Tentu saja Beliaulah yang mengetahui. Yang saya maksud di sini adalah 'tujuan' Beliau mengucapkan hal itu; pastilah bukan untuk sombong-sombongan, tapi ada tujuannya yaitu supaya para mahkluk memuliakan para Buddha. Bila Anda menganggap Buddha menginginkan para mahkluk berpikir, "Buddha Gotama-lah yang Termulia" dan menolak "para Buddha lah yang Termulia"; maka Buddha mengucapkan hal ini dalam konteks "personal" seorang Gotama sedangkan Buddha jelas-jelas sudah menghancurkan belenggu ke-Aku-an dan kesombongan...
Jadi singkatnya, Buddha ingin para mahkluk berpikir 'para Buddha yang Termulia'; bukan "Buddha Gotama yang Termulia di antara para Buddha."(mengecilkan Buddha lain)
Yah, interpretasi masing-masing dengan argumen sendiri2...
of course, bro...
Amitabha lebih dulu menjadi Buddha sekian kalpa yang lampau.
kalau begitu, bro sudah salah paham tentang ulasan saya. dunia Saha ini tentu perlu Buddha karena tidak ada Buddha lain bahkan dalam lingkup 10,000 dunia. walaupun di sukhavati ada Amitabha Buddha, bila Buddha Sakyamuni tidak memberitakan maka tidak ada manusia di dunia Saha yang tahu.
Dalam Mahayana, diyakini bahwa di banyak dunia di galaxi2 lain terdapat para Buddha lainnya, bukan hanya Amitabha...
Semua itu kembali ke para mahkluk tersebut bro. Y.A. Sariputta memang punya tekad dan jodoh karma dengan Buddha Gotama. Sejak banyak kelahiran lampau Sariputta telah bersama sang Bodhisatta (bisa lihat Jataka). kehadiran Beliau juga sangat bermanfaat bagi dunia Saha.
Nah itu dia bro, kalau parami saya cukup mah kemungkinan besar uda terlahir di sana..

Buat saya pribadi, keinginan lahir di Sukhavati tidak lain karena ingin bertemu Buddha yang masih hidup, belajar Dharma langsung dari seorang Buddha. Juga dikatakan Sukhavati adalah tempat yang sangat kondusif untuk belajar Dharma.
banyak sutra Mahayana yang dalam dan sulit dimengerti, untuk menghindari misinterpretasi yang fatal,maka para Bodhisattva sengaja menyimpan sampai tingkat pemahaman masyarakat luas meningkat(tentu saja dengan belajar dan praktek sesuai ajaran Buddha yang sudah ada...) contohnya saja Avamtasaka Sutra, sutra yang dibabarkan pertama kali, bukan di dunia manusia tapi di dimensi para Bodhisattva. Dalam sutra ini banyak statement yang luar biasa baik secara Dharma maupun pengetahuan ilmiah. Ahli fisika pun akan terkaget-kaget mengenai perumpamaan2 yang sekarang mirip2 fisika kuantum. Orang zaman dulu tentu sulit menerima hal ini.
Zaman dulu, Tipitaka Pali juga tidak sembarang orang bisa baca, tidak seperti sekarang yang disebarkan luas bebas. Dulu peraturan lebih ketat, hanya para bikkhu terpelajar yang bisa mengakses. Tipitaka dipandang sebagai pusaka yang suci, jadi perlu integritas tinggi dan tekad kuat untuk belajar. masyarakat umum belajar Dhamma dari ceramah2 para bikkhu, bukan baca kitab sendiri...
Juga sebagai contoh, di India sekarang sudah tidak ditemukan peninggalan2 litelatur Buddhis, baik Theravada dan Mahayana. Maka dari itu, litelatur2 itu banyak disimpan dewa dan naga untuk menjaga kelestariannya.
Dalam sutra2 Mahayana juga dimulai dengan narasi dari Y.A. Ananda: Evam mayam sutram... Demikianlah yang telah kudengar...
