@All,
Diskusinya tidak terarah, saya copasin dari blog orla ya...?
Lumayan buat di diskusiin....
HITUNG-HITUNG "Blue Energy"
Masih tentang kontroversi Blue Energy. Menurut artikel Jawa Pos, bahan dasarnya adalah air. Tentunya tidak mungkin air dituangkan begitu saja ke tangki bensin, dan tidak seperti sensasi penemuan ini, bukan air yang merupakan sumber energi. Penemu mengklaim sumber energinya adalah listrik:
Sementara itu, Joko Suprapto mengungkapkan, blue energy bisa murah karena teknologi listrik yang murah pula. “
Yang utama harus ada listrik murah. Kalau tidak, sama saja. Sebab, energi untuk membuat blue energy ini sangat besar,” ungkapnya.
Klaim lainnya adalah soal harga, katanya dengan teknologi ini, harga produk bahan bakar yang dihasilkan hanya
Rp 3000/liter saja:
Joko mengaku, saat ini bisa menghasilkan blue energy dengan harga sekitar Rp 3.000 per liter untuk setiap bahan bakar pengganti. Termasuk premium dan solar. “Kalau minyak tanah sekitar dua ribuan tanpa subsidi,” jelasnya.
Berdasarkan kedua data tersebut, mari kita lakukan sedikit
perhitungan untuk mengetahui wajar atau tidaknya klaim tersebut.
***
Satu liter bensin mengandung energi sebanyak 34.8 megajoule. Sedangkan 1 kWh listrik setara dengan 3,6 megajoule.
Dengan asumsi efisiensi 100%, maka energi listrik yang diperlukan untuk mensintesis satu liter bensin adalah: 34,8 megajoule * (1 kWh / 3,6 megajoule) = 9,67 kWh.
Harga grosir listrik PLN untuk industri adalah Rp 460/kWh. Pada harga tersebut, maka harga yang harus dibayarkan untuk mensintesis satu liter bensin dari listrik PLN adalah: 9,67 kWh * (Rp 460/kWh) = Rp 4,448.
Pada realisasinya,
efisiensi konversi energi tidak mungkin mencapai 100%. Karena itu harga dapat dipastikan akan lebih tinggi. Saya tidak tahu berapa nilai efisiensi yang realistis, tapi rasanya 50% sudah merupakan prestasi yang sangat baik. Pada efisiensi 50%, maka
harga produksi akan meningkat dua kali lipat menjadi Rp 8,896. Selain itu
harga ini masih belum termasuk overhead seperti pajak, biaya abonemen PLN, biaya distribusi, biaya sumber daya manusia dan sebagainya. Dan jika yang diinginkan adalah listrik PLN tanpa subsidi, maka tentunya harga produk akhir akan lebih tinggi lagi.
Apapun teknologi yang digunakan, harga produk akhir tidak akan mungkin mencapai Rp 3000/liter, bahkan dengan efisiensi 100% sekalipun. Jika ada yang mengklaim memiliki kemampuan untuk mensintesis bahan bakar kendaraan dari listrik PLN dengan harga produk akhir hanya Rp 3000/liter saja, maka ada beberapa kemungkinan:
1. Ada sumber energi lain di luar listrik PLN.
2. Harga listrik PLN lebih murah daripada asumsi di atas, atau dengan kata lain disubsidi lebih besar lagi.
3. Ada yang salah dengan klaim tersebut, bisa kesalahan perhitungan atau kesalahan lain, baik teknis maupun non teknis.
4. Ada pelanggaran hukum kekekalan energi dan/atau hukum pertama termodinamika
Tebakan saya adalah yang nomor tiga. Rasanya kita semua tidak perlu berharap terlalu banyak kalau harga bahan bakar nantinya akan berada di bawah harga saat ini.
***
Selain itu, penemu akan menyiapkan produksi dengan kapasitas 10 liter/detik di Cikeas, Bogor:
Saat ini, tim pengembangan bio energy rendah emisi itu sedang menyiapkan insfrastruktur produksi dengan kapasitas 10 liter per detik. “Kami ingin secepatnya. Istilahnya, netesnya (sementara untuk) orang Jakarta itu April (2008),” kata Heru Lelono, staf khusus Presiden SBY.
Sekarang mari kita hitung berapa besar daya listrik yang harus disiapkan untuk itu: 10 liter/detik * 9.67 kWh/liter = 96.7 kWh/detik = 96.7 kW * 3600 = 348120 kW = 348 MW. Dengan efisiensi 50%, maka daya yang diperlukan menjadi dua kali lipat yaitu
696 MW. Saya pribadi tidak yakin infrastruktur listrik di Cikeas sudah siap untuk mengirimkan daya sebesar itu. Sebagai perbandingan, beban puncak penggunaan listrik PLN Jawa-Bali adalah sekitar 16000 MW.
SO ???