Angela
IndoForum Addict A
- No. Urut
- 88
- Sejak
- 25 Mar 2006
- Pesan
- 43.226
- Nilai reaksi
- 31
- Poin
- 0
BPS jawab soal 60% rakyat RI miskin menurutBank Dunia. Kemiskinan Indonesia kembali jadi sorotan usai Bank Dunia merilislaporanterbarunya. Disebutkan bahwa 60,3% atau sekitar 171,91 juta pendudukIndonesiatergolong miskin menurut standar global untuk negara berpendapatanmenengahke atas.
Angka ini memang turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya: 61,8% pada 2023 & 62,6% di 2022. Namun tetap saja, angka ini mengejutkan banyak pihak.
Mengapa Angka Bank Dunia Bisa Tinggi?
Bank Dunia mengpakai garis kemiskinan sebesar US$6,85 PPP per kapita per hari, jauh lebih tinggi dibandingkan standar nasional Indonesia sebesar US$2,15 PPP per kapita per hari.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menanggapi dengan tegas. Menurutnya, setiap negara memiliki ciri khas masing-masing dalam menentukan standar kemiskinan.
Baca Juga
impinan KPK Benarkan Rumah Ridwan Kamil Digeledah
Bank Dunia sendiri menyampaikan bahwa garis kemiskinan global bukanlah acuan absolut bagi setiap negara, tegas Amalia di Istana Kepresidenan, Rabu (30/4/2025).
Standar Nasional Lebih Kontekstual
Amalia menjelaskan bahwa Indonesia mengpakai pendekatan daerah untuk menghitung kemiskinan. Garis kemiskinan di DKI Jakarta tentu berbeda dengan Papua Selatan, karena kondisi sosial & ekonomi yg tidak seragam.
Kita menghitung berdasarkan kondisi di masing-masing provinsi, lalu dijadikan angka nasional, jelasnya.
Dengan metode ini, pemerintah dapat mengukur kemiskinan secara lebih nyata & relevan.
Waktu kita menghitung angka kemiskinan basisnya bukan national poverty line, tetapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi yg kemudian kita agregasikan jadi angka nasional, jelas Amalia.
Dengan begitu kita dapat menunjukkan bahwa standar hidup di provinsi DKI tidak akan sama dengan standar hidup di provinsi misalnya Papua Selatan, terangnya.
Baca Juga :Jadwal Libur Ramadan 2025 untuk Pelajar Seluruh Indonesia
Perlu Sikap Bijak kepada Data Global
Amalia juga mengajak masyarakat untuk bijak menyikapi data dari lembaga internasional.
Dengan begitu mari kita lebih bijak untuk memaknai & memahami angka kemiskinan yg dikeluarkan oleh Bank Dunia, karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan. Tetapi memang itu cuma sebagai referensi saja, tegas Amalia.
Angka dari Bank Dunia hanyalah referensi, bukan kewajiban yg harus kita ikuti. Kita punya metodologi sendiri yg sudah teruji & sesuai tabiat bangsa, pungkasnya.
Sumber tulisan
Biar nggak ketinggalan informasi penting & update berita terbaru, langsung aja ikutiGencilnewslewatWhatsApp Channel. Praktis, cepat, & pastinya terpercaya!
Angka ini memang turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya: 61,8% pada 2023 & 62,6% di 2022. Namun tetap saja, angka ini mengejutkan banyak pihak.
Mengapa Angka Bank Dunia Bisa Tinggi?
Bank Dunia mengpakai garis kemiskinan sebesar US$6,85 PPP per kapita per hari, jauh lebih tinggi dibandingkan standar nasional Indonesia sebesar US$2,15 PPP per kapita per hari.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menanggapi dengan tegas. Menurutnya, setiap negara memiliki ciri khas masing-masing dalam menentukan standar kemiskinan.
Baca Juga

Bank Dunia sendiri menyampaikan bahwa garis kemiskinan global bukanlah acuan absolut bagi setiap negara, tegas Amalia di Istana Kepresidenan, Rabu (30/4/2025).
Standar Nasional Lebih Kontekstual
Amalia menjelaskan bahwa Indonesia mengpakai pendekatan daerah untuk menghitung kemiskinan. Garis kemiskinan di DKI Jakarta tentu berbeda dengan Papua Selatan, karena kondisi sosial & ekonomi yg tidak seragam.
Kita menghitung berdasarkan kondisi di masing-masing provinsi, lalu dijadikan angka nasional, jelasnya.
Dengan metode ini, pemerintah dapat mengukur kemiskinan secara lebih nyata & relevan.
Waktu kita menghitung angka kemiskinan basisnya bukan national poverty line, tetapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi yg kemudian kita agregasikan jadi angka nasional, jelas Amalia.
Dengan begitu kita dapat menunjukkan bahwa standar hidup di provinsi DKI tidak akan sama dengan standar hidup di provinsi misalnya Papua Selatan, terangnya.
Baca Juga :Jadwal Libur Ramadan 2025 untuk Pelajar Seluruh Indonesia
Perlu Sikap Bijak kepada Data Global
Amalia juga mengajak masyarakat untuk bijak menyikapi data dari lembaga internasional.
Dengan begitu mari kita lebih bijak untuk memaknai & memahami angka kemiskinan yg dikeluarkan oleh Bank Dunia, karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan. Tetapi memang itu cuma sebagai referensi saja, tegas Amalia.
Angka dari Bank Dunia hanyalah referensi, bukan kewajiban yg harus kita ikuti. Kita punya metodologi sendiri yg sudah teruji & sesuai tabiat bangsa, pungkasnya.
Sumber tulisan
Biar nggak ketinggalan informasi penting & update berita terbaru, langsung aja ikutiGencilnewslewatWhatsApp Channel. Praktis, cepat, & pastinya terpercaya!