Seperti halnya disebut dalam pitaka Pali bahwa setiap malam Buddha mengajar para dewa, tapi toh banyak sekali yang tidak tercatat dalam pitaka Pali. Buddha mengajarkan Mahayana khusus kepada para Bodhisattva. Seperti juga Buddha sering muncul dihadapan para murid yang sedang berlatih baik dalam tubuh asli ataupun tubuh ciptaan (lihat kisah2 Theragatha), Buddha juga bisa mengajar Bodhisattva dalam Sambhogakaya yang hanya tampak oleh para Bodhisattva. Arya Nagarjuna memang ahli dalam Sunyata, Beliau menyusun filsafat Mahdyamika (Jalan Tengah) yang menjadi salah satu dasar aliran Mahayana sekarang. Jalan Tengah ini menolak dua ekstrim,eksistensi kekal dan nihilisme. Dan salah besar kalau kita meremehkan ajaran Sunyata. Bikkhu Buddhadassa sendiri mengatakan banyak penganut Theravada yang telah melupakan 'Sunyata', padahal dalam pitaka Pali pun Buddha menyebutkan pentingnya Sunyata..
Mahayana juga sama seperti Theravada mengatakan bahwa butuh 4 asankeya dan 100 ribu kalpa untuk menjadi Buddha. mungkin Jalur cepat yang Anda maksud adalah Vajrayana...
Sistematika bukan milik Theravada saja, Arya Nagarjuna pun sangat sistematis dan logis. Beliau menulis banyak risalah logika tentang Dharma.
Justru mahayana merinci proses menjadi Buddha dengan adanya tahapan sistematis Dasabhumi, dll.
Mahayana sekarang tampak tidak sistematis karena terjadi kemunduran Buddhasasana. contohnya Mahayana China banyak mengalami penghancuran vihara dan kitab2 beberapa kali oleh beberapa kaisar. Akibatnya terjadi kemunduran sistem pengajaran. Bandingkan dengan Negara2 Buddhis seperti Thailand, Myanmar yang selalu mendukung, akibatnya kelestarian sistem pengajaran Theravada terjaga, bahkan ada Vajrayana di Thailand.
Wah, bro coba baca sutra Altar sesepuh Chan China ke-6... ada dibahas sedikit Amitabha. Juga sesepuh Chan ke-5, Hong Ren, seorang praktisi pelafalan mantra dan Amitabha. Bodhidharma mewariskan kitab Lankavatara Sutra kepada Huike. coba bro baca sutra itu. Memang Bodhidharma lebih menekankan praktek meditasi untuk pengalaman langsung. Toh,ironinya Chan adalah aliran yang paling produktif dlm hal litelatur Buddhis dibandingkan aliran lain. tapi adalah salah bila Chan mencerminkan Mahayana secara utuh. Tampak demikian karena banyak sesepuh Chan/Dhyana terutama India adalah juga sesepuh dalam aliran lain. Contohnya Nagarjuna juga merupakan sesepuh dlm Vajrayana, Sukhavati, Tientai... Sama halnya Buddhasasana baiknya dilihat secara menyeluruh dari Theravada, Mahayana, dan Vajrayana; Mahayana baiknya dilihat tidak dari satu sektenya saja.
Misalnya bagaimana seseorang bisa mempraktekan Vipassyana tanpa belajar Dharma terlebih dahulu? dalam Tientai tersusun ajaran Mahayana secara sistematis. dalam Sukhavati, masyarakat diajak mengamalkan Dharma secara praktis. Bukankah banyak orang menganggap agama Buddha tidak praktis, sulit , rumit, dll. Jadi inilah Upaya Kausalya (Pali. Upaya Kosala) dalam pembabaran Dharma. Mungkin kalangan terpelajar seperti bro mengerti Dhamma yang lebih tinggi, tapi bagaimana dengan yang kurang bisa memahami Dhamma yang mendalam? Diajak meditasi, malah orangnya ga nyambung. yah mendingan disuruh melafal Amitabha aja.. kan dalam Theravada juga ada teknik melafal 'Buddho..' sebagai latihan awal. Hal ini tidak bisa diremehkan, bisa kita lihat dari kasus Devadatta, saat akan ditelan bumi, dia berkata: Biar bagaimanapun aku hanya berlinding pada Mu, Buddha! dan Buddha mengatakan sebagai akibatnya Devadatta nantinya akan mencapai Paccekabuddha...
Jadi melafal Namo Amitabha Buddha... tiap saat, tentu manfaatnya besar walaupun tidak langsung dalam kehidupan ini berbuah.
Mengenai pengetahuan Dharma, saya rasa bahkan semua agama juga punya problem dalam menggiatkan umatnya rajin baca kitab suci sehingga kualitasnya menurun.
Kalau kata2 itu ditelan mentah2 memang begitu. Coba dianalisa, 'Akulah Yang Tertua.' Apa maksudnya?
Usia kah? Rasanya diluar jangkauan kita menghitungnya...
