapi pertanyaan balita yang seperti itu. Bisa saja orangtua memberikan jawaban bahwa bayi kecil itu diberikan Tuhan, atau dikirimkan seekor bangau layaknya cerita dalam dongeng-dongeng mereka ketika menjelang tidur.
Selain itu sebagai orangtua, seharusnya kita mulai berpikir untuk mengenalkan pendidikan seks dan pengenalan organ tubuh kepada si kecil bila pertanyaan seperti itu muncul. Hal penting yang harus dipahami orangtua adalah membedakan antara pendidikan seks dan pengetahuan reproduksi. Pasalnya, pendidikan seks sering diartikan dengan arti yang sama dengan pengetahuan tentang reproduksi. Padahal keduanya tersebut merupakan pengertian yang berbeda.
Pendidikan seks bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan atau kebersihan, maupun keamanan dan keselamatannya. Sedangkan pengetahuan reproduksi sangat berkaitan dengan proses perkembangbiakan makhluk hidup.
Pendidikan seks sebenarnya sudah bisa mulai diberikan pada anak berusia di bawah dua tahun, atau ketika si kecil sudah bisa berjalan. "Dengan mengajarkan anak bagaimana cara buang air yang baik, misalnya anak perempuan, membuang air dengan cara jongkok atau duduk di kloset duduk. Namun, bagi anak laki-laki diajarkan untuk buang air sambil berdiri, baik di kloset jongkok maupun duduk," kata psikolog anak dari Universitas Indonesia (UI), dr Setiawan Adjidharma.
Pendidikan seks, Setiawan menyebutkan, bukan saja dilakukan dengan membedakan jenis kelamin anak. Namun, bisa pula diajarkan dari perilaku keseharian dan dijalankan setiap hari. "Misalnya dengan memberikan baju yang sesuai, anak lakilaki dengan baju laki-laki, begitu pun anak perempuan. Maka pada saat itu secara tidak disadari orangtua mengajarkan anak berperilaku sebagai laki-laki atau sebagai perempuan yang berbeda jenis kelamin," sebutnya.
Dari pembelajaran yang dilakukan bertahap dan berangsur-angsur, maka anak akan memiliki kemampuan untuk menyimpulkan bahwa anak laki-laki seperti ayahnya dan anak perempuan lebih mirip seperti ibu. "Normalnya memasuki usia TK, anak sudah dapat membedakan bahwa di dunia ini ada laki-laki dan perempuan, yang keduanya harus berperilaku sesuai kodratnya," sebutnya.
Lalu bagaimana dengan pengetahuan reproduksi? Pengetahuan ini berkaitan dengan spermatogenesis dan fertilisasi atau pembuahan. Maka hal yang berkaitan dengan reproduksi dapat diajarkan pada anak dengan mengamati perbedaan anggota tubuh yang tampak secara kasat mata. "Terangkan pada anak bahwa laki-laki memiliki jakun dan suara yang besar, ajarkan pula tentang perut yang membesar karena hamil. Itu akan sangat mudah dimengerti anak," ujar dokter berkacamata minus tersebut.
Proses mengajarkan balita tentang seks dan reproduksi juga menjadi tantangan tersendiri bagi pengajar TK Kasih Bunda, Jakarta Utara, Agus Prambudi. Menurut Agus, selain mengajarkan anak tentang seks dengan cara memberikan gambar-gambar, mengajarkan tentang reproduksi juga bisa dilakukan dengan gambar. Misalnya dengan memperlihatkan gambar binatang dengan bulu mata lentik sebagai perempuan dan binatang dengan taring dan jenggot untuk binatang jantan.
"Dengan gambar-gambar seperti itu, anak lebih mudah mengenal dan mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan peran yang dibawa mereka dengan status sebagai laki-laki atau perempuan," papar Agus. Tahap paling rawan dalam mengajarkan pendidikan seks atau reproduksi kepada anak, Agus menyebutkan, adalah saat anak berusia dua dan tiga tahun.