Senioritas sebagai Bodhisatta? Buddha gotama menjalani masa pengumpulan paramita selama 4 asankeya dan 100ribu kappa... tapi Metteya sebagai Viriyadhika Bodhisatta, menempuh 16 asankeya 100 ribu kappa... lebih senior/tua siapa hayo? Jelas-jelas Metteya lebih senior 12 asankeya kappa lha... jadi kata-kata 'Tertua' tentu dibanding para mahkluk biasa. Saat Buddha mencari apakah ada yang mampu mengajukan pertanyaan yang Beliau inginkan... Jawabannya adalah Tidak ada satu pun yang mampu kecuali Buddha. Ini menunjukan superioritas Buddha, bukan Buddha sebagai pribadi tapi Buddha sebagai seorang Sammasambuddha...
Sama seperti belajar fisika, pertama belajar Mekanika Newton,dll. Lalu Relativitas dan Quantum. Nah, dalam Quantum, seolah-olah teori2 Newton terputarbalikkan... bayangkan bila fisika Quantum dimunculkan di zaman Newton, tentu akan ditolak habis-habisan. Penyebabnya adalah adanya 'gap' pengetahuan... Coba saja ajari Quantum pada anak SD, yang pintar sekalipun akan bingung karena terkesan kontradiksi dengan fisika mekanik sederhana yang dipelajarinya.
Sama dengan Mahayana pun sekilas terkesan kontradiksi, tapi pembelajaran setahap demi setahap akan membuka wawasan kita.
Dalam Mahayana memang image Buddha adalah tak terbayangkan, tak terbatas, di luar jangkauan manusia... dengan kesan Sakral dan magis yang kental. agak berbeda dengan pendekatan Theravada yang kesannya bisa menganalisa detail semua pikiran dan tindakan Buddha. Tentu keduanya memiliki fungsi dan tujuan masing-masing. Di mana saat belajar Theravada seseorang diajari menganalisa semua hal dengan menanamkan keyakinan/pandangan bahwa semua hal bisa dianalisa. Kemudian orang itu belajar Mahayana di mana banyak hal di luar jangkauan dan 'tak masuk akal' seperti yang bro bilang... Saya melihat justru di sinilah pikiran analitis dan wawasan akan dikembangkan sampai tak terbatas. Ibarat seorang ahli yang tiba-tiba mengerti pepatah: di atas langit masih ada langit... Maka pandangan seseorang akan menjadi fleksibel dan luas.
Di sini juga, saya ingin minta maaf bila tanpa sengaja menyinggung atau sejenisnya. Saya tidak bermaksud menentang aliran tertentu. Mungkin penjelasan saya kurang memuaskan bro, tapi itulah gambaran pandangan saya. Tujuan post ini tentu membela Mahayana. Saya yakin Sutra Mahayana asli ucapan Buddha Sakyamuni, dan ucapan Buddha tentu benar. Tinggal kita yang mengerti atau tidak.
Memang sulit memberi bukti nyata keberadaan para Buddha lain, sebagaimana halnya sulit membuktikan ada bumi-bumi lain kepada ilmuwan. Tapi bukan berarti tidak ada kemungkinan, alam semesta yang demikian luasnya masa hanya ada 1 Buddha... kalau hal itu benar, logikanya Tipitaka Pali tentunya akan mati-matian mempromosikan Jalan Bodhisatta, mendorong sebanyak mungkin orang menjadi Buddha... nyatanya santai-santai aja... mahayana yang mengenal banyak Buddha yang habis-habisan promosi Jalan Bodhisattva karena 'demand' (permintaan pasar) akan Buddha sangat tinggi.

Bodhisattva Avalokitesvara pun pernah prihatin dengan semesta, Beliau berkata bahwa sungguh sedih melihat dunia... walaupun Beliau sudah habis-habisan menyelamatkan mahkluk hidup, tetap saja seperti tidak ada habis-habisnya...tetap aja masih ada tak terhitung mahkluk dalam samsara...
Inilah Bodhicitta, keinginan kuat mencapai Kebuddhaan atas Mahakaruna kepada semua mahkluk...
sebenarnya daripada berdebat tentang keberadaan Amitabha, adalah lebih bermakna menumbuhkan Bodhicitta dlm diri kita...
Amitabha = sifat Buddha dalam diri kita
Avalokitesvara = sifat Mahakaruna dalam diri kita
Dengan menumbuhkan Bodhicitta, Amitabha dan Avalokitesvara hidup dalam pikiran kita...